Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 131

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 104. Perawan Lembah Maut Lord of the Rings 1 - Sembilan Pembawa Cincin Lord of the Rings 2 - Dua Menara Lord of the Rings 3 - Kembalinya Sang Raja 3 Kehidupan 3 Dunia 10 Mil Bunga Persik - Tangqi Gongzi

Mendadak badannya roboh terjengkang ke arah belakang, dari tenggorokannya memperdengarkan suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, darah kental menyembur keluar dari mulut luka yang merekah besar, cukilan pedang tadi rupanya dengan telak bersarang di atas tenggorokannya hingga tembus dan berlubang besar. Tubuhnya berkelejotan sebentar, kemudian tak berkutik lagi. Ketua dari perguruan Boo Liang Tiong itu menghembuskan napasnya yang terakhir dalam keadaan mengenaskan sekali. Melihat musuhnya telah mati, perlahan-lahan Wie Chin Siang tarik kembali pedangnya, air muka dara itu sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa pun, dengan pandangan dingin dia melirik sekejap ke arah mayat Go Kiam Lam, kemudian bisiknya sambil menghela napas panjang : "Aaaai...! Sekali pun mati, ia juga tak ada nilainya..." "Chin Siang!" seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan perasaan bergolak, dalam benaknya tanpa terasa terlintas bayangan dari gadis ini di saat menyatakan rasa cintanya, ia menatap wajah lawan lalu berbisik lirih : "Dari mana kau bisa tahu kalau aku berada di sini??" Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, rasa sedih yang telah tertumpuk-tumpuk dalam dadanya hampir saja tertumpah keluar, buru-buru ia melengos dari pandangan lawan yang berapi-api dan menjawab : "Kau jangn bergerak lebih dahulu, mari kita lepaskan dulu Kiam-hu yang tergantung di gagang pedang tersebut." Tiba-tiba ia menggetarkan pedangnya dan menyambar ke arah tali serat emas yang mengikat Kiam-hu tersebut dengan gagang pedang, setelah diputar sebentar di udara benda tadi langsung dilemparkan keluar. Blaaaam...! Terjadi ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh ruangan dan permukaan bumi dari atas ledakan itu mengepullah segumpal asap hitam yang amat tebal. Sambil geleng kepala gadis itu berseru : "Peluru sakti penghancur badan dari wilayah Biauw adalah suatu benda pemusnah yang luar biasa dahsyatnya, benda itu asal membentur tenaga apa pun seketika akan meledak dan mencabik korbannya jadi berkeping-keping, sebetulnya Hoa Pek Tuo hendak menggunakan benda ini untuk membinasakan dirimu, tak nyana rahasianya ketahuan olehku." Pek In Hoei serta Lu Kiat menyaksikan segera merasa terkesiap, tanpa sadar mereka berseru berbareng : "Oooh...! Sungguh berbahaya..." Karena kagetnya mereka tak bisa mengucapkan sepatah kata pun, sementara keringat dingin tanpa terasa mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya. Andaikata Wie Chin Siang tidak muncul tepat pada saatnya, asal Jago Pedang Berdarah Dingin menyentuh gagang pedangnya maka seketika itu juga dia akan dicabik hingga hancur berkeping-keping oleh ledakan tersebut. Dari cara berpikir serta rencana keji yang bisa disusun oleh Hoa Pek Tuo dengan rapi dan sempurna ini bisa dilihat betapa berbahayanya manusia tersebut. "Waaah...! Sungguh lihat!" seru Lu Kiat sambil menjulurkan lidahnya. Wie Chin Siang tertawa rawan. "Untuk menciptakan Kiam hu yang bersisi peluru sakti penghancur badan itu, Hoa Pek Tuo telah mengorbankan banyak tenaga dan