Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Anugerah Bidadari - 9

$
0
0

Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf

Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall

Kebenciannya
  pada ayahnya yang sudah tumbuh kian menjadi-jadi.
  Seperti ibunya, Altamyra tidak berkeinginan untuk kembali ke Vandella. Walaupun ingin bertemu Allan,
  Altamyra tetap bersikeras untuk tinggal di Marshwillow yang dicintainya.
  Hannah tidak bisa berbuat apa-apa untuk memaksa Altamyra pulang. Altamyra adalah majikan dan Putri
  Kerajaan tanah airnya.
  Walaupun tahu hidupnya akan lebih terjamin bila ia kembali pada ayahnya, Altamyra memilih tinggal di
  sisi pusara ibunya.
  Altamyra tidak pernah merasa dirinya adalah seorang Putri. Ia adalah gadis desa. Ia dibesarkan sebagai
  seorang gadis desa yang hidupnya serba kesulitan, bukan sebagai Putri.
  Setelah mengetahui rahasia itu, Altamyra mulai menduga ibunya sering melamun bukan memikirkan
  ayahnya tetapi memikirkan Allan yang berada dalam cengkeraman ayahnya. Altamyra tahu ibunya
  dengan sangat berat hati meninggalkan kakaknya dalam kekejian ayahnya. Altamyra juga tahu bagaimana
  tindakan ayahnya pada Allan hingga membuat ibunya terpaksa meninggalkan Allan untuk
  menyelamatkannya.
  Kebencian yang mendalam pada ayah yang kejam, membuat Altamyra semakin ingin melupakan jati
  dirinya. Ia tak peduli apakah ia seorang putri atau bukan. Ia hanya tahu ia adalah gadis desa.
  Waktu terus berjalan. Altamyra melupakan rahasia itu. Dalam pikiran maupun dalam tin gkah lakunya, ia
  tidak pernah lagi mengingat maupun teringat akan siapa dirinya. Altamyra sudah benar-benar melupakan
  hal itu ketika Dewey, Menteri Luar Negeri Vandella muncul.
  Saat itu Altamyra sedang menanti Hannah yang pergi berbelanja. Sambil menanti, ia menyibukkan diri
  dengan menyulam. Di tengah kesibukannya itulah tiba-tiba pintu diketuk orang.
  "Tidak mungkin Hannah yang datang," pikir Altamyra, "Ia tidak perlu mengetuk pintu kalau ingi n
  masuk."
  Altamyra menuju pintu sambil bertanya-tanya siapa yang datang. Sejak ibunya dikubur, hampir tidak ada
  lagi penduduk Marshwillow yang mengunjungi mereka. Penduduk tahu dengan segala keterbatasan yang
  ada, mereka tidak dapat menjamu tamu. Penduduk tidak ingin merepotkan Hannah maupun Altamyra.
  Altamyra terpana melihat seorang pria setengah baya berdiri di ambang pintu dengan bajunya yang indah
  mengkilat. Ia diapit dua pria lain yang lebih muda dan lebih sederhana pakaiannya.
  Altamyra melihat mereka semua dari atas ke bawah. Pria yang di tengah mengenakan jas yang rapi
  sedang yang di tepi mengenakan baju prajurit dengan warna biru untuk atasannya dan putih untuk
  celananya.
  Mereka membuat Altamyra bersikap waspada. Altamyra tidak tahu siapa mereka, tetapi mereka telah
  menimbulkan kecurigaannya.
  "Anda mencari siapa, Tuan?"
  "Saya Dewey, Menteri Luar Negeri Kerajaan Vandella. Saya datang untuk menjemput Yang Mulia
  Paduka Ratu Reinny dan Yang Mulia Tuan Puteri Altamyra."
  Buku-buku jari tangan Altamyra memutih mendengarnya. Gadis itu membusungkan dadanya dan
  menatap pria di depannya. "Mereka tidak ada di sini," katanya tegas.
  Walaupun Raja Wolve mengirim jemputan untuk mereka, Altamyra takkan mau kembali. Ibunya telah
  bersusah payah untuk dapat berada di sini. Dan, sebagai anak berbakti, Altamyra takkan membuat usaha
  ibunya menjadi sia-sia.
