Cerita Silat | Pendekar Banci | Karya SD.Liong | Pendekar Banci | Cersil Sakti | Pendekar Banci pdf
Naga Bhumi Mataram - El Pramono Arief Sujana - Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari Arief Sudjana - Kabut di Bumi Singosari Arief Sudjana - Tapak Tapak Jejak Gajah Mada Arief Sudjana - Kisah Dua Naga Di Pasundan
sekali kepadanya. Hayo, lekas engkau susul gurumu ke neraka !".™
Ujung pedang diajukan ke muka dan kulit kerongkongan Hong lngpun sudah tertusuk.™
Jatuh ke bawah jurang tentulah gurunya mati. Dan ia sendiri menderita luka yang tak mung- kin dapat disembuhkan lagi. Cepat atau lambat ia tentu akan mati. Lebih baik ia cepat mati saja daripada menderita siksaan.™
merenungkan hal itu. hati Hong Ing malah makin tenang. Serentak ia pejamkan kedua mata. Ia rasakan semangatnya sudah melayang- layang.™
Tubuhnyapun segera .melayang juga, dan hanya menunggu 'toho menusukkan pedangnya. “.™
Mari tinggalkan dulu Hong Ing yang menunggu kematian itu dan mengikuti dulu perjalanan Cong Tik 'bersama 'lhiat-koan-im Li Wan menuju ke gunung Cek-bi-san.™
Setelah beberapa hari tibalah mereka dikaki gunung itu. Selama dalam perjalanan itu Cong 'tik selalu memutar otak bagaimana mencari jalan untuk`melepaskan diri dari wanita sakti itu.™
Gunung cek-bi-san terletak di perbatasan su ji wan merupakan Gunung belantara yang jarang di jamah manusia .™
Sebelum tiba digunung itu Cong Tik sudah' memperhatikan keadaan Ketujuh puncaknya yang berjajar- jajar dengan urut.™
Dengan jelas Cong Tik mengingat katac pada mutiara itu `biluk-ke selatan pada puncak yang ketujuh'.a Itu berarti harus melintasi keenam puncak baru tiba di puncak yang ketujuh. Oleh karena itupun tak mau iergopoh-gopoh.™
'thiat-koan im membawanya memasuki daerah gunung dan setelah berjalan sehari, mereka telah melintasi. dua puncak gunung.™
saat itu sudah menjelang petang. kabut pelangi bertebaran memenuhi langit. Sesungguhnya berbahaya sekali memasuki gunung itu karena kabut beracun sedang bertebaran.™
Tiba2 Cong Tik menjerit dan terus roboh. Sejak kecil Thiat-koan-im Li Wan hidup di wilayah Hunlam yang penuh kabut beracun. Mungkin diseluruh dunia pegunungan Hunlam itulah yang paling banyak kabut beracunnya.™
Dari tigabelas macam kabut beracun ada sejenis yang paling ganas. Baik binatang maupun manusia," apabila terlekat dengan kabut beracun itu dalam Waktu sejam tentu akan mati menjadi segumpal cairan darah oleh karena itu 'Ihiat-_koan-im Li Wan faham tentang jenis2 kabut yang beracun.™
Selekas jatuh' terduduk. Cong Tik terus menutup peredaran darah. Wajahnya berobah kelabu besi dan tubuhnya menggigil tak henti hentinya.™
'Lo-cianpwe, rupanya aku terkena kabut beracun, mohon lo-cianpwe suka menolong jiwaku !' serunya meratap, Thiat koan-im Li Wan percaya saja. la kerutkan dahi.™
"Aku sih suka saja menolongmu tetapi perintah ciang-bunjin mana boleh dilanggar ?" kata- nya. Ia merogoh 'kedalam dada bajunya dan mengeluarkan sebuah botol Kumala lalu duduk disisi Cong Tik.™
"Bubuk obat ini mustajab sekali terhadap kabut, selama tiga han, engkau tentu sembuh. Tetapi ingat, jangan injakkan kaki didaaerah hunlam lagi, kalau tidak, akupun tak dapat menolongmu!”.™