pikiran..." "Ooooh...! Kalau begitu otak rase tua itu memang encer dan luar biasa sekali!" ujar Lu Kiat. Sedang Pek In Hoei dengan gemas dan penuh perasaan dendam berseru : "Aku bersumpah akan membeset kulit tubuh dari rase tua itu... dia harus diberi ganjaran yang setimpal..." "Suatu ketika apa yang kau inginkan pasti akan terwujud," sahut Wie Chin Siang sambil tertawa getir, "sekarang kita harus segera berangkat!" Jago Pedang Berdarah Dingin tertegun dan berdiri melongo. "Kita mau pergi ke mana??" tanyanya. "Lhoo...! Bukankah kau hendak mencari Hoa Pek Tuo untuk dibeset kulit rasenya??" "Adik In Hoei, aku juga mau ikut!" teriak Lu Kiat dengan cepat. Pek In Hoei segera menggeleng. "Toako, kau sudah terlalu lama menemani siau-te berkelana dan menempuh bahaya, sekarang kau harus pulang ke rumah lebih dahulu untuk menengok bibi dan empek, maksud baikmu biarlah kuterima di dalam hati saja, jika ada kesempatan di kemudian hari aku tentu akan datang menengok dirimu..." Dengan sedih dia menggeleng, terhadap toakonya yang rela menempuh bahaya bersama dirinya ini ia merasa terharu sekali, sambil bergenggaman tangan ke-dua belah pihak tak dapat mengucapkan sepatah kata pun, perpisahan membawa kesedihan dan kemurungan bagi ke-dua belah pihak. ******** Malam telah menjelang tiba, udara gelap gulita tak nampak sedikit cahaya pun, awan menyelimuti seluruh angkasa dan angin berhembus amat kencang menggoncangkan pohon dan tumbuhan di atas bukit, deruan suara yang santer mendatangkan keseraman dan kengerian di malam hari itu. Di tengah kegelapan itulah dari balik semak berkumandang datang suara bisikan yang lirih : "Tujuanku yang terutama datang mencari engkau adalah untuk berpamit dengan dirimu!" Suara itu lembut, merdu dan jelas suara seorang gadis remaja. "Chin Siang kenapa??? Kenapa kau hendak berpisah dariku??" jawab suara lain. Suara ke-dua adalah suara seorang pria yang memancarkan rasa gelisah yang amat sangat, seakan-akan dia dibikin terkejut oleh kejadian yang munculnya secara tiba-tiba itu. "Aaaai...!" gadis muda itu menghela napas sedih, rasa pedih dan sedih berkecamuk dalam hati kecilnya, dari helaan napas tersebut kecuali memperlihatkan kekosongan hatinya, yang tersisa hanya kebencian belaka, ia benci terhadap nasibnya yang buruk, ia benci dirinya telah berkenalan dengan seorang pria yang begitu menawan hati membuat dia merasa berat untuk meninggalkannya. Kemurungan dan kesedihan hanya dia yang dapat merasakan, tiada orang lain dapat mewakili dirinya untuk merasakan penderitaan tersebut, dialah yang harus merasakan sendiri buah pahit yang ditinggalkan oleh bibit cinta. "In Hoei!" ujarnya setelah menghela napas sedih, "aku mengakui bahwa aku cinta padamu, tetapi aku pun menyadari bahwa tiada kemungkinan bagiku untuk mendapatkan engkau, sebab gadis cantik yang mencintai dirimu terlalu banyak, aku tidak lebih hanya sebutir pasir yang berada di sekelilingmu, aku tak mungkin bisa mendapatkan kau seorang diri, oleh karena itu terpaksa aku harus tinggalkan dirimu jauh- jauh, makin jauh menyembunyikan diri semakin baik, semakin terpencil tempat itu semakin baik pula bagiku." "Kenapa??" seru Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras sambil menahan sakit hati yang menyelimuti dadanya, "apakah malam ini kau ajak diriku keluar hanya disebabkan karena kau hendak memberitahukan kesemuanya itu kepadaku..." "Tidak!" jawab Wie Chin Siang