Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf
Goosebumps - Masalah Besar II Pendekar Gila - 39. Ajian Canda Birawa Joko Sableng - 42. Rahasia Darah Kutukan Rajawali Emas - 26. Tumbal Nyawa Perawan I am Number Four - Pittacus Lore
Bab 8. Sang mutiara pembetot sukma. Ke sepuluh orang itu ada lelaki ada wanita, ada lelaki berlengan tunggal ada pula manusia kudisan berkepala botak, tapi ada juga gadis gadis cantik berpakaian warna warni. Dalam genggaman mereka masing masing menggenggam sebilah pisau belati, gerakan tubuhnya ringan dan cepat, dalam waktu singkat mereka sudah berdiri diujung bambu, tubuh mereka bergoyang mengikuti hembusan angin, seakan akan setiap saat akan terbang ke angkasa. Dengan wajah berubah Phoa Seng-hong segera berbisik: “orang orang itu adalah Kiu Kui—cu (sembilan setan) serta Jit Moli (tujuh iblis wanita) dari perguruan Kiu—cu Kui-bo, aneh, kenapa mereka menampakkan diri secara tiba tiba? Permainan busuk apa yang sedang mereka persiapkan?” Setelah berdiri tegak diujung bambu, mendadak kawanan manusia itu berjumpalitan dengan kepala dibawah kaki diatas, gaya mereka bagaikan orang yang tiba tiba terpeleset hingga jatuh ke bawah. Tapi pada saat itulah ujung kaki mereka dengan cekatan menggaet kembali ujung bambu, lalu dengan pisau belatinya mereka mulai mengiris daging babi tadi dan menikmatinya dengan lahap. Seorang lelaki berlengan tunggal segera berseru sambil tertawa tergelak: “sudah kalian lihat, semua daging babi ini tak beracun, asal kalian punya nyali, silahkan saja dicicipi!” “Lepas panah!” bentak Li Lok—yang keras. Hujan anak panah kontan berhamburan di udara menyambar tubuh sekawanan manusia tersebut. Kawanan laki perempuan yang ada diujung bambu tertawa ringan, tiba tiba mereka melambung ke udara dan menyongsong datangnya hujan anak panah itu. Tampak bayangan manusia berkelebat ditengah hujan panah, ternyata semua anak panah yang dibidikkan telah mereka tangkap semuanya, tak Satu pun dibiarkan rontok ke tanah. Dalam waktu singkat hujan panah dan bayangan manusia hilang lenyap tak berbekas, yang tersisa hanya ke sepuluh kerat daging babi panggang serta suara ejekan dari kawanan manusia itu. Berubah hebat paras muka Suto Siau, gumamnya: “Ilmu ginkang yang hebat, ilmu telapak tangan yang tangguh, tampaknya kungfu yang dimiliki kawanan manusia itu sama sekali tidak dibawah kemampuan kita semua” Li Lok-yang menghela napas panjang. “Dengan melakukan tindakan tersebut, bukan saja mereka hendak membuktikan kalau daging babi itu tak beracun dan memancing semua orang untuk berebut, mereka pun ingin mempamerkan juga kebolehan ilmu silat yang dimilikinya!” Hay Tay-sau memandang sekejap sekitar situ, tiba tiba dia melompat ke tengah halaman, dari sakunya dia mengeluarkan seutas tali panjang, dibuatkan simpul hidup diujungnya kemudian dilontarkan keluar. “Dasar maling kontan Phoa Seng-hong mengejek sambil tertawa dingin, “tak aneh kalau ke mana pun pergi selalu menggembol peralatan untuk mencuri!” Sementara ejekan bergema, tali simpul itu telah berhasil II menjerat sepotong daging babi panggang. Sambil membentak keras Hay Tay-sau segera menarik kembali talinya, babi panggang itupun terpental dan lepas dari ujung bambu. Siapa tahu pada saat itulah terlihat sesosok bayangan manusia melesat ke udara dari luar dinding, pisaunya langsung membabat ke arah ujung tali itu. “Kau berani!” hardik Hay Tay-sau gusar, tubuhnya secepat anak panah yang terlepas dari busurnya ikut melesat ke udara, telapak tangan kirinya diayunkan cepat, dia langsung membacok tubuh bayangan manusia itu, ternyata ilmu pukulannya sangat mengerikan. Bayangan manusia itu memiliki perawakan tubuh kurus kering, cepat goloknya