Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pedang Kunang Kunang - 78

$
0
0
Cerita Silat | Pedang Kunang Kunang | Oleh SD Liong | Pedang Kunang Kunang | Sakti Cersil | Pedang Kunang Kunang pdf

Love Latte - Phoebe Beauty Honey - Phoebe Blind Date - aliaZalea Miss Pesimis - Alia Zalea Cewek - Esti Kinasih

"Aneh !" diam2 Gak Lui terkejut sendiri. Namun ia tak sempat memikir lebih panjang. Secepat kilat ia menyambar pergelangan tangan orang itu terus berseru kepada Hong-lian: "Yang ini menjadi bagianmu ...." "Bagus ...!" Hong lian loncat menerkam orang itu. Dengan demikian mereka berhasil membunuh tiga orang berkerudung dan menawan seorang anggauta Topeng Besi. Tetapi ternyata ketiga orang berkerudung muka bukan imam jahat Wi Cun. Gak Lui tetap menunggu karena percaya orang berkerudung yang akan muncul nanti tentulah penyaruan dari imam Kong-tong-pay yang murtad. Karena tak juga ada orang yang muncul lagi, ia segera menyusup keatas puncak gunung. Ternyata imam jahat Wi Cun yang mengenakan kerudung muka itu, tengah menjaga disebuah mulut guha. Guha itu rupanya baru saja dibuat untuk keperluan menempa pedang. Ternyata imam itu juga tajam sekali matanya. Cepat ia dapat mengetahui kedatangan Gak Lui. Imam Wi Cun tergetar hatinya. Buru2 ia bersuit memberi pertandaan agar manusia Topeng Besi yang berada disamping segera menyerang Gak Lui. Setelah itu ia sendiri lalu menyusup masuk kedalam guha. "Hai, hendak lari kemana engkau!" teriak Gak Lui dan Hong-lian hampir serempak. Kedua anak muda itu terkejut karena tahu apa maksud imam itu lari masuk kedalam guha. Tentulah dia hendak meringkus Pukulan-sakti The Thay untuk dijadikan sandera. Serentak kedua anak muda itu berhamburan loncat mengejar. Dalam gerakan itu ternyata Gak Lui dapat mendahului Hong-lian. Tetapi iapun segera disambut dengan tusukan pedang oleh anggauta Topeng Besi. Rintangan itu terpaksa membuat Gak Lui hentikan langkah. Sekali menghantam dengan pedang batu, pedang lawanpun hancur. Dan secepat kilat, Gak Lui menyusuli dengan sebuah tutukan jari yang berhasil melumpuhkan si Topeng Besi itu. Saat itu Hong-lianpun sudah tiba dimulut guha. Sedang si imam Wi Cun sudah masuk kedalam guha. "Celaka....!" Gak Lui mengeluh dalam hati. Memandang kebawah, tempat dimana ia menyulut api tadi, api makin besar dan menimbulkan kebakaran luas. Cepat ia mengepit orang bertopeng besi itu lalu loncat kemulut guha. Bum ... bum .... terdengar angin pukulan menderu-deru dari arah dalam guha. "Bagus....." Gak Lui menghela napas longgar. Ia dapat membedakan deru angin itu. Itulah angin yang timbul dari pukulan The Thay. Sedang suara mendering dering itu jelas berasal dari semacam senjata. Belum sempat ia bertindak, dari dalam guha meluncur keluar dua sosok tubuh. Yang di-muka ternyata si imam Wi Cun. Dia memegang pedang yang sudah kutung. Sedang yang mengejar dibelakangnya, bukan lain adalah The Thay sendiri. Ahli pembuat pedang itu menghantam dengan tangan kiri, sedang tangannya mengayun-ayunkan sebuah pukul besi besar alat penempa pedang. Dengan wajah memberingas, The Thay mengamuk dan mengejar imam itu. Bukan main girang Gak Lui setelah melihat ahli pembuat pedang itu lolos dari bahaya. Ia segera hendak loncat untuk meringkus imam Wi cun agar dapat mengorek keterangan tentang rahasia Maharaja Tio Bik-lui. Tetapi ternyata kalah dulu dengan Hong-lian yang sejak tadi sudah siap dimulut guha. Begitu imam Wi Cun menerobos keluar, Hong lian segera membenamkan ujung pedangnya ke perut si imam. Cres .... seorang tokoh angkatan tua dari partai perguruan Kong tong-pay, karena menggabungkan diri dengan gerombolan durjana, telah mati dibawah ujung pedang Hong-lian. Sebenarnya Gak Lui hendak berteriak mencegah tindakan Hong-lian tetapi sudah terlambat, terpaksa ia loncat menghampiri ketempat si nona. ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--- Ketika melihat puterinya, Pukulan-sakti The Thay melonjak girang seperti orang gila. Dengan masih mencekal palu besi ia memeluk puterinya. Demikian kedua ayah dan anak itu saling berpelukan dengan rasa haru dan girang yang tiada terhingga. “Paman The," beberapa saat kemudian baru Gak Lui berani membuka suara. The Thay baru gelagapan dan lepaskan pelukannya: “Oh, engkau Gak ... Lui... adakah kalian tak kurang suatu apa ?" Demikian pertemuan ketiga orang itu berlangsung dalam suasana yang mengharukan dan menggembirakan. Ayah dan puterinya sudah berkumpul lagi. Dengan singkat Gak Lui lalu menuturkan semua pengalaman yang telah dialami selama ini hingga sampai berhasil menemukan tempat orangtua itu. Habis berceritera, tiba2 Gak Lui teringat sesuatu dan berteriak: “Adik Lian, mana orang2 yang kuserahkan kepadamu itu ?" “Siapa ?" tanya si nona. “Dua orang berkerudung dan seorang anggauta Topeng besi ?" “Oh, mereka telah kutusuk mati semua !" “Ah, maksudku kusuruh engkau membawanya kemari, bukan suruh membunuhnya...." Mendengar dirinya didamprat, dengan agak terisak- isak, Hong-lian menyahut, “Engkau... hanya bilang menyerahkan orang itu kepadaku....mana aku tahu kalau suruh menawannya...." The Thaypun ikut menyesali puterinya: “Lian, engkau memang terlalu mengumbar kemarahan. Mengapa tak engkau biarkan mereka hidup agar dapat kita korek keterangan. Tentu kita akan mendapat keterangan yang penting ....” Ayahnya turut mendamprat, nona itu makin deras mengucurkan airmata, jawabnya membela diri: “Dalam suasana kebakaran yang begitu besar, aku sudah tak keburu. Mengapa kalian menyalahkan aku…..” Karena sudah terlanjur, Gak Lui anggap tak perlu membicarakan soal itu lagi. Dengan matinya imam Wi Cun, rahasia si Maharajapun ikut lenyap. Demikianpun dengan ketiga Topeng Besi itu. Mereka dibunuh mati semua oleh Hong-lian. Jika hal itu diketahui oleh partai perguruan masing2, tentulah mereka akan menuntut balas kepada The Thay dan puterinya. "Sudahlah, adik Lian, tak usah menangis. Semua perkara ini adalah tanggung jawabku," Gak Lui menghiburnya. Kemudian ia dengan hati2 lepaskan tawanan Topeng Besi yang dikepitnya, lalu membuka topengnya, pikirnya : "Entah orang ini dari perguruan mana, yang penting semua rahasia gerombolan Maharaja itu berada padanya ...." Topeng besi karena sudah bertahun-tahun dipakai, sudah karatan sehingga sukar membukanya. Terpaksa Gak Lui kerahkan tenaga-dalam menyingkap, krak ..... terdengar derak suatu alat pekakas dan serempak terdengar Gak Lui menggembor keras. Tangannya berlumuran darah dan dua keping topeng besipun terlempar ke udara. Sedangkan siorang Topeng Besi terkapar di-tanah tak berkutik sama sekali. The Thay dan Hong-lian terkejut dan memandang Gak Lui. Pemuda itu tertegun memandang ke arah manusia Topeng Besi. Ternyata orang itu belum mati. Rambutnya terurai, kumis dan mukanya penuh brewok lebat sehingga susah dikenal dia itu murid agama atau orang biasa. Dia tak menderita luka apa2 dan jelas darah itu memang berasal dari tangan Gak Lui. “Engkoh Lui, apakah engkau terluka ?" seru Hong-lian cemas. “Ah, hanya luka luar, tak mengapa….” “Lalu mengapa tanganmu berdarah ?" “Maharaja memang manusia durjana, dalam topeng besi itu dilengkapi dengan alat pekakas rahasia ...." “Alat pekakas apa ?" “Dua buah per yang mengandung bahan peledak dan tertuju pada kening sipemakai. Begitu kucabut topeng itu, alat itupun muntahkan peluru dan hampir saja menghancurkan benak orang ini." “Lalu engkau tanggapi dengan tangan?" menegas sinona dengan cemas .....

