Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf
Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall
ersenyum. "Kami tahu Anda tidak sama dengan ayah Anda."
"Serigala itu," gumam Altamyra, "Ia telah menjadi lembar hitam Kerajaan Vandella."
Tiba-tiba pintu diketuk seseorang.
Sylta segera membuka pintu.
"Lapor, Paduka," seorang prajurit masuk, "Duke Apaleah datang menemui Anda untuk mengucapkan
selamat atas pengangkatan diri Anda menjadi Ratu Vandella."
Altamyra menatap kedua orang di hadapannya dan berkata, "Pagi ini akan menjadi pagi yang
melelahkan bagiku."
"Saya akan meminta Duke kembali bila Anda keberatan, Paduka," kata prajurit itu.
"Terima kasih atas kesediaanmu, tapi kurasa aku harus menemuinya katakan padaku di mana ia dan
putrinya berada?"
"Bagaimana Anda tahu, Paduka?" pertanyaan itu terlompat begitu saja dari mulut prajurit yang
keheranan itu. Saat itu juga ia menyadari kelancangannya, ia cepat-cepat berkata, "Maafkan ke &"
"Putrinya adalah mantan pewaris tahta," jawab Altamyra, "Tetapi itu kalau aku tidak ada. Mereka tentu
datang berdua untuk mendapatkan perhatian dariku."
Altamyra segera berlalu sebelum prajurit itu melanjutkan kata-katanya yang sengaja dipotong Altamyra.
Prajurit itu menatap Sylta dengan bingung.
"Pergilah!" kata Sylta, "Antar Paduka."
Prajurit itu bergegas menyusul Altamyra.
"Jangan mudah merasa bersalah hanya karena tidak sengaja bertanya tanpa disuruh," Altamyra memberi
nasehat dengan lembut, "Bertanya bukan hal yang patut dimasukkan dalam daftar kesalahan. Menge rti?"
"Hamba mengerti, Paduka."
Altamyra tersenyum.
Prajurit segera membukakan pintu Ruang Tamu ketika melihat Altamyra mendekat.
Dua orang yang duduk di dalam seger berdiri untuk menyambut kedatangan Altamyra.
"Selamat pagi, Duke Apaleah, Lady Prischa. Apa yang membuat datang sepagi ini."
"Kami datang untuk mengucapkan selamat atas pengangkatan diri Anda, Paduka."
"Terima kasih, Duke. Anda bersedia datang sepagi ini hanya untuk mengatakan hal sekecil ini."
"Kami merasa sudah menjadi kewajiban kami untuk mengucapkan selamat pada Anda, Paduka," kata
Prischa.
Altamyra tahu sesungguhnya Prischa merasa enggan untuk menemuinya. Prischa merasa Altamyra
merebut tahtanya.
"Aku merasa tersanjung, Lady Prsicha. Aku juga telah menyesal telah merebut tahtamu."
Prischa terkejut. Ia cepat-cepat berkata, "Anda sama sekali &"
"Tidak, Prischa," potong Altamyra, "Semua orang tahu engkaulah yang akan naik tahta bila Raja Wolve
meninggal. Tentu sudah banyak yang kalian korbankan untuk mempersiapkan hal ini."
Duke tertawa. "Anda sangat terbuka, Paduka."
"Aku menyukai kejujuran, Duke. Bagiku kejujuran lebih berharga daripada pujian yang tinggi," Altamyra
menegaskan.
"Tentu, Paduka. Di dunia ini apa yang dapat mengalahkan kejujuran?"
"Tidak ada, Duke. Kita semua mengetahuinya," kata Altamyra, "Sangat disayangkan kerajaan ini lama
terpuruk dalam kepura-puraan."
"Anda terlalu melebihkan, Paduka."
"Aku tidak tahu apa-apa tentang kerajaan ini, tapi aku tidak buta untuk mengetahuinya," Altamyra
mengingatkan dengan lembut.
"Ayah saya benar, Paduka. Anda terlalu melebih-lebihkan."