  "Mata-mata kami memberitahu mereka berdua tinggal di sini," kata Dewey keheranan.
  "Sayang sekali, Tuan, mereka tidak ada di sini."
  "Ya, sayang sekali," Dewey tampak sangat sedih, "Mungkin mereka sudah pindah atau mata-mata kami
  yang salah."
  "Mungkin saja," Altamyra menyetujui.
  "Terima kasih, Nona. Maaf kami telah menganggu Anda."
  Altamyra yakin mereka akan kembali ke Vandella dengan tangan kosong apabila saat itu Hannah tidak
  muncul.
  Sejak ibunya masuk Istana, Hannah dan Dewey berkenalan. Hannah tidak mungkin melupakan Dewey.
  Dewey juga tidak mungkin melupakan pelayan ibunya itu.
  "Apa kabar, Tuan Dewey?" sapa Hannah, "Lama kita tidak bertemu."
  "Hannah?" tanya Dewey tak percaya, "Engkau tinggal di sini?"
  "Tentu saja," jawab Hannah tanpa menyadari kesalahannya, "Sejak meninggalkan Vandella, aku tinggal
  di tempat ini."
  "Berarti Paduka Ratu dan Tuan Puteri ada di sini," gumam Dewey. Tiba-tiba pria itu berbalik dan
  menatap Altamyra lekat-lekat.
  Altamyra tetap bersikap tenang.
  Dewey mencermati tiap lekuk wajah Altamyra. Semakin dilihat, semakin tampak kemiripannya dengan
  Ratu Reinny sewaktu ia masih muda. Hanya saja mata biru gadis ini lebih cerah dan rambutnya lebih
  bersinar cerah. Selain itu, ia benar-benar seperti gambaran diri Ratu di waktu muda.
  Dewey memandang Hannah dengan penuh pertanyaan di matanya.
  "Benar, ia adalah &" Hannah tidak jadi melanjutkan kata-katanya. Matanya bertemu dengan wajah
  Altamyra yang menyuruhnya menutup mulut.
  Sayangnya, Dewey sudah dapat menebak siapa gadis yang membukakan pintu itu.
  Altamyra yang sudah menebak hal itu, segera menyingkir ke dalam rumah. Ia menyadari kemiripannya
  dengan ibunya. Tak perlu orang lain untuk mengatakan mereka mirip. Altamyra tak mau mendengar siapa
  dirinya yang sesungguhnya.
  Dewey bingung melihat kepergian gadis itu.
  Hannah merasa bersalah atas kejadian itu. "Silakan masuk, Tuan. Saya ingin mengetahui apa yang
  membuat Anda datang ke sini."
  Dewey memandangi keadaan di dalam rumah kecil itu. Ruangan-ruangannya sangat kecil dan hampir
  kosong. Tidak nampak sofa-sofa yang indah, lukisan-lukisan. Semuanya tidak mencerminkan gaya hidup
  keluarga kerajaan tetapi mencerminkan kehidupan orang miskin yang penuh penderitaan.
  Dinding-dinding kayunya tampak lapuk dan di sana sini mulai tumbuh lumut. Atapnya lebih mengenaskan
  lagi. Atapnya tampak sangat lemah dan sewaktu-waktu siap runtuh.
  Tak pernah disangka Dewey kehidupan Ratu dan Putri kerajaannya sedemikian buruknya. Mereka
  benar-benar melarat seperti layaknya orang miskin.
  "Silakan duduk, Tuan," kata Hannah, "Maaf tempat kami kotor."
  Dewey mendengar deritan kursi kayunya ketika ia duduk. Dewey melihat sekeliling seperti mencari
  seseorang. "Di mana Paduka Ratu?"
  Hannah menunduk sedih. "Ia meninggallima tahun lalu."
  "Oh," itulah yang pertama kali terloncat dari mulut Dewey. "Aku turut berduka cita."
  "Terima kasih, Tuan."
  "Sejak itu engkau sendiri yang membesarkan Tuan Puteri?" Dewey tiba-tiba bertanya.
