Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kelelawar tanpa Sayap - 41

$
0
0

Cerita Silat | Kelelawar tanpa Sayap | by Huang Ying | Kelelawar tanpa Sayap | Cersil Sakti | Kelelawar tanpa Sayap pdf

Tembang yang tertunda - Mira W Sang Penyihir Beraksi - Vivian Vande Velde Animorphs 27 : Menyelamatkan Pesawat Pemalite Cinta di Awal Tiga Puluh - Mira W Come Away With Me - Kristen Proby


  “Aah, sungguh diluar dugaan”
  Sambil merendahkan suaranya kembali ujar Suma Tang-shia:
  “Aku hanya bisa beritahu kepadamu bahwa dia amat menyukai ayahku, sayang ayahku sudah
  keburu mengawini ibuku, disaat ibuku meninggal, diapun sudah patah arang dan tidak berniat
  untuk menikah lagi”
  “Kejadian semacam ini terkadang memang tak bisa dipaksakan"
  Suma Tang-shia menghela napas panjang dan tidak bicara lagi.
  Ternyata Sim Ngo-nio tidak langsung menaiki panggung batu itu tapi berhenti pada undakan
  trap pertama dekat dinding tembok.
  Diujung tembok terdapat sebuah tabung bambu yang kasar dan besar, tabung itu langsung
  berhubungan dengan ruangan dalam bangunan loteng.
  Sebenarnya sejak tadi Siau Jit, Han Seng maupun Lui Sin telah menaruh perhatian pada
  tabung bambu itu, hanya saja karena konsentrasi mereka tertuju pada si Kelelawar, maka
  selama ini tak semat menanyakannya kepada Suma Tang-shia.   Tapi sekarang, tanpa ditanya pun mereka sudah tahu apa kegunaan dari tabung bambu itu.
  Sim Ngo-nio membuka kain biru penutup keranjang bambunya dan mengeluarkan dua buah tabung
  bambu pendek, kemudian secara beruntun dia lempar kedua tabung kecil itu ke dalam tabung
  bambu besar.
  “Apakah isi tabung bambu itu adalah makanan?” Siau Jit segera bertanya.
  “Satu tabung berisi makanan, satu tabung yang lain berisi air bersih, tabung tabung itu
  akan menggelinding masuk ke dalam ruangan loteng itu melewati tabung bambu besar ini,
  biarpun setiap hari hanya dua tabung, namun repotnya bukan kepalang”
  “Aku lihat si Kelelawar benar benar seperti orang idiot" tiba tiba ujar Siau Jit, “kalau
  tidak, seharusnya ia dapat berpikir untuk menggunakan batang bambu ini untuk melarikan
  diri"
  Suma Tang-shia kontan tertawa.
  “Justru lantaran dia tidak berbuat begitu, maka suasana diseputar sini masih tetap terjaga
  hingga kini, belum rata dengan tanah"
  “Jadi tiang bambu itu dihubungkan dengan sumbu bahan peledak?” tanya Siau Jit tertegun.
  “Betul! Ketika mendengar ada benda menggelinding lewat tabung bambu itu, si Kelelawar
  segera akan berjalan menghampiri dan mengambil kedua tabung makanan dan air bersih
  itu . . . . . . . .."
  Belum habis dia berkata, disebela h sana si Kelelawar sudah mendongakkan kepalanya.< br/>   Kini dia berjalan mendekati panggung batu dengan wajah menghadap ke atas.
  Kini Siau Jit, Lui Sin maupun Han Seng dapat melihat wajahnya dengan sangat jelas,
  ternyata dia memang bukan kakek buta yang dijumpai pagi tadi.
  Tanpa sadar serentak mereka berpaling ke arah Ciu Kiok.
  Tampak Ciu Kiok menggelengkan kepalanya berulang kali, Kelelawar yang tersekap dalam
  loteng itu sama sekali bukan Kelelawar yang menipu Lui Hong, apalagi si Kelelawar yang
  membunuh To Kiu-shia serta Thio Poan-oh sekalian.
  Mungkinkah si Kelelawar tanpa sayap ada yang asli dan gadungan? Tapi siapa yang berani
  menyamar jadi manusia seperti itu?
  Dalam waktu singkat perasaan semua orang jadi kalut, kacau setengah mati, dan pada saat
  itu pula si Kelelawar mulai bergerak.
