Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf
Roro Centil - Dendam & Cinta Gila Seorang Pendekar Animorphs 18 Petualangan di planet Leera Pengemis Binal - 27. Bidadari Pulau Penyu Pendekar Hina Kelana - 36. Misteri Patung Kematian Pendekar Mata Keranjang - 26. Lembaran Kulit Naga Pertala
DENGAN sebat badannya berkelit ke samping, tubuhnya enteng bagaikan segumpal kapas, secara manis dan tepat ia berhasil lolos dari antara bayangan pedang, kejadian ini membuat Lo Hian pun secara diam-diam merasa terkejut. "Omong kosong !" teriak Lo Hong marah. "Kalau kau punya kepandaian gunakan dulu jurus seperti itu." Jago Pedang berdarah dingin menyadari akan sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki lawan, ia ada maksud menggusarkan musuhnya itu agar banyak kesempatan baginya untuk pukul roboh orang itu. Sekarang setelah menyaksikan Lo Hong amat gusar, dalam hati ia merasa sangat geli, ia tahu pada saat inilah merupakan kesempatan yang baik untuk mengacaukan pikiran lawan. Sambil tertawa tergelak tubuhnya lompat ke tengah udara, lalu serunya : "Apa sih susahnya melakukan serangan dengan gerakan tadi ?" Ujung pedangnya menyambar dari bawah menuju ke atas, dengan gerakan langkah yang persis sama dengan jurus Bong bong bu kek tadi ia tirukan gerakan tersebut. Lo Hian berdua jadi tercekat hatinya, sekarang mereka baru mau mengakui akan kelihayan musuhnya yang mampu meniru jurus serangan orang hanya dalam sekali pandangan belaka. "Bagaimana?" ejek Pek In Hoei dingin. "Huuh! Secara paksa sih boleh dibilang lumayan, tapi siapa pun tahu bahwa ilmu itu hasil curian!" "Bajingan, kuberi muka padamu kau tak mau, sekarang rasakanlah kelihaian ilmu pedang penghancur sang surya ku !" Agaknya ia ada maksud menyusahkan Lo Hian berdua, serangan yang kemudian dilancarkan sama sekali tak kenal ampun, di kala Lo Hong masih terkejut, tahu-tahu ujung pedang lawan sudah mengancam di depan dadanya. Air muka orang she Lo itu berubah hebat katanya: "Aku akan adu jiwa denganmu !" Timbul tekadnya setelah merasa jiwanya terancam, secara beruntun pedangnya melancarkan tujuh buah serangan berantai dengan harapan dapat melumpuhkan serangan lawan, apa lacur kepandaian musuhnya terlalu lihay, ia rasakan lengannya jadi kaku dan tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman. "Kau... kau... mengapa kau tidak bunuh diriku ?" seru Lo Hong dengan suara gemetar. "Anggaplah perbuatanku ini sebagai pembalasan budi atas pertolongan keluarga Lo terhadap ayahku," jawab Pek In Hoei dingin, "Sekarang di antara kita sudah tiada ikatan budi lagi, bila kau tidak puas pungut kembali pedangmu itu, tapi aku hendak peringatkan lebih dulu, serangan yang bakal kulancarkan nanti adalah serangan mematikan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi seperti barusan." "Siapa yang sudi menerima kebaikanmu itu ?" teriak Lo Hong sambil pungut kembali pedangnya. "Hong ji!" cegah Lo Hian sambil maju ke depan, "Ilmu silatmu masih terlampau jauh ketinggalan dari kepandaian lawan, ayo segera mundur ke belakang! Ilmu pedang penghancur sang surya adalah ilmu pedang nomor satu di kolong langit, kau tak nanti bisa menangkan dirinya!" "Ayah! Masa urusan cici akan kita sudahi sampai di sini saja?" teriak Lo Hong marah. "Ilmu silat kita tak mampu menangkan lawan, apa yang mesti kita katakan lagi ?" sahut Lo Hian sedih, "bila persoalan masih bisa dirundingkan, lebih baik kita bicarakan persoalan ini secara baik baik, seandainya