Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 129

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 104. Perawan Lembah Maut Lord of the Rings 1 - Sembilan Pembawa Cincin Lord of the Rings 2 - Dua Menara Lord of the Rings 3 - Kembalinya Sang Raja 3 Kehidupan 3 Dunia 10 Mil Bunga Persik - Tangqi Gongzi

"Eeeei... apa sih yang sedang kau bicarakan? Jangan mengaco belo..." "Hmm! Aku rasa dalam hatimu jauh lebih jelas daripada diriku, janganlah memaksa dirimu untuk mengucapkan kata-kata yang lebih tak sedap didengar..." Sekujur tubuh Cin Siong lo-jin gemetar keras, tiba-tiba serunya : "Toa Gou, apakah kau tidak akan membalas dendam terhadap sakit hati gurumu?" Lie Toa Gou mendengus dingin, pedangnya berputar di udara membentuk satu gerakan busur dan berpuluh- puluh lapis ombak pedang, dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh dia menerjang maju ke depan, bentaknya : "Pek In Hoei, ayoh cabut keluar pedangmu!" Sejak pertama kali terjunkan diri dalam dunia persilatan, Jago Pedang Berdarah Dingin belum pernah bertemu dengan manusia yang tak pakai aturan seperti ini, ketika dilihatnya Lie Toa Gou bersikeras hendak menuntut balas terhadap dirinya tanpa menyelidiki lebih dahulu duduknya perkara hawa amarah segera berkobar di dalam rongga dadanya, dengan suara dingin dia berseru : "Lebih baik janganlah mencari kematian bagi diri sendiri, sahabat kau mesti tahu satu kali aku Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut keluar pedang, sebelum mencium darah senjata itu tak akan ditarik kembali. Di antara kita toh tidak pernah terikat dendam atau pun sakit hati mengapa kau mesti memaksa aku untuk memilih jalan ke situ..." Keteguhan imannya boleh dibilang sudah mencapai taraf yang tinggi, meskipun hawa amarah telah berkobar dalam dadanya tetapi terhadap Lie Toa Gou ia mengalah terus, hal ini bukanlah disebabkan tabiatnya, pada hari ini teristimewa baik dia lakukan kesemuanya itu karena memandang di atas wajah Can Keng Hong yang telah mati, ia tidak tega menyaksikan ahli waris dari suatu partai besar ikut putus sampai di sini sehingga mengakibatkan ilmu silat aliran Lo-kong Pay ikut lenyap dari muka bumi... Akan tetapi Lie Toa Gou tidaklah berpikir demikian, ketika dilihatnya Cin Siong lo-jin mengerdipkan matanya berulang kali, dia tahu bahwa dirinya disuruh turun tangan secepatnya maka tanpa mempedulikan sikap lawan yang selalu mengalah, dia angkat kepala dan tertawa terbahak-bahak. "Haaaah... haaaah... haaaah... kau tidak berani melayani tantanganku?? Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya Jago Pedang Berdarah Dingin yang didengung-dengungkan dalam dunia persilatan sebagai seorang jago yang amat lihay tidak lebih hanya seorang gentong nasi yang sama sekali tak berguna. Jago Pedang Berdarah Dingin tidak lebih hanya seorang pembual yang pandai bicara besar... Haaaah... haaaah... haaaah... aku tidak habis mengerti apa sebabnya di kolong langit bisa terdapat manusia semacam engkau ini... Haaaah... haaaah... haaaah... sampai-sampai aku Lie Toa Gou pun tak berani dilayani... Haaaah... haaaah... haaaah... kau jangan lupa kalau aku cuma seorang prajurit tanpa nama dalam dunia kangouw, dengan kekuatan seorang prajurit tak bernama ternyata kau si Jago Pedang Berdarah Dingin sudah sanggup dibereskan." Jelas dari pembicaraan itu bahwa ia sedang memaksa Jago Pedang Berdarah Dingin untuk turun tangan