diputar membabat pergelangan tangan Hay Tay-sau, gerakan tubuh yang dimiliki orang inipun sangat hebat, kecepatannya berganti jurus diudara bagaikan ikan yang berenang di air. Dengan tangan kanannya Hay Tay-sau menyambut daging babi itu, tangan kirinya diputar kembali dan kali ini berusaha merampas senjata lawan. Kembali terdengar seseorang mengejek sambil tertawa dingin: “Setelah keluar dari dinding pekarangan, kau masih pingin balik?” Seorang lelaki bermata tunggal melejit ke udara bagaikan seekor burung rajawali, tangan kirinya diayun ke depan menahan telapak kaki lelaki kurus kering tadi Sementara tangan kanannya menghajar dada Hay Tay-sau. Tubuh lelaki kurus kering yang sedang meluncur ke bawah itu seketika melambung lagi berapa meter ke dara, kali ini dia mengayunkan kakinya menendang wajah Hay Tay-sau. Menghadapi serangan dari kiri kanan, tenaga dalam Hay Tay-sau mulai tak lancar, meski dia berhasil menghindari ke dua jurus serangan itu, tampak tubuhnya segera akan terjatuh ke luar dinding pekarangan, kalau sampai terjadi begitu, jelas keadaannya sangat berbahaya. Dengan wajah berubah kawanan jago dalam ruangan berbondong bondong menerobos keluar halaman, Hek Seng—thian dan Pek Seng-bu serentak turun tangan, diantara ayunan telapak tangannya, puluhan titik cahaya bintang seketika disambitkan ke arah dua orang yang berada diluar dinding. Menggunakan kesempatan itu Hay Tay-sau membentak keras, sembari busungkan dada menyambut pukulan dari lelaki bermata tunggal, dia meminjam tenaga serangan tersebut untuk mencelat ke belakang, kemudian setelah berjumpalitan beberapa kali, dia melayang turun ke dalam halaman rumah. “Kau terluka?” Bi—lek—hwee segera menegur. “Hahahaha.... kulit tubuhku mah lebih tebal dari kulit badak, masa pukulan macam begitu bisa melukaiku? Satu pukulan ditukar dengan sepotong daging babi, rasanya jual beli ini tidak kelewat merugikan!” Sambil mengacungkan jempolnya Bi-lek-hwee berseru memuji: “Lelaki hebat, lelaki jempolan! Hahahaha... hey anak setan cucu setan yang berada diluar tembok, dengarkan baik baik! Pukulan kalian hanya dianggap orang sebagai sebuah garukan!” Waktu itu semua bayangan manusia yang semula ada diujung bambu, kini sudah melompat turun bahkan tak kedengaran Seorang pun yang menanggapi teriakan itu. Dengan membawa babi panggang hasil rampasannya Hay Tay-sau balik ke dalam ruangan, dia mengambil sebilah pisau dan serunya sambil tertawa: “Setiap orang dapat seiris daging, kecuali sahabat yang tadi makan telur sambil mengejek dihadapanku!” Sambil berkata dia mulai mengiris daging babi itu. Kemudian selesai mengiris kembali Hay Tay-sau berkata sambil tertawa: “Bagaimana pun daging babi ini kuperoleh dengan cara mencuri, rasanya ada orang memang tak sudi makan daging curian!” Phoa Seng-hong mendengus dingin. “Hmmm, daging yang mereka iris boleh saja tak beracun, memangnya kau anggap dibagian yang lain tidak dibubuhi racun?” Hay Tay-sau tertegun, kontan umpatnya: “Sialan, memangnya lantaran tidak kebagian daging lantas kau mau menakut nakuti orang?” Sekalipun berkata begitu, tak urung dia hentikan juga irisannya. Dari dalam saku Pek Seng-bu mengeluarkan sebatang jarum perak dan ditusukkan ke dalam daging, seketika itu juga jarum perak itu berubah jadi hitam pekat. Paras muka Hay Tay-sau kontan berubah hebat, saking tertegunnya dia sampai tak mampu bicara, Menyaksikan kejadian ini semua orang hanya bisa menghela napas di hati. Suto Siau pun segera mendorong pergi Phoa Seng-hong sambil ujarnya: “Masih untung pukulan bajingan tadi tidak kelewat berat, kalau tidak benar benar rugi besar” Dengan perasaan kaku Hay Tay-sau manggut manggut, mendadak percikan darah segar mulai meleleh