perundingan tak mendatangkan hasil, terpaksa kita harus kembali dulu ke wilayah See-ih untuk mengundang bala bantuan !" Ia memandang sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin, titik air mata nampak meleleh dari matanya, hal ini membuat Pek In Hoei ikut merasa terharu. "Pek kongcu!" kembali Lo Hian berkata dengan nada sedih, "Aku hanya mempunyai dua anak angkat, satu putra dan satu putri, kini putriku sudah hampir lima belas tahun lamanya mengidap penyakit gila, setiap hari ia meneriakkan nama ayahmu terus menerus, siksaan badan dan batinnya sukar kubayangkan dengan kata-kata. Aku berharap kau jangan terlalu kukuh pada pendirianmu, katakanlah kepadaku di mana ayahmu berada aku pasti akan bertindak seadil-adilnya." Jago pedang berdarah dingin menghela napas sedih dan menggeleng jawabnya: "Locianpwee, aku pun tak tahu bagaimana harus membuka mulutku untuk menjawab pertanyaanmu itu." "Apakah Pek Kongcu mempunyai kesulitan yang tak dapat mengatakannya keluar?" "Aku takut setelah cianpwe mengetahui kejadian ini, maka kesedihanmu akan semakin bertambah..." "Apa yang berharga bagi kita untuk sedihkan?" jengek Lo Hong sambil tertawa dingin, "Asal Pek Tiang Hong bisa ditemukan, itu berarti penyakit yang diderita ciciku ada harapan untuk sembuh........." "Hm! jangan terlalu percaya pada keyakinanmu sendiri, aku tak mau mengatakannya adalah demi kebaikan ke-dua belah pihak, mungkin kau bisa menahan diri tetapi ayahmu tak mungkin bisa tahan...." "Kongcu kau tak usah pedulikan terhadap diriku, beritahulah kepadaku..." "Yah... kalau memang begitu apa boleh buat? ayahku telah meninggal dunia..." "Apa?" hampir pada saat yang bersamaan Lo Hian serta Lo Hong berteriak kaget, mereka berdiri menjublak dan tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun... "Ia benar-benar sudah mati.... oooh dia benar-benar sudah mati... jerit Lo Hian dengan penuh kesedihan... Putriku... ooh putriku... Pek Tiang Hong telah mati... itu berarti penyakitmu tak bakal sembuh lagi... ooh jelek benar nasibmu... kau hanya bisa menantikan ajalmu saja... Sambil berseru penuh kepedihan orang tua itu putar badan dan berlalu dengan sempoyongan. "Ayah! kenapa kau?" jerit Lo Hong dengan suara gemetar. "Mari kita kembali ke See Ih, di sini tak ada urusan yang perlu kita selesaikan lagi..." Kegelapan menelan bayangan tubuh mereka berdua... yang tertinggal hanya kesedihan yang tak terhingga.... Fajar baru saja menyingsing, kabut yang tebal menyelimuti seluruh permukaan hingga susah bagi manusia untuk memandang benda yang berada di hadapannya. Dengan termangu-mangu Pek In Hoei berdiri seorang diri di tengah gumpalan kabut, ia termenung dan memikirkan nasib sendiri... ia merasa lelah untuk melakukan perjalanan terus menerus dalam dunia persilatan... suatu ketika ia ingin mencari tempat yang sunyi dan tenang untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman dan bahagia. Suara langkah kaki yang lirih berkumandang dari kejauhan, begitu lirih suara itu seolah-olah hembusan angin Barat yang kencang, seandainya bukan seorang jago dengan pendengarannya yang tajam, niscaya suara langkah kaki itu tak akan kedengaran. Pek Ia HoeI tersentak bangun dari lamunannya. ia perhatikan sejenak suara lirih tadi kemudian berpikir : "Siapakah orang itu? sepagi ini sudah ada orang datang kemari, sungguh aneh!" Dari balik gumpalan kabut yang tebal secara lapat- lapat bergerak mendekat sesosok bayangan tubuh yang langsing dan kecil, Jago