Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
"AKU telah berubah pendapat, aku tidak bermaksud sekaligus membinasakan dirimu!" sahut si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya. So Siauw Yan yang tidak mengerti maksud hati majikan mudanya jadi amat gelisah sehabis mendengar perkataan itu, cepat-cepat serunya : "Sauw Tangcu, kau jangan lupa bahwa di adalah pembunuh yang telah mencelakai Loo Tangcu kita..." "Aku tahu!" tukas si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan suara ketus. "Justru karena dia adalah musuh besar dari Loo Tangcu, maka aku ingin membunuh dirinya secara perlahan-lahan, agar dia merasakan segala penderitaan terlebih dahulu baru mati..." Mendengar ancaman itu Wie Chin Siang jadi bergidik, teriaknya : "Kau hendak membuat malu diriku?" Dalam pada itu seorang dayang telah berjalan menghampiri ke hadapannya sambil mengangsurkan sebilah pedang, tanpa mengucapkan sepatah kata pun gadis cantik she Wie ini menyambut senjata tajam itu kemudian dengan hebatnya mengirim satu serangan kilat ke arah si Jago Pedang Bertangan Sakti. Pada saat ini ia sudah nekad maka dengan segala daya kemampuannya ia berusaha untuk berebut melancarkan serangan-serangan mematikan. Setelah gadis itu nekad tanpa sadar kekuatan serangannya semakin bertambah hebat lipat ganda, si Jago Pedang Bertangan Sakti sendiri walaupun sudah banyak tahun memperdalam kepandaian ilmu pedangnya dan tenaga lweekang pun jauh di atas lawannya, tetapi belum pernah ia jumpai pertarungan semacam ini, tanpa sadar tubuhnya terdesak mundur ke belakang berulang kali... Dengan susah payah akhirnya ia berhasil merebut kembali posisinya yang terdesak, sambil mengirim satu babatan ke depan serunya : "Aku tidak akan memberikan pengampunan terhadap dirimu lagi!" Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai pada taraf penyatuan antara tubuh dan pedang, mendadak ia tarik napas panjang-panjang, sambil putar telapak tangannya sang pedang dari gerakan membabat berubah jadi gerakan menotok langsung bagaikan sebatang pit menyodok ke tubuh bagian atas Wie Chin Siang. Jurus serangan ini mempunyai perubahan campur baur yang sakti dan dahsyat, arah yang dituju sama sekali di luar dugaan orang. Rambut Wie Chin Siang yang panjang buyar dan awut-awutan, suatu kepandaian untuk menyelamatkan diri membuat badannya tanpa sadar bergeser ke samping, pedangnya berkelebat menciptakan selapis cahaya pedang yang rapat dan kuat untuk membendung datangnya ancaman itu dengan keras lawan keras. "Traaaang...!" Di tengah suara bentrokan nyaring yang memekakkan telinga, letupan bintang api memancar ke empat penjuru. Tubuh Wie Chin Siang secara beruntun mundur beberapa langkah ke belakang, pakaian yang ia kenakan telah hancur termakan babatan senjata lawan hingga terlihatlah pakaian dalamnya yang berwarna merah,sementara senjata pedangnya termakan oleh gerakan menotok dari pihak lawan patah jadi dua bagian, wajahnya pucat pias bagaikan mayat. Dengan sedih gadis itu menghela napas panjang, katanya lirih : "Aku tidak akan memberikan perlawanan lagi, sekarang kau boleh membinasakan diriku." Habis berkata dengan kepala tertunduk dan wajah suram ia jatuhkan diri duduk mendeplok di atas lantai, rambutnya yang terurai menutupi bahunya serta tubuhnya yang hampir telanjang, keadaan gadis itu nampak mengenaskan sekali. Si Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun, kemudian sambil menggetarkan pedangnya ia berseru : "Ayoh bangun, jangan berpura-pura jadi orang mati!" Wie Chin Siang sama sekali tidak menggubris terhadap ucapannya, ia berlagak pilon dan duduk di lantai bagaikan seorang padri. So Leng Yang segera meloncat ke depan, sambil tertawa ringan katanya : "Sauw Tangcu, kalau kau tidak tega untuk turun tangan, biarlah budak yang mewakili dirimu!" I rampas pedang mestika dari tangan si Jago Pedang Bertangan Sakti, lalu sambil menuding ke arah Wie Chin Siang katanya : "Kau tidak