Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf
Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall
tebalnya lapisan gaun itu, mereka bisa membuat tali yang panjang dan masih menyisakan kain
yang cukup lebar.
Sisa kain itu ingin dipergunakan Altamyra sebagai taplak meja. Altamyra memberinya gambar alam yang
indah dan menyulamnya dengan benang pintalnya yang terang. Walau pekerjaan itu belum separuhnya
selesai, Altamyra dapat melihat hasilnya yang indah.
Tidak percuma ia dibesarkan di daerah yang wanita-wanitanya pandai menjahit, memintal, m enenun, dan
berbagai pekerjaan jahit menjahit lainnya.
"Setan cilik!"
"Ouch!" jarum Altamyra lolos dari kain dan menusuk jarinya."Kau membuatku terkejut," katanya
menyalahkan .
"Apa yang kaulakukan di sini?"
"Menyepi," jawab Altamyra, "Jangan khawatir aku tidak akan kabur. Aku tahu percuma kabur darimu."
"Aku senang engkau mengerti hal itu. Tetapi, aku marah atas sikapmu."
"Aku?" tanya Altamyra tak bersalah.
"Benar, engkau telah membuat kami semua cemas. Engkau tiba-tiba menghilang dan tidak muncul waktu
makan siang."
"Makan siang sudah usai?"
"Apakah engkau bodoh atau linglung?" gerutu Erland, "Sekarang ini sudah hampir malam!"
Altamyra heran melihat langit yang mulai gelap.
"Sekarang engkau baru sadar?"
"Maafkan aku," kata Altamyra.
Erland heran mendengar penyesalan yang tulus itu.
"Terima kasih engkau mau menjemputku. Aku tidak yakin bisa pulang sendiri malam-malam seperti ini.
Aku belum mengenal baik tempat ini."
"Kupikir engkau tidak tahu berterima kasih."
Kalau Erland bermaksud membuat Altamyra marah, ia telah gagal. Altamyra tidak tersinggung. Dengan
tenang ia berkata, "Aku membencimu tetapi aku tetap tahu terima kasih."
"Aku merasa seperti disanjung."
Altamyra beranjak bangkit. Erland diam mengawasi gadis itu memunguti barangnya satu per satu.
"Mari kita pulang."
Erland mengikuti Altamyra. Sambil melihat punggung Altamyra, Erland berpikir mengapa gadis itu bisa
berubah sejauh ini. Sedikitpun ia tidak menebarkan benih-benih permusuhan, seperti biasanya.
Pancingannya pun dibalasnya dengan tenang.
Entah apa yang membuatnya menjadi lebih sabar. Kalau suasana hutan bisa mendinginkan kepala gadis
itu, ia akan membiarkannya sepanjang hari berada di dalam hutan. Ia sudah lelah bertengkar dengannya.
Mereka selalu bertengkar. Bahkan, untuk hal-hal yang kecil. Ketika Altamyra mengatakan keinginannya
untuk tidur di dalam tenda bersama orang banyak, Erland menentangnya. Ia tidak setuju Altamyra tidur di
luar.
Bahkan, ketika Altamyra memutuskan akan mengajari para orang tua membaca dan menulis, Erland
menentangnya. Kata Erland, Altamyra sudah cukup repot dan cukup membuatnya pusing den gan
perubahan-perubahan yang dilakukannya.
Tetapi, harus diakui Erland bahwa Altamyra sangat peka terhadap sekitarnya. Erland mempunyai
keinginan untuk memberi rakyatnya pelajaran, tetapi ia terlalu sibuk dengan perlawanannya.
Untuk itu ia menyuruh Cirra menjadi guru mereka. Erland tahu Cirra melakukan tugasnya dengan
setengah-setengah tetapi ia terlalu pusing untuk menegur Cirra. Altamyra tidak mengetahui hal itu. Yang
diketahuinya hanya mereka membutuhkan pendidikan dan ia segera melakukannya begitu dia bebas dari
selnya.