pedang berdarah dingin semakin tercengang, segera tegurnya : "Siapa di situ?" "Aku!" jawab bayangan manusia itu sambil menghentikan langkah kakinya, "Pek In Hoei, aku minta kau segera tinggalkan tempat ini, bila kau tak mau pergi dari sini sebelum kabut yaug tebal buyar, maka keadaan itu tidak akan mendatangkan keberuntungan bagimu!" Suara itu sangat dingin dan seakan-akan sedang menekan suatu perasaan kaget dan takut yang tak terhingga, Pek In Hoei tertegun, ia merasa suara itu seakan-akan pernah dikenal olehnya, hanya ia lupa di manakah ia pernah mendengar suara tersebut. "Siapa kau?" kembali ia menegur, "Mengapa aku harus tinggalkan tempat ini?" "Aku hanya seorang perempuan yang tak perlu kau ingat, mungkin bayanganku telah lenyap dari benakmu dan aku harap kau pun tak usah memikirkan lagi siapakah daku. Pek In Hoei! kehadiranmu di sini hanya akan menimbulkan ketidaktenangan bagi banyak orang, dengarlah nssehatku dan segera tinggalkanlah tempat ini daripada kau ketimpa bencana yang akan mencelakai dirimu sendiri..." "Aaah... haah... nona perkataanmu itu sangat membingungkan hati orang, kehadiranku di tempat ini toh tidak mengganggu sama sekali, aku toh sedang mencari angin di sini... Tapi, kalau kau memang inginkan kepergianku bolehlah, asal kau jelaskan dulu alasan yang sebenarnya!" Gadis itu mendengus dingin. "Janganlah kau anggap setelah mencapai sukses besar di wilayah selatan maka kau berani pandang rendah setiap orang, terus terang kukatakan kepadamu tempat ini sangat berbahaya sekali bagi keselamatanmu..." "Haaaah... haaaah... haaaah... masa iya ?" di tengah gelak tertawanya yang amat nyaring, mendadak ia loncat ke tengah udara kemudian bagaikan seekor burung elang ia meluncur ke arah bayangan manusia tadi. "Nona, aku ingin tahu siapakah sebenarnya dirimu ?" "Jangan kemari!" bentak gadis itu. Telapak tangannya yang putih berputar di tengah udara, sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilancarkan menghantam tubuh jago pedang berdarah dingin. Dengan tangkas si anak muda itu berkelit ke samping, ke-lima jari tangannya bagaikan cakar setan mencengkeram pergelangan dara itu. Terdengar ia menjerit kaget lalu berteriak: "Eei... lepaskan aku !" Pek In Hoei tertegun, kemudian berseru: "Hee Siok Peng, kiranya kau!" "Sekarang aku bernama Kong-yo Siok Peng," sela gadis itu dengan gelisah, "Apa sih gunanya kau berbuat demikian? Sekarang aku jadi kehabisan akal untuk menolong dirimu!" Dengan gugup dan penuh ketakutan matanya berkeliaran memandang sekeliling sana lalu bisiknya lirih : "Aku sudah bukan orang yang bebas, Hoa Pek Tuo telah menangkap diriku, ia suruh aku mengusir dirimu karena pada saat ini dia sedang melatih suatu kepandaian beracun. Ayah angkatku Hee Giong Lam sudah ditangkap oleh Hoa Pek Tuo, ia dipaksa untuk menemukan beberapa macam obat beracun." Dalam waktu singkat ia mengutarakan begitu banyak perkataan, hal ini membuat Pek In Hoei melengak, ia tak menyangka kalau banyak perubahan yang telah terjadi, segera bisiknya: "Hoa Pek Tuo sekarang berada di mana?" Di sekitar sini, cuma aku tak tahu ia menyembunyikan diri di mana. Cepatlah pergi dari sini, ia telah mengundang beberapa orang jago lihay khusus untuk menghadapi dirimu!" "Aku tidak takut," sahut Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "bawalah aku pergi temui ayah angkatmu!" "Tidak... tidak boleh... tidak boleh... " seru Kong Yo Siok Peng dengan wajah berubah hebat. "Mengapa? Apakah kau tidak