  Hannah tersenyum. "Tepatnya tidak." Melihat wajah heran Dewey, Hannah melanjutkan, "Nona tidak
  membiarkan dirinya merepotkan orang lain. Ia ikut berusaha untuk menghidupi keluarga kecil kami ini."
  Dewey terpekur menatap lantai kayu di kakinya.
  "Apa yang membuat Anda datang?"
  "Berita duka juga," jawab Dewey.
  "Berita duka?"
  "Yang Mulia Paduka Raja Wolve telah meninggal."
  "Apa!?" Hannah terkejut, "Kapan itu terjadi?"
  "Berbulan-bulan lalu. Kira-kira tujuh sampai delapan bulan lalu."
  "Oh &" gumam Hannah. "Aku sama sekali tidak menyangkanya."
  "Kami semua juga tidak pernah menduga Paduka pergi secepat ini. Sebulan sebelum beliau meninggal, ia
  sakit. Kami semua itu hanya sakit biasa. Tapi, siapa menduga Tuhan berkata lain."
  "Tentunya sekarang tahta kerajaan sedang kosong," komentar Hannah tanpa pikir panjang. Tiba-tiba
  Hannah teringat akan Allan. Ia baru saja akan membetulkan kata-katanya ketika Dewey berkata,
  "Karena itulah kami datang ke sini."
  Hannah keheranan. "Bukankah ada Pangeran Allan?"
  "Sayang sekali Pangeran juga sudah meninggal."
  "Apa!?" Hannah terkejut. "Pangeranmalang, ia masih terlalu muda untuk mati."
  "Ya, sayang sekali," Dewey setuju.
  "Saya khawatir Anda tidak berhasil, Tuan."
  "Maksudmu?"
  "Nona & ehm & maksudku Tuan Puteri tidak mau kembali ke Vandella. Seperti ibunya, sedikit pun ia
  tidak ingin kembali ke Vandella. Ia membenci Raja Wolve."
  Dewey sedih mendengarnya. "Kau harus membantuku, Hannah. Hanya engkau yang paling dekat
  dengannya. Bujuklah dia."
  "Saya rasa percuma, Tuan," kata Hannah, "Maaf saya tidak bisa membantu."
  "Engkau harus bisa membantuku."
  "Saya benar-benar tidak bisa, Tuan Dewey."
  "Kau harus."
  "Aku menolak!"
  Dewey terkejut. Altamyra tiba-tiba muncul di ruangan itu. Gadis itu seperti sudah mendengar semuanya.
  "Maafkan aku," kata Altamyra, "Aku tidak bermaksud mendengar pembicaraan kalian. Tetapi, rum ah
  ini kecil dan di mana pun aku berada, aku dapat mendengar pembicaraan kalian."
  "Saya mohon kembalilah ke Vandella, Yang Mulia. Rakyat Vandella membutuhkan Anda."
  "Jangan memohon padaku. Aku takkan mengubah jawabanku," kata Altamyra tegas.
  "Rakyat Vandella sedang menderita, Yang Mulia. Saat ini mereka membutuhkan bantuan Anda. Hanya
  Anda yang bisa menyelamatkan mereka dari penderitaan ini."
  "Salahkan serigala itu!" Altamyra bosan dibujuk, "Salahkan kekejamannya hingga tega membunuh putra
  kandungnya sendiri."
  "Pangeran Allan meninggal bukan karena dibunuh Paduka. Ia yang membunuh dirinya sendiri," kata
  Dewey, "Ia bunuh diri."
  "Allan bunuh diri karena serigala itu, bukan?"
  Dewey terdiam.
  "Jangan pernah berpikir aku tidak tahu apa-apa tentang kekejaman serigala itu. Aku tahu bagaimana ia
  memperlakukan Allan. Aku dapat merasakan kebencian Allan karena terus didesak untuk bersikap
  sempura. Serigala itu memaksa Allan bersikap sempurna seperti Pangeran kejam tapi Allan tidak
  sanggup."
  Dewey benar-benar tidak dapat membantah. Apa yang dikatakan Altamyra benar. Semua penghuni
  Istana tahu Pangeran Allan tertekan oleh keinginan dan kekejaman ayahnya hingga akhirnya ia memilih
  mati.
