Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Tarian Liar Naga Sakti - 181

$
0
0

Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf

Hex Hall - Rachel Hawkins Cinta Sepanjang Amazon - Mira W Topeng Hitam Kelam - Ambhita Dyaningrum Cinta Dalam Diam - ucu supriadi Fear Street : Ciuman Maut

"terimalah jika engkau berani anak muda ......." Dan mendengar itu, dengan tidak ragu-ragu Ceng Liong mengulurkan tangannya dan kemudian memegang "kertas" terbang tersebut. Tangannya yang terbungkus Soh Kim Liong tentu tidak takut racun, panas dan dingin. Bahkan juga tidak takut dengan tenaga sakti lawan. Apa yang ditakutkan? Pikir Ceng Liong.
  Begitu memegang kertas itu, Ceng Liong segera sadar jika lawan "mengisi" dengan kekuatan yang tidak kecil dan kemudian dikirimkan kepadanya. Sebuah uji coba sebetulnya. Tetapi, lawan yang mampu mengirim "kertas terbang" dan masih berisi kekuatan yang hebat, pastilah bukan lawan biasa. Itulah yang membuatnya sangat kaget. Kali ini, pasti lawan yang datang luar biasa. Dan, lengan Ceng Liong sempat bergetar menerima kertas itu, tetapi tidak cukup mampu mengagetkan dan menghentaknya. Hanya sedetik getaran itu terjadi, setelahnya normal kembali.
  Dan kembali Ceng Liong mendengar suara di telinganya: "Aku sudah tahu engkau memang sangat hebat anak muda ....... Karena itu, engkau bacalah sekarang, dan jika bersedia engkau cukup mengangguk dan aku sudah paham dengan sendirinya ....." Ceng Liong sendiri tersentak. Tidak disangkanya, meski kemampuannya sudah jauh meningkat, tetapi malam ini, dia menemukan seorang yang kelihatannya bahkan mungkin tidak berada di sebelah bawah kemampuannya. "Siapa gerangan orangnya"? tanyanya dalam hati. Bukannya takut, tetapi terkejut dengan kemampuan lawan. Benar-benar di atas langit masih ada langit. Dia memang tidak merasa yang paling hebat dan paling sakti, tetapi dia sadar, kemampuannya sekarang sudah sulit dicari tandingan.
  Tetapi malam ini, dia justru menemukan tandingannya. Tetapi, siapa gerangan orang itu? dan bagaimana pula rupanya? Apa maksud tujuannya? Hanya dengan membaca kerta situ dia akan menemukan jawabannya. Dan dengan cepat dia membuka gulungan kertas itu. Tidak ada jebakan apa-apa. Lagipula dengan tingkat kemampuan si orang misterius itu, buat apa menjebak dan menyerang dengan cara pengecut? Maka dibukanyalah kertas itu dan membacanya: "Di Bengkauw Tionggoan engkau mengusir kami, Di Bengkauw Tionggoan permusuhan engkau mulai! Tujuh hari dari sekarang, kalian berempat, dan kami berempat! Bertemu menentukan bentuk penyelesaian kedepan ..... ! Di puncak Pegunungan Hengsan ......... !!!! Tidak ada sedikitpun penjelasan disana. Tidak ada nama pengirim. Tetapi, Ceng Liong sudah tahu siapa pengirimnya. Penyebutan nama Bengkauw Tionggoan sebagai awal pertikaian dan permusuhan dan penyebutan kedua sesepuh Siauw Lim Sie tentang pertikaian sesepuh Siauw Lim Sie dengan seorang tokoh hebat membuatnya segera tahu dengan siapa dia berhadapan.
  "Baik, 7 hari ke depan, kami berempat menghadapi kalian berempat di puncak Gunung Hengsan ....... kita bertemu tepat tengah hari ....." Dan setelah kalimat Ceng Liong itu, heningpun kembali menjelang datang. Dan diapun tahu, orang itu sudah pergi. Karena suasana kembali normal, kesenyapan yang alamiah dan suara-suara binatang malam yang meningkahi keheningan malam. Tetapi, Ceng Liong merasakan ketegangan menguasai hatinya. Dia sadar, seorang jago yang tidak disebelah bawah kemampuannya baru saja pergi. Tetapi, diapun tahu, jika lawannya itu masih menghormatinya. Dan lawan yang datang tadi, kelihatannya seorang jago yang jantan dan bukan sekelas para pengacau tadi sore.
