Cerita Silat | Pendekar Bunga Cinta | by BBT | Pendekar Bunga Cinta | Cersil Sakti | Pendekar Bunga Cinta pdf
Diatas Sajadah Cinta - Habiburrahman El Shirazy Animorphs 24 - Perang Melawan Helmacron Animorphs - 23 Mengungkap Rahasia Tobias Trio Detektif 16 - Misteri Singa Gugup Mahesa Kelud 6 - Noda Iblis
Dikatakan oleh pelayan itu, bahwa peristiwa perampokan di kota Pao-kee tin mulai terjadi sejak kira-kira setengah bulan yang lalu. Sebelum itu kota Pao—kee tin katanya merupakan sebuah kota yang cukup aman dan tenteram. Semalam penjahat itu katanya telah melakukan perampokan lagi, dan yang mendapat giliran adalah hartawan Liu yang letak rumahnya disebelah barat kota kecil itu. Penjahat yang melakukan perampokan itu katanya hanya terdiri dari satu orang, tetapi penjahat itu memiliki kepandaian silat yang mahir, terbukti pihak hartawan Liu sebenarnya mempunyai beberapa orang penjaga malam atau busu yang mahir ilmu silatnya, namun mereka tidak berdaya merintangi perbuatan penjahat itu, sebaliknya diantara para busu itu terdapat dua orang yang tewas dan empat orang terluka parah. "Bagaimana dengan pihak pejabat pemerintah, apakah tidak mengambil tindakan keamanan ,...?" tanya Tio Bun Wan. "Pihak pejabat pemerintah setempat sudah berusaha hendak menangkap penjahat itu, namun pihak tentara yang dikirim setelah ada laporan, Sudah tentu tidak dapat menangkap si penjahat yang tentunya Sudah menghilang. Sekarang pihak pejabat pemerintah telah mengatur penjagaan dibeberapa tempat, namun belum berhasil mereka menemukan si penjahat yang tidak dikenal rupanya, sebab didalam melakukan pekerjaannya, penjahat itu selalu memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam, dan si penjahat masih tetap merajalela, hampir setiap hari terjadi perkara perampokan atau perkosaan terhadap kaum wanita muda , . ,” "Perkosaan , .. ?" ulang Tio Bun Wan dengan suara perlahan; sedangkan didalam hati bangkit niatnya untuk menangkap si penjahat. Pelayan itu kemudian meninggalkan Tio Bun Wan, untuk mengambilkan air teh bagi tamunya yang baru datang itu. Pada waktu makan malam, Tio Bun Wan sengaja makan di ruang-tamu bercampur dengan para tamu-tamu lainnya, baik yang menginap ditempat penginapan itu, maupun yang datang melulu untuk bersantap, sebab rumah penginapan itu memang merangkap usaha sebagai rumah makan untuk umum. Waktu Tio Bun Wan baru mulai bersantap, perhatiannya mendadak tertarik dengan seorang laki—laki muda yang baru saja memasuki rumah penginapan itu. Laki—laki muda itu bertubuh tegap agak pendek bermuka agak hitam menyeramkan, dan kelihatan pemarah, terbukti dari cara dia memesan makanan wakiu dia telah memilih tempat duduk yang tidak terpisah jauh dengan tempat Tio Bun Wan. Dilihat dari cara berpakaian laki-laki itu dan bermuka hitam itu, maka Tio Bun Wan menduga bahw a pemuda itu bukan penduduk kota Poo—kee tin, disamping pemuda itu tentunya pandai ilmu silat dan memiliki tenaga yang besar. Waktu sedang menunggu makanan yang dipesannya, laki-laki muda bermuka hitam itu kelihatannya tidak sabar, duduknya selalu tidak tenang dan waktu pelayan datang membawakan arak melulu, maka dia membentak minta pesanannya dipercepat. Si pelayan kelihatan ketakutan mendapat perlakuan yang kasar dari tamunya yang satu itu. Pelayan itu terbongkok—bongkok di hadapan tamu yang galak itu, lalu dia buru—buru meninggalkan dan sampai lama tak muncul lagi, membikin tamu muda itu bertambah marah sampai dia berteriak-teriak dan memukul—mukul meja dengan kepelan tangannya. Perbuatan laki-laki muda bermuka hitam yang menimbulkan suara berisik itu, telah menarik perhatian banyak tamu lain, dan mendatangkan rasa tidak puasnya seorang dara remaja, bermuka cantik dengan rambut disanggul diatas kepala kemudian dikepang dua dan dibiarkan lepas kebagian bawah melalui sepasang pundaknya. Dara remaja yang cantik rupanya itu agaknya juga pandai ilmu silat, terbukti dengan cara dia berpakaian yang serba ringkas, menambah nyata kelihatan bentuk tubuhnya yang ramping, dan sebatang pedang kelihatan nempel dibagian punggungnya. Karena