Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Anugerah Bidadari - 18

$
0
0

Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf

Hex Hall - Rachel Hawkins Cinta Sepanjang Amazon - Mira W Topeng Hitam Kelam - Ambhita Dyaningrum Cinta Dalam Diam - ucu supriadi Fear Street : Ciuman Maut

m macam-macam pajak berikut besarnya dan jumlah penduduk selama
  kurun waktu 20 tahun terakhir."
  "Untuk melakukan tugas ini, aku ingin kalian tetap tinggal di Istana. Agar keluarga kalian tidak cemas,
  tulislah surat pada mereka dan berikan pada pelayan. Mereka akan mengumpulkan surat-surat kalian dan
  mengantarnya."
  "Untuk kelancaran tugas ini, aku mempersilakan kalian menggunakan ruangan ini sebagai tempat kerja
  kalian. Sebelum kalian memulainya, aku ingin menegaskan kalian bekerja sebagai satu kesatuan. Sebuah
  kesatuan pasti memiliki pemimpin. Oleh karena itu, aku menunjuk Toed menjadi pemimpin kalian. Ada
  yang tidak setuju?"
  "Kami setuju, Paduka."
  "Kalian bisa memulai tugas kalian sekarang. Bila kalian mengalami kesulitan, jangan ragu untuk bertanya
  padaku."
  "Kami mengerti, Paduka."
  Altamyra meninggalkan Ruang Pertemuan dan segera menuju Ruang Kerja.
  "Kalian berdua masuklah, aku mempunyai tugas untuk kalian."
  Kedua prajurit penjaga pintu Ruang Kerja itu mengikuti Altamyra.
  Altamyra mengeluarkan dua tumpuk kertas dari lacinya.
  "Masing-masing dari kalian kuperintahkan menyebar sepuluh surat. Tunggulah sebentar jawaban para
  Menteri itu. Bila tugas ini sudah selesai, segeralah kembali."
  Mereka menerima surat-surat itu lalu berkata, "Hamba akan melakukan tugas sebaik-baikny a."
  Kedua prajurit itu baru saja pergi ketika seorang pelayan muncul.
  "Kepala Penjara Vandella datang menghadap, Paduka."
  "Suruh dia masuk."
  Kepala Penjara itu membungkuk dan berkata, "Selamat pa gi, Paduka Ratu. Saya datang membawa
  nama-nama penghuni penjara di seluruh Vandella seperti yang Anda minta."
  Pria kurus ceking itu menyerahkan berkas-berkas yang dibawanya.
  "Duduklah," kata Altamyra, "Aku akan mempelajarinya sebentar."
  Altamyra membalik-balik kertas itu.
  "Saya sudah mengelompokkan antara yang dipenjara karena melanggar hukum dan yang dipenjara
  karena tidak membayar pajak maupun yang menentang Paduka Raja Wolve."
  Altamyra tidak terkejut melihat yang dipenjara karena melanggar hukum lebih sedikit dari yang tidak
  bersalah. Ia sudah dapat menduganya sebelum menerima laporan ini.
  Altamyra bersyukur nama-nama itu dipisahkan pada lembar yang berbeda sehingga bisa menghemat
  waktunya. Ia segera membagi-bagi berkas-berkas itu menjadi dua kelompok, bersalah dan tidak
  bersalah.
  "Nama-nama ini sudah kaukelompokkan berdasarkan tempat mereka dipenjara?"
  "Sudah, Paduka. Setiap tahun Paduka Raja Wolve meminta laporan penghuni penjara dari
  masing-masing penjara yang sudah dikelompokkan seperti itu. Saya hanya perlu menyatukan mereka dan
  menyerahkannya pada Anda."
  "Ternyata serigala itu ada baiknya juga," Altamyra berkata pada dirinya sendiri.
  "Aku menugaskanmu berkeliling tiap penjara dan membacakan titahku ini," Altamyra mengeluarkan
  selembar kertas dari lacinya yang sudah ditandatanganinya.
