Cerita Silat | Pedang Kunang Kunang | Oleh SD Liong | Pedang Kunang Kunang | Sakti Cersil | Pedang Kunang Kunang pdf
Detektif Stop - 21 Gerombolan Pemasang Bom Lovasket - Luna Torashyngu Lovasket 2 For The Love Of The Game - Luna Torashyngu Lovasket 3 - Luna Torashyngu Refrain - Winna Efendi
Setelah merenung beberapa jenak akhirnya ia menghampiri Gak Lui: "Baiklah, aku ikut engkau !” "Tidak, lebih baik engkau ikut paman The. Asal engkau memberitahukan letak tempat itu, aku tentu dapat mencarinya sendiri." Hong-lian kecewa lalu melengking tak senang: "Hm, akan kubawa engkau kesana, engkau tak mau, akupun tak mau memberitahukan tempat itu. Terserah engkau dapat mencarinya sendiri atau tidak nanti....." “Adik Lian, maksudku hanya hendak menghemat tempo. Dan lagi kalau engkau bersama paman The Thay engkau dapat saling membantu sehingga aku tak perlu cemas hati lagi," kata Gak Lui. Rupanya nona itu masih tak puas. Untung The Thay segera menyelutuk : "Tempat itu aku dapat memberi tahu. Tetapi .... syarat yang dikehendaki tabib itu luar biasa sekali. Mungkin engkau tak sanggup menerimanya." "O…." desuh Gak Lui. "bukankah adik Lian itu diantar oleh Permaisuri Biru. Masakan harus menghadapi beberapa syarat lagi?" Sahut Hong-lian : "Suhuku mengabdi pada agama, lapang dada pemurah hati. Oleh karena itu beliau mau menerima syarat2 itu, tetapi engkau masih muda, tentu lain soalnya.” "Kalau lain orang dapat menerima, masakan aku tidak? Katakanlah nama tempat itu!" cepat Gak Lui menanggapi. Hong lian kerutkan alias seperti merenung. Katanya sesaat kemudian : "Tempat itu disebut Lembah Setan Penyakit. Didalam lembah penuh dengan penderita2 sakit yang aneh2. Tabib itu sendiri tinggal didalam guha ....." "Siapakah namanya ?" "Sewaktu dalam keadaan terluka, aku tak sempat bertanya. Agaknya dia bernama .... bernama ... Pemilik lembah setan Penyakit…..” "Tak apalah," kata Gak Lui. Diam2 ia menimang, jika tabib sakti itu benar Li Kok-hoa, dia tentu akan menyembunyikan nama dan berganti dengan nama palsu. "Bagaimanakah potongan wajah orang itu ?" akhirnya ia coba mencari keterangan. "Entahlah !” sahut Hong lian. "Aneh, mengapa tak tahu bagaimana wajahnya? Bukankah engkau sudah tinggal lama di-lembah Setan Penyakit itu ?" Gak Lui agak kurang percaya. "Aku tinggal tujuh hari lamanya. Setelah kakiku tersambung, suhu lalu membawaku pergi." "Selama tujuh hari itu masakan engkau tak pernah melihat mukanya ?" "Benar, memang aku tak bohong," kata Hong-lian, "selama tujuh hari itu aku dibiusnya. Hal itu kemudian hari baru suhu memberitahu kepadaku. Dan lagi... dan lagi....." "Dan lagi bagaimana ?" "Suhu memberi pesan agar aku jangan sembarangan mengatakan hal itu kepada orang lain. Untuk menghindari kaki tangan Maharaja akan mencari tabib itu." "Hm," Gak Lui mendesuh. Diam2 ia menimang. Apakah si Setan Penyakit itu bukan Tabib-sakti Li Hok- hoa sendiri. Ah, demi kepentingan Siu-mey, ia harus mencarikan ayah nona itu. Tetapi tabib itu mengajukan syarat. Kalau ia tak dapat memenuhinya, kemungkinan tabib itu takkan mengacuhkannya. Ah, tiba2 ia teringat akan Li Siu-mey. Jika nona itu berada disitu, tentulah ia dapat mengenali Setan Penyakit itu ayahnya atau bukan. "Baiklah, adik Lian. Setelah tiba di Ceng-sia, carilah Gadis-ular Li Siu-mey dan beritahukan tempat yang kutuju itu. Minta dia supaya lekas menyusul kesana," akhirnya ia memberi pesan kepada Hong-lian. Hong-lian