Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 95

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Roro Centil - Dendam & Cinta Gila Seorang Pendekar Animorphs 18 Petualangan di planet Leera Pengemis Binal - 27. Bidadari Pulau Penyu Pendekar Hina Kelana - 36. Misteri Patung Kematian Pendekar Mata Keranjang - 26. Lembaran Kulit Naga Pertala

"Aduuuh..." jeritan kesakitan muncul dari arah belakang, sebutir batok kepala diiringi semburan darah segar muncrat membasahi permukaan,membuat semua orang jadi tertegun. "Aaaah Lo Liok!" jerit Goan Toa Hong tiba-tiba. Terdengar Pek In Hoei mendengus lalu berkata : "Inilah akibatnya bagi setiap orang yang suka main bokong dari belakang, sahabat ke-tiga, Lo Liok telah pulang ke rumah neneknya dan mungkin saat ini masih menanti di depan pintu, bagaimana kalau kalian bertiga pun segera ikut berangkat?" Sesosok bayangan manusia berkelebat keluar dari arah kanan, sambil ayunkan pedangnya orang itu langsung membacok tubuh Pek In Hoei. Dengan tangkas Jago Pedang Berdarah Dingin mengigos ke samping, kemudian putar pedang dan balas membabat. Orang itu tanpa mengeluarkan sedikit suara pun segera roboh terjengkang di atas tanah, jiwanya putus pada detik itu juga. Peristiwa itu mengejutkan hati dua orang lainnya, kengerian serta rasa takut menyelimuti wajahnya, membuat mereka hanya bisa berdiri kaku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lama sekali Goan Toa Hong baru membentak keras : "Pek In Hoei aku akan beradu jiwa denganmu..." "Tahan!" serentetan suara bentakan keras berkumandang datang dari tengah angkasa, Goan Toa Hong segera angkat kepala, ia lihat Hoa Pek Tuo sambil melototkan sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau belati sedang menatap wajah Pek In Hoei dengan penuh kegusaran. "Pek In Hoei, rupanya kau belum pergi dari sini?" serunya sambil tertawa dingin. "Hmmm! Setelah aku tahu bahwa seorang sahabat karibku berada di sini, kenapa aku mesti pergi? Bila aku pergi bukankah itu berarti bahwa aku tidak menghormati sahabat sendiri? Betul tidak?" "Heeeeh... heeeeh... heeeeh... beberapa hari tidak berjumpa dengan dirimu, rupanya kian hari kau kian bertambah hebat," seru Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram, "setelah kau unjuk gigi di wilayah selatan, aku merasa semakin tertarik kepadamu, rupanya di antara kalangan jago muda hanya kau saja yang cocok bersahabat dengan aku, mari... mari.. ini hari kita harus rayakan pertemuan ini!" "Tentu saja, sulit bagi kita untuk bertemu muka, kau harus ambil sedikit barang sebagai tanda mata bagi pertemuan ini..." "Baik," sahut Hoa Pek Tuo, "kepada Goan Toa Hong segera serunya, "dia adalah sahabat karibku, Goan Toa Hong! Ayoh cepat layani sahabatku ini!" "Hoa... ini..." "Hmmm! Manusia yang tak berguna, sampai pada waktunya untuk mempergunakan tenagamu, kalian malah bersembunyi bagaikan cucu kura-kura... huuuuh, sungguh menyebalkan..." Ia tertawa seram dan menambahkan : "Waaah... maaf, mungkin aku tak dapat melayani keinginanmu itu." "Hoa Pek Tuo, kau tak usah main sandiwara lagi, lebih baik kita bereskan dulu hutang lama kita!" "Hmmm... benar... ucapanmu memang benar, hutangmu sedari pertemuan di perkampungan Thay Bie San cung hingga kini belum kau bayar, sekarang kau harus selesaikan berikut rentenya, mungkin malam ini kau tak bisa tinggalkan tempat ini lagi dalam keadaan hidup-hidup." Napsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan wajah yang menyeramkan ia tatap wajah Pek In Hoei, sorot matanya memancarkan sinar berapi-api, di mana membuat Kong Yo Siok Peng menjerit kaget dan segera merapat tubuhnya di sisi pemuda itu. "In Hoei... In Hoei... aku takut..." bisik gadis itu dengan wajah