keluar dari ujung bibirnya. Ternyata pukulan lelaki bermata tunggal tadi meski dilancarkan ditengah udara, namun tenaga serangannya sangat tangguh. Sejak awal Hay Tay-sau sudah merasakan gelagat tidak menguntungkan, hanya saja karena dia tak ingin menghilangkan harapan rekan lainnya maka dia memaksakan diri menahan rasa sakit, paling tidak luka dalamnya baru akan diperlihatkan Setelah semua orang mencicipi daging babi itu, siapa sangka daging tersebut tetap tak terjamah. Hanya Im Ceng seorang yang tidak banyak bicara, dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke tengah halaman, dari tangan kawanan jago disitu dia minta sebuah gendawa lalu panah demi panah dibidikkan ke tengah udara. Anak panah tampak meluncur bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat ke sepuluh kerat daging babi yang tergantung diujung bambu sudah rontok semua ke tanah. Sorak sorai segera bergema memecahkan keheningan, Suto Siau sekalian yang menyaksikan kehebatan itu diam diam merasa terkejut, hanya Un Tay-tay Seorang yang berlagak seolah tidak melihat. Baru berhenti suara sorakan, dari luar dinding terdengar seseorang berseru dengan nada dingin: “Bidikan yang jitu! Ilmu memanah yang hebat! Kepandaian yang mengagumkan! Siapa yang melakukan bidikan? Berani berdiri diatas dinding pekarangan?” “Jangan terpancing!” bentak Thiat Tiong-tong tanpa sadar. Terdengar Im Ceng menyahut dengan lantang: “Sauya berdiri ditengah halaman, kalau pingin melihat, silahkan saja datang kemari!” Dengan tangan kiri memegang busur, ditangan kanannya telah disiapkan tiga batang anak panah. “Bagus, biar kutengok manusia macam apakah dirimu!” orang diluar dinding tertawa ringan. Tampak sesosok bayangan tubuh Seorang gadis melayang di udara dan meluncur tiba, gerakan tubuh perempuan itu sangat indah dan menawan, bagaikan bidadari yang turun dari kahyangan. “Perhatikan baik baik!” bentak Im Ceng nyaring. Anak panah segera dibidikkan ke depan dalam posisi segitiga, diiringi desing angin tajam serangan tersebut langsung mengancam tubuh pendatang. “Waah, ternyata hebat juga!” seru gadis itu sambil tertawa merdu. Sepasang tangannya diangkat tinggi tinggi untuk menyambut ke dua batang anak panah pertama, Sementara sebuah tendangan kilat menghadang anak panah ke tiga. Gerak serangannya kembali dilakukan dengan lemah gemulai, persis seperti bidadari yang sedang menari. Siapa tahu saat itulah Im Ceng telah menyiapkan bidikan berikut, hardiknya: “Masih ada lagi!” Kembali tiga anak panah melesat dengan cepatnya, meskipun ke tiga serangan itu tidak dilepas berbarengan namun selisih gerakannya tidak berbeda banyak. semua orang hanya merasakan pandangan matanya kabur, tahu tahu terdengar gadis itu menjerit kaget dan terjatuh ke luar pagar. Sambil mengelus jenggotnya Bi-lek-hwee tertawa terbahak bahak. “Hahahaha..... mereka telah melukai Seorang anggota kita, sekarang kita pun balas hadiah itu. Wah...waah.... pertarungan ini benar benar menarik, betul betul berarti!” Rasa gembira hanya sejenak menyelimuti perasaan semua orang, tak lama kemudian suasana berubah hening kembali, rasa lapar yang luar biasa seakan iblis keji yang sedang mencekik leher mereka. Menjelang senja, sudah banyak lelaki kekar dihalaman luar yang tak mampu menahan diri, mereka mulai bersandar disudut dinding. Dibawah sinar matahari senja, suasana ditempat itu tampak lebih muram, kusam dan mengenaskan. Mulut setiap orang sudah terjahit rapat karena rasa lapar, tak ada yang bicara, tak ada yang minum arak. Bahkan keinginan untuk minum arak pun sudah ikut lenyap. Mengawasi matahari senja yang menyinari jagad, tiba tiba Li Lok—yang berkata dengan suara berat: “Lohu sudah putuskan akan menyerbu ke luar, adakah diantara