Altamyra memang patut dikagumi. Walau tangan dan kakinya terikat rapat, ia masih memperhatikan
sekelilingnya.
Mungkin Fred benar sikap itulah yang membuatnya menjadi pelayan kesayangan keluarga Apaleah.
Dan, kini menjadi kesayangan rakyatnya yang mulanya membencinya.
Altamyra tersandung sesuatu.
Erland cepat-cepat menangkap tubuh gadis itu sebelum ia jatuh terjerembab. "Ceroboh!" tudingnya.
"A &aku & aku," Altamyra belum pulih dari kagetnya, "Aku tidak tahu di sini ada akar pohon."
"Engkau memang harus diawasi ketat setiap ha ri."
"Aku sudah tidak apa-apa sekarang. Engkau bisa melepaskanku."
"Kurasa engkau salah." Erland memunguti barang-barang Altamyra yang terjatuh tetapi sebelah
tangannya tetap memeluk pinggang Altamyra. "Kurasa aku harus di sampingmu terus kalau aku tidak
ingin direpotkanmu."
"Aku yakin aku bisa menentukan arah jalanku sendiri."
"Ya, ke arah jalan yang rusak. Lebih baik engkau mengalah padaku. Aku lebih mengenal tempat ini
daripada engkau."
Altamyra tahu Erland benar. Ia tidak mencoba melawan perintahnya. Ia mengikuti pria itu.
Kedatangan mereka disambut hangat oleh mereka yang mencemaskan Altamyra. Mereka lega dan
senang melihat Altamyra baik-baik saja.
Altamyra melihat Cirra berdiri di ambang pintu dengan kesal. Dari raut wajahnya terlihat jelas Erland
telah memarahinya. Sekarang ia menjadi penuh dendam pada Altamyra.
Walaupun telah mengetahuinya, Altamyra tidak takut. Ia merasa tidak bersalah atas apa yang menimpa
Cirra. Dia sendiri yang membuat dirinya mengalami semua ini.
Altamyra pergi untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian ia sudah berada di antara orang-orang
yang duduk menghadap api unggun.
Mereka saling menceritakan pengalaman mereka masing-masing. Sementara yang satu bercerita, yang
lain mendengarkan dengan penuh perhatian. Bergantian mereka menceritakan pengalaman mereka
masing-masing.
Altamyra senang mendengarkan cerita mereka, tetapi ia selalu mengelak menceritakan masa lalunya.
"Aku tidak pandai bercerita." Itulah yang selalu dikatakannya tiap kali tiba gilirannya.
Masa lalunya yang penuh penderitaan adalah satu di antara banyak hal yang ingin dilupakan Altamyra. Ia
tidak mau membagi duka masa lalunya dengan siapa pun. Ia ingin menyimpannya sebagai kenangannya
sendiri.
"Kali ini pun engkau tidak mau bercerita?" tanya Fred.
"Aku hanya dapat berharap kalian mengerti aku tidak ingin membagi masa laluku dengan siapa pun,"
kata Altamyra lembut.
"Di sini kita semua adalah teman," Fred meraih tangan Altamyra, "Tidak ada rahasia di antara kita."
"Itulah yang membuat aku senang tinggal di sini."
"Apakah menjadi pelayan keluarga Apaleah tidak menyenangkanmu? Engkau pelayan kesayangan
mereka, bukan?"
"Andaikan aku adalah pelayan kesayangan mereka, seorang pelayan tetaplah pelayan. Ia harus tunduk
pada perintah majikannya. Aku adalah burung yang bebas dan tidak mau terikat. Semua itu membuatku
tersiksa bagai dikurung. Mereka mematahkan sayapku hingga aku tidak bisa terbang."
Fred bergerak mendekati Altamyra. "Aku dapat membayangkan kesusahanmu."
Altamyra tidak senang melihat Fred semakin mendekatinya.