Altamyra menatap lekat-lekat kedua orang itu lalu ia tersenyum. "Seharusnya aku menyadarinya dari
tadi. Sebagai ayah dan anak kalian sangat mirip, membuatku iri."
Pandangan Altamyra menembus mata hijau kedua orang itu. Raut wajah mereka tidak terlalu
menyenangkan untuk dipandang. Mata mereka bersinar licik dan seperti ingin selalu berpura-pura.
Keduanya terdiam.
"Bagi kalian, aku adalah orang asing di tempat ini. Tetapi, jangan melupakan siapa aku. Aku lahir di sini
sebagai keturunan serigala yang kalian takuti itu. Mungkin aku buta tentang kerajaan ini, tapi aku bisa
menjadi seperti ayahku. Dalam tubuhku mengalir darahnya, jangan lupa itu."
"Tentu tidak, Paduka," sahut Prischa ketakutan, "Anda tidak buta sama sekali tentang Vandella. Saya
yakin Anda akan membawa Vandella pada kejayaannya."
Altamyra menatap Prischa lekat-lekat. Ia tahu wanita itu lebih tua darinya tetapi tidak lebih tegas
darinya. Kalau Altamyra menjadi Prischa, ia pasti tidak akan ketakutan hanya karena sedikit diperingati
gadis yang jauh lebih muda darinya.
Pintu diketuk seseorang kemudian seorang prajurit muncul.
"Maaf menganggu Anda, Paduka," kata prajurit itu, "Saya hendak melaporkan bahwa para Menteri
telah tiba."
"Terima kasih. Tolong katakan pada mereka, aku akan segera datang."
"Baik, Paduka."
"Maafkan saya, Duke Apaleah, Lady Prischa. Saya tidak bisa menemani Anda lebih lama lagi."
"Kami mengerti, Paduka. Lagipula kami juga hendak pamit."
"Saya berharap kita mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi, Duke."
"Saya juga berharap, Paduka."
Altamyra tersenyum melihat kepergian mereka lalu ia meninggalkan Ruang Tamu dan bergegas menemui
para Menterinya.
Semua menteri telah duduk di meja perundingan. Mereka berbincang-bincang sambil menanti
kedatangan Altamyra. Mereka semua terdiam ketika Altamyra memasuki Ruang Rapat dan cepat-cepat
bangkit.
Altamyra menuju kursi tingginya di salah satu ujung meja kotak itu.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," sapa Altamyra, "Maafkan keterlambatan saya."
"Selamat pagi, Paduka."
"Silakan duduk," kata Altamyra, "Kita akan segera memulai rapat pertama kita ini. Sebagai
perkenalanku dengan kalian, aku takkan menyebut siapa aku dan bagaimana asal usulku. Aku yakin
kalian telah mengetahuinya. Aku hanya akan mengatakan rencana-rencanaku di awal pemerintahanku
ini."
"Seperti yang kita ketahui, kehidupan rakyat sangat menderita. Itulah yang pertama-tama akan kita
ubah. Aku ingin memajukan kemakmuran rakyat sebelum melangkah lebih jauh. Untuk itu aku ingin
membeli bahan-bahan kebutuhan hidup sebanyak-banyaknya untuk dibagikan kepada rakyat. Apakah
ada yang tidak setuju?"
"Maafkan kelancangan saya, Paduka. Menurut perhitungan saya, kas kita tidak cukup untuk melakukan
itu."
"Tidak, Mardick. Lihatlah Istana ini. Apa yang ada di dalamnya lebih dari cukup untuk meningkatkan
kehidupan rakyat."
"Penduduk Vandella sangat banyak, Paduka. Kas kita terus menipis karena kurangnya pajak yang
masuk. Bila ditambah beban pembelian itu, saya khawatir kas kita akan kosong. Anda harus
memperhitungkan hal itu, Paduka," Mardick bersikeras, "Dana kita tidak cukup untuk membeli
barang-barang kebutuhan untuk dibagikan pada rakyat. Kita bisa jatuh miskin karenanya."