pucat dan badan gemetar. Dalam pada itu Hoa Pek Tuo telah tertawa seram menyaksikan tingkah laku gadis itu segera serunya sinis : "Bocah perempuan, kemarilah!" "Tidak! Kau lepaskan dulu ayah angkatku..." jerit Kong Yo Siok Peng. Sinar mata Hoa Pek Tuo berkilat, senyuman yang mengerikan tersungging di ujung bibirnya membuat Kong Yo Siok Peng semakin ketakutan dibuatnya. Ia pandang sekejap wajah si anak muda itu, kemudian sambil menggoncangkan lengan pemuda itu serunya : "In Hoe, mari kita pergi dari sini!" "Tidak!" jawab Jago Pedang Berdarah Dingin sambil menggeleng. "Aku akan menyelamatkan ayah angkatmu dari cengkeramannya..." "Haaaah... haaaah... haaaah... Pek In Hoei, mampukah kau untuk melakukan rencanamu itu?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram. "Hmmm! Jadi kau ingin mencoba?" "Saudaraku, aku lihat lebih baik kau batalkan saja rencanamu itu, sepasang kepalanmu belum dapat memadai sebuah jari tanganku, kau ingin mengandalkan apa untuk menolong orang? Hmmm! Hmmm! Janganlah bermimpi di siang hari bolong!" "Tidak aneh kalau orang lain sebut dirimu sebagai rase tua! Rupanya kulitmu memang tebal dan tak tahu malu..." Hoa Pek Tuo sendiri benar-benar amat benci terhadap pemuda tersebut, terutama kehadirannya di tempat yang sangat rahasia ini sehingga mengacau waktu latihannya, ia benci dan ingin sekali menghajar tubuh pemuda itu hingga hancur lebur. "Manusia she Pek!" ia berseru kembali sambil tertawa seram, "Ketika masih berada dalam perkampungan Thay Bie San cung dahulu au selalu menganggap bahwa sepasang kakimu memang luar biasa, lebih pandai lari daripada kaki anjing, tapi ini hari... Hmmm! Sekalipun kau ingin lari, belum tentu kesempatan itu kau miliki..." "Sudah, kau tak usah banyak bacot lagi, ini hari aku si Jago Pedang Berdarah Dingin akan suruh kau rasakan betapa enaknya berlari-lari bagaikan anjing, lihatlah!" Cahaya pedang berkilauan di angkasa, bayangan senjata yang tajam dan rapat segera membabat tubuh Hoa Pek Tuo dengan kecepatan luar biasa. Hoa Pek Tuo terkejut melihat datangnya ancaman yang begitu hebatnya, cepat-cepat ia berkelit ke samping, telapak kanannya berputar membentuk gerakan setengah busur di tengah udara kemudian menghantam tubuh lawannya dengan gencar. Tercekat hati Pek In Hoei setelah mencium bau amis yang memancar keluar dari angin pukulan itu, segera teringat olehnya bahwa kakek tua she Hoa ini sedang berlatih ilmu pukulan beracun. Tentu saja ia tak berani menghadapi datangnya serangan itu dengan keras lawan keras, buru-buru badannya bergeser ke samping, pedang saktinya berputar dan langsung menusuk ke arah iga lawan. Creeet... Hoa Pek Tuo merasa desiran angin tajam menyerang tubuhnya, sebagian baju yang ia kenakan terbabat kutung jadi berkeping-keping, hal ini membuat hatinya tertegun. Ia tak menyangka kalau kemajuan ilmu silat yang diperoleh Pek In Hoei sedemikian pesatnya, dalam terkejutnya ia membentak keras, secara beruntun empat buah serangan berantai dilancarkan ke muka. Bayangan telapak berlapis-lapis bagaikan bukit, memaksa Pek In Hoei terpaksa harus mundur tujuh langkah ke belakang. "Pek In Hoei, lepaskan senjatamu!" teriak Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin. "Hmmm! Kau anggap gampang bagiku untuk melepaskan senjata? Kau terlalu pandang rendah diriku..." Ia himpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ke dalam ujung pedang, sekilas cahaya tajam seketika menyelubungi sekeliling tubuhnya. Hoa Pek Tuo bukan orang bodoh, dia adalah seorang jago yang bisa menilai barang, dari pantulan cahaya pedang yang memancar keluar dari senjata musuh, ia tahu bahwa kelihayan musuhnya telah mencapai pada taraf kesempurnaan. Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, tiba- tiba ia putar badan dan kabur ke dalam rumah. "Hoa Pek Tuo, kau hendak lari ke mana?" bentak Pek In Hoei sambil mengejar ke dalam. "Bangsat she Pek, kita bertemu di dalam saja," sahut Hoa Pek Tuo seram. "Tapi kau mesti ingat, di dalam cuma ada jalan masuk tiada jalan keluar, kalian bakal menemui ajalnya di situ..." Ia kerling sekejap ke arah Goan Toa Hong sekalian, kemudian mereka bersama-sama kabur ke dalam. Menanti beberapa orang itu telah lenyap dari pandangan, Kong Yo Siok Peng baru menghembuskan napas lega, katanya : "Aku benar-benar merasa amat kuatir, kalau bukan kau berhasil membuatnya lari, entah bagaimana akibatnya nanti." "Apa yang kau temui hanya suatu permulaan belaka," jawab Pek In Hoei sambil geleng kepala. "Hoa Pek Tuo tidak mau menghadapi diriku tapi justru lari ke dalam, jelas dia telah mengatur satu rencana busuk. Siok Peng! Mari kita cari jejak ayah angkatmu, hati- hatilah mungkin Hoa Pek Tuo sudah melakukan sesuatu di atas tubuh ayahmu." Bangunan rumah yang terbentang di hadapan mereka terasa gelap lagi lembab, meskipun sang surya telah muncul tapi keadaan di situ seakan-akan suatu dunia yang lain. Ia gandeng tangan Kong Yo Siok Peng secara halus, sedang tangan lain dengan pedang terhunus selangkah demi selangkah berjalan masuk ke dalam. Kong Yo Siok Peng merasa hatinya jadi hangat, bau pria yang tajam melayang masuk ke dalam penciumannya membuat wajah berubah jadi merah, rasa yang menyelimuti wajah yang cantik, sementara jantungnya berdebar keras, ia rebahkan diri dalam pelukan Pek In Hoei dan menikmati kemesraan itu dengan mata terpejam. Pek In Hoei sendiri pun merasakan sesuatu perasaan yang sangat aneh, dengusan napas yang harum merangsang pikirannya, tanpa sadar dia peluk tubuh Kong Yo Siok Peng erat-erat, napasnya terasa semakin berat seakan-akan ada sesuatu benda yang menindih tubuh mereka. "In Hoei!" bisik Kong Yo Siok Peng dengan suara lirih, begitu hangat dan mesra panggilan itu membuat mereka lupa akan napsu membunuh yang baru saja menyelimuti sekeliling mereka. "Ehmmm..." jawab Jago Pedang Berdarah Dingin dengan napas berat. "Siok Peng, apa yang hendak kau ucapkan?" "Aku..." getaran keras yang terpancar dari mata lawan jenisnya memaksa gadis itu harus menunduk dengan wajah tersipu-sipu. Apa yang hendak dia katakan tidak dilanjutkan oleh gadis itu, hanya tubuhnya menempel semakin rapat di dada lawan. "Apa yang hendak kau ucapkan kepadaku? Katakanlah..." bisik Pek In Hoei sambil tertawa ewa. Hampir saja Kong Yo Siok Peng menyembunyikan diri saking malunya, buru-buru ia berseru : "Jangan kau tanyakan lagi... jangan kau tanyakan lagi..." Dari sudut ruangan yang gelap mendadak berkelebat seberkas cahaya lampu yang bergoyang, hanya sekilas saja untuk kemudian lenyap tak berbekas... Pek In Hoei meloncat ke depan, pedangnya berkelebat di tengah udara dan langsung menusuk ke arah dinding kayu yang menghalangi pemandangan luar dengan keadaan di dalam. "Aduuuh..." jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang keluar dari balik dinding kayu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan ilmu pukulannya yang ampuh dia hantam dinding tebal itu sehingga ambrol dan terwujud sebuah lubang besar. Dari balik dinding yang ambruk terlihat sesosok mayat terpantek di atas dinding, darah kental mengalir keluar membasahi seluruh lantai, dadanya telah berlubang tertembus ujung pedang penghancur sang surya yang tajam. Kematian yang mengerikan, wajah yang ketakutan tertera jelas di atas raut muka pria itu membuat Kong Yo Siok Peng yang berada di sisi pemuda itu menjerit keras karena ketakutan. "Toooong...! tuuuung...!"

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>