Cerita Remaja | Cinta di Dalam Gelas | by Andrea Hirata | Cinta di Dalam Gelas | Cersil Sakti | Cinta di Dalam Gelas pdf
Vampire Academy 2 : Frostbite - Richelle Mead Lupus Kecil - Hilman Hariwijaya Anak Kos Dodol - Dewi Rieka Aku Sudah Dewasa! - And Baby Makes Two - Dyan Sheldon Anugerah Bidadari - Astrella
n sama sekali, Haq!
Jemaah sudah tak sabar ingin tarawih. Mik telah almarhum. Tak ada pilihan lain, dengan sungkan Paman meletakkan mik. Wajahnya pias. Horor untuknya dimulai.
Paman berdoa dengan menekan suaranya serendah mungkin. Seorang jemaah di saf perempuan, dari balik tabir, berteriak,
"Aih, tak kedengaran di sini, Pak Cik, keraslah sedikit!" itu adalah suara Midah. Paman mencoba meninggikan suaranya.
"Kurang pol, Pak Cik, masih tak kedengaran." Itu suara Rustam.
Paman menaikkan lagi suaranya dan tampak menahan sakit. Tapi seseorang masih mengeluh:
"Macam mana kita mau sembahyang ini, kalau bunyi Pak Cik macam kumbang saja begitu." Itu suara Hasanah. Diprovokasi begitu, jemaah lain ikut-ikutan. Paman tersinggung karena disuruh-suruh. Lalu ia marah, Digenggamnya selangkangnya kuat-kuat dan berteriak-teriaklah dia. Jemaah senang. Demikian rakaat demi rakaat, Paman yang tak sudi dikomplain berteriak sejadi-jadinya. Keringat bertimbulan di dahinya, wajahnya meringis-ringis. Hal itu berlangsung selama 21 rakaat.
Tanpa ambil tempo, pada kesempatan pertama esoknya, kutemui Yamuna dan kukisahkan kejadian di masjid semalam.
"Telah kubalaskan sakit hatimu, Yamuna. Jangan lagi kaurisaukan orang itu. Hidup harus berlanjut. Lupakan kesedihan."
Ia terharu karena merasa telah mendapat keadilan. Kami kembali bahagia. Kulirik kiri-kanan, tak ada siapa-siapa, kupeluk dia. Lalu aku pamit. Di ambang pintu aku berbalik. Yamuna tersenyum, dan memberiku sebuah kiss bye.
Aku dan detektif M. Nur ke rumah Ustaz Topik dan menurunkan sepedanya dari pohon gayam. Ustaz Topik jauh lebih muda dari kami, tapi wawasannya sangat luas. Di pondok pesantren di Jawa Timur itu, ia telah diajar oleh ulama-ulama hebat lulusan dari Universitas Al-Azhar. Kami menunduk takzim waktu menerima nasihat darinya, bahwasannya menyangkutkan sepeda orang di atas pohon tanpa memberi tahu pemiliknya adalah sebuah perbuatan berdosa.
Mozaik 34
Paling Tidak Aku Telah Melihatnya
AJAIBNYA kopi, ia rupanya tak hanya dapat berubah rasa berdasarkan tempat, seperti dialami Mustahaq Davison dengan istrinya dulu, namun dapat pula berubah rasa berdasarkan suasana hati. Sejak Maksum digulung oleh Maryamah dalam pertandingan yang berdarah-darah itu, dia selalu merasa kopinya pahit. Meski tak sedikit pun kukurangi gula dari takaran biasa untuknya. Dua sendok teh. Waktu ia bertanding dan menang lagi, mulutnya berkicau.
"Nah, ini baru pas, Boi!"
Padahal, takaran gulanya tetap dua sendok teh.
Partai demi partai berlangsung. Para pecatur bergelimpangan. Lawan keenam Maryamah adalah seorang lelaki dari suku orang bersarung yang bernama Tarub. Berkata Detektif M. Nur,
"Hidupnya di perahu. Pekerjaannya membawa kopra dari Tanjong Kelumpang ke Bagan Siapi-api. Tak ada informasi lebih jauh. Ia hanya buang sauh sekali-sekali."