"Tidak mungkin! Kemarin aku telah men ghitung jumlah uang yang kita miliki cukup untuk mem biayai
hidup rakyat. Bahkan, lebih dari yang kuminta!" ujar Ratu.
"Tapi &"
"Cukup!" potong Altamyra tajam, "Jangan mencoba membantahku! Aku tahu ayahku tidak mungkin
menghamburkan uangnya. Ia lebih suka menimbun kekayaan daripada berfoya-foya."
"Daulat, Paduka," Menteri Keuangan itu membela pendapatnya.
"Penjaga!" Ratu cantik itu sudah tidak menahan diri, "Jaga dia! Tanpa ijin dariku, ia tidak boleh
meninggalkan istana ini!"
"Baik, Paduka." Dua prajurit yang berjaga-jaga di dalam Ruang Rapat segera memegang erat-erat
tangan Mardick. Mardick berusaha melawan. Kedua prajurit itu terpaksa memunting tangan Mardick ke
belakang punggungnya.
"Jangan karena aku tidak dibesarkan di sini, engkau menyangka aku tidak tahu apa-apa tentang ayahku.
Ayahku orang yang kikir," Ratu mengingatkan. Lalu dengan lembut ia berkata, "Siapkan kamar. Mardick
akan menginap di sini untuk waktu yang lama."
"Baik, Paduka."
Mardick memucat ketakutan.
"Anda tidak boleh melakukan itu, Paduka."
"Simpan pendapatmu itu, Ludwick. Sekarang lebih baik engkau mengumpulkan semua ahli keuangan di
kerajaan ini."
Ludwick memandang heran, namun ia tetap berkata, "Baik, Paduka."
"Aku berharap sebelum dua minggu mendatang semua telah berkumpul di sini."
"Baik, Paduka."
Setelah Ludwick pergi, Altamyra berkata, "Bawa Mardick ke kamarnya. Kurasa ia butuh banyak
istirahat sampai aku selesai dengannya."
"Dan untukmu, Mardick, kuperingatkan untuk tidak mengirim kabar apa pun pada keluargamu. Aku
ingin mereka semua ada ketika hartamu kuperiksa. Aku ingin tahu sebesar apa uang negara yang kaucuri
selama dua puluh satu tahun engkau menjadi Menteri Keuangan," Altamyramendekati pria itu dan berkata
pelan tapi tajam.
Prajurit-prajurit itu memberi hormat pada Altamyra sebelum meninggalkan ruangan luas yang dipenuhi
oleh seluruh menteri.
Altamyra menghadap menteri-menterinya yang lain. "Maafkan atas gangguan tadi. Aku harap kalian
mengerti aku tidak ingin menjelaskan apa pun sampai kecurigaanku terbukti. Kusarankan kalian tidak
memikirkannya sebab aku akan memberi kalian tugas berat. Sebelum aku melanjutkan, aku perlu
menegaskan tindakanku tadi agar kalian tidak khawatir ketika menyelesaikan tugasku."
"Aku tidak akan menahan kalian," kata Altamyra tegas, "Dan, sampai semua terbukti, aku ingin kalian
merahasiakan hal ini dari orang lain."
Altamyra tersenyum manis dan berkata lembut, "Kalian mengerti?"
Mereka membalas senyuman itu dengan tulus tanpa rasa takut sedikitpun. "Kami mengerti, Yang Mulia
Paduka Ratu Altamyra," kata mereka serempak.
Altamyra kembali duduk di kursinya yang tinggi, menghadap menteri-menteri yang melihatnya. Altamyra
menengakkan punggung dan berkata tegas,
"Kalian tahu aku berniat merubah pemerintahan otokrasi ayahku. Sebagai langkah awal, aku ingin
merubah semua peraturan yang dibuat s emasa pemerintahan ayahku. Masing-masing dari kalia n
kuperintahkan membentuk sebuah badan dengan kalian sebagai kepalanya. Badan ini bertugas
menuliskan semua peraturan yang ada dalam lembaga kalian masing-masing dan merubah semua
peraturan yang membebankan rakyat. Dalam hal ini aku menegaskan aku berbeda dengan ayahku."