  Kepala Penjara itu melihat isinya yang berbunyi:
  Atas titah dari Ratu Kerajaan Vandella, nama-nama yang tersebut di bawah ini mulai saat ini dinyatakan
  tidak bersalah. Oleh karena itu, mereka dibebaskan dari penjara dan semua yang menjadi milik mereka
  dikembalikan.
  "Nama yang harus kausebutkan adalah nama yang ada di kertas ini. Bila engkau menyelesaikan tugasmu
  di satu penjara, segera kirim daftar namanya kepadaku."
  "Baik, Paduka."
  "Satu hal yang tidak boleh kaulakukan adalah mewakilkan tugas ini pada orang lain. Aku percaya
  engkau dapat melaksanakannya dengan baik."
  "Saya akan berusaha menjalankan titah Anda sebaik-baiknya, Paduka."
  Altamyra tersenyum puas melihat kepergian pria itu. Satu tugas lagi telah dilakukannya. Sekarang ia
  menanti kabar dari Menteri-menterinya sebelum menjalankan setumpuk keputusan yang sudah dibuatnya.
  Menjelang sore, kedua prajurit yang diutus Altamyra datang. Mereka menyerahkan surat balasan para
  Menteri itu pada Altamyra.
  Altamyra tersenyum puas setelah membaca surat-surat balasan itu. Para Menterinya hampir
  menyelesaikan tugas mereka dan itu artinya Altamyra bisa segera mengadakan rapat.
  10
  Dua hari setelah pengumuman titah Altamyra, Hall Istana mulai ramai. Bangsawan-bangsawan mulai
  berdatangan untuk menyerahkan bantuan mereka. Orang-orang kaya pun tak mau ketinggalan.
  Altamyra menyadari ini semua berkat koran yang dengan gencar mengabarkan dirinya yang menyamar
  menjadi gadis desa untuk memberi bantuan sendiri pada rakyat. Sayangnya, menurut Altamyra,
  koran-koran itu terlalu memujinya. Karena dalam koran dikatakan ia mau melupakan kedudukannya
  demi menyuapkan nasi pada orang tua yang lumpuh.
  Walaupun begitu, Altamyra berterima kasih pada mereka. Berkat mereka penyebaran kegiat an amalnya
  menjadi cepat.
  Bantuan sudah banyak yang terkumpul di Hall. Prajurit-prajurit Vandella terus mengantarkan bantuan ke
  kota-kota di seluruh Vandella. Bahkan, penduduk Perenolde turut membantu mengantarkan bantuan ke
  daerah-daerah di luar Perenolde.
  "Ratu Altamyra Menggerakkan Mega Bantuan untuk Rakyat Vandella." Demikian judul salah satu
  koran.
  Sekali lagi Altamyra membuat gempar rakyatnya. Tak seorang pun dari rakyat Vandella yang menduga
  Ratu mereka yang keturunan langsung Raja Wolve yang kejam, sebaik ini. Ratu telah menunjukkan
  ketulusannya dengan membuang harga dirinya sebagai Ratu saat ia mengunjungi pemukiman penduduk
  miskin pada hari pertama ia menyalurkan bantuan.
  Rakyat juga mengetahui Altamyra telah mengeluarkan mereka yang tak bersalah dari penjara. Banyak di
  antara mereka yang keheranan ketika dibebaskan. Ketika mereka tahu apa yang terjadi, mereka sangat
  bersyukur pada Tuhan yang mengirim Ratu sebaik Altamyra pada mereka.
  Dalam waktu kurang dari dua minggu pemerintahannya, Altamyra membuat rakyat menganggapnya
  sebagai anugerah yang luar biasa. Ia yang semula ditakuti kini menjadi pujaan tiap orang. Rakyat memuja
  dan menyanjungnya.
  Walaupun begitu, Altamyra tak melihat adanya seseorang yang datang ke Istana untuk mengambil
  bantuan. Tempat penerimaan bantuan sangat ramai, tapi tempat pengambilannya sangat sepi.
  "Mereka tidak berani masuk?" tanya Altamyra heran.
  "Benar, Paduka. Tampaknya mereka takut Anda mempunyai rencana tertentu. Perlukah kami
  membujuk mereka?"