Kami tak mendapatkan diagram permainan Tarub. Tapi kami tak cemas sebab orang bersarung tak suka catur dan tak ada yang pintar main catur. Bahkan , sebagian dari mereka menganggap catur adalah permainan iblis.
Seperti biasa, Selamot mendampingi Maryamah menuju arena. Wajahnya semringah. Ia tersenyum pada siapa saja dan sibuk meladeni wawancara Mahmud. Tiba-tiba, di tengah wawancara, wajahnya mendadak pias, tubuhnya gemetar. Ia bergegas meninggalkan warung sambil berpesan padaku agar Maryamah memberi kekalahan yang tidak kejam pada lawannya itu. Kami heran melihat tingkahnya.
Usai pertandingan kami mengunjungi Selamot. Perempuan yang lugu itu sedang duduk melamun. Ia bersandar pada tiang stanplat pasar ikan sambil memandangi aliran Sungai Linggang. Kami tanyakan apa yang telah terjadi. Ia enggan menjawab. Giok Nio membujuk-bujuknya. Akhirnya, Selamot berkata dengan lirih bahwa lawan Maryamah tadi, Tarub, adalah suami yang meninggalkannya di Bitun bertahun-tahun yang silam. Kejadian itu
kemudian menyebabkan ia lari ke kampung kami. Selamot menunduk dan tak bisa membedung air matanya. Itulah untuk kali pertama kulihat Selamot menangis. Tampak jelas ia masih sangat menyayangi Tarub meski telah diperlakukan dengan sangat buruk oleh lelaki itu.
"Janganlah risau, Kawan," bujuk Maryamah. "Tadi Tarub kalah dengan terhormat."
Selamot berusaha tersenyum. Ia mengatakan bahwa ia selalu menerima keadaan dirinya apa adanya, namun sekarang ia menyesali tak bisa membaca. Jika dilihat dari nomor peserta yang masih belasan, Tarub termasuk pendaftar awal. Maka, sebenarnya namanya telah berbulan-bulan tertera di papan tulis pendaftaran di warung kopi. Hal itu tak sedikit pun disadari Selamot karena ia tak pandai membaca. Ia bahkan pernah berdiri tak lebih dari dua langkah dekat papan nama itu ketika kami mendaftakan Maryamah dulu.
"Kalau aku tahu," katanya sambil tersenyum getir.
"Setidaknya kau akan berbaju lebih baik."
Giok Nio menarik napas panjang mendengarnya.
"Tapi biarlah, paling tidak aku telah melihatnya."
Sore itu Selamot memutuskan pulang ke Bitun yang telah berpuluh tahun ia tinggalkan. Ia sering mengatakan bahwa ia selalu berdoa agar dapat melihat suaminya, meski hanya sekali, sebelum ia mati. Doanya terkabul dan ia berdamai dengan masa lalu.
Selamot berjanji akan kembali untuk menyaksikan pertandingan Maryamah berikutnya.
"Aku ini manajermu, Kak, takkan kutinggalkan kau, apa pun yang terjadi!"
Kami tak dapat menahan perasaan sedih melihat perempuan lugu setengah baya itu beringsut-ingsut di atas sadel sepeda, terseok-seok pulang ke kampungnya. Giok Nio berulang kali mengusap air matanya.
Qui Genus Humanum Ingenio Superavit. Dia yang genius, tiada tara.
Mozaik 35
Probabilitas
TIBA-TIBA, pertandingan menjadi aneh. Beberapa pecatur yang kuat, kalah secara mudah. Aziz Tarmizi sang pembuat tahu misalnya, dikalahkan secara mengenaskan-sehingga akhirnya gugur-oleh Maksum juru taksir. Padahal di atas kertas, Aziz jauh lebih bagus dari Maksum.