  Tampak seluruh tubuhnya mencelat ke tengah udara lalu begitu jatuh kembali ke bawah, ia
  berputar dilantai bagai gangsingan, dengan berapa kali putaran tubuhnya sudah melompat
  keluar dari ruang loteng.
  Saat itulah semua orang baru melihat kalau ditangan kanannya ia menggenggam sebatang
  tongkat bambu.
  Begitu menyaksikan tongkat bambu itu, baik Siau Jit maupun Han Seng dan Lui Sin segera
  merasa sangat mengenal dengan benda tersebut.
  Fajar tadi, ketika bertemu dengan Kelelawar tanpa sayap, mereka saksikan ditangan orang
  itupun membawa sebuah tongkat bambu yang sama.
  Dengan tongkat itulah dia menggurat sebuah gambar Kelelawar diatas tanah, beritahu kepada
  mereka bahwa dialah si Kelelawar.
  Kelelawar tanpa sayap!
  Walaupun jarak mereka cukup jauh, meski mereka tak dapat melihat secara jelas, namun baik
  warna, ukuran maupun bentuk dari tongkat bambu itu sama sekali tak berbeda dengan apa yang
  disaksikan Siau Jit bertiga.
  Itulah sebabnya mereka merasa sangat mengenal dengan benda tersebut, perasaan kenal itu
  bukan dikarenakan benda itu sama sama sebuah tongkat bambu.
  Tanpa sadar semua jago mulai tegang, mulai merasakan aliran darah bergerak cepat.
  Pada saat itu pula paras muka Suma Tang-shia ikut berubah.
  Persoalan apa yang telah membuatnya terperanjat?
  Si Kelelawar sudah keluar dari bangunan loteng, tiba tiba tongkat bambunya ditekan ke
  bawah kemudian menutul keatas wuwungan rumah, tubuhnya yang kurus itupun segera melambung
  tinggi ke angkasa.
  Bersamaan itu tongkat bambunya meluncur ke tengah udara dengan kecepatan tinggi.
  Tatkala tubuh kurusnya meluncur kebawah, sepasang ujung bajunya segera dipentangkan
  seperti Kelelawar mementang sayap, ia seolah-olah berubah menjadi seekor Kelelawar hitam
  yang amat besar.
  Begitu meluncur ke bawah, lagi lagi badannya melejit, sementara dalam genggaman tangannya
  telah bertambah dengan sebuah tabung bambu.
  Tabung itu tak lain adalah tabung bambu yang baru saja dimasukkan Sim Ngo-nio ke dalam
  tabung bambu besar tadi.
  Ketika tongkat bambunya meluncur ke bawah, si Kelelawar segera pentang mulutnya dan secara
  tepat menggigit ujung tongkat tadi.
  Lagi lagi badannya yang kurus kering berputar bagai gangsingan ditengah udara, kemudian
  melesat masuk ke dalam ruang loteng.
  Begitu duduk kembali diposisinya semula, dia mulai tertawa, tertawa bangga.
  Suara tertawa itu berkumandang hingga keluar hutan bambu, menggema disisi telinga semua
  orang, begitu tajam dan nyaring suara tertawanya hingga jauh melebihi suara gemerisik daun
  bambu yang dimainkan angin.
  Suara tertawanya sangat aneh, dibalik suara mencicit, terselip pula perasaan menakutkan
  yang sukar dilukiskan dengan perkataan.
  Semua orang mulai bergidik, mulai merinding, tanpa terasa bulu kuduk mulai berdiri.
  “Suara tertawanya mirip sekali!" tiba tiba Ciu Kiok menjerit keras.
  Lui Sin, Siau Jit maupun Han Seng pun mempunyai perasaan yang sama, seperti itulah suara
  tertawa yang mereka dengar ketika bertemu si Kelelawar fajar tadi.
  Tapi sekarang suara tertawa itu kedengaran begitu aneh, begitu menakutkan.
  Kembali paras muka Suma Tang-shia berubah, gumamnya:
  “Kenapa bisa jadi begini?”
  Terdengar suara yang parau tua bergema dari samping tubuhnya:
  “Setelah berada disini banyak tahun, baru pertama kali ini kulihat ia bersikap begitu”
  Itulah suara dari Sim Ngo-nio, dia sudah berjalan naik ke panggung batu dan menghampiri
  Suma Tang-shia.