  "Jangan," Altamyra cepat-cepat mencegah. "Aku khawatir mereka semakin curiga bila kau melakukan
  itu."
  "Apakah yang harus kami perbuat, Paduka?"
  Altamyra mengawasi kerumunan orang jauh di depan gerbang Istana. Mereka sejak tadi hanya
  menggerombol di sana. Tidak maju juga tidak mundur. Jumlah mereka terus bertambah, tapi tidak
  keberanian mereka.
  "Baiklah," kata Altamyra tiba-tiba, "Aku yang akan menanganinya sendiri."
  "Jangan, Paduka," cegah Kincaid.
  "Percayakan padaku, Kincaid. Sekarang perintahkan prajurit membuka gerbang belakang. Aku akan
  tiba di sana dalam waktu lima menit."
  -----0-----
  "Mengapa kalian berkumpul di sini?"
  "Kami ingin masuk ke sana, tapi kami tidak berani."
  "Ya, aku mengerti perasaan kalian. Aku pun demikian ketika pertama kali diundang oleh Ratu. Di sana
  aku disambut dengan baik."
  "Anda lebih kaya dari kami, Nona," seseorang menyelentuk, "Paduka Raja sangat benci pada kami,
  orang miskin karena kami tidak pernah mampu membayar pajak. Apalagi putrinya. Siapa tahu ia
  mengundang kami semua untuk dibunuh?"
  Altamyra tidak menanggapi. Ia berjalan ke tempat ia menyembunyikan bola. Di sana, ia pura-pura
  tersandung bola itu.
  "Bola sialan!" umpat Altamyra, "Siapa yang meletakannya di sini?"
  Beberapa anak yang mendengar umpatan itu mendekati Altamyra.
  Dalam hati Altamyra tersenyum senang tapi di luar, ia tetap menahan amarah. Altamyra mengambil bola
  itu dan melemparnya sekuat tenaga ke arah gerbang istana seraya berkata, "Pergi jauh dan jangan
  mengangguku lagi."
  Lagi-lagi dalam hati Altamyra tersenyum senang karena rencananya berhasil. Anak-anak itu berlari
  mengejar bola yang terus menggelinding ke gerbang Istana. Altamyra pura-pura terkejut melihatnya.
  "Gawat!" serunya.
  "Lihat! Ini semua kesalahanmu. Apa yang harus kami lakukan kalau mereka dibunuh?" Orang-orang itu
  menyalahkan Altamyra.
  "Tenang," kata Altamyra tenang, "Aku akan menolong mereka. Para prajurit itu patuh padaku."
  Altamyra berjalan ke gerbang Istana sementara itu orang-orang di belakangnya mengikuti di jarak yang
  cukup jauh.
  Bola menggelinding terus hingga memasuki halaman Istana. Anak-anak kecil itu terus mengejar tapi
  mereka dihadang penjaga pintu gerbang. Orang tua mereka berteriak panik di belakang Altamyra.
  "Biarkan mereka masuk!" seru Altamyra.
  Penjaga pintu gerbang mengijinkan mereka masuk.
  "Mengapa engkau membiarkan mereka masuk?" Orang-orang itu menuntut Altamyra.
  "Jangan khawatir, aku yakin mereka baik-baik saja."
  "Kalau terjadi sesuatu pada mereka, engkau harus bertanggung jawab!"
  "Tentu saja," jawab Altamyra tenang.
  Saat itu pula anak-anak tadi muncul. Mereka tampak senang. Mulut mereka penuh dengan makanan.
  Teman-teman mereka yang lain mendekat melihat hal itu. Mereka bercakap-cakap lalu bersama-sama
  masuk ke Istana.
  Para orang tua yang panik itu segera mencegah anak mereka hingga tanpa sadar mereka juga telah
  memasuki Istana.
  Altamyra masuk dengan tersenyum. "Anak-anak berani memasuki Istana, mengapa kita tidak?"
  Orang-orang itu terkejut saat menyadari mereka telah berada di halaman Istana. Mereka hendak keluar
  tapi saat itu pula muncul pelayan-pelayan Istana dari segala penjuru.