dan memaksa dia untuk mencabut keluar pedang mestika penghancur sang surya-nya, apakah ia betul-betul tidak takut mati?? Agaknya ia mempunyai maksud- maksud tertentu... Sekalipun Jago Pedang Berdarah Dingin memiliki iman yang tebal, lama kelamaan tak dapat menahan diri juga, dia merasa dirinya sudah cukup mengalah terhadap lawan, air mukanya seketika berubah hebat, hawa napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya. Perlahan-lahan dia angkat tangan dan siap memegang gagang pedangnya, dengan nada sinis jengeknya. "Kau si keledai malas yang bergulingan di atas kotoran manusia, aku tak akan berlaku sungkan- sungkan lagi terhadap dirimu..." Sambil memutar pedangnya Lie Toa Gou tertawa terbahak-bahak. "Haaaah... haaaah... haaaah... nah begitu baru mirip seorang pendekar besar, ayo cabut keluar pedangmu!" Mendadak dara baju merah itu maju ke hadapan Pek In Hoei, serunya : "Jangan sembarangan bergerak, gunakan saja pedangku ini bila kau hendak bertarung." Sambil berkata ia cabut keluar pedang sendiri yang tersoren di punggung, cahaya putih yang berkilauan tajam segera tersebar di empat penjuru membuat pria baju hitam yang memenuhi ruangan itu diam- diam memuji akan kebagusan senjata tersebut. "Nona... !" seru Jago Pedang Berdarah Dingin setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya. Dara baju merah itu tertawa ringan. "Kau tak usah bertanya lebih jauh, pokoknya tindakanku ini demi kebaikan dirimu..." Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menyangka kalau senjata yang disodorkan gadis itu kepadanya adalah sebilah pedang mestika, diam-diam ia memperhatikan gadis itu dengan seksama. Sesudah termenung sebentar akhirnya pemuda itu menggeleng sambil katanya : "Aku sendiri pun membawa pedang, terima kasih atas maksud baik dari nona..." "Hmmm! Ketahuilah asal tanganmu menyentuh pedang mestika penghancur sang surya itu, maka kau akan mati konyol seketika itu juga..." Lu Kiat serta Pek In Hoei amat terkejut setelah mendengar ucapan itu, mereka tak tahu apa sebabnya dara baju merah itu mengucapkan kata- kata seperti itu kepada mereka. Jantung terasa berdebar keras, tahulah mereka berdua bahwa Kiam hu yang digantungkan pada gagang pedang penghancur sang surya mempunyai sesuatu yang aneh, kalau tidak tak nanti gadis itu berkata dengan begitu serius. "Apa kau bilang??" tanya Pek In Hoei lagi. "Aku sedang berkata pedangmu itu mengandung racun yang sangat keji..." jawab dara baju merah dengan nada dingin. Air muka Cin Siong lo-jin berubah sangat hebat, hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang alis berkeras dan hidungnya memperdengarkan dengusan dingin, dengan satu senyuman licik yang mengerikan menghiasi ujung bibirnya. "Heeeeh... heeeeh... heeeeh... nona cilik," ancamnya, "kalau kau berani mengaco belo lebih jauh, jangan salahkan kalau aku tidak akan berlaku sungkan- sungkan lagi terhadap dirimu." Dara baju merah tertawa dingin. "Berani kau mengatakan kalau di atas Kiam hu itu tidak kau lakukan suatu perbuatan?" "Lakukan perbuatan apa?? Ini hari kau harus menerangkan sejelas-jelasnya," seru Cin Siong lo-jin dingin. Dara baju merah itu mendengus dingin. "Hmmm! Bukankah kau telah polesi Kiam hu itu dengan racun keji dari wilayah Biauw yang tersohor sebagai racun..." "Budak lonte, rupanya kau telah bosan hidup..." Mimpi pun Cin Siong lo-jin tidak pernah menyangka kalau dara baju merah yang misterius itu bisa mengemukakan rahasia perbuatannya, dia tahu pada saat ini andaikata Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mengetahui akan asal usulnya, maka selembar jiwa tuanya pasti akan melayang. Karena itu dia segera membentak keras, tubuhnya laksana kilat menubruk ke arah dara baju merah sambil mengirim satu pukulan dahsyat ke arahnya. "Kau jangan terlalu mendesak diriku," teriak dara baju merah sambil berkelit ke samping, "kalau tidak aku akan meneriakkan nama aslimu secara terbuka!" "Kalau kau berani bicara sembarangan, aku segera akan membereskan selembar jiwamu," bentak Cin Siong lo-jin dengan gusar, telapaknya diayun ke muka mengirim dua pukulan berantai. Tenaga dalamnya sangat sempurna, dalam waktu singkat meluncurlah segulung tenaga pukulan tak berwujud yang maha dahsyat ke arah depan. Seolah-olah gadis baju merah itu merasa takut akan sesuatu, selama dirinya diserang ia selalu menghindar ke sana kemari dengan mengandalkan kelincahan tubuhnya, tak sekali pun serangan balasan dilancarkan, namun begitu keringat dingin segera meluncur keluar dan napasnya mulai terengah-engah seperti kerbau. Selama pertarungan, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei hanya menonton jalannya pertempuran dari samping, tiba-tiba tercekat hatinya ketika ia merasa bahwa jurus serangan yang digunakan Cin Siong lo-jin seolah-olah mirip sekali dengan musuh besar yang sedang ia cari, ia tertawa dingin dan bentaknya dengan suara dalam : "Tahan!" "Kau mau apa?" bentak Cin Siong lo-jin gusar sambil menghentikan gerakan tubuhnya. "Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?" Ketika dilihatnya jurus serangan yang dipergunakan orang ini ternyata sealiran dengan kepandaian Hoa Pek Tuo, pembunuh ayahnya, timbullah kecurigaan dalam hatinya bahwa kakek tua ini punya hubungan perguruan dengan manusia she Hoa. Cin Siong lo-jin terperanjat mendengar ucapan itu, ia tak mengira kalau Jago Pedang Berdarah Dingin demikian lihaynya sehingga dalam sekilas pandangan ia sudah mengetahui akan asal usulnya, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya. "Aku tak boleh mengakui siapakah diriku!" Berpikir demikian ia lantas berlagak pilon dan pura- pura bertanya : "Siapa sih Hoa Pek Tuo itu?" "Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang Berdarah Dingin menghardik. Cin Siong lo-jin tertawa dingin. "Heeeeh... heeeeh... heeeeh... perkataanmu itu sungguh menggelikan sekali, siapa Hoa Pek Tuo, dari mana aku bisa tahu? Kenal pun tidak! Hey! Kau jangan menebak secara ngawur." "Haaaah... haaaah... haaaah... benarkah kau tidak kenal siapakah Hoa Pek Tuo itu?" ejek dara baju merah dari sisi kalangan dengan sepasang mata melotot. Cin Siong lo-jin jadi amat mendongkol wajahnya berubah dan hawa amarah menggelora dalam dadanya, ia tak mengerti apa sebabnya dara baju merah itu mendatangkan kesulitan terus menerus bagi dirinya. Sambil membentak penuh kemarahan dia meloncat maju ke depan, sambil menuding gadis itu hardiknya : "Ada permusuhan apa antara engkau dengan diriku? Kenapa kau selalu menjegal kaki belakangku?" Mendadak dara baju merah itu tersenyum. "Kalau kau cerdik dan pandai melihat gelagat, sepantasnya kalau dari sekarang sudah enyah dari sini, daripada nantinya mau lari pun sudah tak sempat lagi." Sedari tadi Cin Siong lo-jin memang sudah gelisah dan ingin sekali cepat-cepat ngeloyor pergi dari situ, apa lacur