  "Kembalilah ke Vandella. Katakan pada yang memerintahkanmu bahwa aku menolak untuk kembali."
  "Tidak ada yang menyuruh kami, Yang Mulia."
  Altamyra tidak tertarik mendengarnya.
  "Bukan Raja Wolve yang memerintahkan kalian untuk mencari kami?" tanya Hannah keheranan.
  "Paduka Raja tidak pernah menyuruh kami," jawab Dewey, "Bahkan, sejak Paduka Raja tahu ia tidak
  bisa sembuh, Paduka tidak menyuruh kami. Kami sendirilah yang memerintahkan diri kami sendiri untuk
  mencari Anda semua. Hingga Paduka meninggal, ia tidak tahu kami telah memulai pencarian ini."
  "Kau telah melihat sendiri kenyataannya, bukan? Ia tidak mau peduli pada kami. Ia tidak mengharapkan
  kami kembali."
  Lagi-lagi Dewey tidak bisa berkata apa-apa.
  Hannah tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu kerasnya hati Altamyra bila gadis itu telah
  memutuskan sesuatu. Ia tidak punya hak untuk memerintah Altamyra sekali pun ia telah menjadi ibu gadis
  itu selama lima tahun terakhir ini.
  "Saat ini Vandella sedang terjadi kekosongan tahta. Kami &"
  "Siapa yang selama ini memegang pemerintahan?" potong Altamyra.
  "Kami, para Menteri."
  "Kalau begitu kalian bisa terus mengatur Vandella tanpa aku."
  "Kami tidak bisa berbuat banyak tanpa seorang Raja, Yang Mulia. Di Vandella, rajalah yang berhak
  memutuskan segalanya."
  "Angkat saja Raja yang baru," usul Altamyra.
  "Kami &"
  "Selain aku," potong Altamyra.
  Dewey tampak murung. "Tidak bisa, Yang Mulia."
  "Mengapa?" tanya Altamyra keheranan, "Tidak mungkin serigala itu tidak menunjuk pewarisnya yang
  baru setelah Allan meninggal."
  "Andaikan saja itu terjadi, Yang Mulia," Dewey menyesal, "Hingga beliau meninggal, ia tidak pernah
  menunjuk penggantinya. Di Vandella ada isu yang tersebar Putri Prischa, anak tunggal keluarga Apaleah
  yang mempunyai hubungan dekat dengan Raja, akan naik tahta bila Paduka meninggal. Hal itu benar bila
  Anda tidak ada."
  "Bersikaplah seperti aku telah meninggal."
  "Itu adalah tradisi, Yang Mulia. Kami tidak berani menentangnya. Rakyat Vandella pasti memberontak
  bila kami melanggar tradisi ini. Karena itulah hingga hari ini kami belum mengumumkan kematian Paduka.
  Kami tidak ingin terjadi perebutan kekuasaan. Kami juga tidak ingin membuat pemberontak kerajaan
  melakukan kudeta."
  "Pemberontak?" Hannah tertarik pada cerita Dewey.
  "Sebenarnya sejak dulu sudah ada gerakan pemberontakan terhadap Raja tapi gerakan itu baru kentara
  tak lama setelah kalian pergi. Pemimpin pemberontak itu telah menjadi pahlawan rakyat Vandella yang
  miskin dan menderita. Kami yakin demi pahlawan mereka itu, mereka sanggup mengorbankan apa saja
  terlebih setelah mengetahui Paduka telah meninggal. Kami menghindari hal itu. Kami tidak ingin terjadi
  perang antara pasukan kerajaan dengan rakyat."
  "Angkatlah sang pahlawan menjadi raja dan semua masalah selesai," usul Altamyra, "Rakyat takkan
  marah karenanya."
  "Sudah kami jelaskan, Yang Mulia, tradisi membuat kami tidak bisa berbuat lain. Selama Anda masih
  ada, tidak ada yang berhak menduduki tahta kerajaan."
  "Apakah Anda tidak ingin pulang ke Vandella, Nona?" Hannah akhirnya ikut membujuk, "Walaupun
  Anda hanya tinggal sehari di Vandella, Anda tetap lahir di Vandella. Dalam diri Anda mengalir darah


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>