bajik terlebih dulu dan aku tidak setia kawan belakangan, jangan salahkan kalau aku berbuat kejam terhadap dirimu!" Ujung pedang bergeletar di tengah udara, secara mendadak ia tusuk ulu hati dara ayu she Wie ini. Tiba-tiba... terdengar bentakan keras menggema memekakkan telinga, dengan mata melotot besar si Tangan Sakti Berbaju Biru menghardik : "Tahan!" Bentakan ini keras bagaikan guntur yang menggeletar membelah bumi, sekujur badan So Leng Yang segera gemetar keras, tanpa sadar pedang yang berada digenggamannya terlepas dan jatuh ke atas lantai. "Tangcu!" teriaknya sambil mundur ke belakang dengan wajah ketakutan setengah mati. Air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru perlahan-lahan putih kembali seperti sedia kala, wajahnya tidak sepucat tadi lagi. Sambil membesut noda darah yang mengotori ujung bibirnya ia tarik napas dalam-dalam. "Aaaai... hampir saja kalian sudah melakukan suatu tindakan yang keliru besar!" "Ayah, apakah kau orang tua tidak terluka?" tanya si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan wajah melengak. Tangan Sakti Berbaju Biru menghela napas dan gelengkan kepalanya. "Aku hanya merasa napasnya tersumbat untuk beberapa saat hingga membuat darah yang menggumpal dalam dadaku sukar dimuntahkan keluar. Siapa bilang aku telah terluka? Kalian telah menaruh salah paham terhadap nona ini..." Lambat laut ia berjalan menghampiri gadis she Wie itu, sambil menarik bangun dirinya diamati wajah Wie Chin Siang dengan seksama, lalu tanyanya halus : "Nak, kau tidak sampai terluka bukan?" "Tidak!" jawab gadis manis itu sambil gelengkan kepalanya. Si Tangan Sakti Berbaju Biru melirik sekejap ke arah pakaiannya yang compang-camping tidak karuan, lalu dengan hawa gusar ia mendelik ke arah putranya. "Binatang, bagus amat perbuatanmu yah?" makinya sambil mendengus dingin. "Ayah!" seru Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun. Dengan sedih si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan kepalanya, seakan-akan ia mempunyai suatu persoalan hati yang amat berat dan sulit untuk diutarakan keluar, dengan termangu-mangu ia menatap langit-langit rumahnya tanpa berkedip. Suasana untuk beberapa saat lamanya berubah jadi hening... sunyi... tak seorang pun yang berani buka suara untuk berbicara. Lama... dan lama... sekali, akhirnya Wie Chin Siang menghela napas panjang memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh ruangan itu, katanya lirih : "Loocianpwee, boanpwee segera akan pergi!" Sekujur badan Tangan Sakti Berbaju Biru gemetar keras. "Apakah kau tidak inginkan pil Som Wan berusia seribu tahun itu?..." serunya. "Cianpwee merasa keberatan untuk menghadiahkan kepada kami, dengan sendirinya boanpwee pun tidak berani terlalu memaksa," sahut Wie Chin Siang dengan sedih. "Cuma... aaai, dengan begitu sahabatku jadi tak tertolong lagi, sayang sekali ia tak bisa mencicipi ketenaran namanya yang baru saja membumbung tinggi... sayang bakatnya yang bagus untuk selamanya bakal terpendam di dalam tanah... dalam usia yang semuda itu dia harus menutup mata..." "Oooouw...! Begitukah? Tapi... toh aku tak pernah mengatakan bahwa aku menolak permintaanmu itu?" seolah-olah ia merasa teramat girang hati, tanya lagi dengan suara lirih : "Siapakah nama sahabatmu itu?" "Kalau dikatakan sahabatku itu bukanlah seorang manusia yang tidak punya nama di dalam dunia persilatan, tetapi dalam pandangan loocianpwee dia masih belum terhitung seberapa. Dia adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang belum lama munculkan diri di dalam dunia persilatan, mungkin di antara kalian ada yang pernah mendengar namanya. Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak memberikan komentar apa-apa, hanya sambil mengangkat kain selendang merah itu ujarnya : "Beribu li menghantar selendang merah, karena kesulitan mohon obat mujarab, nona! Jago lihay muda belia itu pastilah bukan seorang sahabat biasa dengan dirimu, bukankah begitu?" Walaupun berada dalam keadaan sedih dan kuatir, tak urung air muka Wie Chin Siang berubah juga jadi merah padam saking jengahnya, ia tundukkan kepalanya rendah dan merasa kagum atas ketepatan dugaan si orang tua itu. Terdengar si Tangan Sakti Berbaju Biru tepuk tangan beberapa kali, kemudian berseru : "Yauw Hong berada di mana?" Horden disingkap dan seorang dayang perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam, wajah dayang ini cantik jelita dan mempunyai pandangan yang sangat agung. Setelah menjura, tanyanya : "Tangcu, kau ada perintah apa?" "Ambil dan bawa kemari kotak seratus pusaka milikku!" Nona Yauw Hong mengangguk dan segera berlalu diiringi senyuman manis. Dalam pada itu Siang Bong Jie Kiauw yang mendengar bahwa si Tangan Sakti Berbaju Biru memerintahkan dayangnya untuk mengambil kotak wasiat, sepasang mata ke-dua orang itu segera berkilat, setelah saling bertukar pandangan sekejap So Leng Yan segera berkata sambil tertawa : "Tangcu, kau hendak mengambil benda mestika, lebih baik budak sekalian mohon diri terlebih dahulu." "Ooooh, tidak apa-apa, tetaplah berada di situ!" sahut si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil tertawa. Sesaat kemudian Yauw Hong dengan membawa sebuah kotak perlahan-lahan munculkan diri di dalam ruangan. Semua orang segera merasakan pandangan matanya jadi silau, sebuah kotak panjang yang bertaburkan intan permata serta mutiara berada di tangannya, Siang Bong Jie Kiauw segera menunjukkan mimik yang aneh, tanpa sadar mereka telah menggeserkan badannya maju ke depan, sedang si Jago Pedang Bertangan Sakti pun menjulurkan lidahnya karena kaget bercampur kagum, ia tidak mengira kalau ayahnya memiliki kotak wasiat yang demikian tak ternilai harganya. Setelah menerima kotak wasiat tersebut, si Tangan Sakti Berbaju Biru menghela napas panjang, ujarnya : "Pil Som Wan berusia seribu tahun ini adalah sejenis obat mujarab yang luar biasa khasiatnya, sepanjang hidupku loohu pun hanya memiliki tiga biji saja. Nona! Aku harap kau suka baik-baik menyimpan obat ini..." Lambat-lambat ia membuka penutup kotak itu, terlihatlah dalam kotak tadi kecuali terdapat sebuah botol porselen putih tiada benda lain yang nampak, Cian Nian Som Wan empat huruf kecil tertera di depan mata Wie Chin Siang membuat jantungnya secara tiba-tiba berdebar keras. Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera angsurkan botol porselen itu ke tangan Wie Chin Siang, katanya : "Obat mujarab memang kegunaannya untuk menolong orang. Nah, ambillah..." "Tapi... cianpwee, aku hanya membutuhkan dua butir saja..." seru Wie Chin Siang ragu-ragu. "Haaaah... haaaah... haaaah... " Tangan Sakti Berbaju Biru tertawa terbahak-bahak, sambil ayun selendang merah di tangannya ia berseru : "Obat itu walaupun tak ternilai harganya, tetapi tak bisa dibandingkan nilainya dengan kain selendang perlambang jodoh ini, sisanya sebutir anggap saja hadiah perkenalan loohu bagimu. Aaaa...! Kenangan manis di masa lampau sulit untuk dilupakan, pikiranku terasa amat kacau..." "Tangcu, kau harus pertimbangkan kembali keputusanmu itu..." tiba-tiba So Siauw Yan berseru dengan nada cemas. "Kau tak usah turut campur," tukas Tangan Sakti Berbaju Biru dengan cepat. "Persoalan ini adalah urusan pribadi loohu sendiri..." Habis berkata ia segera pejamkan matanya dan terjerumus kembali di dalam lamunannya. Buru-buru Wie Chin Siang menghaturkan rasa terima kasihnya, sesaat kemudian ia seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan dan badan pun perlahan-lahan berputar siap meninggalkan tempat itu. ........ "Nona, harap tunggu sebentar!" tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju Biru membuka matanya kembali dan berseru. Dengan wajah melengak Wie Chin Siang menoleh. "Cianpwee, apakah kau masih ada perkataan yang belum selesai kau utarakan keluar?" Si Tangan Sakti Berbaju Biru tertawa getir. "Nona! Loohu masih ada beberapa persoalan ini kutanyakan kepada dirimu," ia merandek sejenak, mendadak sambil ulapkan tangannya ia berseru : "Aaaai! lebih baik kau pergi saja, aku tidak ingin terlalu melukai perasaan hatimu..." Wie Chin Siang tertegun, tapi ia segera putar badan dan berlalu. Sepeninggal gadis itu So Leng Yang segera gelengkan kepalanya dan berseru lantang : "Tangcu, apakah kau benar-benar hendak menghadiahkan pil Som Wan berusia seribu tahun itu kepada budak tersebut?" "Kenapa? Apakah aku hanya pura-pura saja?" Siang Bong Jie Kiauw menghela napas panjang dan tidak berbicara lagi, mendadak tubuh So Siauw Yan terhuyung-huyung ke belakang seolah-olah terserang angin duduk, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya. Dengan napas terengah-engah segera serunya : "Tangcu, aku merasa badanku kurang enak, karena itu ingin mohon diri terlebih dahulu." So Leng Yang buru-buru maju memayang tubuhnya dan ke-dua orang itu dengan cepat mengundurkan diri dari dalam ruangan. "Aaah!" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan wajah kebingungan sepeninggalnya ke-dua orang gadis jalang tadi. "Kau tak usah banyak bertanya lagi," tukas ayahnya sambil geleng kepala dengan wajah sedih. "Dia adalah adik perempuanmu!" "Apa? Adik perempuanku?" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan sepasang mata terbelalak besar. "Ayah kau sebenarnya sedang mengatakan apa?" "Aaaai...! Duduknya persoalan tak dapat diterangkan dalam dua tiga patah kata saja, pokoknya kedatangan kita kali ini dari luar perbatasan memasuki daratan Tionggoan antara lain juga ada sangkut pautnya dengan dia..." Ia merandek sejenak, kemudian seperti menyadari sesuatu ujarnya lagi: "Selama ini Siang Bong Jie Kiauw selalu mengikuti ayahmu tanpa berpisah barang selangkah pun, tujuan mereka bukan lain adalah mengincar ke-tiga biji pil mujarab Som Wan berusia seribu tahun ini, kau cepat- cepatlah kejar mereka dan coba periksa, mungkin saja mereka sedang turun tangan mendesak adikmu..."
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
"AKU telah berubah pendapat, aku tidak bermaksud sekaligus membinasakan dirimu!" sahut si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya. So Siauw Yan yang tidak mengerti maksud hati majikan mudanya jadi amat gelisah sehabis mendengar perkataan itu, cepat-cepat serunya : "Sauw Tangcu, kau jangan lupa bahwa di adalah pembunuh yang telah mencelakai Loo Tangcu kita..." "Aku tahu!" tukas si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan suara ketus. "Justru karena dia adalah musuh besar dari Loo Tangcu, maka aku ingin membunuh dirinya secara perlahan-lahan, agar dia merasakan segala penderitaan terlebih dahulu baru mati..." Mendengar ancaman itu Wie Chin Siang jadi bergidik, teriaknya : "Kau hendak membuat malu diriku?" Dalam pada itu seorang dayang telah berjalan menghampiri ke hadapannya sambil mengangsurkan sebilah pedang, tanpa mengucapkan sepatah kata pun gadis cantik she Wie ini menyambut senjata tajam itu kemudian dengan hebatnya mengirim satu serangan kilat ke arah si Jago Pedang Bertangan Sakti. Pada saat ini ia sudah nekad maka dengan segala daya kemampuannya ia berusaha untuk berebut melancarkan serangan-serangan mematikan. Setelah gadis itu nekad tanpa sadar kekuatan serangannya semakin bertambah hebat lipat ganda, si Jago Pedang Bertangan Sakti sendiri walaupun sudah banyak tahun memperdalam kepandaian ilmu pedangnya dan tenaga lweekang pun jauh di atas lawannya, tetapi belum pernah ia jumpai pertarungan semacam ini, tanpa sadar tubuhnya terdesak mundur ke belakang berulang kali... Dengan susah payah akhirnya ia berhasil merebut kembali posisinya yang terdesak, sambil mengirim satu babatan ke depan serunya : "Aku tidak akan memberikan pengampunan terhadap dirimu lagi!" Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai pada taraf penyatuan antara tubuh dan pedang, mendadak ia tarik napas panjang-panjang, sambil putar telapak tangannya sang pedang dari gerakan membabat berubah jadi gerakan menotok langsung bagaikan sebatang pit menyodok ke tubuh bagian atas Wie Chin Siang. Jurus serangan ini mempunyai perubahan campur baur yang sakti dan dahsyat, arah yang dituju sama sekali di luar dugaan orang. Rambut Wie Chin Siang yang panjang buyar dan awut-awutan, suatu kepandaian untuk menyelamatkan diri membuat badannya tanpa sadar bergeser ke samping, pedangnya berkelebat menciptakan selapis cahaya pedang yang rapat dan kuat untuk membendung datangnya ancaman itu dengan keras lawan keras. "Traaaang...!" Di tengah suara bentrokan nyaring yang memekakkan telinga, letupan bintang api memancar ke empat penjuru. Tubuh Wie Chin Siang secara beruntun mundur beberapa langkah ke belakang, pakaian yang ia kenakan telah hancur termakan babatan senjata lawan hingga terlihatlah pakaian dalamnya yang berwarna merah,sementara senjata pedangnya termakan oleh gerakan menotok dari pihak lawan patah jadi dua bagian, wajahnya pucat pias bagaikan mayat. Dengan sedih gadis itu menghela napas panjang, katanya lirih : "Aku tidak akan memberikan perlawanan lagi, sekarang kau boleh membinasakan diriku." Habis berkata dengan kepala tertunduk dan wajah suram ia jatuhkan diri duduk mendeplok di atas lantai, rambutnya yang terurai menutupi bahunya serta tubuhnya yang hampir telanjang, keadaan gadis itu nampak mengenaskan sekali. Si Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun, kemudian sambil menggetarkan pedangnya ia berseru : "Ayoh bangun, jangan berpura-pura jadi orang mati!" Wie Chin Siang sama sekali tidak menggubris terhadap ucapannya, ia berlagak pilon dan duduk di lantai bagaikan seorang padri. So Leng Yang segera meloncat ke depan, sambil tertawa ringan katanya : "Sauw Tangcu, kalau kau tidak tega untuk turun tangan, biarlah budak yang mewakili dirimu!" I rampas pedang mestika dari tangan si Jago Pedang Bertangan Sakti, lalu sambil menuding ke arah Wie Chin Siang katanya : "Kau tidak bajik terlebih dulu dan aku tidak setia kawan belakangan, jangan salahkan kalau aku berbuat kejam terhadap dirimu!" Ujung pedang bergeletar di tengah udara, secara mendadak ia tusuk ulu hati dara ayu she Wie ini. Tiba-tiba... terdengar bentakan keras menggema memekakkan telinga, dengan mata melotot besar si Tangan Sakti Berbaju Biru menghardik : "Tahan!" Bentakan ini keras bagaikan guntur yang menggeletar membelah bumi, sekujur badan So Leng Yang segera gemetar keras, tanpa sadar pedang yang berada digenggamannya terlepas dan jatuh ke atas lantai. "Tangcu!" teriaknya sambil mundur ke belakang dengan wajah ketakutan setengah mati. Air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru perlahan-lahan putih kembali seperti sedia kala, wajahnya tidak sepucat tadi lagi. Sambil membesut noda darah yang mengotori ujung bibirnya ia tarik napas dalam-dalam. "Aaaai... hampir saja kalian sudah melakukan suatu tindakan yang keliru besar!" "Ayah, apakah kau orang tua tidak terluka?" tanya si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan wajah melengak. Tangan Sakti Berbaju Biru menghela napas dan gelengkan kepalanya. "Aku hanya merasa napasnya tersumbat untuk beberapa saat hingga membuat darah yang menggumpal dalam dadaku sukar dimuntahkan keluar. Siapa bilang aku telah terluka? Kalian telah menaruh salah paham terhadap nona ini..." Lambat laut ia berjalan menghampiri gadis she Wie itu, sambil menarik bangun dirinya diamati wajah Wie Chin Siang dengan seksama, lalu tanyanya halus : "Nak, kau tidak sampai terluka bukan?" "Tidak!" jawab gadis manis itu sambil gelengkan kepalanya. Si Tangan Sakti Berbaju Biru melirik sekejap ke arah pakaiannya yang compang-camping tidak karuan, lalu dengan hawa gusar ia mendelik ke arah putranya. "Binatang, bagus amat perbuatanmu yah?" makinya sambil mendengus dingin. "Ayah!" seru Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun. Dengan sedih si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan kepalanya, seakan-akan ia mempunyai suatu persoalan hati yang amat berat dan sulit untuk diutarakan keluar, dengan termangu-mangu ia menatap langit-langit rumahnya tanpa berkedip. Suasana untuk beberapa saat lamanya berubah jadi hening... sunyi... tak seorang pun yang berani buka suara untuk berbicara. Lama... dan lama... sekali, akhirnya Wie Chin Siang menghela napas panjang memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh ruangan itu, katanya lirih : "Loocianpwee, boanpwee segera akan pergi!" Sekujur badan Tangan Sakti Berbaju Biru gemetar keras. "Apakah kau tidak inginkan pil Som Wan berusia seribu tahun itu?..." serunya. "Cianpwee merasa keberatan untuk menghadiahkan kepada kami, dengan sendirinya boanpwee pun tidak berani terlalu memaksa," sahut Wie Chin Siang dengan sedih. "Cuma... aaai, dengan begitu sahabatku jadi tak tertolong lagi, sayang sekali ia tak bisa mencicipi ketenaran namanya yang baru saja membumbung tinggi... sayang bakatnya yang bagus untuk selamanya bakal terpendam di dalam tanah... dalam usia yang semuda itu dia harus menutup mata..." "Oooouw...! Begitukah? Tapi... toh aku tak pernah mengatakan bahwa aku menolak permintaanmu itu?" seolah-olah ia merasa teramat girang hati, tanya lagi dengan suara lirih : "Siapakah nama sahabatmu itu?" "Kalau dikatakan sahabatku itu bukanlah seorang manusia yang tidak punya nama di dalam dunia persilatan, tetapi dalam pandangan loocianpwee dia masih belum terhitung seberapa. Dia adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang belum lama munculkan diri di dalam dunia persilatan, mungkin di antara kalian ada yang pernah mendengar namanya. Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak memberikan komentar apa-apa, hanya sambil mengangkat kain selendang merah itu ujarnya : "Beribu li menghantar selendang merah, karena kesulitan mohon obat mujarab, nona! Jago lihay muda belia itu pastilah bukan seorang sahabat biasa dengan dirimu, bukankah begitu?" Walaupun berada dalam keadaan sedih dan kuatir, tak urung air muka Wie Chin Siang berubah juga jadi merah padam saking jengahnya, ia tundukkan kepalanya rendah dan merasa kagum atas ketepatan dugaan si orang tua itu. Terdengar si Tangan Sakti Berbaju Biru tepuk tangan beberapa kali, kemudian berseru : "Yauw Hong berada di mana?" Horden disingkap dan seorang dayang perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam, wajah dayang ini cantik jelita dan mempunyai pandangan yang sangat agung. Setelah menjura, tanyanya : "Tangcu, kau ada perintah apa?" "Ambil dan bawa kemari kotak seratus pusaka milikku!" Nona Yauw Hong mengangguk dan segera berlalu diiringi senyuman manis. Dalam pada itu Siang Bong Jie Kiauw yang mendengar bahwa si Tangan Sakti Berbaju Biru memerintahkan dayangnya untuk mengambil kotak wasiat, sepasang mata ke-dua orang itu segera berkilat, setelah saling bertukar pandangan sekejap So Leng Yan segera berkata sambil tertawa : "Tangcu, kau hendak mengambil benda mestika, lebih baik budak sekalian mohon diri terlebih dahulu." "Ooooh, tidak apa-apa, tetaplah berada di situ!" sahut si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil tertawa. Sesaat kemudian Yauw Hong dengan membawa sebuah kotak perlahan-lahan munculkan diri di dalam ruangan. Semua orang segera merasakan pandangan matanya jadi silau, sebuah kotak panjang yang bertaburkan intan permata serta mutiara berada di tangannya, Siang Bong Jie Kiauw segera menunjukkan mimik yang aneh, tanpa sadar mereka telah menggeserkan badannya maju ke depan, sedang si Jago Pedang Bertangan Sakti pun menjulurkan lidahnya karena kaget bercampur kagum, ia tidak mengira kalau ayahnya memiliki kotak wasiat yang demikian tak ternilai harganya. Setelah menerima kotak wasiat tersebut, si Tangan Sakti Berbaju Biru menghela napas panjang, ujarnya : "Pil Som Wan berusia seribu tahun ini adalah sejenis obat mujarab yang luar biasa khasiatnya, sepanjang hidupku loohu pun hanya memiliki tiga biji saja. Nona! Aku harap kau suka baik-baik menyimpan obat ini..." Lambat-lambat ia membuka penutup kotak itu, terlihatlah dalam kotak tadi kecuali terdapat sebuah botol porselen putih tiada benda lain yang nampak, Cian Nian Som Wan empat huruf kecil tertera di depan mata Wie Chin Siang membuat jantungnya secara tiba-tiba berdebar keras. Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera angsurkan botol porselen itu ke tangan Wie Chin Siang, katanya : "Obat mujarab memang kegunaannya untuk menolong orang. Nah, ambillah..." "Tapi... cianpwee, aku hanya membutuhkan dua butir saja..." seru Wie Chin Siang ragu-ragu. "Haaaah... haaaah... haaaah... " Tangan Sakti Berbaju Biru tertawa terbahak-bahak, sambil ayun selendang merah di tangannya ia berseru : "Obat itu walaupun tak ternilai harganya, tetapi tak bisa dibandingkan nilainya dengan kain selendang perlambang jodoh ini, sisanya sebutir anggap saja hadiah perkenalan loohu bagimu. Aaaa...! Kenangan manis di masa lampau sulit untuk dilupakan, pikiranku terasa amat kacau..." "Tangcu, kau harus pertimbangkan kembali keputusanmu itu..." tiba-tiba So Siauw Yan berseru dengan nada cemas. "Kau tak usah turut campur," tukas Tangan Sakti Berbaju Biru dengan cepat. "Persoalan ini adalah urusan pribadi loohu sendiri..." Habis berkata ia segera pejamkan matanya dan terjerumus kembali di dalam lamunannya. Buru-buru Wie Chin Siang menghaturkan rasa terima kasihnya, sesaat kemudian ia seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan dan badan pun perlahan-lahan berputar siap meninggalkan tempat itu. ........ "Nona, harap tunggu sebentar!" tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju Biru membuka matanya kembali dan berseru. Dengan wajah melengak Wie Chin Siang menoleh. "Cianpwee, apakah kau masih ada perkataan yang belum selesai kau utarakan keluar?" Si Tangan Sakti Berbaju Biru tertawa getir. "Nona! Loohu masih ada beberapa persoalan ini kutanyakan kepada dirimu," ia merandek sejenak, mendadak sambil ulapkan tangannya ia berseru : "Aaaai! lebih baik kau pergi saja, aku tidak ingin terlalu melukai perasaan hatimu..." Wie Chin Siang tertegun, tapi ia segera putar badan dan berlalu. Sepeninggal gadis itu So Leng Yang segera gelengkan kepalanya dan berseru lantang : "Tangcu, apakah kau benar-benar hendak menghadiahkan pil Som Wan berusia seribu tahun itu kepada budak tersebut?" "Kenapa? Apakah aku hanya pura-pura saja?" Siang Bong Jie Kiauw menghela napas panjang dan tidak berbicara lagi, mendadak tubuh So Siauw Yan terhuyung-huyung ke belakang seolah-olah terserang angin duduk, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya. Dengan napas terengah-engah segera serunya : "Tangcu, aku merasa badanku kurang enak, karena itu ingin mohon diri terlebih dahulu." So Leng Yang buru-buru maju memayang tubuhnya dan ke-dua orang itu dengan cepat mengundurkan diri dari dalam ruangan. "Aaah!" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan wajah kebingungan sepeninggalnya ke-dua orang gadis jalang tadi. "Kau tak usah banyak bertanya lagi," tukas ayahnya sambil geleng kepala dengan wajah sedih. "Dia adalah adik perempuanmu!" "Apa? Adik perempuanku?" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan sepasang mata terbelalak besar. "Ayah kau sebenarnya sedang mengatakan apa?" "Aaaai...! Duduknya persoalan tak dapat diterangkan dalam dua tiga patah kata saja, pokoknya kedatangan kita kali ini dari luar perbatasan memasuki daratan Tionggoan antara lain juga ada sangkut pautnya dengan dia..." Ia merandek sejenak, kemudian seperti menyadari sesuatu ujarnya lagi: "Selama ini Siang Bong Jie Kiauw selalu mengikuti ayahmu tanpa berpisah barang selangkah pun, tujuan mereka bukan lain adalah mengincar ke-tiga biji pil mujarab Som Wan berusia seribu tahun ini, kau cepat- cepatlah kejar mereka dan coba periksa, mungkin saja mereka sedang turun tangan mendesak adikmu..."