sambil menggeleng, "aku hanya meminjam kesempatan pada hari ini untuk menyampaikan kata-kata tersebut kepadamu... In Hoei! Kau jangan coba membantah, bukankah dalam hatimu tidak cuma ada diriku?? Kong Yo Siok Peng serta It-boen Pit Giok bukankah jauh lebih penting kedudukannya dalam hatimu? Aku tahu meskipun beruntung sekali aku bisa menempati pula satu bagian tempat tetapi hatimu cukup satu, tak mungkin bagimu untuk membagikan hatimu yang cuma satu itu untuk kami bertiga, aku sudah menyadari sedalam-dalamnya, jika aku tidak tahu diri dan segera menarik diri penderitaan yang bakal kuterima di kemudian hari jauh lebih besar lagi, mungkin pada saat itu keadaan akan berubah jadi suatu drama yang tragis." "Aku sama sekali tak pernah memikirkan persoalan- persoalan itu," ujar Pek In Hoei dengan sedih. "Tentu saja kau tak pernah memikirkan soal itu sebab dewasa ini pekerjaan yang akan kau lakukan hanyalah membalas dendam," sahut Wie Chin Siang dengan wajah serius, "tetapi kau harus tahu keadaan dari kami kaum gadis jauh berbeda sekali, kami tak bisa mesti memperhitungkan masa depan kami sendiri, sebab hal itu sangat mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya hingga masa tua. Aku telah memikirkan persoalan ini selama beberapa hari, aku selalu merasa bahwa cara yang berlarut-larut seperti ini bukan suatu cara yang tepat, akhirnya aku telah mengambil keputusan untuk tinggalkan dirimu daripada kau mesti serba salah karena masalah itu." "Mengapa kau memilih jalan yang ini?" tanya Pek In Hoei dengan wajah tercengang. Wie Chin Siang tertawa getir. "Jalan ini bukanlah keputusan yang diambil oleh diriku seorang, aku tahu It-boen Pit Giok pun mempunyai pandangan yang sama dengan diriku, kami menganggap bahwa gadis yang paling kau cintai adalah Kong Yo Siok Peng, karena dia adalah gadis pertama yang kau kenali, lagi pula dia polos, cantik dan sama sekali tiada pikiran lain, ia paling cocok dan serasi untuk mendampingi dirimu, sebab itulah kami ambil keputusan untuk melepaskan engkau secara suka rela." Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan hatinya bergetar keras, ia merasa bakal kehilangan ke-tiga orang gadis manis itu, entah apa sebabnya ia selalu merasa jarak antara dirinya dengan ke-tiga orang gadis itu kian lama kian bertambah jauh, mungkin kesombongan dirinya telah menyinggung perasaan halus mereka? Ataukah mereka telah menyadari nasib sendiri yang tak beruntung hingga ambil keputusan tersebut? Pemuda itu sama sekali tak tahu. Dia menghela napas dengan penuh kesedihan bisiknya : "Kau telah berjumpa dengan It-boen Pit Giok?" Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, dia mengangguk. "Pandangannya jauh lebih terbuka daripada diriku, bersama engkohnya ia telah kembali ke luar lautan, ia merasa terlalu paham dengan sikap jumawa dan sombongmu, ia bersiap-siap untuk tidak menemui dirimu lagi sepanjang masa, karena kau telah beberapa kali melukai hatinya sehingga membuat dia amat sedih dan hampir saja bunuh diri." "Bunuh diri?" bisik Pek In Hoei dengan hati terperanjat, "apakah pikiran semacam itu tidak terlalu picik? Siapakah aku dan manusia macam apakah kau ini, apakah sampai sekarang ia belum dapat menilainya. Aaai... hati kaum wanita selamanya memang berubah terus." "Huuuh! Apa kau tidak merasa bahwa perasaan hatimu juga tak lembek? Begitu banyak gadis yang penujui dirimu akan tetapi tak seorang pun