  Otomatis, diapun menghormati orang yang baru saja datang itu. Dia sudah punya dugaan dan yakin dugaannya tidak akan keliru. Di sangat percaya bahwa orang yang datang bukan penjahat kampungan, bukan penjahat biasa jika memang orang jahat. Tetapi orang yang menjunjung kegagahan, karena itu dia tidak takut dijebak dan tidak takut dicurangi. Sebagaimana dia datang dan tidak merusak, tidak mengacau, maka demikian pula mereka akan bertemu, dalam kehormatan dan kegagahan masing-masing. Dan Ceng Liongpun menarik nafas panjang dan lega, karena dia sudah memulai menyiapkan kawan-kawannya.
  Menilik orang yang baru saja datang tadi, dia sendiri masih ragu, apakah akan sanggup mengalahkan tokoh itu ataukah tidak. Tetapi bahwa tokoh itu luar biasa lihaynya, sudahlah pasti. Kembali dia akan menghadapi tokoh luar biasa, dan itu membuatnya tegang, meski bukan takut. Sebaliknya, dia justru merasa sangat tertantang dan menunggu waktu yang disepakati. Bagi teman-temannya, masih ada waktu 4-6 hari untuk berlatih dan berlatih guna terus meningkatkan kemampuan. Karena kelihatannya bekal yang lebih itu akan mereka butuhkan segera.
  Dan dia sendiri, sudah sejak beberapa waktu belakangan merasakan kemajuan yang luar biasa dalam kemampuan ilmunya. Bagaimana pula kisahnya? Kita ikuti sejak dari Siauw Lim Sie hingga kedatangannya di Pegunungan Hengsan.
  ============= Seperti dikisahkan dikisahkan sebelumnya, Kiang Ceng Liong berada di Siauw Lim Sie dan melakukan pertarungan dengan Kian Lun Hwesio dan Kian Bun Hwesio yang merupakan sute dari Kian Ti Hosiang.
  Ceng Liong bukan hanya bertempur dengan kedua hwesio berusia di atas 100 tahunan itu, tetapi juga berdiskusi dengan mereka selama berjam-jam.
  Sebuah diskusi yang justru bermakna sangat dalam, karena dari sana dia mampu memetik banyak sekali manfaat bagi dirinya. Dan diskusi itu pulalah yang justru menajamkan dan membuatnya menguasai secara sangat baik cara "analisis" dan "telaah" ilmu silat yang secara tidak sengaja dipelajarinya dari Koai Todjin di Lembah Saldju Bernyanyi.
  Sebetulnya, dasar-dasar analisa dan telaah itu dipelajarinya tanpa sengaja ketika Koai Todjin menguraikan kelebihan dan kekurangan beberapa ilmu. Memasang jarak dan mengandaikan digunakan dalam pertandingan dan kemudian melihat dimana kekuatan dan kelemahannya, dan dicarikanlah solusinya. Sederhana. Tetapi, dengan ketajaman intusi, pengetahuan akan tata gerak dan terutama sinkang yang sempurna, maka kemampuan itu akan meningkat jauh lebih hebat. Bagi Ceng Liong sendiri, dengan mengikuti cara Koai Todjin dan memperdalam sendiri, bukanlah sedikit yang dapat dipahami dan disusunnya sendiri. Apalagi, ketika selama beberapa jam bertempur secara lisan dan kemudian berdiskusi dengan kedua sesepuh Siauw Lim Sie itu.
  Akhirnya, setelah pertemuan dengan Kian Bun Hwesio dan Kian Lun Hwesio, Ceng Liongpun minta ijin tinggal selama 3 hari. Waktu yang kemudian dimanfaatkannya untuk memperdalam dan mempelajari lebih lanjut kemampuan analisisnya dan semua gerak jurus dan penggunaan tenaga dalam jurus-jurus hebat yang didiskusikannya dengan Kian Bun Hwesio dan Kian Lun hwesio. Selain itu, diapun memanfaatkannya untuk mengatur jadwal perjalanan dengan orang tuanya yang kemudian dimintanya mendahului ke Kaypang. Bukan apa-apa, dia punya tugas titipan menemui Kwi Song dan Kwi Beng terlebih dahulu.
