Baby on Loan | Bayi Pinjaman | by Liz Fielding | Bayi Pinjaman | Cersil Sakti | Bayi Pinjaman pdf
Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata
Baby on Loan
Bayi Pinjaman
Liz Fielding
Prolog
"Apartemen itu mengerikan. Seperti kuburan. Dibayar pun aku tidak bakal mau tinggal di sana."
"Tempatnya tenang. Jessie perlu ketenangan untuk bekerja."
"Tidak ada anak kecil, binatang peliharaan, atau musik yang suaranya cukup keras sampai menembus dinding. Itu tidak normal."
"Jessie tidak suka kucing, takut anjing, dan tidak punya anak." Kevin tidak menambahkan "wanita yang beruntung" karena, walaupun itulah yang dirasakannya saat ini, ia yakin kurang tidur telah mengacaukan pikirannya.
"Dia tidak akan pernah punya anak kalau dia tidak beranjak dari hadapan komputernya dan bersenang-senang."
"Memangnya itu wajib?"
"Seriuslah sedikit. Jessie pikir dia membuat ke-putusan yang tepat, tapi kita tidak bisa membiarkan satu pria brengsek membuatnya seperti ini. Dan bekerja di rumah juga tidak menolong. Setidaknya kalau kau bekerja di luar, mau tak mau kau harus bicara dengan orang-orang, berinteraksi dengan mereka, berhadap-hadapan..." Mereka bertukar pandang tanpa daya. "Kau bisa saja meninggal di Taplow Towers yang tenang itu dan tidak ada yang tahu." Bayi mereka yang sudah terdiam selama tiga puluh detik untuk mengumpulkan tenaga, melanjutkan lagi tangisan protesnya akibat pertumbuhan gigi di bawah gusi kecilnya yang lembut.
"Yang pasti hal itu tidak mungkin terjadi di sini."
Faye mengabaikan suaminya, sambil men ggumamkan suara-suara membujuk yang menenangka n pada putra mereka. Percuma. Si bayi sedang menderi ta dan berniat membuat dunia ikut menderita bersama nya. "Apa kaulihat bagaimana cara wanita di lobi itu m enatap Bertie yang malang waktu kita hendak berangk at?" lanjut Faye, seolah-olah tidak pernah disela. "Seaka n-akan Bertie mengidap penyakit menular." Ia berhenti untuk menyeka air liur dari mulut anaknya. Lalu melanj utkan, "Kurasa Jessie sudah melupakan Graeme. Ia terla lu tenang menghadapi masalah itu, terlalu terkendali.... Ia perlu meluapkan-nya, menjadi benar-benar marah-"
"Dan jatuh cinta lagi?"
"Tepat! Dan lebih cepat lebih baik. Mengurung din seperti itu tidak normal-"
"Ini yang tidak normal." Menyadari mereka sama sekali tidak mungkin bisa tidur, Kevin berguling turun dari tempat tidur, lalu mengambil alih putranya yang masih bayi dan istrinya, dan mendekapnya di bawah dagunya. Ia terus mondar-mandir nyaris tanpa henti dengan langkah panjang-panjang yang mulai meninggalkan bekas di karpet.
"Giginya sedang tumbuh. Tidak akan lama," Faye menghibur suaminya sambil menjatuhkan diri ke atas tempat tidur.
"Itulah yang kaukatakan minggu lalu."
"Kita hanya membutuhkan tidur yang nyenyak."
"Tidur yang nyenyak? Apa artinya? Aku punya ingatan samar-samar bahwa-"
"Berhentilah mengeluh dan berpikirlah sementara kau berjalan. Kita harus melakukan sesuatu untuk menolong adik perempuanmu itu. Sebentar lagi dia bakal menandatangani kontrak untuk tinggal lima tahun di tempat yang mengerikan itu-"
"Tempat itu tidak mengerikan. Itu apartemen yang sangat bagus. Aman."
"Dia terlalu muda untuk menginginkan "aman". Tempat itu tidak baik baginya, Kevin."
Kevin melihat bayangannya sendiri sewaktu melewati cermin. Wajahnya suram, sekeliling matanya tampak gelap. "Ini tidak baik bagiku. Aku perlu tidur. Bukan hanya semalam. Tapi seminggu." Ia berbalik menghadap istrinya; Faye tidak kelihatan lebih baik. "Begitu juga kau."
"Ya, aku juga. Kita membutuhkannya." Kemudian Faye tersenyum, setengah mengantuk. "Nah, begitu saja. Masalah sudah terpecahkan."
Satu
Ayolah, Patrick! Semua orang akan pergi. Tak ada satu orang pun yang bakal tersisa di London-"
Patrick Dalton dengan mudah menahan keinginannya untuk tersenyum. "Hanya kau dan tujuh juta orang lainnya-"
"Jangan menertawakanku! Aku serius!"
Tertawa? Dia pasti bercanda. Patrick sedang tidak ingin tertawa ataupun memanjakan keponakannya. Menilik cara semuanya berlangsung, keponakannya itu akan segera bebas; sementara itu, tidak ada salahnya jika anak itu sekali-sekali bersikap baik.