Bab 29. Lembah Setan-penyakit. “Kalau tidak ditangkis, mana aku bisa hidup?" sahut Gak Lui lalu membuka jalan darah orang itu. “Memang bisa hidup tetapi mungkin tak dapat bicara," seru Hong-lian seraya geleng kepala. Mendengar itu Pukulan-sakti The Thay menyelutuk perlahan: “Lian, jangan banyak bicara. Biarlah engkohmu Gak Lui mengurut urat2 orang itu. Mungkin bisa sembuh….” Ucapan orangtua itu memang tepat seperti yang dikandung dalam hati Gak Lui. Untuk mencari jejak, ia harus dapat menolong orang bertopeng besi itu. Segera ia lekatkan kedua tangan ke pantat dan ubun orang lalu memberi seluruh tenaga-murni. Hendak diusahakan agar orang itu sadar dari pingsannya. Tak berapa lama Gak Lui rasakan hawa Im yang dingin di tubuh orang itu sudah terhalau. Bahkan sepasang mata orang itu yang terlongong-longong seperti kehilangan semangat, pun sudah dapat bergerak biasa lagi. Gak Luipun menarik penyaluran tenaga-murni dan bertanya dengan nada lembut: “Siapakah engkau? Apakah engkau sekarang sudah tersadar?" Biji mata orang itu berputar lalu mencurah pada wajah Gak Lui yang memakai kedok muka dari kulit kera tetapi tak bicara apa2. “Apakah keadaanmu sudah baik? Mengapa engkau tak menjawab pertanyaan engkoh Lui?" Hong-lian yang berada di samping, ikut mendesak. Tetapi si Topeng Besi itu hanya keliarkan sepasang biji matanya dan memandang sinona. Tetapi sampai beberapa saat tetap tak bicara. Melihat itu Gak Lui gelengkan kepala: “Ah, dia sudah kehilangan daya ingatan dan tak dapat menjawab pertanyaan." The Thay suruh Gak Lui untuk mengurutnya lagi. Tetapi Gak Lui menerangkan: “Kurasa tak mungkin lagi. Untuk mengembalikan daya ingatannya, bukanlah soal yang mudah. Hanya menggunakan cara urut saja, tak berguna." “Lalu bagaimana ?" “Bawa dia ke gunung Ceng-sia-san supaya para tokoh2 perguruan silat mengenalinya. Kalau dia benar salah seorang murid dari suatu perguruan silat, baru kita nanti berusaha untuk menyembuhkan." "Engkoh Lui, apakah engkau sudah mempunyai suatu rencana ?" Selutuk Hong lian pula. "Belum," kata Gak Lui lalu menerangkan dengan terus terang, "Digunung Ceng-sia-san berkumpul tokoh2 sakti. Mungkin mereka dapat mengusahakan daya. Kalau masih gagal, terpaksa kita tunggu saja apa yang akan terjadi." The Thay setuju dan mengajak berangkat saat itu juga. Gak Lui mengiakan tetapi Hong-lian mencegah : "Ah, mengapa harus buru2 ? Aku masih ada beberapa hal yang hendak kutanyakan pada ayah." "Katakanlah." Hong-lian bertanya dengan nada sangsi: "Yah, mengapa engkau mau membantu musuh membuatkan pedang? Aku sungguh tak mengerti!" "Adakah engkau kira aku lebih suka mati daripada menyerah ?" sahut The Thay. Mata sinona merah dan dengan nada berduka berkata: "Menilik perangai ayah, aku.... kuatir ..,terjadi sesuatu diluar dugaan….” "Tolol !" dengan mesra The Thay membelai rambut puterinya, "walaupun ayah ini berwatak keras tetapi .... tak ingin meninggalkan kalian.., maka aku walaupun hanya dapat hidup beberapa hari, aku tetap hendak mencarimu baru hatiku tenang. Soal pembuatan pedang itu, hanya suatu siasat saja." "Siasat ?" "Ya." "Siasat bagaimana, aku belum mengerti," Tetapi rupanya Gak Lui cepat dapat memaklumi ucapan The Thay. Ia segera memberi penjelasan kepada Hong- lian : "Yang dibuat paman The itu hanya pedang palsu. Dengan mengunakan siasat itu ia hendak mengantar beberapa orang itu kearah kematiannya.” "Maksudnya yalah…..” "Apakah engkau tak melihat begitu beradu dengan pedangku, pedang mereka terus hancur?" "Oh .... benar ! Tetapi apakah sangkut pautnya hal itu ?" masih Hong-lian menegas. "Paman The seorang ahli pembuat pedang. Sudah tentu bisa saja ia gunakan akal dalam membuat pedang mereka sehingga walaupun tampaknya bagus tetapi pedang mereka itu mudah patah." "O....," kali ini Hong-lian mendesuh girang karena sudah jelas. The Thay pun tertawa : “Itulah maka kukatakan engkau ini seorang budak tolol .. Karena sekarang sudah jelas mari kita segera berangkat. Masih banyak peristiwa2 yang akan kita alami nanti !" Gak Lui berbangkit dan memberi isyarat tangan agar si Topeng Besipun bangun. Tetapi si Topeng Besi itu hanya keliarkan biji mata dan tetap menggeletak ditanah. Rupanya dia enggan berbangkit. Gak Lui tahu keadaan orang itu. Ia segera menepuk bahu orang itu dan berbangkitlah ia tegak mematung menunggu perintah Gak Lui. "Paman, tolong paman bawa orang ini ke Ceng-sia san. Sepanjang jalan dia harus didorong supaya jalan," kata Gak Lui. "Apakah engkau tak pergi bersama-sama aku?" tanya The Thay. "Aku hendak menyelidiki siapakah yang telah menyembuhkan kedua kaki adik Lian itu," kata Gak Lui. Mendengar itu Hong-lian memandang bergantian kepada ayah dan pemuda yang dikasihinya itu. Kedua-duanya ia tak tega berpisah. Tetapi apa boleh buat.....

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>