Goosebumps - Masalah Besar II Pendekar Gila - 39. Ajian Canda Birawa Joko Sableng - 42. Rahasia Darah Kutukan Rajawali Emas - 26. Tumbal Nyawa Perawan I am Number Four - Pittacus Lore
Bab 8. Sang mutiara pembetot sukma. Ke sepuluh orang itu ada lelaki ada wanita, ada lelaki berlengan tunggal ada pula manusia kudisan berkepala botak, tapi ada juga gadis gadis cantik berpakaian warna warni. Dalam genggaman mereka masing masing menggenggam sebilah pisau belati, gerakan tubuhnya ringan dan cepat, dalam waktu singkat mereka sudah berdiri diujung bambu, tubuh mereka bergoyang mengikuti hembusan angin, seakan akan setiap saat akan terbang ke angkasa. Dengan wajah berubah Phoa Seng-hong segera berbisik: “orang orang itu adalah Kiu Kui—cu (sembilan setan) serta Jit Moli (tujuh iblis wanita) dari perguruan Kiu—cu Kui-bo, aneh, kenapa mereka menampakkan diri secara tiba tiba? Permainan busuk apa yang sedang mereka persiapkan?” Setelah berdiri tegak diujung bambu, mendadak kawanan manusia itu berjumpalitan dengan kepala dibawah kaki diatas, gaya mereka bagaikan orang yang tiba tiba terpeleset hingga jatuh ke bawah. Tapi pada saat itulah ujung kaki mereka dengan cekatan menggaet kembali ujung bambu, lalu dengan pisau belatinya mereka mulai mengiris daging babi tadi dan menikmatinya dengan lahap. Seorang lelaki berlengan tunggal segera berseru sambil tertawa tergelak: “sudah kalian lihat, semua daging babi ini tak beracun, asal kalian punya nyali, silahkan saja dicicipi!” “Lepas panah!” bentak Li Lok—yang keras. Hujan anak panah kontan berhamburan di udara menyambar tubuh sekawanan manusia tersebut. Kawanan laki perempuan yang ada diujung bambu tertawa ringan, tiba tiba mereka melambung ke udara dan menyongsong datangnya hujan anak panah itu. Tampak bayangan manusia berkelebat ditengah hujan panah, ternyata semua anak panah yang dibidikkan telah mereka tangkap semuanya, tak Satu pun dibiarkan rontok ke tanah. Dalam waktu singkat hujan panah dan bayangan manusia hilang lenyap tak berbekas, yang tersisa hanya ke sepuluh kerat daging babi panggang serta suara ejekan dari kawanan manusia itu. Berubah hebat paras muka Suto Siau, gumamnya: “Ilmu ginkang yang hebat, ilmu telapak tangan yang tangguh, tampaknya kungfu yang dimiliki kawanan manusia itu sama sekali tidak dibawah kemampuan kita semua” Li Lok-yang menghela napas panjang. “Dengan melakukan tindakan tersebut, bukan saja mereka hendak membuktikan kalau daging babi itu tak beracun dan memancing semua orang untuk berebut, mereka pun ingin mempamerkan juga kebolehan ilmu silat yang dimilikinya!” Hay Tay-sau memandang sekejap sekitar situ, tiba tiba dia melompat ke tengah halaman, dari sakunya dia mengeluarkan seutas tali panjang, dibuatkan simpul hidup diujungnya kemudian dilontarkan keluar. “Dasar maling kontan Phoa Seng-hong mengejek sambil tertawa dingin, “tak aneh kalau ke mana pun pergi selalu menggembol peralatan untuk mencuri!” Sementara ejekan bergema, tali simpul itu telah berhasil II menjerat sepotong daging babi panggang. Sambil membentak keras Hay Tay-sau segera menarik kembali talinya, babi panggang itupun terpental dan lepas dari ujung bambu. Siapa tahu pada saat itulah terlihat sesosok bayangan manusia melesat ke udara dari luar dinding, pisaunya langsung membabat ke arah ujung tali itu. “Kau berani!” hardik Hay Tay-sau gusar, tubuhnya secepat anak panah yang terlepas dari busurnya ikut melesat ke udara, telapak tangan kirinya diayunkan cepat, dia langsung membacok tubuh bayangan manusia itu, ternyata ilmu pukulannya sangat mengerikan. Bayangan manusia itu memiliki perawakan tubuh kurus kering, cepat goloknya diputar membabat pergelangan