yang berkenan dalam hatimu!" seru Wie Chin Siang dengan cepat. "Aaai...! Chin Siang, kau tak usah menyinggung dan menyindir diriku lagi, hatiku tak akan kuberikan kepada siapa pun asal dendam sakit hatiku bisa kutuntut balas, persoalan yang lain sama sekali tidak penting bagi pandanganku." "Apakah kau tak pernah memikirkan tentang di kemudian hari," seru Wie Chin Siang sesudah tertegun sebentar. Pek In Hoei menggeleng. "Persoalan di kemudian hari sukar untuk diduga mulai sekarang, aku tidak berani memikirkannya dan tak ingin memikirkannya." "Kenapa kita mesti membicarakan persoalan yang cukup merisaukan dan menyedihkan hati?" tiba-tiba Wie Chin Siang berkata sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya, "waktu sudah cukup, lebih baik kita segera berangkat." "Sungguhkah engkau mengetahui tempat persembunyian dari Hoa Pek Tuo?" tanya Pek In Hoei dengan hati berdebar. "Semua gerak-geriknya hanya aku seorang yang mengetahuinya, tetapi hal itu hanya berlaku sampai malam ini saja, orang tersebut pintarnya bukan kepalang, terhadap kematian dari Go Kiam Lam sedikit banyak ia pasti telah menduga sebelumnya." Dari tengah sebuah semak belukar yang lebar, gadis itu menerobos keluar disusul oleh Pek In Hoei dari belakangnya, mereka jalan terus ke depan, suatu ketika ia berhenti sambil ujarnya : "Kedua orang itu harus dilenyapkan dari muka bumi, kalau tidak kita akan gagal untuk masuk ke dlm." Di bawah batu tebing yang curam tidak jauh dari tempat itu, berdirilah dua orang pria baju hitam yang tinggi kekar dengan sikap menyeramkan, sorot mata mereka kebetulan sekali ditujukan ke arah tempat persembunyian mereka berdua. Pek In Hoei menggigit bibir, serunya : "Mari kita keluar!" Baru saja ia bangkit berdiri, dua orang pria itu telah menemukan jejak mereka, dengan pedang terhunus ke-dua orang itu segera meloncat ke muka sambil bentaknya : "Siapa di situ?" "Manusia yang datang mencabut nyawa!" jawab Pek In Hoei dengan suara ketus. Di tengah kegelapan malam yang mencekam, sulit bagi ke-dua orang itu untuk melihat jelas raut wajah lawannya, ketika menyaksikan munculnya bayangan manusia berbaju putih, hati mereka segera jadi bergidik, dianggapnya di tempat itu telah muncul sukma setan terutama sekali nada suara yang begitu dingin seakan-akan hawa dingin yang berhembus keluar dari kuburan membuat hati mereka makin tercekat. Sepasang kaki mereka kontan gemetar keras dan tak mau mendengarkan perintahnya lagi, dengan badan kaku ke-dua orang pria tadi berdiri menjublak di tempat semula. "Saudara, aku dengar di tempat ini seringkali muncul setan penasaran," bisik pria yang ada di sebelah kiri dengan suara gemetar, "jangan-jangan malam ini kita telah menjumpainya, aku dengar bila seseorang telah bertemu dengan setan maka kalau tidak mati tentu akan menderita sakit yang cukup parah." "Aaaah! Tidak mungkin!" sahut pria sebelah kanan yang jauh lebih berani, "masa setan bisa bicara? Barusan aku seperti mendengar ada dua orang manusia sedang bercakap-cakap." "Oooh...! Kalau begitu pastilah siluman rase, bukankah kemarin malam Lou heng telah berjumpa dengan siluman rase perempuan? Mereka berdua telah main pat pat gulipat semalamam suntuk, bahkan berjanji pula akan bertemu kembali pada malam ini, jangan- jangan siluman rase perempuan itu muncul kembali dengan membawa sanak keluarganya untuk melamar.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>