suara berisik yang mendatangkan rasa tidak puasnya, maka dara remaja itu mendekati tempat pemuda bermuka hitam itu duduk, lalu dengan suara nyaring dia membentak : "orang-hutan yang kurang ajar, mengapa kau bikin ribut ditempat ini ... !" demikian bentak dara remaja itu dengan suara garang dan sepasang tangan bertolak pinggang. Muka laki laki muda bermuka hitam-hitam itu menjadi bertambah hitam, waktu dia mendengar bentakan tadi. Dia menengadah dan bersuara mengejek : "Hem .... ada kuntianak yang rupanya mau ngamuk Hampir semua tamu yang ikut mendengar perkataan itu menjadi tertawa, juga yang sedang membaca ceritera ini ikut jadi mesem yang seperti meringis. Akan tetapi ada sebagian tamu lain yang bergegas dan mereka bersiap—siap hendak menyingkir, karena menduga pasti akan terjadi suatu keributan, yang bisa mengakibatkan kena cangkir—cangkir yang melayang nyasar. Dara remaja itu yang agaknya juga seorang pemarah, Sudah tentu tidak dapat menerima kata—kata pemuda bermuka hitam itu. Secepatnya kilat tangan kanannya memukul kepala pemuda bermuka hitam yang masih duduk menengadah, seperti dia hendak numbuk lalat; tetapi dengan tidak kurang cepatnya, pemuda bermuka hitam itu menundukkan kepalanya, membikin kepalan tangan dara remaja itu Iewat di bagian atas kepala pemuda itu. Sudah tentu dara remaja yang pemarah itu menjadi penasaran karena pukulannya dapat dengan mudah dihindarkan oleh laki—laki muda bermuka hitam itu. Gerak yang cepat dari dara remaja pemarah itu, sukar dilihat oleh sembarangan orang, karena tahu-tahu dia telah menyiapkan pedangnya ditangannya, dan itu langsung dia gunakan untuk membacok, seperti ingin membelah gunung. Serangan dengan memakai senjata tajam itu benar—benar sangat diluar dugaan laki—laki muda bermuka hitam itu. Karena pada mulanya dia menganggap 'enteng' dara remaja yang berdiri dihadapannya, terbukti dia masih duduk meskipun dia Sudah dipukul. Dalam kagetnya, laki—laki muda bermuka hitam itu menekan meja dengan sepasang telapak tangannya, lalu tubuhnya melesat jauh memisah diri dari dara-pemarah yang menyerang dia; dengan gerak 'yan—cu coan in‘ atau burung—walet menembus-angkasa, dara-pemarah itu ikut melesat mengejar untuk mengulang serangannya dengan suatu tikaman. Pemuda bermuka hitam itu tambah terkejut karena gerak yang gesit dari dara-remaja yang pemarah itu. Didekat tempat pemuda itu berdiri, kebenaran ada meja kosong yang tidak ada tamunya. Meja itu dia tendang terbalik dan merintang gerak dara-pemarah yang sedang lompat seperti mau menerkam, namun dengan tubuhnya yang ringan dan gesit, dara pemarah itu sempat menyentuh meja memakai ujung-kakinya, untuk kemudian dia bergerak lagi hendak menyerang pemuda bermuka hitam itu. Pemuda bermuka hitam itu yang memang merupakan seorang pemarah, sudah tentu tidak dapat membiarkan dirinya menjadi sasaran Serangan dara-pemarah itu. Dia Sekarang telah pula menyiapkan senjatanya yang berupa sepasang siang-kauw, atau sepasang tombak pendek-berkait yang bukan model tanjung kait; sehingga pada lain detik telah terjadi pertempuran memakai senjata tajam didalam ruangan-makan dari rumah penginapan itu. Dalam sekejap para tamu pada lari serabutan, khawatir terkena Serangan nyasar; terlebih waktu kemudian mangkok-mangkok pada ikut berterbangan kena terjangan sepasang insan—muda yang sedang diamuk darah-pendek. Dilain pihak, didalam hati sudah tentu Tio Bun Wan berpihak pada dara remaja itu, yang dia anggap sebagai kaum—lemah yang harus bertempur melawan seorang pemuda galak, dan pemuda bermuka hitam itu justeru sedang dia curigai sebagai si penjahat yang sedang melanda kota Poan kee-tin. Disuatu saat sebuah mangkok arak melayang jalan-jalan kearah Tio Pun Wan, terkena benturan senjata siang—kauw dari pemuda bermuka hitam. Mangkok arak itu dengan tenang ditangkap oleh Tio Bun Wan lalu dipakai untuk menimpuk kearah si pemuda bermuka hitam. Laki-laki muda bermuka hitam itu sempat melihat datangnya mangkok arak yang mengarah dia, seperti bola yang ditendang menuju gawang; sehingga dia lalu menangkis memakai