Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar Banci - 33

$
0
0

Cerita Silat | Pendekar Banci | Karya SD.Liong | Pendekar Banci | Cersil Sakti | Pendekar Banci pdf

Joko Sableng - 43. Karma Manusia Sesat Rajawali Emas - 27. Misteri Batu Bulan Ario Bledeg - Petir Di Mahameru Roro Centil - Ninja Edan Lengan Tunggal Pendekar Banci - SD.Liong

Pada pagi itu ia berada di puncak gunung Hongsan. Puncak tertutup oleh awan beraneka ragam bentpknya. Sepintas pandang menyerupai gugusan pulau! kecil di tengah laut.
   Dalam keindahan alam dan ketenangan suasana itu, ia merasakan dadanya amat longgar, perasaan bebas, la ingin bersuit sekeras-kerasnya untuk menghamburkan kesesakan hawa dalam dada.
   Tetapi sekonyong-konyong ia mendengar suara orang merinti -rintih.
   Cong Tik tertegun. Diam2! ia merenung bahwa tempat yang seindah gunung' Hongsan, itu sudah selayaknya menjadi tempat penyepian dari tokoh2 sakti.
   Tetapi suara tadi jelas suara orang mengerang. Bangsa ko-jin (orang sakti) tak mungkin, mengeluarkan suara demikian.
   Tertarik akan suara itu, ia segera, ayunkan langkah menghampiri. Dalam sebuah gerumbul pohon2 pendek, ia melihat seorang gadis terkapar ditanah. Bajunya lusuh. kakinya mengucurkan darah.
   Rupanya tentu menderita luka. Begitu melihat ada' orang menghampiri, gadis itu mengangkat muka.
   Ah, seorang gadis yang cantik rupawan. Timbul keheranan Cong Tik, tegurnya : ”Mengapa nona seorang diri disini ?'.
   Tetapi nona itu tak menjawab melainkan berbalik tubuh, menubruk ke sebuah buntalan Sikapnya' seperti orang yang hendak mempertahankan buntalan itu. Dan serempak pula, ia mencabut pedang yang berada di sampingnya lalu membentak: "Siapa engkau ?".
   Melihat pedang nona itu berkilat-kilat memancarkan sinar kekuning-kuningan. Cong Tik segera menduga tentu bukan pedang biasa. Seketika timbullah pikirannya untuk merebut pedang itu. Tetapi ia tak tahu apakah nona itu sungguh2 menderita luka atau hanya pura2 saja.
   Tiba2 terdengar suara kuda meringkik. Ketika berpaling, ia melihat seekor kuda kurus sedang makan daun-daunan, Makin besar kecurigaan Cong Tik.
   Puncak Thian-tou-hong merupakan puncak yang tertinggi dari gunung Hongsan. Juga yang paling berbahaya keadaannya.
   Untuk mencapai puncak itu, tidak 'mudah. Tetapi mengapa kuda sekurus itu mampu mendaki sampai di puncak situ ?“.
   r“Nona siapa ?“ ia cepat balas bertanya. Sepasang mata gadis itu berkilat-kilat serunya : "Tak usah mengurus -diriku ! Lekas engkau turun dari sini dan jangan sekali-kali memberitahu orang bahwa engkau bertemu dengan aku bersama kuda kurus itu" '.
   Cong Tik yang cerdik Segara tahu apa yang sedang dihadapinya. Bukan melainkan pedang ditangan gadis itu sebuah pedang pusaka, 'pun kuda kurus ,itu juga bukan kuda sembarangan.
   Segera ia melangkah maju dan berkata2 "Itu mudah, asal engkau memberikan pedang dan kuda itu kepadaku !".
   Gadis itu marah. Dengan gunakan siku lengan untuk menahan tanah, ia bergeliat bangun: Tetapi rupanya ia terlalu' memaksa diri sehingga napasnyra terengah-engah.
   ”Apabila pedang dan kuda kuberikan kepadamu apakah engkau takkan mengatakan kepada orang bahwa aku berada disini?” .
   Dalam pada berkata-kata itu ia. mendekap kencang2 buntalan itu. Kesemuanya' itu tak lepas dari mata Cong Tik. ,Apabila dia bukan seorang temaha tentulah ia sudah puas karena permintaannya telah disetujui nona itu. 'tetapi ia memperhatikan bahwa buntalan yang dipeluk nona itu tentu merupakan barang berharga. Kalau tidak masakan nona itu memeluknya begitu rupa- Pedang dan kuda masih belum memuaskan hatinya.
   Namun ia tak mau mengatakan hal itu. Sambil menepuk paha ia berseru: ”Ucapan seorang lelaki, takkan dijilat kembali !" . Gadis itu 'tak bicara. Tiba2, ia memutar pedang lalu di lempar menyusup keatas batu_karang.
   Cong Tik girang sekali. Jelas pedang itu sebuah pedang pusaka yang luar biasa tajamnya.