mengiakan. Tetapi saat kemudian ia bertanya : "Siapakah nona itu ? Apakah hubungannya dengan engkau ?" "Dia juga .... seorang saudara angkat…..” kata Gak Lui. Karena dengan Siu-mey ia mempunyai hubungan yang istimewa maka dalam memberi keterangan, ia agak terbata-bata. Hong lian makin curiga. Dengan nada cemburu ia berkata: "Kurasa agaknya engkau tak jujur. Pergilah, aku tak mau mengurus soal itu lagi !" Gak Lui meringis. Untung The Thay tahu akan perangai puterinya. Buru2 ia memberi isyarat kepada Gak Lui supaya mendekat kepadanya: "Apakah engkau belum faham akan perangai si Lian ? Kecuali ada petunjuk2 yang istimewa, dia baru menurut. Kalau tidak, aku sebagai ayahnya-pun tak digubris." "Petunjuk istimewa ?" Gak Lui merenung sejenak, katanya pula: "Bahwa kalau kuberinya pelajaran sebuah jurus ilmu pedang perguruanku, setujukah paman ?” Sudah tentu The Thay girang sekali karena puterinya akan mendapat ilmu pedang perguruan Bu-san yang termasyhur itu. Sebenarnya nasehatnya kepada Gak Lui itu hanya akan minta agar pemuda itu membujuk Hong lian dengan kata2 yang manis. Setitikpun ia tak menyangka kalau pemuda itu akan memberi pernyataan yang tak terduga begitu. "Maksudmu itu memang baik sekali. Tetapi... apakah hal itu tidak terlalu memberatkan engkau ?" katanya. "Tidak," sahut Gak Lui, "kuberinya pelajaran ilmu pedang itu adalah demi kepentingan kita semua. Jadi bukan soal sungkan. Harap paman suka mengatakan kepadanya." The Thay dengan gembira menyampaikan hal itu kepada puterinya. Rencana Gak Lui untuk mengajarkan sebuah ilmu pedang kepada Hong-lian itu demi memperlengkapi pembentukan sebuah barisan pedang. Hi Kiam-gin sudah mendapat satu jurus. Bu-san Yan liong dan gadis ular Siu-mey masing2 sudah mempelajari satu jurus. Jika sekarang Hong-lian satu jurus lagi maka lengkaplah barisan pedang perguruan Busan yang terdiri dari empat orang. "Jika dalam menggunakan pedang pusaka Thian lui- koay-kiam, aku sampai kalap dan hilang kesadaran pikiranku, mereka berempat dapat mengeroyok aku sehingga keganasanku dapat diatasi...." diam2 Gak Lui menimang dalam hati. "Engkoh Lui, ah, engkau cukup baik hati, hayo ajarilah ilmu pedang itu dengan sungguh2, nanti tentu kusampaikan pesanmu kepada nona itu!" tiba2 Hong lian melesat ketempatnya dan berseru girang. Demikian Gak Lui segera memberinya pelajaran ilmu pedang jurus Menjolok bintang-memetik-rembulan kepada nona itu. Cepat sekali Hong-lian sudah dapat memahami jurus itu. Akhirnya merekapun berpisah untuk melanjutkan rencana perjalanan masing2. Setelah ayah dan anak yang membawa seorang tawanan Topeng Besi itu lenyap dalam gerumbul, Gak Luipun segera lari menuju ke lembah Setan Penyakit untuk mendapatkan tabib yang telah mengobati kaki Hong lian. Ia duga tabib yang memiliki kepandaian begitu sakti, kemungkinan besar tentulah Li Kok-hoa, ayah dari Siu-mey. Ia harus mencari tabib itu agar Siu-mey dapat mencari ayahnya yang menghilang tiada tentu rimbanya itu. Disamping itu, ia percaya, apabila tabib itu benar Li Kok hua, tentulah ia akan memperoleh keterangan yang berharga mengenai diri Maharaja Persilatan. Ketika matahari memancarkan sinarnya yang panas, tibalah Gak Lui disebuah lembah. Angin yang mengantar bau manusia, cepat dapat tercium oleh hidung Gak Lui yang tajam. "Menilik keadaannya, lembah Setan Penyakit itu berada ditepi sana.....," pikirnya lalu enjot tubuh melayang ke tanjakan gunung. Tiba