Girang hati Cong Tik. Buru2 ia menyambuti botol rtu. Dan tanpa melihat lagi, Thiat-koan-im Li Wan terus melangkah pergi. Setelah wanita tua itu sudah _ tak tampak, barulah Cong Tik loncat bangun dan terus menendang botol Kumala itu .™
"Huh, nenek jahanam, siapa suda makan obatmu!” Dengan gembira ia terus ayunkan langkah.™
Tetapi baru liga langkah, tiba2 terdengar angin menderu. Beberapa macam kabut berwarna berhamburan terbawa angin.™
Karena kabut berwarna tipis maka ia tak merasa.Setelah mencium bau harum yang aneh baru ia terkejut dan seketika itu melihat dua lapis kabut merah yang tipis telah melanda dirinya.™
Kejutnya bukan kepalang. Jelas dia telah terkena kabut beracun. Cepat ia berhenti tetapi kepala dan matanya telah terasa berkunang-kunang, badan letih sekali, ingin tidur. Saat itu baru ia menyesal mengapa ia melemparkan obat pemberian nenek Thiat-koan-im tadi. Apa boleh buat. terpaksa in balik kembali untuk mencari ke gerombol semak.™
Tetapi hampir setengah jam lamanya. belum juga ia berhasil menemukan obat itu. Padahal kepalanya makin pening, haripun makin gelap.™
Cong Tik menghela napas putus asa. Betapa pun manusia hendak berdaya tetapi keputusan ditangan Tuhan. Tak nyana pada saat ia hampir berhasil mendapatkan pusaka itu, dia harus mati disambar kabut beracun. '.™
Dia duduk dan menjalankan pernapasan. Di- dapatinya tenaga-dalamnnya tak kurang suatu apa. Hanya kepalanya pening dan ingin tidur saja.™
la pejamkan mata dan merasa tentu mati.™
Tetapi aekonyong-konyong ia merasa bukan duduk di tanah tetapi duduk di atas suatu benda yang agak - keras. la paksakan diri untuk Memeriksa, seketika terkejutlah dia, kiranya ia sedang duduk di atas kerangka tengkorak manusia.. Membayangkan bahwa apabila ia rubuh binasa. Beberapa bulan lagi tentu akan menjadi seperth tengkorak itu, seketika semangat untuk hidup bangkit kembali.. serentak ia mempunyai keyakinan bahwa obat pemberian thiat koan im itu tentu berada di sekitar tempat itu. la percaya nenek itu tentu' tak bohong Asal dapat menemukannya. tentu-ia dapat sembuh Serentak ia mulai mencari lagi.. Ah, kembali ia mendapatkan sebuah tengkorak manusia, lalu -dua buah lagi. Yang satu menindih di atas yang lainnya. Dan girangnya bukan kepalan; ketika melihat botol kecil itu berada di bawah tengkorak itu.. selekas mengambil botol obat itu tanpa memeriksa lebih jauh ia menelan isinya. Rasanya pedas sekali dan tak berapa lama badannya keluar keringat.. Dan tak berapa lama perutnya sakit dan berak! Memang ia merasa lemas tetapi- rasa sakitnya hilang. Ia duduk bersandar pada batu untuk beristirahat. Rembulan bersinar terang. empat penjuru angin sunyi senyap.. Tiba2 ia teringat akan kedua tengkorak itu. Mencurigakan sekali.. Gunung disitu merupakan daerah belantara yang tak pernah dijelajah manual.™
Tetapi mengapa terdapat dua buah tengkorak manusia '? Berpaling kesamping. ia melihat ditengah kedua tengkorak itu terdapat sebuah benda berkilat kilat. Tadi memang iapun sudah melihatnya. tetapi karena lebih mementingkan mêncari obat maka ia tak begitu memperhatikan. Kini baru ia tahu bahwa benda itu ternyata sebatang pedang kecil yang panjangnya hanya tiga dim, pedang itu menancap pada sebuah tulang rusuk salah satu tengkorak itu.™