   Cepat2 ia menghampiri dan mencabutnya. Ketika menjentik dengan jari, batang pedang itu mengeluarkan bunyi mendering yang nyaring sekali. Cong Tik makin girang.
   "Pedang sudah engkau terima' dan kuda pun sudah tinggal ambil, mengapa engkau tak lekas tinggalkan tempat ini?" seru si nona dengan napas terengah.
   Menilik bahwa pedang pusaka yang sedemikian berharga dan kuda telah' diserahkan dengan serta merta hanya dengan imbalan supaya ia Cong Tik' pergi, makin besarlah dugaan Cong Tik bahwa buntalan yang dipeluk nona, itu tentu`benda yang lebih berharga 'lagi.
   "Nona, aku masih menghendaki dua buah barang lagi baru mau pergi," serunya dengan tertawa menyengir.
   ”Engkau menjilat ludahmu sendiri!" teriak`noha itu marah sekali; "ketahuilah, aku bukan gadis yang mudah dihina. Tak lama lagi suhuku, Hian-Li Lim Sam Kho segera datang. Saat itu, mungkin engkau 'takkan mendapat pedang dan kuda itu !".
   Mendengar nama -Hian li Lim San Kho, Cong Tik terkejut. Pernah ia mendengar orang mengatakan bahwa Hian-li Lim Sam Kho itu mempu- nyai ilmu pedang yang sakti. Ilmu pedang itu diciptakan oleh olehnya dan diberi nama Hian li-kiain-hwat.
   Gerakannya cepat dari penuh perobahan yang sukar diduga. Dibanding dengan ilmu pedang Gwat-li-kiam-hwat lebih unggul setingkat.
   Apabila yang dikatakan gadis itu benar, lebih baik ia lekas2 pergi saja. la bersangsi dan' ,mundur tiga langkah. Pikirnya, walaupun andaikata benar nona itu mund dari Hian-li Lim Sam Kho,tetapi dia sedang menderita luka, tentu' tak"dapat melawannya, Kemudian ia menduga 'pula bahwa nona itu hanya jual gertak.
   Tak mungkin Hian Lim Sam Kho akan segera datang kesini.
   Setelah meneguhkan 'nyali ia, tertawa' dingin, 'serunya "Sekalipun raja yang datang 'kemari, aku tetap menghendaki -kedua benda ini. Jika engka tak meluluskan, mungkin engkau akan mendapat kesulitan.” .
   Nona itu marah sekali tetapi ia menyadari kalau tak mampu melawan'.
   ”Engkau masih menghendaki apa lagi ?" serunya. Cong Tik tertawa gembira. "Yang satu adalah kerangka pedang ini!". Gadis menghelamapas longgar lalu melempar kerangka pedang kepada Cong Tik. Cong Tik menyambutinya lalu menyusupkan pada pinggangnya' "Lekas bilang, apa yang kedua ?' seru nona itu gopoh.
   Cong Tik mengangkat muka dan berseru dengan santai: ”Buntalan yang engkau peluk itu." Kali ini si nona benar2 tak dapat menahan kemerahannya lagi. Sekali tangan menekan pada tanah, ia melayang menyerang pemuda itu. Tetapi cong Tik sudah mengetahui bahwa gerakan`nona,itu walaupun dahsyat tetapi ibarat Pelita yang sudah kehabisan minyak.
   Cepat ia menghindar kesamping ,dan bluk . , . , nona itupun jatuh ké tanah menjerit marah dari terus pingsan.
   Cong Tik menggosok-gosok kedua tangannya. Ia merasa hari itu benar2 'mendapat rejeki yang luar biasa. Ia duga nona itu tentulah mempelai perempuan yang melarikan diri dari rumah keluarga Tan. Segera ia menghampirinya.
   Ya. mengambil buntalan si nona, ah, berat sekali. Begitu dibuka, hampir ia melonjak kegirangan. Isinya bukan lain adalah sebuah pelana kuda.
   Dilihatnya nona itu menderita luka Parah. Tak usah ia turun tangan, tentu sudah mati sendiri. Pada saat dan tempat seperti yang dihadapinya tak mungkin lain orang tahu akan peristiwa itu.
   Ia dapat mengambil pelana itu dan mempelajari rahasianya. Ia yakin tentu ada sesuatu yang berharga pada pelana itu.
   Kalau tidak' masakan seorang mempelai perempuan mau melarikan diri hanya karena hendak mencuri pelana itu.
   Setelah memasukkan pedang dalam kerangka ,ia memasang pelana ,itu pada punggung kuda kurus. Setelah itu ia bersuit nyaring. Burung kakak tua putih pemberian suhunya, Bu Wi lhama, segera terbang melayang dan hinggap pada bahunya.
   ,Setelah itu maka Cong Tik lalu menuntun kuda kurus menuruni gunung .
  


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>