ingin menolong ayah angkatmu? Meskipun ia sangat kejam dan hidupnya agak condong ke arah sesat, bagaimana pun ia pernah memelihara dirimu selama banyak tahun, asal kau berhasil menyelamatkan jiwanya itu berarti bahwa kau telah menunjukkan baktimu sebagai seorang anak!" "Bukan... bukan... bukan begitu maksudku, aku bukannya tak mau menolong ayah angkatku, tapi aku merasa bahwa tiada kemampuan bagiku untuk melakukan tindakan semacam itu, selama ini ayah angkatku dijaga oleh empat orang jago lihay, siapa pun dilarang mengunjungi dirinya. Bila kita lakukan pergerakan maka ada kemungkinan ayah angkatku bakal menemui bencana, lebih baik cepatlah kau pergi dari sini!" "Meskipun hubunganku dengan Hee Giong Lam tdak baik, namun aku pun tidak ingin menyaksikan tokoh beracun itu jatuh ke tangan Hoa Pek Tuo dan dipergunakan tenaganya, apalagi tujuan yang terutama dari Hoa Pek Tuo adalah menghadapi diriku, bila kita biarkan ilmu beracunnya berhasil dilatih, maka di kolong langit tiada orang lain yang bisa menaklukkan dirinya lagi..." "Kabut sudah hampir buyar, cepatlah pergi... kalau tidak maka kau akan kehilangan kesempatan!" seru Kong Yo Siok Peng kembali dengan wajah pucat pasi. "Siok Peng!" kata Pek In Hoei kemudian dengan wajah sungguh?, "sebelum kabut membuyar, kita harus pergi menyelamatkan jiwa Hee Giong Lam, inilah kesempatan baik yang diberikan Thian kepada kita kalau kabut telah byar maka sulitlah bagi kita untuk turun tangan." "Kau tidak takut dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang Berdarah Dingin terasa naik pitam setiap kali teringat penghinaan yang pernah diterima olehnya dari Hoa Pek Tuo sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu, dalam hati ia telah bersumpah akan membalas penghinaan tadi.
Roro Centil - Dendam & Cinta Gila Seorang Pendekar Animorphs 18 Petualangan di planet Leera Pengemis Binal - 27. Bidadari Pulau Penyu Pendekar Hina Kelana - 36. Misteri Patung Kematian Pendekar Mata Keranjang - 26. Lembaran Kulit Naga Pertala
DENGAN sebat badannya berkelit ke samping, tubuhnya enteng bagaikan segumpal kapas, secara manis dan tepat ia berhasil lolos dari antara bayangan pedang, kejadian ini membuat Lo Hian pun secara diam-diam merasa terkejut. "Omong kosong !" teriak Lo Hong marah. "Kalau kau punya kepandaian gunakan dulu jurus seperti itu." Jago Pedang berdarah dingin menyadari akan sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki lawan, ia ada maksud menggusarkan musuhnya itu agar banyak kesempatan baginya untuk pukul roboh orang itu. Sekarang setelah menyaksikan Lo Hong amat gusar, dalam hati ia merasa sangat geli, ia tahu pada saat inilah merupakan kesempatan yang baik untuk mengacaukan pikiran lawan. Sambil tertawa tergelak tubuhnya lompat ke tengah udara, lalu serunya : "Apa sih susahnya melakukan serangan dengan gerakan tadi ?" Ujung pedangnya menyambar dari bawah menuju ke atas, dengan gerakan langkah yang persis sama dengan jurus Bong bong bu kek tadi ia tirukan gerakan tersebut. Lo Hian berdua jadi tercekat hatinya, sekarang mereka baru mau mengakui akan kelihayan musuhnya yang mampu meniru jurus serangan orang hanya dalam sekali pandangan belaka. "Bagaimana?" ejek Pek In Hoei dingin. "Huuh! Secara paksa sih boleh dibilang lumayan, tapi siapa pun tahu bahwa ilmu itu hasil curian!" "Bajingan, kuberi muka padamu kau tak mau, sekarang rasakanlah kelihaian ilmu pedang penghancur sang surya ku !" Agaknya ia ada maksud menyusahkan Lo Hian