Kejanggalan kian kentara. Ini pasti akibat gelas keempat Jumadi dan Mitoha tempo hari. Kubu kami mencium gelagat yang tak beres, namun sulit menarik benang merah persekongkolan sebab jumlah peserta masih sangat banyak. Seorang yang cerdas diperlukan untuk mengurai soal ini, dan aku tahu siapa orang itu. Kutemui ia di dermaga.
"Apa kabarmu, Lintang?"
Ia menyalamiku. Genggaman tangannya kuat, sama seperti ia menyalamiku di hari pertama kami masuk ke SD Laskar Pelangi dulu. Ia menatapku. Secepat apa engkau berlari, Kawan? Begitulah makna tatapannya, masih sama seperti dulu.
Kuterangkan situasi yang kami hadapi. Inilah momentum yang selalu kurindukan, yaitu saat ia tercenung memikirkan suatu soal. Kecerdasannya tergambar di dalam soal matanya, serupa permadani yang hijau. Si genius yang rendah hati itu berkata.
"Aku coba membuat hitungan kecil-kecilan, ya. Tapi, berhasilnya hitunganku tergantung dari lengkapnya data."
Lalu Detektif M. Nur sibuk mengumpulkan data pecatur yang tersisa dan kemungkinan kalah dan menang di antara mereka. Data itu kuserahkan pada Lintang. Pertemuan berikutnya, Lintang membuat kami terkejut.
"Sebenarnya Mitoha sedang menggiring Maryamah menuju Patriot Trikora."
Na! siapa pula itu Patriot Trikora? Di daftar peserta, Patriot Trikora-yang dinamai aneh begitu oleh bapaknya demi mengenang peristiwa Trikora-berada di nomor urut pendaftaran 7, sedangkan Maryamah di nomor urut 75, begitu jauh jaraknya, bagaimana Lintang bisa sampai pada kesimpulan seperti itu?
Lintang membeberkan sebuah hitungan yang panjang dan runyam. Di ujung hitungan itu tampaklah Maryama h vs Patriot Trikora = 25%. Aku pernah dapat sedikit ilm u probabilitas. Angka itu jika dibunyikan macam ini: jika Patriot berjibaku melawan Maryamah, kemungkinan Patriot menang adalah 25% lebih besar. Mengerikan, bukan?
Namun, mengapa Patriot Trikora?
"Karena kekalahan Maryamah atas Syamsuri Abidin."
Oh, tak perlu lagi Lintang berpanjang lebar, kami paham maksudnya. Mitoha memilih Patriot karena pola permainannya agresif. Begitu berbahaya efek dari kopi gelas keempat. Mitoha makin gampang memelihara persekongkolannya. Namun, ia tak tahu bahwa Maryamah kalah waktu itu lantaran Detektif M. Nur dan Preman Cebol salah memberi informasi pada Nochka.
Kupandangi Lintang dengan pandangan kagum yang tak pernah lindap dalam hatiku sejak hari pertama kami sebangku di sekolah. Ialah Isaac Newtown-ku, qui genius humanum ingenio superavit.
Maka akan kami biarkan saja konspirasi itu berlangsung. Sebab kesilapan yang fatal pada asumsinya-kekalahan Maryamah atas Syamsuri Abidin-akan meruntuhkan teori konspirasi itu sendiri. Sungguh tak sabar ingin kusaksikan pertarungan Maryamah vs Patriot Trikora. Sementara itu, Paman menanyakan padaku, adalah kemungkinan ia bergabung dengan klub Kemenangan Rakyat. Dengan serius ia bertanya soal prosedur mendapatkan kartu anggota dari klub kami.
Mozaik 36
Supergroove
KAWAN, masukkan kaset band Supergroove ke dalam tape recorder-mu. Rewind. Paskan pada lagu Can't Get Enough. Tempelkan ujung jari telunjukmu pada tombol play. Nanti aku akan memberimu aba-aba untuk memencet tombol itu.