tangan Hay Tay-sau, gerakan tubuh yang dimiliki orang inipun sangat hebat, kecepatannya berganti jurus diudara bagaikan ikan yang berenang di air. Dengan tangan kanannya Hay Tay-sau menyambut daging babi itu, tangan kirinya diputar kembali dan kali ini berusaha merampas senjata lawan. Kembali terdengar seseorang mengejek sambil tertawa dingin: “Setelah keluar dari dinding pekarangan, kau masih pingin balik?” Seorang lelaki bermata tunggal melejit ke udara bagaikan seekor burung rajawali, tangan kirinya diayun ke depan menahan telapak kaki lelaki kurus kering tadi Sementara tangan kanannya menghajar dada Hay Tay-sau. Tubuh lelaki kurus kering yang sedang meluncur ke bawah itu seketika melambung lagi berapa meter ke dara, kali ini dia mengayunkan kakinya menendang wajah Hay Tay-sau. Menghadapi serangan dari kiri kanan, tenaga dalam Hay Tay-sau mulai tak lancar, meski dia berhasil menghindari ke dua jurus serangan itu, tampak tubuhnya segera akan terjatuh ke luar dinding pekarangan, kalau sampai terjadi begitu, jelas keadaannya sangat berbahaya. Dengan wajah berubah kawanan jago dalam ruangan berbondong bondong menerobos keluar halaman, Hek Seng—thian dan Pek Seng-bu serentak turun tangan, diantara ayunan telapak tangannya, puluhan titik cahaya bintang seketika disambitkan ke arah dua orang yang berada diluar dinding. Menggunakan kesempatan itu Hay Tay-sau membentak keras, sembari busungkan dada menyambut pukulan dari lelaki bermata tunggal, dia meminjam tenaga serangan tersebut untuk mencelat ke belakang, kemudian setelah berjumpalitan beberapa kali, dia melayang turun ke dalam halaman rumah. “Kau terluka?” Bi—lek—hwee segera menegur. “Hahahaha.... kulit tubuhku mah lebih tebal dari kulit badak, masa pukulan macam begitu bisa melukaiku? Satu pukulan ditukar dengan sepotong daging babi, rasanya jual beli ini tidak kelewat merugikan!” Sambil mengacungkan jempolnya Bi-lek-hwee berseru memuji: “Lelaki hebat, lelaki jempolan! Hahahaha... hey anak setan cucu setan yang berada diluar tembok, dengarkan baik baik! Pukulan kalian hanya dianggap orang sebagai sebuah garukan!” Waktu itu semua bayangan manusia yang semula ada diujung bambu, kini sudah melompat turun bahkan tak kedengaran Seorang pun yang menanggapi teriakan itu. Dengan membawa babi panggang hasil rampasannya Hay Tay-sau balik ke dalam ruangan, dia mengambil sebilah pisau dan serunya sambil tertawa: “Setiap orang dapat seiris daging, kecuali sahabat yang tadi makan telur sambil mengejek dihadapanku!” Sambil berkata dia mulai mengiris daging babi itu. Kemudian selesai mengiris kembali Hay Tay-sau berkata sambil tertawa: “Bagaimana pun daging babi ini kuperoleh dengan cara mencuri, rasanya ada orang memang tak sudi makan daging curian!” Phoa Seng-hong mendengus dingin. “Hmmm, daging yang mereka iris boleh saja tak beracun, memangnya kau anggap dibagian yang lain tidak dibubuhi racun?” Hay Tay-sau tertegun, kontan umpatnya: “Sialan, memangnya lantaran tidak kebagian daging lantas kau mau menakut nakuti orang?” Sekalipun berkata begitu, tak urung dia hentikan juga irisannya. Dari dalam saku Pek Seng-bu mengeluarkan sebatang jarum perak dan ditusukkan ke dalam daging, seketika itu juga jarum perak itu berubah jadi hitam pekat. Paras muka Hay Tay-sau kontan berubah hebat, saking tertegunnya dia sampai tak mampu bicara, Menyaksikan kejadian ini semua orang hanya bisa menghela napas di hati. Suto Siau pun segera mendorong pergi Phoa Seng-hong sambil ujarnya: “Masih untung pukulan bajingan tadi tidak kelewat berat, kalau tidak benar benar rugi besar” Dengan perasaan kaku Hay Tay-sau manggut manggut, mendadak percikan darah segar mulai meleleh keluar dari ujung