"Mengapa tidak kauceritakan saja kesusahanmu itu?"
Baru kali ini Altamyra senang mendengar suara sinis itu. Suara itu membuat Fred melepaskan tangannya
dan bergerak menjauh.
Altamyra tidak melihat kapan Erland tiba, tetapi sekarang Erland sudah ada di sisinya.
"Akan kucoba," kata Altamyra, "Walau aku tidak pandai bercerita."
"Itulah yang kita nantikan!" seru Fred.
"Kalian tahu bagaimana perasaan seekor burung dalam sangkar?" Altamyra memulai ceritanya.
"Biasanya ia dapat terbang ke mana pun ia mau dan kini ia hanya bisa terbang dalam sangkarnya yang
sempit. Walaupun sangkarnya luas dan terbuat dari emas, ia tidak bahagia. Sebab ia telah terbiasa
terbang ke manapun ia mau. Ia bebas mencari dan melakukan apa yang disukainya."
"Tetapi, kini ia hanya dapat duduk dalam sangkar. Ia hanya dapat melihat alamnya yang hijau tanpa
dapat terbang kesana . Ia hanya dapat membayangkan hutannya yang hijau rimbun dan sejuk. Kerjanya
hanya menanti tuannya memberinya apa yang tidak disukainya. Ia tidak mau melakukannya, tetapi demi
bertahan hidup ia memaksa dirinya sendiri untuk melakukannya."
"Sering kali ia berpura-pura sekarat dengan harapan tuannya akan melepaskannya tapi tuannya terlanjur
sayang padanya. Setiap kali melihatnya kurang sehat, sang tuan segera mencarikan dokter terbaik untuk
mengobatinya. Maka, ia pun mencoba melakukan yang yang terbaik bagi tuannya agar ia segera
dilepaskan. Tapi," Altamyra mendesah panjang.
"Ia salah lagi," Altamyra sedih, "Tuannya menjadi semakin menyayanginya dan tidak mau
melepaskannya. Sekarang ia telah bebas dan ia sangat bahagia. Karena itu kukatakan pada kalian,
kebebasan itu sangat penting. Hanya dengan kebebasan kita bisa bahagia."
"Hebat sekali!" Fred memberi Altamyra tepuk tangan. "Kalau engkau mengelak lagi dengan berkata
tidak pandai bercerita, aku akan menertawakanmu. Engkau sangat pandai bercerita. Engkau
mengumpamakan dirimu dengan burung dan membuat kami seperti melihat sendiri bagaimana kehidupan
sang burung yang tidak bahagia."
"Terima kasih." Altamyra merasa tidak enak mendengar pujian itu.
"Sudah cukup," kata Erland tiba-tiba, "Sekarang waktunya engkau tidur."
Altamyra terkejut Erland tiba-tiba menariknya. Untung saja lukanya sudah lama sembuh, kalau tidak
luka itu pasti sudah membuka lagi karena kekasaran Erland.
" Adaapa denganmu?" protes Altamyra.
"Sekarang waktunya engkau tidur," jawab Erland dingin.
"Tapi aku tidak tidur di sini. Aku tidur di luarsana ."
"Mulai malam ini engkau tidur di kamarku."
"Apa!?" pekik kaget Altamyra.
"Sudah kukatakan aku harus mengawasimu secara penuh," kata Erland sesinis senyumannya.
"Tidak!" protes Altamyra, "Aku tidak mau!"
"Sayangku," kata Erland berbahaya. Erland menatap Altamyra lekat-lekat. "Jangan mempersulit dirimu
sendiri."
"Aku tidak mau tidur di tempatmu!" Altamyra balas menatap tajam.
Erland tersenyum kejam lalu mengangkat Altamyra.
"Turunkan aku!" ronta Altamyra. "Turunkan!"
Altamyra terus meronta-ronta dan memukuli dada Erland tetapi pria itu tetap melangkah pasti menuju
kamarnya.