berdua, serangan yang kemudian dilancarkan sama sekali tak kenal ampun, di kala Lo Hong masih terkejut, tahu-tahu ujung pedang lawan sudah mengancam di depan dadanya. Air muka orang she Lo itu berubah hebat katanya: "Aku akan adu jiwa denganmu !" Timbul tekadnya setelah merasa jiwanya terancam, secara beruntun pedangnya melancarkan tujuh buah serangan berantai dengan harapan dapat melumpuhkan serangan lawan, apa lacur kepandaian musuhnya terlalu lihay, ia rasakan lengannya jadi kaku dan tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman. "Kau... kau... mengapa kau tidak bunuh diriku ?" seru Lo Hong dengan suara gemetar. "Anggaplah perbuatanku ini sebagai pembalasan budi atas pertolongan keluarga Lo terhadap ayahku," jawab Pek In Hoei dingin, "Sekarang di antara kita sudah tiada ikatan budi lagi, bila kau tidak puas pungut kembali pedangmu itu, tapi aku hendak peringatkan lebih dulu, serangan yang bakal kulancarkan nanti adalah serangan mematikan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi seperti barusan." "Siapa yang sudi menerima kebaikanmu itu ?" teriak Lo Hong sambil pungut kembali pedangnya. "Hong ji!" cegah Lo Hian sambil maju ke depan, "Ilmu silatmu masih terlampau jauh ketinggalan dari kepandaian lawan, ayo segera mundur ke belakang! Ilmu pedang penghancur sang surya adalah ilmu pedang nomor satu di kolong langit, kau tak nanti bisa menangkan dirinya!" "Ayah! Masa urusan cici akan kita sudahi sampai di sini saja?" teriak Lo Hong marah. "Ilmu silat kita tak mampu menangkan lawan, apa yang mesti kita katakan lagi ?" sahut Lo Hian sedih, "bila persoalan masih bisa dirundingkan, lebih baik kita bicarakan persoalan ini secara baik baik, seandainya perundingan tak mendatangkan hasil, terpaksa kita harus kembali dulu ke wilayah See-ih untuk mengundang bala bantuan !" Ia memandang sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin, titik air mata nampak meleleh dari matanya, hal ini membuat Pek In Hoei ikut merasa terharu. "Pek kongcu!" kembali Lo Hian berkata dengan nada sedih, "Aku hanya mempunyai dua anak angkat, satu putra dan satu putri, kini putriku sudah hampir lima belas tahun lamanya mengidap penyakit gila, setiap hari ia meneriakkan nama ayahmu terus menerus, siksaan badan dan batinnya sukar kubayangkan dengan kata-kata. Aku berharap kau jangan terlalu kukuh pada pendirianmu, katakanlah kepadaku di mana ayahmu berada aku pasti akan bertindak seadil-adilnya." Jago pedang berdarah dingin menghela napas sedih dan menggeleng jawabnya: "Locianpwee, aku pun tak tahu bagaimana harus membuka mulutku untuk menjawab pertanyaanmu itu." "Apakah Pek Kongcu mempunyai kesulitan yang tak dapat mengatakannya keluar?" "Aku takut setelah cianpwe mengetahui kejadian ini, maka kesedihanmu akan semakin bertambah..." "Apa yang berharga bagi kita untuk sedihkan?" jengek Lo Hong sambil tertawa dingin, "Asal Pek Tiang Hong bisa ditemukan, itu berarti penyakit yang diderita ciciku ada harapan untuk sembuh........." "Hm! jangan terlalu percaya pada keyakinanmu sendiri, aku tak mau mengatakannya adalah demi kebaikan ke-dua belah pihak, mungkin kau bisa menahan diri tetapi ayahmu tak mungkin bisa tahan...." "Kongcu kau tak usah pedulikan terhadap diriku, beritahulah kepadaku..." "Yah... kalau memang begitu apa boleh buat? ayahku telah meninggal dunia..." "Apa?" hampir pada saat yang bersamaan Lo Hian serta Lo Hong berteriak kaget, mereka berdiri menjublak dan tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun... "Ia benar-benar sudah mati.... oooh dia benar-benar sudah mati... jerit Lo Hian dengan penuh kesedihan... Putriku... ooh putriku... Pek Tiang Hong telah mati... itu berarti penyakitmu tak bakal sembuh lagi... ooh jelek benar nasibmu... kau hanya bisa menantikan ajalmu saja... Sambil berseru penuh kepedihan orang tua itu putar badan dan berlalu dengan sempoyongan. "Ayah! kenapa kau?" jerit Lo Hong dengan suara gemetar. "Mari kita kembali ke See Ih, di sini tak ada urusan yang perlu kita selesaikan lagi..." Kegelapan menelan bayangan tubuh mereka berdua... yang tertinggal hanya kesedihan yang tak terhingga.... Fajar baru saja menyingsing, kabut yang tebal menyelimuti seluruh permukaan hingga susah bagi manusia untuk memandang benda yang berada di hadapannya. Dengan termangu-mangu Pek In Hoei berdiri seorang diri di tengah gumpalan kabut, ia termenung dan memikirkan nasib sendiri... ia merasa lelah untuk melakukan perjalanan terus menerus dalam dunia persilatan... suatu ketika ia ingin mencari tempat yang sunyi dan tenang untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman dan bahagia. Suara langkah kaki yang lirih berkumandang dari kejauhan, begitu lirih suara itu seolah-olah hembusan angin Barat yang kencang, seandainya bukan seorang jago dengan pendengarannya yang tajam, niscaya suara langkah kaki itu tak akan kedengaran. Pek Ia HoeI tersentak bangun dari lamunannya. ia perhatikan sejenak suara lirih tadi kemudian berpikir : "Siapakah orang itu? sepagi ini sudah ada orang datang kemari, sungguh aneh!" Dari balik gumpalan kabut yang tebal secara lapat- lapat bergerak mendekat sesosok bayangan tubuh yang langsing dan kecil, Jago pedang berdarah dingin semakin tercengang, segera tegurnya : "Siapa di situ?" "Aku!" jawab bayangan manusia itu sambil menghentikan langkah kakinya, "Pek In Hoei, aku minta kau segera tinggalkan tempat ini, bila kau tak mau pergi dari sini sebelum kabut yaug tebal buyar, maka keadaan itu tidak akan mendatangkan keberuntungan bagimu!" Suara itu sangat dingin dan seakan-akan sedang menekan suatu perasaan kaget dan takut yang tak terhingga, Pek In Hoei tertegun, ia merasa suara itu seakan-akan pernah dikenal olehnya, hanya ia lupa di manakah ia pernah mendengar suara tersebut. "Siapa kau?" kembali ia menegur, "Mengapa aku harus tinggalkan tempat ini?" "Aku hanya seorang perempuan yang tak perlu kau ingat, mungkin bayanganku telah lenyap dari benakmu dan aku harap kau pun tak usah memikirkan lagi siapakah daku. Pek In Hoei! kehadiranmu di sini hanya akan menimbulkan ketidaktenangan bagi banyak orang, dengarlah nssehatku dan segera tinggalkanlah tempat ini daripada kau ketimpa bencana yang akan mencelakai dirimu sendiri..." "Aaah... haah... nona perkataanmu itu sangat membingungkan hati orang, kehadiranku di tempat ini toh tidak mengganggu sama sekali, aku toh sedang mencari angin di sini... Tapi, kalau kau memang inginkan kepergianku bolehlah, asal kau jelaskan dulu alasan yang sebenarnya!" Gadis itu mendengus dingin. "Janganlah kau anggap setelah mencapai sukses besar di wilayah selatan maka kau berani pandang rendah setiap orang, terus terang kukatakan kepadamu tempat ini sangat berbahaya sekali bagi keselamatanmu..." "Haaaah... haaaah... haaaah... masa iya ?" di tengah gelak tertawanya yang amat nyaring, mendadak ia loncat ke tengah udara kemudian bagaikan seekor burung elang ia meluncur ke arah bayangan manusia tadi. "Nona, aku