  Selama 3 hari di Siauw Lim Sie, dalam kagetnya, Ceng Liong menemukan kenyataan betapa beberapa tata gerak yang dilatihnya mampu menyalurkan kekuatan yang luar biasa besarnya. Karena itu, ketika dia mencoba mengatur hawa dan tenaga menggunakan kedua ilmu Ceng Thian Sin Ci dan Thian Liong Heng Kong, kagetlah dia karena ternyata keduanya bisa berubah menjadi ilmu yang dahsyat.
  Padahal, kebutuhan utama kedua ilmu itu justru berbeda, bukan sebagai sebuah ilmu bertarung. Kini, dengan penguasaan tenaga lengan dan jarinya, dia mampu menggunakan dalam sebuah pertarungan dengan hawa sakti yang mampu digiring, dilontarkan, dipindahkan atau bahkan juga membentur dan menggiring tenaga lawan. Prinsip sekalipus ilmu Ciat Lip Jiu dimanfaatkannya sebagai dasar. Pada akhirnya, justru Ceng Liong bagaikan menciptakan sejumlah ilmu mujijat yang baru.
  Setelah 3 hari, diapun memenuhi permintaan kedua sesepuh Siauw Lim Sie untuk menyampaikan pesan kepada Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng yang telah menjadi Thian Ki Hwesio. Dibutuhkan beberapa hari untuk mencapai Poh Thian. Ketika tiba di Poh Thian, diapun bertemu dengan kedua kakak beradik kembar tetapi memilih jalan berbeda itu. Kwi Beng telah mencukur rambut menjadi Bhiksu Budha dan Kwi Song tetap memilih hidup normalnya. Tetapi, keduanya, meski memilih jalan berbeda tetap sahabat erat Ceng Liong. Dan selain itu, keduanya tetap rajin berlatih dan sangat patuh dan taat atas titah Kian Ti Hosiang yang adalah guru mereka.
  Mendengar Ceng Liong datang karena membawa pesan kedua susiok mereka yang tidak pernah mereka lihat, membuat Kwi Song terbelalak kaget: "Kita masih memiliki 3 orang susiok? dan tiga-tiganya masih bertapa di Siong San .......? Waaah, koko, ini benar-benar berita hebat ......." "Amitabha ................ benar-benar berita hebat ......." Kwi Song, meski sudah berkali-kali ditegur Kwi Beng untuk tidak memanggilnya "Koko", tetap saja berkeras kepala. Dan, apa boleh buat, Thian Ki Hwesio akhirnya membiarkan Kwi Song yang keukeuh dengan pilihan panggilannya itu.
  "Bukan cuma itu, keduanya bahkan menitipkan "sesuatu" untuk kedua murid bungsu toa suheng mereka itu. Pernahkah kalian berdua mendengar ilmu Thian Lo Ci (Ilmu Jari Langit) dan juga Ilmu Pukulan Kim Liong Seng Hui Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Naga Emas Bercahaya)? ..." "Astaga, Ceng Liong apa maksudmu menyebut-nyebut 2 (dua) ilmu pusaka Siauw Lim Sie yang sangat dirahasiakan dan yang memerlukan persetujuan Ciangbundjin Siauw Lim Sie untuk melatihnya ....."? "Amitabha ....... siancay ..... siancay ...." Bahkan Thian Ki Hwesio sendiripun terkejut mendengar pertanyaan Ceng Liong tadi. Karena dia sadar betul, di Siauw Lim Sie, menyebut nama 2 ilmu itu benar-benar sangat tabu. Karena itu, untuk waktu yang sangat lama, kedua ilmu tersebut boleh dibilang tanpa pewarisnya.
  "Justru kedua ilmu itulah yang ditekuni kedua susiok kalian itu. Dan keduanya justru menitipkan intisarinya untuk kalian berdua. Karena beban untuk menentramkan Siauw Lim Sie ke depan, akan tergantung kalian berdua ....." "Apa .....? Kedua susiok menitipkannya untuk kami berdua ...."? Bukan main terkejutnya Kwi Song mendengarnya. Bukan, bukan karena menitipkannya melalui Ceng Liong, tetapi karena mereka terpilih bagi Siauw Lim Sie yang menggetarkannya.
  "Benar ........ untuk itu, aku dilarang dan disumpah untuk tidak mempelajari, hanya menyampaikan kepada kalian berdua. Dalam penilaian kedua susiok kalian, tidak akan butuh waktu lama untuk mempelajarinya. Karena sebetulnya, ilmu-ilmu Kian Ti Hosiang banyak mengarah ke puncak penguasaan 2 ilmu mujijat itu. Selebihnya menurut mereka, kalian berdua akan mengerti dengan sendirinya ....." "Amitabha ............. terima kasih saudara Ceng Liong.