  Paras muka perempuan tua inipun tampak sangat aneh.
  “Benar” ujar Siau Jit pula, “bila dilihat dari tingkah lakunya sekarang, dia sama sekali
  tak mirip seorang manusia idiot"
  ” kata Suma Tang-shia
  “Sesaat tadi memang tidak mirip, tapi sekarang sudah mirip kembali
  sambil tertawa getir.
  Sewaktu Siau Jit berpaling lagi, diapun ikut tertawa getir.
  Betul saja, waktu itu si Kelelawar sedang mengawasi tabung bambu dikiri kanan tangannya
  secara bergantian sambil tertawa bodoh.
  Suara tertawa yang berkumandang pun sama sekali tak mirip dengan suara tertawa manusia
  normal.
  Suara tertawa ini berbeda sekali dengan suara tertawanya sebelum Siau Jit mengucapkan
  perkataannya tadi.
  Dibalik suara tertawanya terselip perasaan gembira yang sukar dilukiskan dengan perkataan,
  membuat siapa pun yang mendengar, merasa makin seram dan ngeri.
  Siau Jit merasa amat ngeri, bulu romanya mulai bangkit berdiri.
  “Baru pertama kali ini kudengar ia tertawa seperti itu” kembali Suma Tang-shia berkata
  sambil tertawa getir.
  “Begitu pula dengan aku” Sim Ngo-nio menambahkan.
  “Mungkinkah ada saat dia mulai tersadar kembali?” timbrung Han Seng.
  Sim Ngo-nio termenung tanpa menjawab, sementara Suma Tang-shia menyahut setelah berpikir
  sejenak:
  “Hal ini kurang jelas”
  “Tapi bagaimana pun juga, jangan harap dia bisa meloloskan diri dari hutan bambu ini” Sim
  Ngo-nio menambahkan.
  Suma Tang-shia manggut-manggut.
  “Ke tiga belas lapis alat perangkap itu dirancang dan diterapkan setelah melalui
  pertimbangan serta perhitungan yang matang, lagipula semua peralatan ditanam pada bagian
  yang tidak mencolok, kendatipun ia dapat menemukan letaknya, belum tentu dapat merusaknya,
  jadi hal yang mustahil bila dia sanggup lolos dari tempat ini”
  “Bila ia dapat keluar dari barisan, berarti tak mungkin akan tetap tinggal didalam hutan
  bambu” lanjut Sim Ngo-nio, “kalau sampai terjadi hal semacam ini, perkampungan
  Suma-san-ceng sebagai barisan pertama pasti sudah dibumi hangus oleh dirinya”
  “Tapi bagaimana dengan tongkat bambunya?" tanya Lui Sin tiba tiba.
  “Kenapa dengan tongkat bambu itu?”
  “Kelelawar yang kami jumpai fajar tadi justru membawa tongkat bambu yang sama!" kata Lui
  Sin.
  “Kau yakin sama?” desak Suma Tang-shia.
  “Walaupun aku tak berani memastikan seratus persen, namun ukuran maupun warnanya sama
  sekali tak berbeda”
  “Kalau dibicarakan kembali, peristiwa ini memang sangat aneh” ujar Sim Ngo-nio, “selama
  banyak tahun berada disini, belum pernah kulihat dia membawa tongkat bambu semacam itu”
  Suma Tang-shia mengiakan, paras mukanya tamak lebih murung dan serius.
  “Masa kejadian ini begitu kebetulan?” desak Lui Sin.
  Suma Tang-shia hanya termenung tanpa menjawab.
  Berkilat sorot mata Siau Jit, tiba tiba ujarnya:
  “Toaci, bolehkah kami berjalan lebih dekat lagi dengan si Kelelawar itu agar bisa melihat
  lebih jelas?"
  “Boleh saja” jawab Suma Tang-shia setelah termenung sejenak, perlahan ia berpaling kearah
  Sim Ngo-nio.
  “Padahal kita tak usah kelewat kuatir atau was was” kata Sim Ngo-nio sesudah berpikir
  sejenak, “bila Kelelawar itu tak bermasalah, biar kita mendekatinya pun tak bakal ada mara
  bahaya, andaikata ia sudah peroleh kembali kesadaran nya, dengan andalkan kekuatan kita
  semu a, rasanya masih mampu untuk menghadapinya”
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles