Cerita One Evil Summer | Musim Panas Berdarah | Serial fear street | Musim Panas Berdarah | Cersil Sakti | Musim Panas Berdarah pdf
Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall
le?"
Hening.
Amanda mendorong pintu kaca hingga terbuka, lalu buru-buru keluar ke dek.
Ia melongok ke bawah, ke arah kolam renang. Jantungnya seakan berhenti berdetak.
Merry!
Merry mengambang di tengah kolam.
Kedua matanya terpejam.
Rambutnya mengapung di sekitar wajahnya, mengembang seperti kipas.
Merry!
Dengan tubuh membeku dicekam ketakutan, sebuah pikiran mengerikan melesat di bena k Amanda.
Merry tidak bisa berenang!
Chapter 5
Tragedi Mr. Jinx
"MERRY---tidak!"
Apakah jeritan itu benar-benar keluar dari tenggorokan Amanda?
Secepat kilat, Amanda berlari menuruni tangga, ke kolam renang.
"Merry! Merry! Please---Merry!"
Amanda terjun ke dalam kolam, masih dengan pakaian lengkap. Ia berenang seperti orang kesetanan, menghampiri adiknya.
Baru setengah perjalanan, Amanda merasa ada sesuatu di dalam air. Sesuatu yang bergerak-gerak.
Ha? Apa itu?
Air di depannya menyibak dan menciprat. Benda itu menghadangnya, muncul di hadapannya.
"Oh!" Amanda lupa kalau saat itu berada di dalam air. Ia membuka mulut dan berteriak ketakutan. Dalam keadaan tersedak dan terbatuk-batuk barulah ia sadar bahwa ia berhadapan dengan Chrissy!
Ternyata itu Chrissy. Chrissy juga berada di dalam air.
"Apa-apaan ini?" tuntut Amanda dengan napas terengah-engah begitu mereka muncul di permukaan air.
"Jawab saja sendiri," Chrissy balas membentak "Kau yang terjun ke dalam kolam dengan pakaian lengkap!"
Amanda menyeka air kolam dari matanya. Dilihatnya Merry bergelayut di lengan Chrissy. "Aku tadi mengambang, lho," cerita Merry bangga.
"Hah?" pekik Amanda, belum pulih dari rasa kagetnya. Jantungnya masih berdegup kencang. Dengan susah payah dicobanya mengatur napas.
"Aku mengajarinya mengambang," kata Chrissy memberi penjelasan. "Aku sedang berada di bawah air, memeganginya dari bawah, ketika kau mendadak terjun ke kolam seperti orang gila."
Mrs. Conklin berlari-lari ke arah kolam. Kyle membuntuti di belakang. "Ada apa?" jeritnya. "Kenapa berteriak-teriak?"
Mrs. Conklin memandangi Amanda, lalu beralih ke Chrissy. "Eh---tidak ada apa-apa, Mom," jawab Amanda. "Benar, kok."
Dengan kening berkerut, Mrs. Conklin mengawasi Amanda keluar dari kolam. Celana pendek dan kausnya basah kuyup. "Amanda, masa kau tidak bisa memakai baju renang?"
Kyle terbahak-bahak. Ia menganggap ucapan ibunya itu sangat lucu.
Amanda naik ke dek, membuat air berceceran di mana-mana. "Tampangmu kayak orang tolol," ejek Kyle.
Amanda memelototinya. Mrs. Conklin menggerakkan ibu jarinya ke arah kolam. "Kyle, sana ke Chrissy. Mom ingin bicara dengan Amanda."
"Amanda, ada apa sebenarnya?" tanya Mrs. Conklin setelah hanya tinggal mereka berdua di dek.
"Kusangka---kusangka Merry tenggelam," jawab Amanda, sengaja tidak mau menatap mata ibunya. "Aku melihatnya mengambang di air, jadi aku langsung terjun untuk menyelamatkannya. Tapi ternyata ia memang benar-benar mengambang. Chrissy sedang mengajarinya."