ditempat itu bau busuk itu makin menusuk hidung sehingga ia hampir muntah. Dilihatnya ditepi lembah sebuah pagar kayu. Dibalik pagar itu tampak dua sosok bayangan manusia. Melihat keadaan itu hampir Gak Lui tak percaya bahwa Permaisuri Biru akan membawa Hong-lian ketempat itu untuk berobat. Tetapi kenyataan memang demikian. Agar jangan membuat kaget orang, ia tak mau menggunakan ilmu Meringankan tubuh melainkan dengan perlahan-lahan ia menuju ketempat itu. Pada saat ia melintasi hutan, tampak tubuh2 manusia tersebar dimana-mana dengan pandang mata yang beraneka ragam. Seram dan mengerikan. Gak Lui cepat menduga bahwa tempat itu tentulah rombongan penderita sakit yang berat. Tetapi karena tertolong oleh tabib sakti, walaupun keadaan mereka berlumur cacad, jiwa mereka masih dapat dipertahankan. Rombongan orang sakit itu muncul keluar dari semak gerumbul pohon. Berjenis-jenis keadaan mereka. Ada yang menyerupai kerangka terbungkus kulit, ada yang tubuhnya begap2, ada yang penuh berlumur dengan kudis2. Ngeri sekali, menyeramkan hati..... Gak Lui ingin menegur tetapi dilihatnya mereka itu seperti patung yang berjiwa. Bernapas tetapi sedikitpun tak mempunyai mimik perasaan. Hanya sorot mata mereka yang memancar sinar aneh. Mereka heran mengapa Gak Lui mengenakan kedok muka dan mengapa datang ketempat situ. Adakah pemuda itu mengandung penyakit yang sukar disembuhkan? Demikian mereka menduga-duga. Gak Lui lanjutkan langkah. Ketika tiba di-tempat yang dituju, sekeliling penjuru penuh dengan penderita penyakit yang aneh. Keadaan tempat itu tak ubah seperti setan2 dalam neraka. "Tolong tanya paman berdua....." baru ia membuka mulut sampai disitu, hatinya seperti disayat sembilu. Kedua penderita yang ditegur itu tubuhnya penuh kudis yang mengandung nanah dan darah. Telinga dan hidung sudah membusuk bahkan pelupuk matanyapun berkudis darah, kepalanya macam buah delima yang bertaburan luka. Tetapi karena sudah tiba ditempat itu akhirnya Gak Lui meneguhkan nyali dan bertanya pula: "Tolong tanya, dimanakah pemilik Lembah ini? Aku hendak mohon bertemu dengan dia." "A.. a ... !" rupanya kedua orang itu mendengar pertanyaan Gak Lui. Mereka menatap ke-arah Gak Lui dan berkaok-kaok tak jelas. "Celaka ! Menilik suaranya mungkin lidah mereka juga sudah hancur. Ah, runyam sekali," Gak Lui mengeluh. Tiba2 ia mendapat pikiran. Dengan gunakan ilmu Pemusat Suara, ia susupkan kata-katanya tadi ketelinga orang itu. "A,a,a.a ....," orang itu menguak-nguak. Rupanya sekarang ia mengerti apa yang ditanyakan. Dengan lidahnya yang hanya tinggal separoh. ia balas bertanya : "Engkau ... engkau ... , mencari dia .... mengapa ...." "Ada urusan penting !" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--- "Bukan .. bukan .... hendak berobat…..?” "Hm, apakah harus sakit baru dapat menjumpainya ?" "Benar... benar .... sakit baru .... baru dapat menemuinya ... kalau tidak .... boleh juga engkau membawa orang sakit kemari... selain itu .... tak bisa bertemu !" "O ….," desuh Gak Lui. Memandang kedalam pagar, ia tak melihat jalan masuk kedalam goha. Tetapi ia menyadari andaikata menemukan pintu masuk itu, tentu juga akan mendapat rintangan. Kalau yang merintangi itu seorang ganas, ia dapat menyingkirkan mereka. Tetapi yang menjaga itu hanya dua orang penderita sakit yang sudah rusak tubuhnya, bagaimana ia sampai hati untuk berkelahi dengan mereka? Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu kedatangan Siu-mey dulu. Tetapi pada lain saat ia merobah pikirannya. Siu-mey datang atau tidak, sama saja. Karena rencana yang akan dijalankan yalah berpura-pura menjadi orang sakit. Daripada menunggu kedatangan Siu-mey lebih baik saat itu juga ia mengaku kalau dirinya sakit agar dapat diantar menghadap tabib sakti itu. "Ya, memang aku mengidap penyakit, perlu berjumpa dengan Ko-cu," katanya. "Ngaco !" bentak orang itu," engkau.... mengidap sakit apa...orang semuda dirimu .... kecuali sakit hati .... tentu sakit jiwa ....” “Benar !" sahut Gak Lui, "memang aku mengidap sakit di hati dan harus minta obat kepadanya." "O !" kedua orang itu serempak mendesuh dan berbangkit, "kalau memang .... ada penyakit.....harus menurut peraturan.... disini ...!" "Apakah peraturan itu ?" "Harus.,., harus... lebih dulu minum semangkuk air....racun....baru engkau dapat....masuk !" "Air racun ?" "Ya..... benar !” Gak Lui merenung sejenak lalu membusungkan dada, menyahut: "Baik ! Bawalah kemari !" Cepat sekali orang itu sudah mengambil sebuah mangkuk kasar dari atas meja. Lalu menuangkan sebuah guci yang berisi air warna hijau. Mangkuknya saja sudah menyeramkan. Apalagi yang menuang itu seorang manusia yang lebih menyerupai setan dari insan hidup. Dengan ibu jarinya yang berlumuran darah, orang itu membenamkannya ke dalam mangkuk racun. Hampir Gak Lui hendak muntah melihat pemandangan itu. Perutnya sudah mulai muak. Bermula ia tak mau menyambuti tetapi pada lain kilas ia menimang: “Ah, kalau aku tak masuk ke dalam neraka, siapa lagi yang berani masuk?" Tanpa ragu2 ia segera menyambuti mangkuk itu terus diteguknya habis. Sebelumnya ia sudah kerahkan ilmu tenaga-dalam Algojo Dunia untuk menyisihkan racun itu dan akan dikeluarkan lagi.
Detektif Stop - 21 Gerombolan Pemasang Bom Lovasket - Luna Torashyngu Lovasket 2 For The Love Of The Game - Luna Torashyngu Lovasket 3 - Luna Torashyngu Refrain - Winna Efendi
Setelah merenung beberapa jenak akhirnya ia menghampiri Gak Lui: "Baiklah, aku ikut engkau !” "Tidak, lebih baik engkau ikut paman The. Asal engkau memberitahukan letak tempat itu, aku tentu dapat mencarinya sendiri." Hong-lian kecewa lalu melengking tak senang: "Hm, akan kubawa engkau kesana, engkau tak mau, akupun tak mau memberitahukan tempat itu. Terserah engkau dapat mencarinya sendiri atau tidak nanti....." “Adik Lian, maksudku hanya hendak menghemat tempo. Dan lagi kalau engkau bersama paman The Thay engkau dapat saling membantu sehingga aku tak perlu cemas hati lagi," kata Gak Lui. Rupanya nona itu masih tak puas. Untung The Thay segera menyelutuk : "Tempat itu aku dapat memberi tahu. Tetapi .... syarat yang dikehendaki tabib itu luar biasa sekali. Mungkin engkau tak sanggup menerimanya." "O…." desuh Gak Lui. "bukankah adik Lian itu diantar oleh Permaisuri Biru. Masakan harus menghadapi beberapa syarat lagi?" Sahut Hong-lian : "Suhuku mengabdi pada agama, lapang dada pemurah hati. Oleh karena itu beliau mau menerima syarat2 itu, tetapi engkau masih muda, tentu lain soalnya.” "Kalau lain orang dapat menerima, masakan aku tidak? Katakanlah nama tempat itu!" cepat Gak Lui menanggapi. Hong lian kerutkan alias seperti merenung. Katanya sesaat kemudian : "Tempat itu disebut Lembah Setan Penyakit. Didalam lembah penuh dengan penderita2 sakit yang aneh2. Tabib itu sendiri tinggal didalam guha ....." "Siapakah namanya ?" "Sewaktu dalam keadaan