  "Jangan takut," kata Altamyra lembut, "Aku akan melindungi kalian. Aku menjamin keselamatan kalian."
  Altamyra tetap tersenyum lembut ketika melihat wajah takut mereka. Ia terus berjalan memasuki Istana.
  "Selamat datang," sambut penjaga pintu sambil membuka pintu utama lebar-lebar.
  Orang-orang itu terheran-heran melihat di Hall telah disiapkan berbagai macam makanan yang
  lezat-lezat.
  Anak-anak yang tidak punya kekhawatiran apa-apa, melesat ke meja makan dan menyantap semua
  yang ada.
  Sekelompok orang mendekati anak-anak itu dan mencegah mereka makan lebih banyak lagi. "Jangan
  dimakan! Siapa tahu ini beracun," kata mereka.
  Altamyra mendekati sebuah meja dan mengambil sepotong biskuit. Ia memakannya lalu berkata, "Ini
  enak sekali. Tidak mungkin ada racunnya."
  Beberapa orang terpengaruh tindakan Altamyra. Mereka mulai mengambil makanan walau dengan
  takut-takut. Melihat teman-teman mereka makan dengan lahap, yang lain menyusul. Orang-orang miskin
  yang selalu kelaparan itu melupakan segalanya. Saat itu yang penting bagi mereka adalah mengisi perut
  mereka yang berbunyi.
  Makanan terus berpindah dengan cepat, tapi yang ada di hadapan mereka tidak kunjung habis.
  Pelayan-pelayan Istana terus membawakan makanan dan sesekali berkata sopan, "Silakan makan."
  Altamyra senang melihat pemandangan di depannya. Akhirnya para fakir miskin itu dapat
  mengenyangkan perut mereka.
  "Anda tidak makan, Nona?"
  "Tidak, Tuan. Silakan Anda melanjutkan, saya sudah kenyang. Ini semua disiapkan khusus untuk
  kalian."
  "Tidak apa-apa, Nona. Makanan ini masih banyak. Ia terus mengalir seperti sungai," celetuk yang lain.
  "Sungai yang nikmat dan mengenyangkan," timpal yang lain.
  Altamyra tersenyum.
  "Paduka!"
  "Ada apa, Kincaid?"
  "Para menteri sudah tiba, Paduka."
  "Baiklah, aku mengerti. Tolong temani para tamu kita sementara aku menemui mereka."
  "Baik, Paduka."
  "Maafkan saya, saudara-saudara. Saya tidak dapat menemani kalian lebih lama lagi. Ada yang harus
  saya lakukan."
  Orang-orang itu menatap Altamyra lekat-lekat.
  Altamyra tersenyum dan sambil mengangguk kecil, ia meninggalkan Hall.
  "D & dia &"
  "Gadis itu Ratu Altamyra."
  "Aku tidak percaya!"
  "Ratu sendiri yang mengajak kita masuk! Aku tidak percaya!"
  "Aku merasa bersalah telah mencurigainya."
  "Ia sama sekali tidak marah telah kita tuding seperti itu. Itu artinya ia benar-benar bermaksud baik."
  Suasana Hall menjadi ramai.
  Kincaid tersenyum geli mendengar apa yang dibicarakan mereka.
  "Memang tak seorang pun menduga ia adalah Ratu," gumamnya.
  Bukan karena Altamyra tidak pantas menjadi Ratu, orang-orang sukar mengenalinya sebagai Ratu.
  Altamyra mewarisi ketegasan dan wibawa ayahnya. Tetapi, ia juga mewarisi sifat lembut ibunya. Sifat
  lembut itu lebih nampak pada dirinya dan dengan raut wajahnya yang masih sangat muda, semua orang
  mengira ia adalah gadis cantik yang lembut seperti seorang bidadari.
  Kedudukannya di Kerajaan Vandella ini sangat tinggi. Ia adalah pemimpin dari kerajaan ini dan demi
  dia, semua orang mau melakukan apa saja. Kepadanya semua nasib rakyat ini terletak.
  Tetapi, tingkahnya tidak menunjukkan kedudukannya. Ia lebih banyak berkela


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>