tiada kesempatan yang dimilikinya, setelah dara baju merah itu mengungkap kembali, ia lantas tertawa seram dan berseru : "Baik, aku bersumpah pasti akan membalas sakit hati ini." Dia ulapkan tangannya ke arah Lie Toa Gou dan melanjutkan : "Ayoh pergi! Saudara cilik, untuk membalas sakit hatimu itu terpaksa kita harus menanti kesempatan baik di lain waktu." Lie Toa Gou pura-pura menunjukkan sikap gusar dan tidak puas, kemudian memasukkan kembali ke dalam sarung dan melotot sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mengikuti di belakang Cin Siong lo-jin untuk berlalu dari situ. Dara baju merah itu segera mengerling sekejap ke arah Pek In Hoei, bisiknya : "Jangan lepaskan orang itu." Rupanya Lu Kiat sendiri pun sudah menyadari bahwa di balik peristiwa tersebut masih terselip banyak hal yang sukar dipecahkan dalam waktu singkat, tidak menanti Jago Pedang Berdarah Dingin buka suara, tubuhnya dengan cepat bergerak ke depan sambil menyambar tangan Lie Toa Gou, bentaknya nyaring : "Sahabat, kau harap tunggu sebentar!" "Kau masih ada urusan apa lagi terhadap diriku?" tegur Lie Toa Gou sambil berpaling. Sambil menuding jenazah Can Keng Hong yang tergeletak di atas tanah, Lu Kiat berkata : "Setelah gurumu meninggal, masih terdapat banyak urusan yang masih harus diselesaikan, jika kau pergi dengan begitu saja tanpa mengurusi layonnya, bukankah tindakanmu ini terlalu keji dan di luar peri kemanusiaan." "Hmm! Aku serahkan tempat ini kepada kalian, kamu semua ingin menyelesaikan jenazahnya dengan cara apa pun aku tak mau ikut campur, kenapa kalian mesti bertanya lagi kepadaku?" Lu Kiat tertawa hambar. "Hmmm! Benarkah dia gurumu?" lt tertegun, ia tak mengira kalau Lu Kiat bisa mengajukan pertanyaan semacam itu, diam-diam dia terkesiap dan bergidik tetapi di luaran ia masih tetap bersikap tenang. "Sebetulnya apa maksudmu mengucapkan kata-kata seperti itu?" tegurnya dengan hati mendongkol. Lu Kiat tertawa keras. "Menurut pendapatku, antara engkau dengan korban yang menemui ajalnya secara mengenaskan ini sama sekali tiada hubungan yang terlalu besar, kau hanya berpura-pura main sandiwara dengan mencatut nama muridnya belaka agar bisa memaksa kami untuk turun tangan." "Hmm! Rupanya kau memang sengaja ada maksud mencari gara-gara dengan kami!" bentak Lie Toa Gou semakin gusar, "meskipun di dalam dunia persilatan aku tidak punya nama, tetapi aku bukanlah seorang manusia yang takut menghadapi kematian, kalau memang kau sudah bosan hidup, baiklah! Aku si prajurit tak bernama akan menantang dirimu untuk berduel." Dara baju merah itu tiba-tiba tertawa ringan. "Waah...! Kalau begitu kau hebat juga, aku rasa jika namamu disebut orang maka tak sedikit manusia di dalam dunia persilatan yang mengenal dirimu." "Hmm! Kau tak usah mengaco belo, meskipun aku pandai ilmu silat tetapi belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, di mana orang kangouw bisa kenal diriku? Nona! Kerepotan dan kesulitan yang kau bawa untuk kami hari ini sudah terlalu banyak, aku tidak ingin kau tetap berdiam di sini untuk bikin kekacauan lebih jauh." "Hmmm! Sekarang kau mesti sedikit tahu keadaan," dengus dara baju merah itu, "tulang punggungmu itu sudah kabur tak nampak ujung hidungnya lagi, jika kau berani berlagak lagi... hmmm! Itu berarti kau sudah bosan hidup dan ingin cari kematian bagi diri sendiri."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>