terluka, aku tak sempat bertanya. Agaknya dia bernama .... bernama ... Pemilik lembah setan Penyakit…..” "Tak apalah," kata Gak Lui. Diam2 ia menimang, jika tabib sakti itu benar Li Kok-hoa, dia tentu akan menyembunyikan nama dan berganti dengan nama palsu. "Bagaimanakah potongan wajah orang itu ?" akhirnya ia coba mencari keterangan. "Entahlah !” sahut Hong lian. "Aneh, mengapa tak tahu bagaimana wajahnya? Bukankah engkau sudah tinggal lama di-lembah Setan Penyakit itu ?" Gak Lui agak kurang percaya. "Aku tinggal tujuh hari lamanya. Setelah kakiku tersambung, suhu lalu membawaku pergi." "Selama tujuh hari itu masakan engkau tak pernah melihat mukanya ?" "Benar, memang aku tak bohong," kata Hong-lian, "selama tujuh hari itu aku dibiusnya. Hal itu kemudian hari baru suhu memberitahu kepadaku. Dan lagi... dan lagi....." "Dan lagi bagaimana ?" "Suhu memberi pesan agar aku jangan sembarangan mengatakan hal itu kepada orang lain. Untuk menghindari kaki tangan Maharaja akan mencari tabib itu." "Hm," Gak Lui mendesuh. Diam2 ia menimang. Apakah si Setan Penyakit itu bukan Tabib-sakti Li Hok- hoa sendiri. Ah, demi kepentingan Siu-mey, ia harus mencarikan ayah nona itu. Tetapi tabib itu mengajukan syarat. Kalau ia tak dapat memenuhinya, kemungkinan tabib itu takkan mengacuhkannya. Ah, tiba2 ia teringat akan Li Siu-mey. Jika nona itu berada disitu, tentulah ia dapat mengenali Setan Penyakit itu ayahnya atau bukan. "Baiklah, adik Lian. Setelah tiba di Ceng-sia, carilah Gadis-ular Li Siu-mey dan beritahukan tempat yang kutuju itu. Minta dia supaya lekas menyusul kesana," akhirnya ia memberi pesan kepada Hong-lian. Hong-lian mengiakan. Tetapi saat kemudian ia bertanya : "Siapakah nona itu ? Apakah hubungannya dengan engkau ?" "Dia juga .... seorang saudara angkat…..” kata Gak Lui. Karena dengan Siu-mey ia mempunyai hubungan yang istimewa maka dalam memberi keterangan, ia agak terbata-bata. Hong lian makin curiga. Dengan nada cemburu ia berkata: "Kurasa agaknya engkau tak jujur. Pergilah, aku tak mau mengurus soal itu lagi !" Gak Lui meringis. Untung The Thay tahu akan perangai puterinya. Buru2 ia memberi isyarat kepada Gak Lui supaya mendekat kepadanya: "Apakah engkau belum faham akan perangai si Lian ? Kecuali ada petunjuk2 yang istimewa, dia baru menurut. Kalau tidak, aku sebagai ayahnya-pun tak digubris." "Petunjuk istimewa ?" Gak Lui merenung sejenak, katanya pula: "Bahwa kalau kuberinya pelajaran sebuah jurus ilmu pedang perguruanku, setujukah paman ?” Sudah tentu The Thay girang sekali karena puterinya akan mendapat ilmu pedang perguruan Bu-san yang termasyhur itu. Sebenarnya nasehatnya kepada Gak Lui itu hanya akan minta agar pemuda itu membujuk Hong lian dengan kata2 yang manis. Setitikpun ia tak menyangka kalau pemuda itu akan memberi pernyataan yang tak terduga begitu. "Maksudmu itu memang baik sekali. Tetapi... apakah hal itu tidak terlalu memberatkan engkau ?" katanya. "Tidak," sahut Gak Lui, "kuberinya pelajaran ilmu pedang itu adalah demi kepentingan kita semua. Jadi bukan soal sungkan. Harap paman suka mengatakan kepadanya." The Thay dengan gembira menyampaikan hal itu kepada puterinya. Rencana Gak Lui untuk mengajarkan sebuah ilmu pedang kepada Hong-lian itu demi memperlengkapi pembentukan sebuah barisan pedang. Hi Kiam-gin sudah mendapat satu jurus. Bu-san Yan liong dan gadis ular Siu-mey masing2 sudah mempelajari satu jurus. Jika