bibirnya. Ternyata pukulan lelaki bermata tunggal tadi meski dilancarkan ditengah udara, namun tenaga serangannya sangat tangguh. Sejak awal Hay Tay-sau sudah merasakan gelagat tidak menguntungkan, hanya saja karena dia tak ingin menghilangkan harapan rekan lainnya maka dia memaksakan diri menahan rasa sakit, paling tidak luka dalamnya baru akan diperlihatkan Setelah semua orang mencicipi daging babi itu, siapa sangka daging tersebut tetap tak terjamah. Hanya Im Ceng seorang yang tidak banyak bicara, dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke tengah halaman, dari tangan kawanan jago disitu dia minta sebuah gendawa lalu panah demi panah dibidikkan ke tengah udara. Anak panah tampak meluncur bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat ke sepuluh kerat daging babi yang tergantung diujung bambu sudah rontok semua ke tanah. Sorak sorai segera bergema memecahkan keheningan, Suto Siau sekalian yang menyaksikan kehebatan itu diam diam merasa terkejut, hanya Un Tay-tay Seorang yang berlagak seolah tidak melihat. Baru berhenti suara sorakan, dari luar dinding terdengar seseorang berseru dengan nada dingin: “Bidikan yang jitu! Ilmu memanah yang hebat! Kepandaian yang mengagumkan! Siapa yang melakukan bidikan? Berani berdiri diatas dinding pekarangan?” “Jangan terpancing!” bentak Thiat Tiong-tong tanpa sadar. Terdengar Im Ceng menyahut dengan lantang: “Sauya berdiri ditengah halaman, kalau pingin melihat, silahkan saja datang kemari!” Dengan tangan kiri memegang busur, ditangan kanannya telah disiapkan tiga batang anak panah. “Bagus, biar kutengok manusia macam apakah dirimu!” orang diluar dinding tertawa ringan. Tampak sesosok bayangan tubuh Seorang gadis melayang di udara dan meluncur tiba, gerakan tubuh perempuan itu sangat indah dan menawan, bagaikan bidadari yang turun dari kahyangan. “Perhatikan baik baik!” bentak Im Ceng nyaring. Anak panah segera dibidikkan ke depan dalam posisi segitiga, diiringi desing angin tajam serangan tersebut langsung mengancam tubuh pendatang. “Waah, ternyata hebat juga!” seru gadis itu sambil tertawa merdu. Sepasang tangannya diangkat tinggi tinggi untuk menyambut ke dua batang anak panah pertama, Sementara sebuah tendangan kilat menghadang anak panah ke tiga. Gerak serangannya kembali dilakukan dengan lemah gemulai, persis seperti bidadari yang sedang menari. Siapa tahu saat itulah Im Ceng telah menyiapkan bidikan berikut, hardiknya: “Masih ada lagi!” Kembali tiga anak panah melesat dengan cepatnya, meskipun ke tiga serangan itu tidak dilepas berbarengan namun selisih gerakannya tidak berbeda banyak. semua orang hanya merasakan pandangan matanya kabur, tahu tahu terdengar gadis itu menjerit kaget dan terjatuh ke luar pagar. Sambil mengelus jenggotnya Bi-lek-hwee tertawa terbahak bahak. “Hahahaha..... mereka telah melukai Seorang anggota kita, sekarang kita pun balas hadiah itu. Wah...waah.... pertarungan ini benar benar menarik, betul betul berarti!” Rasa gembira hanya sejenak menyelimuti perasaan semua orang, tak lama kemudian suasana berubah hening kembali, rasa lapar yang luar biasa seakan iblis keji yang sedang mencekik leher mereka. Menjelang senja, sudah banyak lelaki kekar dihalaman luar yang tak mampu menahan diri, mereka mulai bersandar disudut dinding. Dibawah sinar matahari senja, suasana ditempat itu tampak lebih muram, kusam dan mengenaskan. Mulut setiap orang sudah terjahit rapat karena rasa lapar, tak ada yang bicara, tak ada yang minum arak. Bahkan keinginan untuk minum arak pun sudah ikut lenyap. Mengawasi matahari senja yang menyinari jagad, tiba tiba Li Lok—yang berkata dengan suara berat: “Lohu sudah putuskan akan menyerbu ke luar, adakah diantara