Raut wajah Mrs. Conklin yang semula tegang kini melembut ketika mendengar penjelasan itu. Diusapnya sehelai rambut basah dari dahi Amanda. "Kau pasti sangat ketakutan," kata ibunya lembut.
"Mom, aku punya firasat yang tidak enak mengenai Chrissy," kata Amanda.
"Amanda, kau masih khawatir memikirkan reaksi kucingmu itu, ya?" tanya ibunya.
"Bukan. Bukan cuma itu," bisik Amanda. "Tapi burung-burung kita juga. Kalau ada Chrissy, mereka tidak mau berkicau."
Mrs. Conklin menggeleng-gelengkan kepala. "Amanda, please---jangan berpikir yang bukan-bukan. Sebenarnya apa yang membuatmu gelisah?"
"Entahlah, Mom. Pokoknya perasaanku tidak enak. Tadi aku berkenalan dengan seorang cowok di sekolah. Ia tidak kenal Chrissy. Padahal ia orang sini. Chrissy tidak tinggal di Seahaven."
"Katanya ia tinggal bersama bibinya di luar kota," sanggah Mrs. Conklin mengingatkan Amanda.
"Mungkin sebaiknya Mom mengecek alamat rumahnya, benar atau tidak alamat itu ada," usul Amanda.
"Aku tidak mau memata-matainya," tukas Mrs. Conklin.
"Bagaimana dengan referensinya? Sudah dicek?"
"Sudah kucoba, tapi salurannya selalu sibuk. Sementara nomor yang satu lagi tidak ada yang mengangkat," jawab ibu Amanda.
"Apakah itu tidak aneh?" tanya Amanda.
"Tidak," jawab ibunya. "Keluarga yang satu mungkin memiliki satu atau beberapa anak remaja yang memonopoli telepon. Sementara keluarga yang satu lagi sedang berlibur. Sama sekali tidak ada yang aneh. Lama-lama pasti bisa kuhubungi. Dan bila sudah bisa berbicara dengan mereka, aku yakin mereka akan menyampaikan hal-hal yang baik mengenai Chrissy. Menurutku, ia anak yang baik."
"Mom tahu saudara kembarnya mengalami koma?" tanya Amanda. "Katanya, saudaranya itu jahat."
"Bukan begitu yang ia ceritakan padaku," sanggah Mrs. Conklin. "Ia sangat sedih dan mencemaskan keadaan saudaranya itu. Kita harus bersikap baik pada Chrissy. Hidupnya susah. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan mobil. Satu-satunya keluarganya hanyalah saudara kembarnya. Dan sekarang ia koma."
"Kalau begitu kenapa ia bilang Lilith jahat?" tanya Amanda berkeras.
"Amanda, kau yakin Chrissy memang berkata begitu?"
"Yakin sekali. Selain itu, cara Chrissy mengatakannya juga mengerikan."
Mrs. Conklin menggeleng-gelengkan kepalanya dengan letih. "Mom rasa imajinasimu terlalu berlebihan." Mrs. Conklin mengacak-acak rambut Amanda yang basah, lalu masuk kembali ke dalam rumah.
Amanda bersandar di pagar pembatas dek. Di kolam tampak Chrissy sedang main lempar-lemparan bola pantai warna-warni bersama Kyle dan Merry.
Di kamarnya, Amanda membuka pakaiannya yang basah dan lengket. Mr. Jinx duduk di atas selimut perca yang menutupi tempat tidurnya. Amanda menggaruk-garuk bagian belakang telinga kucing itu. "Coba kau bisa bicara, Jinx," kata Amanda dengan suara pelan. "Aku ingin kau tahu apa alasanmu tidak menyukai Chrissy. Aku ingin mengerti maksudmu."
Seolah mengerti kata-kata Amanda, Mr. Jinx menempelkan kepalanya di tangan Amanda, dan menggosok-gosokkan kepalanya di sana. "Aku juga sayang padamu, Jinxie," kata Amanda sambil tersenyum.
Amanda memakai celana pendek cokelat dan kaus Pearl Jam merah-hitam. Lalu ia pergi ke dapur untuk mencari camilan. Mr. Jinx membuntutinya.
Dalam perjalanan ke dapur, ia melewati kamar tidur yang digunakan oleh kedua orangtuanya sebagai ruang kerja. Ayahnya duduk di kursi malas, sedang asyik memilah-milah setumpuk kertas. Kedua kakinya dijulurkan ke depan. Perhatian beliau benar-benar tercurah pada pekerjaannya, sampai-sampai tidak sempat mendongak.
Mrs. Conklin memasang komputer laptop-nya di sebuah meja kecil di sudut kamar. Ia bisa merasakan kehadiran Amanda. Ibunya itu menoleh dan tersenyum sekilas sebelum kembali ke kesibukannya semula.
Ketika Amanda dan Mr. Jinx melewati pintu depan, Mr. Jinx menggosok-gosokkan badannya ke sana. "Baiklah, kau boleh keluar," jawab Amanda menanggapi permintaan Mr. Jinx itu. Dibukanya pintu, dan Mr. Jinx bergegas keluar.
Amanda terus ke dapur. Sambil memandang ke luar jendela, ia membuka sebungkus biskuit Oreo. Sekarang Chrissy, Kyle, dan Merry sudah pindah ke halaman depan.
Di sebelah kiri jalan masuk yang berbatu kerikil, terdapat sepetak halaman kecil. Di situlah Chrissy dan Kyle bermain bulutangkis. Merry lari bolak-balik di antara mereka.
Sambil memasukkan sekeping biskuit Oreo ke mulutnya, Amanda merenung memandangi mereka. Ia nyaris tidak menyadari munculnya sebuah sedan berwarna perak yang melaju kencang.
Dari sudut matanya, dilihatnya Mr. Jinx melenggang di jalan masuk.
Amanda mendengar suara mesin mobil itu meraung-raung.
Lalu didengarnya suara ban berdecit.
"Hei---" teriaknya. "Ada apa?"
Melalui jendela, dilihatnya Mr. Jinx melesat melintasi halaman.
"Tidak!" pekik Amanda sewaktu melihat mobil perak itu mendadak menikung tajam.
Mobil itu tidak bisa dikendalikan!
Tidak bisa dikendalikan!
Raungan mesinnya seakan menenggel amkan jeritan Amanda sewaktu melihat mobil itu men erjang halaman depan.
Mobil itu melaju ke arah Merry dan Kyle!
Chapter 6
Semakin Takut
D ENGAN kedua tangan menempel di jendela dapur, Amanda berteriak ketakutan melihat mobil itu meliuk-liuk liar, lalu terbang ke halaman.
Semua terjadi begitu cepat.
Merry menjerit.
Kyle menutup wajahnya dengan tangan.
Chrissy berlari menghampiri mereka.
Lalu ketiganya lenyap di balik mobil yang meraung-raung itu.
"Merry! Kyle!" Amanda mendengar kedua orangtuanya berteriak-teriak panik.
Lantai di bawah kakinya seakan miring dan berputar sewaktu Amanda berlari mendahului kedua orangtuanya ke halaman depan.
Dan bumi seakan berguncang ketika mobil perak itu menghantam mobil keluarga Conklin yang diparkir di halaman.
Mobil itu berhenti.
Suasana hening.
Tapi keheningan itu dibuyarkan oleh jeritan ibu Amanda. "Tidak! Tidak! Tidak! Tidak!" Teriakan penuh kengerian dan rasa tidak percaya.
"Tidak apa-apa!" terdengar teriakan Chrissy yang melengking, mengalahkan jeritan ibu Amanda. "Mereka selamat."
Amanda ternganga. Sekujur tubuhnya gemetaran. Napasnya megap-megap.
Chrissy, Kyle, dan Merry tiarap di tanah. Sekarang mereka bangkit, sambil terus berpegangan pada Chrissy. Wajah keduanya pucat pasi dan tubuh mereka gemetaran.