senjatanya. Tetapi dari benturan itu dia menyadari bahwa pemuda yang menimpuk dia, memiliki tenaga yang terlatih, sehingga akibatnya tambah meluap kemarahannya, dan dia memaki dara pemarah yang sedang mengulang serangannya "Kuntianak ! Tidak kusangka kau mempunyai kehendak yang cuma berani membokong ...!" Sudah tentu dara pemarah itu jadi naik pitam, dan dia memang sempat melihat gerak Tio Bun Wan yang menimpuk memakai mangkuk arak. Sejenak dia terpesona dengan wajah tampan dari Tio Bun Wan yang memiliki sepasang alis putih, namun yang dia tidak kenal. Dia menjadi naik pitam sebab lawannya memaki dia dengan istilah tak sopan. "orang hutan, kau benar—benar harus mampus. , '” seru dara pemarah itu sambil dia harus menghindar dari Serangan lawannya. Dilain pihak, Tio Bun Wan ikut menjadi gusar sebab dia memaki dan dianggap hanya berani membokong. Tangannya segera memegang pedang yang ditempatkan diatas meja, lalu dengan suatu lompatan yang ringan dia mendekati kancah pertempuran. "Kouwnio, biarkan aku yang melawan dia,,!" seru pemuda Tio Bun Wan yang tidak mau mengepung lelaki muda bermuka hitam itu. Dara pemarah itu tidak menghiraukan perkataan Tio Bun Wan, dia tetap melakukan penyerangan; sementara lelaki muda bermuka hitam itu kedengaran berkata dengan suara menghina "Bagus rupanya kau takut aku culik kekasihmu ! Mari kita bertempur diluar !” Sehabis mengucap demikian, maka laki-laki muda bermuka hitam itu melesat keluar dari dalam rumah penginapan itu. Pemuda Tio Bun Wan bertambah gusar dan bertambah yakin bahwa dia telah menemukan si penjahat, karena dia anggap pemuda bermuka hitam itu telah 'terlepas' bicara, mengatakan hendak menculik dara yang sedang ditempurnya. Mendahului gerak dara pemarah itu, maka Tio Bun Wan Sudah melesat keluar untuk menyusul laki—laki muda bermuka hitam itu yang bahkan langsung dia serang memakai jurus 'ular belang melepas bisa', berdasarkan salah satu dari ilmu ngo-heng—kun yang khas dari golongan Siaolim. Tio Bun Wan menyerang dengan suatu tikaman memakai pedangnya, akan tetapi waktu ujung pedang hendak mencapai sasaran dan laki laki muda bermuka hitam itu sedang bergegas hendak menghindar, maka Tio Bun Wan telah merubah cara penyerangannya, memakai 'ular belang menebas ekor', dan gerak pedangnya bagaikan hendak membedah tubuh dibagian perut lawannya, dari bagian bawah ke arah atas. Sudah tentu laki laki muda bermuka hitam itu sangat terkejut, karena perobahan gerak serangannya itu benar—benar diluar dugaannya. Dengan susah payah sempat juga dia lompat mundur, sehingga nyaris dia dari ancaman maut, namun secara tiba—tiba dara-pemarah itu sudah lompat menyusul, dan sedang menyerang dia dengan tikaman pedang. Dalam keadaan masih kaget bercampur marah, laki—laki muda bermuka hitam itu mengerahkan tenaganya, menangkis pedang dara pemarah yang menikam dia, sehingga terjadi benturan senjata yang keras, dan dara pemarah itu meringis kesakitan, bahkan hampir dia melepaskan pegangannya pada pedangnya; dan selagi dia berada dalam keadaan mati daya maka laki laki muda bermuka hitam itu telah menabas dia memakai gerak tipu 'angin utara menyapu daun kering'. Disaat yang berbahaya bagi dara pemarah itu, maka Tio Bun Wan mengangkat pedangnya dan menangkis senjata yang sedang mengarah dara pemarah itu, hingga terjadi lagi suatu benturan yang keras, yang bahkan sampai mengeluarkan lelatu anak-api. "Maaf, aku terpaksa mengepung ..." kata Tio Bun Wan; padahal dia sedang merasakan suatu benturan tenaga yang besar dari laki—laki muda bermuka hitam itu. "Bagus ! Kau masih berlagak sopan ... !" maki laki laki muda bermuka hitam itu; sementara senjata ditangan kirinya menghajar kepala Tio Bun Wan. Tio Bun Wan berkelit dari serangan senjata lawannya, dan sambil berkelit kakinya turut bergerak menendang lengan kanan musuhnya, namun laki-laki muda bermuka hitam itu sempat menarik tangan kanannya, sehingga nyaris terkena tendangan. Tetapi bertepatan dengan itu, laki—laki muda bermuka hitam itu sekali lagi harus menangkis pedang si dara pemarah yang sudah
↧
Pendekar Bunga Cinta - 45
↧