sekarang Hong-lian satu jurus lagi maka lengkaplah barisan pedang perguruan Busan yang terdiri dari empat orang. "Jika dalam menggunakan pedang pusaka Thian lui- koay-kiam, aku sampai kalap dan hilang kesadaran pikiranku, mereka berempat dapat mengeroyok aku sehingga keganasanku dapat diatasi...." diam2 Gak Lui menimang dalam hati. "Engkoh Lui, ah, engkau cukup baik hati, hayo ajarilah ilmu pedang itu dengan sungguh2, nanti tentu kusampaikan pesanmu kepada nona itu!" tiba2 Hong lian melesat ketempatnya dan berseru girang. Demikian Gak Lui segera memberinya pelajaran ilmu pedang jurus Menjolok bintang-memetik-rembulan kepada nona itu. Cepat sekali Hong-lian sudah dapat memahami jurus itu. Akhirnya merekapun berpisah untuk melanjutkan rencana perjalanan masing2. Setelah ayah dan anak yang membawa seorang tawanan Topeng Besi itu lenyap dalam gerumbul, Gak Luipun segera lari menuju ke lembah Setan Penyakit untuk mendapatkan tabib yang telah mengobati kaki Hong lian. Ia duga tabib yang memiliki kepandaian begitu sakti, kemungkinan besar tentulah Li Kok-hoa, ayah dari Siu-mey. Ia harus mencari tabib itu agar Siu-mey dapat mencari ayahnya yang menghilang tiada tentu rimbanya itu. Disamping itu, ia percaya, apabila tabib itu benar Li Kok hua, tentulah ia akan memperoleh keterangan yang berharga mengenai diri Maharaja Persilatan. Ketika matahari memancarkan sinarnya yang panas, tibalah Gak Lui disebuah lembah. Angin yang mengantar bau manusia, cepat dapat tercium oleh hidung Gak Lui yang tajam. "Menilik keadaannya, lembah Setan Penyakit itu berada ditepi sana.....," pikirnya lalu enjot tubuh melayang ke tanjakan gunung. Tiba ditempat itu bau busuk itu makin menusuk hidung sehingga ia hampir muntah. Dilihatnya ditepi lembah sebuah pagar kayu. Dibalik pagar itu tampak dua sosok bayangan manusia. Melihat keadaan itu hampir Gak Lui tak percaya bahwa Permaisuri Biru akan membawa Hong-lian ketempat itu untuk berobat. Tetapi kenyataan memang demikian. Agar jangan membuat kaget orang, ia tak mau menggunakan ilmu Meringankan tubuh melainkan dengan perlahan-lahan ia menuju ketempat itu. Pada saat ia melintasi hutan, tampak tubuh2 manusia tersebar dimana-mana dengan pandang mata yang beraneka ragam. Seram dan mengerikan. Gak Lui cepat menduga bahwa tempat itu tentulah rombongan penderita sakit yang berat. Tetapi karena tertolong oleh tabib sakti, walaupun keadaan mereka berlumur cacad, jiwa mereka masih dapat dipertahankan. Rombongan orang sakit itu muncul keluar dari semak gerumbul pohon. Berjenis-jenis keadaan mereka. Ada yang menyerupai kerangka terbungkus kulit, ada yang tubuhnya begap2, ada yang penuh berlumur dengan kudis2. Ngeri sekali, menyeramkan hati..... Gak Lui ingin menegur tetapi dilihatnya mereka itu seperti patung yang berjiwa. Bernapas tetapi sedikitpun tak mempunyai mimik perasaan. Hanya sorot mata mereka yang memancar sinar aneh. Mereka heran mengapa Gak Lui mengenakan kedok muka dan mengapa datang ketempat situ. Adakah pemuda itu mengandung penyakit yang sukar disembuhkan? Demikian mereka menduga-duga. Gak Lui lanjutkan langkah. Ketika tiba di-tempat yang dituju, sekeliling penjuru penuh dengan penderita penyakit yang aneh. Keadaan tempat itu tak ubah seperti setan2 dalam neraka. "Tolong tanya paman berdua....." baru ia membuka mulut sampai disitu, hatinya seperti disayat sembilu. Kedua penderita yang ditegur itu tubuhnya penuh kudis yang