"Aku juga, Carenza." Penggunaan nama panjangnya biasanya sudah cukup sebagai peringatan bahwa Carrie terlalu memaksakan keberuntungannya. "Kau berjanji dengan sungguh-sungguh akan menjaga rumah sementara aku pergi. Dan aku sungguh-sungguh percaya kau akan menepati janjimu, kalau tidak aku pasti sudah menggunakan jasa pelayanan pengurus rumah tangga yang biasa kugunakan."
"Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa mereka tidak bisa menyediakan orang dengan pemberitahuan yang begitu mendadak?"
Kata-kata Carrie begitu tajam hingga Patrick heran anak itu tidak memotong dirinya dengan lidahnya sendiri. "Kurasa aku bilang akan sulit bagi mereka untuk menyediakan orang dengan pemberitahuan yang begitu mendadak."
"Oh, jangan sok... sok... seperti pengacara begitu!"
"Jangan mengejek, Carrie, profesi itu yang membayar semua tagihan. Tagihan yang cukup sering mencantumkan namamu."
Tanpa malu-malu, Carrie berganti taktik. "Kau kan bisa menelepon agen pengurus rumah tangga sekarang dan bertanya apa mereka bisa menemukan seseorang. Bisa, kan?" Bahkan gema hampa dari satelit komunikasi pun tidak bisa menyembunyikan nada merengek yang dimaksudkan agar Patrick menuruti keinginannya.
"Sekarang? Kalau aku tidak salah, sementara di sini sekarang siang, aku cukup yakin bahwa di London sudah tengah malam. Kurasa agennya tidak-"
"Kalau begitu nanti," desak Carrie, sepertinya semangatnya tidak berkurang oleh kurangnya antusiasme pamannya. "Kau bisa menelepon agensi itu nanti."
"Aku memang bisa," jawab Patrick ketus, "tapi buat apa?" Kasus penipuan yang ditanganinya selama berminggu-minggu dan dijadwalkan maju.
sidang minimal tiga bulan sudah menyibukkannya sedemikian rupa, hingga membuat Patrick enggan melayani kemanjaan keponakannya yang berusia delapan belas tahun itu. "Kau tidak punya uang untuk melancong keliling Eropa, kalau tidak kau tidak akan menghabiskan musim panasmu di London menjaga rumahku. Omong-omong, kau juga tidak bakal menggunakan teleponku untuk meneleponku lewat sambungan internasional."
"Sekarang kan sudah tengah malam," Carrie mengingatkan pamannya. "Tarifnya murah. Dan sebenarnya itu juga masalah lain yang ingin kubicarakan."
"Apa itu?"
"Uang. Kupikir mungkin kau bisa meminjami aku uang sampai Mummy bisa berpikir jernih."
"Untuk berkeliling Eropa selama musim panas? Apa kau gila? Ibumu bisa kena serangan jantung."
"Aku tidak akan memberitahunya kalau kau tidak," tukas Carrie sambil tertawa cekikikan seperti gadis kecil yang tidak bisa membodohi Patrick barang satu menit pun.
"Usaha yang bagus, Sayang, tapi lupakan saja." Tahun ini Eropa terpaksa hanya menjadi impiannya. "Dapatkan nilai-nilai yang lebih bagus saat kau mengikuti ujian ulangmu November nanti dan aku akan memberimu cek yang besar supaya kau bisa pergi main ski pada liburan Natal. Sementara itu, kusarankan kau menggunakan minggu-minggu mendatang yang panjang dan sepi ini untuk belajar, belajar, dan belajar."
Carrie mengumpat kasar tentang belajar. "Bagaimana kau bisa begitu kejam?"
"Perlu latihan, malaikatku." Dan Patrick sudah sangat sering berlatih karena beberapa wanita tidak bisa menerima penolakan halus. "Katakan padaku, bagaimana kabar, eh. pohon ficus-ku yang berharga? Kuharap kau tidak lupa menyiramnya, kan?" Jawaban Carrie, seperti yang sudah diduganya, singkat dan berirama. "Airnya suam-suam kuku, jangan lupa," balas Patrick dengan lembut.
"Oke," kala Carrie sambil menghela napas. "Aku akan melakukannya sekarang. Aku akan menyiram mereka dengan air suam-suam kuku, kemud ian aku akan mengeluarkan mereka dari pot dan mem otong semua akarnya." Lalu ia membanting telepon.
Patrick tertawa, merasa jauh lebih baik karena percakapan tadi. Ia sama sekali tidak mencemaskan tanaman rumahnya yang malang; tanaman-tanaman itu ide ibu Carrie, begitu juga perawatan rutinnya yang rumit. Kakak perempuannya telah mendesak Patrick untuk menyuruh anaknya menjaga rumah selama ia berada di Timur Jauh. Yang dibutuhkan Carenza, tandas Leonora, adalah tanggung jawab, sesuatu yang membuatnya merasa dipercaya, sesuatu yang bisa membuat putrinya itu tetap tinggal di London, dan memusatkan pikiran pada ujian ulangnya. Berlawanan dengan akal sehatnya. Patrick setuju.