  Kami berdua dan perguruan kami sungguh berhutang kepadamu ....... siancay ..... siancay ......" "Satu hal lagi, menurut kedua locianpwee itu, kalian berdua dilarang keras berkelana di luar sebelum benar-benar menguasai kedua ilmu tersebut .........
  alasannya, mohon maaf, akupun sangat tidak mengerti ....." Begitulah, mereka bertigapun kemudian berlatih sebagaimana tuntunan Ceng Liong. Tetapi, sesungguhnya, jikapun Ceng Liong berkehendak melatih ilmu tersebut, dia tidak akan menemukan saripatinya dan bahkan akan sangat merugikan kemajuannya. Karena itu, meski menurunkan intisari kedua ilmu tersebut, ilmu Thian Lo Ci (Ilmu Jari Langit) dan juga Ilmu Pukulan Kim Liong Seng Hui Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Naga Emas Bercahaya), dia sama sekali tidak mencoba mempelajarinya. Karena kunci rahasia penguasaan ilmu itu baru akan ditemukan kedua kakak beradik itu menjelang mereka menyempurnakan pada bagian pamungkasnya. Baru ilmu tersebut bermanfaat atau menunjukkan khasiatnya yang mujijat.
  Ceng Liong selain sudah berjanji, juga sudah mengenali banyak sekali gerak jurus mematikan dan juga tehnik penggunaan tenaga pada jurus-jurus dan gerak-gerak mujijat. Latihannya bersama kedua sesepuh Siauw Lim Sie itu pada akhirnya disadarinya sebagai "hadiah" yang lebih dari cukup bagi kemajuan ilmunya. Karena itu, diapun tidak merasa perlu menengok rahasia ilmu mujijat yang disampaikannya kepada Kwi Song dan Thian ki Hwesio.
  Dan setelah 2 hari bersama kedua pendekar kembar itu, Ceng Liong menyempatkan diri menengok Li Gi, muridnya yang untuk sementara berada dalam didikan Thian Ki Hwesio. Dalam kagumnya, dia menemukan anak yang sangat tekun dan berbakat itu sudah maju jauh dalam ilmu sastra dan memiliki dasar yang luar biasa bagus dalam ilmu silat. Karena itu, dia mengucapkan terima kasih kepada Thian Ki Hwesio serta berjanji akan kembali menjemput Li Gi segera setelah urusan-urusannya beres. Sesuai perjanjian, 2 tahun kedepan, atau tepatnya kurang dari 2 tahun kedepan.
  Adapun Souw Kwi Song dan Thian Ki Hwesio menitipkan pesan kepada kawan-kawan seperjuangan dan permohonan maaf tidak akan berada di Markas Kaypang karena perintah kedua susiok mereka. Setelah dua hari, keduanya keranjingan memperdalam ilmu yang dititipkan itu dan menyadari bahwa memang kedua ilmu tersebut sangat mujijat. Lebih dari itu, perlahan, semakin mereka mendalaminya, semakin bertambah kekuatan mereka. Entah apa dan entah bagaimana, kedua susiok itu memang bermaksud baik, dan jika benar, maka kisah Ceng Liong mengenai kemungkinan badai di Siauw Lim Sie harus mereka berdua yang menangani, membuat mereka lebih bersemangat lagi.
  Kisah mengenai seorang susiok lainnya yang keranjingan ilmu silat dan kemungkinan dia mengacau Siauw Lim Sie sangat membekas di benak keduanya dan membuat kakak beradik ini tekun memperdalam ilmu silatnya.
  Dan Ceng Liongpun meninggalkan Poh Thian.
  Perjalanannya yang sangat cepat dan tidak melalui jalan-jalan biasa, membawanya ke Lim An tanpa bertemu dengan anak murid Lembah Saldju Bernyanyi dan semua utusan yang ditugaskan mencarinya untuk keselamatan Beng Kui. Di Lim An dia justru bertemu dengan Nenggala dan Li Hwa yang memang sedang pusing memikirkan keadaan Tham Beng Kui, Kokcu Lembah Saldju Bernyanyi yang juga mengaku Kiang Ceng Liong sebagai suhunya.
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>