ingin tahu siapakah sebenarnya dirimu ?" "Jangan kemari!" bentak gadis itu. Telapak tangannya yang putih berputar di tengah udara, sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilancarkan menghantam tubuh jago pedang berdarah dingin. Dengan tangkas si anak muda itu berkelit ke samping, ke-lima jari tangannya bagaikan cakar setan mencengkeram pergelangan dara itu. Terdengar ia menjerit kaget lalu berteriak: "Eei... lepaskan aku !" Pek In Hoei tertegun, kemudian berseru: "Hee Siok Peng, kiranya kau!" "Sekarang aku bernama Kong-yo Siok Peng," sela gadis itu dengan gelisah, "Apa sih gunanya kau berbuat demikian? Sekarang aku jadi kehabisan akal untuk menolong dirimu!" Dengan gugup dan penuh ketakutan matanya berkeliaran memandang sekeliling sana lalu bisiknya lirih : "Aku sudah bukan orang yang bebas, Hoa Pek Tuo telah menangkap diriku, ia suruh aku mengusir dirimu karena pada saat ini dia sedang melatih suatu kepandaian beracun. Ayah angkatku Hee Giong Lam sudah ditangkap oleh Hoa Pek Tuo, ia dipaksa untuk menemukan beberapa macam obat beracun." Dalam waktu singkat ia mengutarakan begitu banyak perkataan, hal ini membuat Pek In Hoei melengak, ia tak menyangka kalau banyak perubahan yang telah terjadi, segera bisiknya: "Hoa Pek Tuo sekarang berada di mana?" Di sekitar sini, cuma aku tak tahu ia menyembunyikan diri di mana. Cepatlah pergi dari sini, ia telah mengundang beberapa orang jago lihay khusus untuk menghadapi dirimu!" "Aku tidak takut," sahut Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "bawalah aku pergi temui ayah angkatmu!" "Tidak... tidak boleh... tidak boleh... " seru Kong Yo Siok Peng dengan wajah berubah hebat. "Mengapa? Apakah kau tidak ingin menolong ayah angkatmu? Meskipun ia sangat kejam dan hidupnya agak condong ke arah sesat, bagaimana pun ia pernah memelihara dirimu selama banyak tahun, asal kau berhasil menyelamatkan jiwanya itu berarti bahwa kau telah menunjukkan baktimu sebagai seorang anak!" "Bukan... bukan... bukan begitu maksudku, aku bukannya tak mau menolong ayah angkatku, tapi aku merasa bahwa tiada kemampuan bagiku untuk melakukan tindakan semacam itu, selama ini ayah angkatku dijaga oleh empat orang jago lihay, siapa pun dilarang mengunjungi dirinya. Bila kita lakukan pergerakan maka ada kemungkinan ayah angkatku bakal menemui bencana, lebih baik cepatlah kau pergi dari sini!" "Meskipun hubunganku dengan Hee Giong Lam tdak baik, namun aku pun tidak ingin menyaksikan tokoh beracun itu jatuh ke tangan Hoa Pek Tuo dan dipergunakan tenaganya, apalagi tujuan yang terutama dari Hoa Pek Tuo adalah menghadapi diriku, bila kita biarkan ilmu beracunnya berhasil dilatih, maka di kolong langit tiada orang lain yang bisa menaklukkan dirinya lagi..." "Kabut sudah hampir buyar, cepatlah pergi... kalau tidak maka kau akan kehilangan kesempatan!" seru Kong Yo Siok Peng kembali dengan wajah pucat pasi. "Siok Peng!" kata Pek In Hoei kemudian dengan wajah sungguh?, "sebelum kabut membuyar, kita harus pergi menyelamatkan jiwa Hee Giong Lam, inilah kesempatan baik yang diberikan Thian kepada kita kalau kabut telah byar maka sulitlah bagi kita untuk turun tangan." "Kau tidak takut dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang Berdarah Dingin terasa naik pitam setiap kali teringat penghinaan yang pernah diterima olehnya dari Hoa Pek Tuo sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu, dalam hati ia telah bersumpah akan membalas penghinaan tadi.