mengandung nanah dan darah. Telinga dan hidung sudah membusuk bahkan pelupuk matanyapun berkudis darah, kepalanya macam buah delima yang bertaburan luka. Tetapi karena sudah tiba ditempat itu akhirnya Gak Lui meneguhkan nyali dan bertanya pula: "Tolong tanya, dimanakah pemilik Lembah ini? Aku hendak mohon bertemu dengan dia." "A.. a ... !" rupanya kedua orang itu mendengar pertanyaan Gak Lui. Mereka menatap ke-arah Gak Lui dan berkaok-kaok tak jelas. "Celaka ! Menilik suaranya mungkin lidah mereka juga sudah hancur. Ah, runyam sekali," Gak Lui mengeluh. Tiba2 ia mendapat pikiran. Dengan gunakan ilmu Pemusat Suara, ia susupkan kata-katanya tadi ketelinga orang itu. "A,a,a.a ....," orang itu menguak-nguak. Rupanya sekarang ia mengerti apa yang ditanyakan. Dengan lidahnya yang hanya tinggal separoh. ia balas bertanya : "Engkau ... engkau ... , mencari dia .... mengapa ...." "Ada urusan penting !" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--- "Bukan .. bukan .... hendak berobat…..?” "Hm, apakah harus sakit baru dapat menjumpainya ?" "Benar... benar .... sakit baru .... baru dapat menemuinya ... kalau tidak .... boleh juga engkau membawa orang sakit kemari... selain itu .... tak bisa bertemu !" "O ….," desuh Gak Lui. Memandang kedalam pagar, ia tak melihat jalan masuk kedalam goha. Tetapi ia menyadari andaikata menemukan pintu masuk itu, tentu juga akan mendapat rintangan. Kalau yang merintangi itu seorang ganas, ia dapat menyingkirkan mereka. Tetapi yang menjaga itu hanya dua orang penderita sakit yang sudah rusak tubuhnya, bagaimana ia sampai hati untuk berkelahi dengan mereka? Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu kedatangan Siu-mey dulu. Tetapi pada lain saat ia merobah pikirannya. Siu-mey datang atau tidak, sama saja. Karena rencana yang akan dijalankan yalah berpura-pura menjadi orang sakit. Daripada menunggu kedatangan Siu-mey lebih baik saat itu juga ia mengaku kalau dirinya sakit agar dapat diantar menghadap tabib sakti itu. "Ya, memang aku mengidap penyakit, perlu berjumpa dengan Ko-cu," katanya. "Ngaco !" bentak orang itu," engkau.... mengidap sakit apa...orang semuda dirimu .... kecuali sakit hati .... tentu sakit jiwa ....” “Benar !" sahut Gak Lui, "memang aku mengidap sakit di hati dan harus minta obat kepadanya." "O !" kedua orang itu serempak mendesuh dan berbangkit, "kalau memang .... ada penyakit.....harus menurut peraturan.... disini ...!" "Apakah peraturan itu ?" "Harus.,., harus... lebih dulu minum semangkuk air....racun....baru engkau dapat....masuk !" "Air racun ?" "Ya..... benar !” Gak Lui merenung sejenak lalu membusungkan dada, menyahut: "Baik ! Bawalah kemari !" Cepat sekali orang itu sudah mengambil sebuah mangkuk kasar dari atas meja. Lalu menuangkan sebuah guci yang berisi air warna hijau. Mangkuknya saja sudah menyeramkan. Apalagi yang menuang itu seorang manusia yang lebih menyerupai setan dari insan hidup. Dengan ibu jarinya yang berlumuran darah, orang itu membenamkannya ke dalam mangkuk racun. Hampir Gak Lui hendak muntah melihat pemandangan itu. Perutnya sudah mulai muak. Bermula ia tak mau menyambuti tetapi pada lain kilas ia menimang: “Ah, kalau aku tak masuk ke dalam neraka, siapa lagi yang berani masuk?" Tanpa ragu2 ia segera menyambuti mangkuk itu terus diteguknya habis. Sebelumnya ia sudah kerahkan ilmu tenaga-dalam Algojo Dunia untuk menyisihkan racun itu dan akan dikeluarkan lagi.