Dan Patrick memang membutuhkan orang untuk menjaga rumahnya. Ia tidak mungkin meninggalkan
rumahnya tanpa penjagaan selama ia menangani kasus ini, yang menurut perkiraannya bakal memakan waktu, lapi sepertinya dua minggu menyirami tanaman sudah menguras kapasitas tanggung jawab Carrie sampai pada batasnya, apalagi sekarang teman-temannya meninggalkannya untuk bersenang-senang di Eropa. Memang sulit.
Jessie mematikan pancuran. Seseorang membunyikan bel pintu depan dan sepertinya jari orang itu terjepit. Seandainya tidak, orang itu sebaiknya punya alasan yang sangat bagus karena membuat keributan seperti ini.
"Baik, baik! Aku datang"." teriaknya sambil meraih jubah mandi, membungkus rambutnya yang basah dengan handuk, dan menuju pintu. Sewaktu ia membuka kunci, dering bel mendadak berhenti- walaupun mungkin sekarang bunyinya sudah membangunkan separo penghuni Taplow Towers, yang pasti tidak akan memandang Jessie dengan ramah pada jam setengah tujuh pagi begini.
Jessie memasang rantai, memutar kunci, dan membuka pintu beberapa senti. Tak ada seorang pun di sana. Lalu ia menunduk. Sepasang mata yang memesona balas memandangnya.
Sejenak hatinya meleleh, kemudian ia menyadari bahwa meskipun Bertie pandai, keponakannya yang menggemaskan itu tidak mungkin membunyikan bel sendiri. Ia melepaskan rantai pintu. "Faye? Kevin? Ada apa?" tanyanya sambil membuka pintu.
Kakak dan iparnya sama sekali tidak kelihatan. Yang ada hanyalah selembar kertas kuning kecil dengan tulisan tangan Kevin. ditempel di pintu kayu yang meng ilap. Jessie menariknya, mengangkatnya ke depan waj ah, dan menyipitkan matanya untuk membaca kata-kat a yang tertulis di situ. Merasa salah membaca pesan itu, Jessie meraba-raba mencari kacamata di kantong juba hnya. Tulisan itu langsung menjadi jelas. "Tolong jaga B ertie selama beberapa hari," bacanya. "Kami akan menj elaskan saat kami kembali. Love, Kevin dan Faye."
Kembali? Kembali dari mana? Pasti ada yang salah! Sangat salah!
Tiga lantai di bawah ia mendengar pintu lift terbuka. "Kevin!" ia berputar melewati kereta Bertie dan bergegas menuju tangga. "Tunggu!" Ia sudah setengah jalan menuruni tangga ketika dihentikan oleh suara mencela tetangganya di lantai bawah.
"Ada yang salah, Miss Hayes?"
Dalam dunia Jessie yang teratur tidak pernah ada yang salah. Ia mengantisipasi masalah-masalah rasional dan mengatasinya sebelum masalah itu sempat berkembang. Dan belakangan ini ia sangat berhati-hati untuk menghindari masalah emosional.
Beberapa meter di atasnya Bertie terisak dalam keretanya, merengek pelan, dan dengan ngeri Jessie menyadari bahwa ia mungkin baru saja mendapat masalah. Jauh di bawahnya, pintu depan dibanting keras. Ini masalah yang rasional dan emosional, dan ia berada dalam kesulitan besar.
Taplow Towers tempat tinggal yang damai dan tenang. Tidak ada musik keras, binatang peliharaan, dan yang pasti tidak ada anak kecil, selain kunjungan-kunjungan singkat yang dibatasi hanya pada siang hari.
Dorothy Ashton, anggota Residents Association yang memiliki telinga setajam kelelawar, menengadah waktu Bertie merengek lagi satu hal yang ditakutkan Jessie merupakan pendahuluan dari sesuatu yang lebih keras lagi. "Apa itu tadi?" tanya Dorothy curiga.
"Bukan apa-apa." Jessie berdeham keras. "Aku hanya sedikit batuk, itu saja." Ia terbatuk-batuk kecil untuk membuktikannya. "Aku minta maaf tentang keributan tadi. Aku sedang di kamar mandi dan tidak bisa membuka pintu secepatnya." Tapi ia yakin itu bukan kebetulan. Alasan di balik kunjungan sepagi ini adalah untuk meyakinkan bahwa ia sedang tidak mengenakan apa-apa selain jubah mandi dan tampang cemberutnya sehingga tidak bisa mengejar kakaknya untuk menuntut penjelasan.
Dan mereka berhasil. Lebih dari yang Kevin harapkan, karena pengejaran itu sekarang lebih terhambat lagi oleh keharusan memasukkan Bertie ke dalam apartemennya tanpa terlihat Dorothy Ashton.
Jessie melambaikan pesan tadi sebagai bukti kejujurannya sambil kembali menaiki tangga. "Itu tadi Kevin. Kakakku. Dia meninggalkan pesan." Kemudian sambil batuk lagi dan mencengkeram jubahnya untuk menghalang-halangi kalau-kalau wanita itu berniat mengikuti langkahnya dan memperpanjang kel
↧
Bayi Pinjaman - 1
↧