&nb sp; Cong Tik segera menghampiri dan mencabut.™
Walaupun kecil tetapi pedang itu jelas bukan pedang biasa. Dipériksanya beberapa jenak tetapi ia tak dapat mengetahui asal usul pedang itu. Terpaksa ia menyimpan dalam bajunya.™
Memeriksa tengkorak yang satunya, ternyata tujuh buah tulang rusaknya telah patah. Cong Tik menduga. kedua orang itu semasa hidupnya tentu sepasang musuh. Mereka bertempur dan mati di tempat itu.™
la menendang kedua tengkorak itu hingga terpencar. Mungkin masih ada lain benda yang dapat ditemukan tetapi ternyata tidak ada.™
Akhirnya ia memutuskan untuk segera' melanjutkan perjalanan ke puncak yang ketujuh.™
lebih kurang setombak berjalan, kembali ia memijak sebuah benda. Dan ketika memandang ke bawah. iapun terlongong-Iongong.™
Ternyata yang dipijaknyu itu sebuah botol kecil terbuat dari Kumala. Diambil dan diamatinya lalu dibukanya, ternyata bubuk obat dalam botol itu 'masih penuh.™
"heran bukankah nenek gila tadi hanya memberi aku sebotol obat ? Mengapa setelah kuminum masih ada sebotol lagi ?" pikirnya penuh keheranan.™
Setelah berpikir beberapa saat, baru ia tahu persoalannya. Botol obat yang diminumnya tadi tentulah berasal dari kedua tengkorak itu.™
Tetapi kalau menurut keterangan nenek Thiat-koan-im ramuan bubuk obat penawar kabut racun, tiada seorangpun kecuali dia yang dapat membuat.™
Ah. baiklah kelak apabila mendapat kesempatan ia tanyakan saja kepada nenek 'thiat-koan-im apakah nenek itu pérnah memberikan sebotol bubuk obat kepada lain orang lagi. Dari' keterangan nenek itu, tentulah ia dapat menyelidiki siapakah kedua tengkorak itu.™
dengan pemikiran itu bukanlah Cong Tik hendak memberitahu kepada keluarga dari kedua tengkorak itu tetapi hanya karena ia merasa heran dengan pedang kecil mereka.™
Tak tahu ia bagaimana ia harus menggunakannya. Apabila dapat mengetahuinya usul orang itu. tentu dapat mencari keterangan bagaimana menggunakan pedang kecil itu. Kesemuanya itu adalah demi kepentingan dirinya sendiri.™
Hatinya makin besar, semangatnya menyala. Apabila tiba dipuncak ketujuh itu, dia tentu akan ' mendapat keuntungan lebih banyak lagi.™
Demikian setelah berjalan semalam, barulah ia tiba di puncak yang ketujuh.™
Sesungguhnya ia sudah tak kuat. Lebih baik ia tidur dulu baru setelah tenaganya pulih, mencari batu besar itu. Demikianlah Ia segera mencari sebuah pohon besar dan tidur diatas sebatang dahan. Dilihatnya burung kakaktua putih pemberian gurunya. masih beterbangan diatas pohon.™
Tak berapa lama iapun jatuh pulas. Entah bersêlang berapa lama, dia' bermimpi buruk dan terbangun. Hampir saja ia jatuh kebawah.™
Saat itu ternyata matahari sudah berada di tengah udara. Ia merasa tenaganya sudah hampir pulih. Cepat ia loncat turun dan ayunkan langkah.™
Lebih kurang sejam berjalan ia mêlihat sebuah batu besar, tinggi dua meter, panjang beberapa. tombak. mirip orang yang sedang tidur. Tepat sekali dengan yang disebut kata2 pada mutiara 'batu besar yang mirip 'orang tidur'.™
"Ah, itulah !” serunya gembira.™
↧
Pendekar Banci - 45
↧