"Aku membencimu," desis Altamyra saat Erland meletakkannya di tempat tidur. "Sampai mati pun aku
tidak akan memaafkanmu!"
Erland tiba-tiba memeluk Altamyra.
Altamyra meronta kuat-kuat tetapi Erland juga memperkuat pelukannya hingga Altamyra merasa
dadanya sesak.
"Manusia kejam," desis Altamyra, "Perbuatanmu sama buruknya dengan si Raja serigala itu. Engkau
tidak pantas menggantikannya."
Altamyra tidak mempedulikan apa-apa lagi termasuk air mata yang mengalir di pipinya. "Bagaimana
engkau akan memperbaiki kehidupan rakyat kalau engkau sekejam dan sekasar ini?" desisnya penuh
kebencian dan kesedihan.
Tidak diduga Altamyra, Erland mencium air mata yang menuruni pipinya.
"Akan kutunjukkan padamu kalau aku bisa bersikap lembut," kata Erland lembut, "Tapi itu pasti sulit.
Engkau, setan cilik, membuatku selalu ingin menyiksamu sampai mati."
"Lebih baik aku mati daripada kausentuh," desis Altamyra.
"Aku tidak akan membiarkannya terjadi," kata Erland dengan nada menghibur.
Altamyra semakin membenci Erland. Kalau Erland tidak memeluknya kuat-kuat, ia pasti sudah
meledak-ledak. Matanya menatap Erland dengan api kemarahan yang berkobar-kobar.
Erland mencium bibir Altamyra dengan lembut lalu membaringkannya dengan lembut pula. "Tidurlah,"
katanya, "Aku akan tidur di lantai."
Erland menyelimuti Altamyra lalu mengambil guling di sisi gadis itu.
Altamyra menarik selimutnya tinggi-tinggi saat tubuh Erland menyeb erangi tubuhnya.
Erland tersenyum nakal dan berkata, "Engkau lebih cantik kalau diam seperti ini." Erland mencium
Altamyra sekilas sebelum berbaring di lantai.
Wajah Altamyra merah padam. Seumur hidup baru kali ini dipuji cantik oleh seorang pria.
Altamyra merasa dirinya tolol. Karena pujian pria yang dibencinya saja, ia sudah seperti salah tingkah.
Jantungnya berdegup kencang melihat Erland berbaring di sisi kaki ranjang.
Altamyra senang melihat wajah tampan yang terpejam itu. Tetapi, ia membencinya saat wajah itu
memandangnya dengan sinis.
Altamyra tahu Erland pria yang berani dan baik. Kalau saja kebenciannya tidak ada, ia pasti telah
terpikat padanya. Tetapi, ia masih marah atas sikap Erland pada pengawal-pengawal itu.
Kemarahannya seperti anak kecil. Altamyra tahu hal itu tetapi ia tidak bisa berhenti membenci Erland.
Altamyra yakin Erland seperti dirinya. Ia juga tidak bisa berhenti membencinya. Kalau mereka
sama-sama mau melupakan kemarahan mereka yang tidak berarti, mereka bisa rukun.
Bila ingin kehidupannya di tempat ini lebih baik untuk hari-hari selanjutnya, Altamyra harus mau berusaha
melupakan kemarahannya yang tiada berujung.
4
Erland pusing.
Hari-hari belakangan ini semua yang dilakukannya tidak ada yang beres. Ia tidak dapat memanah
dengan tepat. Permainan pedangnya kacau.
Semua perhatiannya hilang. Semuanya tercurah untuk seorang gadis yang dapat mengobrak-abrik
ketenangannya. Setan cilik satu itu memang tidak bisa dilepaskan walau hanya sesaat. Selalu saja ada
yang mengekorinya.
Erland heran bagaimana gadis itu menarik perhatian para pria hingga ia selalu dikejar mereka seperti
lebah dan madu.
"Engkau memikirkan apa?"
Er
↧
Anugerah Bidadari - 5
↧