"Terima kasih, Tuhan!" tangis Mrs. Conklin. "Syukurlah kau bisa menyelamatkan mereka, Chrissy!"
Mrs. Conklin berlutut dan memeluk anak-anaknya erat-erat.
"Mommy, Mommy, Mommy," tangis Merry sambil memeluk leher ibunya.
Amanda menoleh ke mobil perak itu. Seorang pria muda berambut pirang pendek pelan-pelan turun dari mobil. "Mereka tidak apa-apa?" tanya pemuda itu linglung, suaranya bergetar.
"Apa yang terjadi?" bentak Chrissy marah.
"Aku---aku tidak tahu," jawab pria itu terbata-bata sambil mengangkat bahu. "Sungguh, kejadiannya aneh sekali!" Diliriknya mobilnya yang menghantam bagian samping mobil station wagon keluarga Conklin.
"Mobilku---tiba-tiba saja melaju makin kencang," sambung pria itu dengan suara goyah. "Aku tidak bisa mengendalikannya. Remnya--- aku sudah menginjak pedalnya dalam-dalam, tapi remnya blong."
"Kau barusan minum-minum, ya?" tanya Mr. Conklin curiga. "Kalau ya, aku bersumpah akan---"
"Tidak!" bantah pria itu. "Setetes pun tidak. Aku tidak suka minum. Aku---sungguh, aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak sedang ngebut. Juga tidak mabuk. Sungguh. Aku merasa sangat tidak enak..." Suaranya menghilang. Kepalanya tertunduk.
"Sebaiknya kita panggil mobil derek," kata ayah Amanda, sikapnya sudah mulai tenang. "Syukur tidak ada yang jadi korban."
Ketika ayahnya beranjak kembali ke rumah, mata Amanda tertumbuk pada ekor berwarna oranye belang-belang yang sudah sangat dikenalnya di roda depan mobil perak itu.
Gadis itu berjongkok dan perlahan-lahan menarik Mr. Jinx yang berlumuran darah dan sudah tidak bernyawa lagi dari bawah mobil. "Ada yang jadi korban," katanya dengan suara lirih.
Amanda mendongak dan memandang mata Chrissy. Ia yakin ia melihat bibir gadis itu tersenyum.
Tidak! pikir Amanda. Tidak! Chrissy tidak tersenyum! Tidak mungkin!
Sejurus kemudian, senyum itu---bila memang yang dilihatnya itu senyuman---lenyap.
Amanda mengangkat kucingnya dan berdiri. "Kau senang dia mati," bisiknya pahit pada Chrissy.
"Amanda, sudahlah," sergah Mrs. Conklin. "Kita semua sama-sama menyesali kematian Mr. Jinx. Tapi jangan kaulampiaskan kemarahanmu pada Chrissy."
"Aku---aku menyesal telah menabrak kucingmu," kata pria itu sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak melihatnya tadi."
Amanda membuka mulut hendak bicara, tapi suaranya tercekat, dan air matanya berlinang-linang.
Kyle berdiri di sampingnya dan menepuk-nepuk kepala Mr. Jinx. "Kasihan," kata bocah itu sedih.
Sambil membopong hewan yang sudah tidak bernyawa itu, Amanda berjalan mengitari rumah, menuju hutan. Disambarnya sekop yang tersandar di dinding gudang.
"Tunggu," seru Kyle, berlari-lari mengikutinya.
Beberapa meter sebelum hutan yang melandai itu berakhir di tepi pantai, Amanda melihat sepasang batu besar. Keduanya tegak berdampingan dalam posisi miring, sehingga membentuk celah sempit, tapi cukup lebar untuk disusupi satu orang.
Di sinilah tempat yang tepat, pikir Amanda sambil mulai menggali lubang.
Kyle memperhatikan kakaknya menyekop tanah berbatu-batu itu dengan mata sekop yang sudah tumpul.
Amanda mendongak ketika Kyle membungkuk dan membelai-belai badan Mr. Jinx ya
↧
Musim Panas Berdarah - 4
↧