Perhitungan si pintar Lintang tak meleset. Satu rombongan besar sekondan klub Di Timoer Matahari datang ke warung kopi seperti gerombolan mafia. Jumadi dan Mitoha tampak bahagia karena konspirasi mereka sukses. Anak itik telah masuk ke kandang singa.
Patriot Trikora dikenal sangat temperamental. Jika kalah, sering ia marah-marah bahkan melemparkan papan catur keluar jendela. Wataknya itu tercermin pada permainan caturnya yang cepat, tegas, dan ganas. Ia duduk dengan sikap menantang. Paman duduk di belakangnya.
Kami sedikit bersandiwara dengan menunjukkan wajah khawatir. Demi melihatku cemas, Paman senang.
Kurasa cara menghayati pertarungan antara Maryamah vs Patriot Trikora ini adalah dengan membacanya secara cepat, secepat tempo lagi Can't G et Enough. Kedua pecatur berhadap-hadapan, tak sabar ingin saling menerkam.
Kawan, persiapkan dirimu. Pencet tombol play, ikuti dentaman drum, dan mulailah membaca:
Maryamah melangkah dua kotak-Patriot membalas tiga kotak-Maryamah melangkahkan pion--Patriot mengeluarkan menteri-Maryamah mengeluarkan kuda-Patriot membalas dengan benteng---langkah cepat balas-membalas---kedua pecatur saling menggeretak---patriot pun berteriak sekak!-Paman terlonjak dari tempat duduk, digenggamnya selangkang dan bersorak, sikat, Yot!-Mitoha dan Jumadi terkekeh-kekeh-pendukung Patriot girang-raja Maryamah berkelit---Patriot mendesak---Maryamah terjepit---rasakan itu, Mah! ejek paman---Patriot menusuk dengan luncus---Maryamah menyerang balik---Patriot berkeringat---pendukung kami
bersorak---raja Patriot terbirit-birit---Paman pindah tempat duduk ke belakang Maryamah---Maryamah menyekak-Paman bersorak, sikat, Mah!-karena terlalu bersemangat, ia lupa menggenggam selangkang, ia meringis---raja Patriot terjepit---Maryamah menyerbu---Patriot menjadi kalut---permainannya kacau---Maryamah mengangkat luncus, sekali sengat, raja Patriot tamat---Patriot menggigil---matanya melotot melihat rajanya tertungging---pendukung Maryamah gegap gempita---Mitoha dan Jumadi ternganga mulutnya---Patriot mengambil sikap seperti mau membanting papan catur---Modin membentaknya---Patriot kesal---ia menenggak habis kopi pahitnya-ia kabur-ia tersinggung telah dikalahkan perempuan-rasakan itu, Yot!teriak Paman.
Mozaik 37
Ex-Player
MINGGU pagi yang menyenangkan. Perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus semarak. Perahu-perahu nelayan di dermaga berwarna-warni karena di haluannya di pancang tiang kecil dan di tiang itu berkibar bendera merah putih, yang juga kecil, dari kertas kajang. Sesama mereka-bendera-bendera kecil itu-seakan saling melambai dan bercakap-cakap. Toko A Fung, pas di depan warung kopi Paman. Punya tiang bendera yang tinggi. Meskipun kepala kampung Ketua Karmun menyarankan agar bendera dipasang mulai 10 Agustus, A Fung sudah menaikkan bendera sejak 1 Agustus. Paman, tak mau kalah. Tahun ini ia memasang tiang bendera bambu betong yang lebih tinggi dari tiang bendera A Fung. Benderanya juga ia kerek sejak tanggal 1, tapi bulan Juli. Setiap tahun, Paman dan A Fung selalu bersaing tinggi-tinggian tiang bendera dan dulu-duluan mengerek merak putih.
Warung kopi baru saja buka. Paman duduk di kursi malasnya sambil membaca buku Neraka Jahanam. Jika Paman membaca buku itu, satu firasat selalu menusukku, ia pasti akan marah. Meskipun pandangan itu tak selalu benar.
Faktanya, Paman dapat marah sembarang waktu tanpa a
↧
Cinta di Dalam Gelas - 17
↧