Ratu tersenyum lembut. "Kalian tidak perlu khawatir aku akan menghukum kalian. Aku tahu kalian tidak
mengenal dan tidak mempercayaiku. Aku meyakinkan kalian untuk memegang kata-kataku ini."
"Kami percaya pada Anda, Paduka," kata mereka hampir bersamaan.
"Terima kasih," Altamyra tersenyum manis, "Aku percaya kalian juga menginginkan perbaikan bagi
kerajaan ini. Aku percaya kalian akan memilih orang yang benar-benar sesuai dengan bidang yang kalian
tangani dan benar-benar ingin memperbaiki negara ini. Tanpa perlu melaporkan siapa saja yang kalian
masukkan dalam badan-badan itu, aku percaya kalian dapat menyelesaikan tugas ini kurang dari satu
bulan."
"Kami akan berusaha sebaik-baiknya, Paduka."
Altamyra mengangguk. "Aku ingin laporan terperinci mulai dari peraturan lama hingga peraturan baru
yang kalian buat."
"Baik, Paduka."
Altamyra bangkit diikuti para menteri itu. "Sebelum kalian mulai mengerjakan perintahku, aku berpesan
kalian tidak perlu ragu untuk menemuiku bila kalian mengalami kesulitan."
"Kami mengerti, Paduka."
Menteri-menteri itu membungkuk hormat sebelum meninggalkan Ruang Rapat.
Altamyra mengawasi kepergian mereka hingga orang terakhir. Altamyra pergi ke jendela yang
menghadap gerbang keluar Istana, tapi yang dilihatnya bukan kereta-kereta yang membawa pergi
menteri-menterinya. Altamyra melihat wilayah kerajaannya yang luas yang perlu pertolongannya.
Gadis itu menghela nafas membayangkan orang-orang yang menderita di luarsana karena kekejaman
ayahnya. Ia sendiri telah melihatnya. Mata kepalanya sendiri telah melihat anak-anak yang kurus, orang
tua yang sakit-sakitan, kaum pria yang kelelahan bekerja, kaum wanita yang menangis. Mereka semua
merintih sedih dan kelaparan.
Banyak yang harus dilakukannya untuk memperbaiki semua ini.
Altamyra kembali duduk di kursinya. Dibukanya sebuah laporan kerja di hadapannya.
Altamyra mendesah panjang melihat laporan yang dibuat dengan rasa takut itu. Tiap tulisan menyiratkan
perasaan takut akan kesalahan.
Mereka semua takut. Takut ia sama seperti ayahnya.
"Paduka!"
Altamyra mengangkat kepala dari pekerjaannya.
Ludwick memandang ruangan kosong itu dengan heran.
"Mereka telah pergi melakukan tugas mereka," kata Altamyra, "Aku juga akan memberimu tugas yang
sama. Aku ingin engkau membentuk sebu ah badan. Pimpin badan itu memeriksa semua peratura n lama
dan merubah peraturan lama yang membebani rakyat. Kalau diperlukan peraturan baru, buatlah. Aku
ingin laporan terinci paling lambat satu bulan mendatang."
"Hamba mengerti, Paduka."
"Sebelum kau pergi, aku ingin memberimu tambahan tugas."
"Hamba siap melaksanakannya, Paduka."
Altamyra tersenyum. "Aku ingin semua ahli keuangan itu tinggal di sini."
"Hamba mengerti, Paduka."
Ludwick membungkuk hormat lalu pergi.
Altamyra menumpuk laporan-laporan di hadapannya menjadi satu. Dibawanya tumpukan kertas itu
meninggalkan Ruang Rapat.
Prajurit di luar terkejut m
↧
Anugerah Bidadari - 13
↧