Cerita Cinta | Bedded by the Boss | by Lynda Chance | Bedded by the Boss | Cersil Sakti | Bedded by the Boss pdf
Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata
ee sewaktu Renee terengah-engah. Robert membandingkan kekuatannya dengan kelembutan
Renee. Ya Tuhan, Renee luar biasa. Robert harus berada di dalam Renee, dan secepatnya. Sialan, ia sudah terobsesi pada Renee!!
Pemahaman itu dengan telak memukul Robert. Ia melonggarkan cengkeramannya dan meletakkan kembali tangannya di pinggang Renee. Dengan posesif Robert meremas pinggang Renee dan berkata, "Pikirkan hal itu."
Robert berjalan keluar pintu dan Renee bersandar di dinding, mencoba menyatukan pikirannya yang kacau-balau dengan putus asa agar dapat berfungsi kembali.
***
"Jenny, Robert tidak menikah." Renee kembali bersandar di tempat tidurnya, handphone di telinganya, dan mengangkat kedua kakinya ke udara dan memperhatikan cat kuku baru di kakinya. Mengingat semua kekacauan di kantor, ia merasa luar biasa hebat.
Ia memutar kakinya satu putaran, kemudian kakinya yang satunya lagi, memeriksa warna baru sewaktu ia menunggu reaksi temannya yang akan segera muncul.
"Apa?" Jenny mencicit dengan keras. Renee menjauhkan telepon dari telinganya sewaktu temannya melanjutkan. "Tidak menikah? WTF? Kau bercanda? Gimana kejadiannya? Apa dia bohong?"
Renee tersenyum mendengar bahasa gaul Jenny. Oh, rasanya keren karena punya anak remaja. Anak-anak itu membuatmu merasa muda. Musik terbaru, bahasa gaul up-to-date, dan tentu saja, cat kuku warna cherry hitam yang luar biasa. Ia memfokuskan dirinya kembali ke percakapan. "Tidak, dia tidak bohong. Aku hanya mengasumsikan wanita yang menelepon setiap saat dan bilang ia istrinya adalah beneran istrinya, bukan mantannya. Ia bercerai." Renee berhenti sebentar. "Dan dia ingin aku mengundurkan diri dari pekerjaanku." Renee berhenti lagi. "Jadi dia bisa berhubungan seks denganku."
Renee buru-buru menjauhkan gagang telepon dari telinganya lagi.
"Apa? Kau pasti bercanda, kan?" Tanya Jenny. "Apa dia bilang begitu? Apa dia pernah dengar istilah pelecehan seksual? Pria itu pasti berpikir bahwa dia adalah karunia Tuhan. Apa yang akan kau lakukan?"
"Well, aku memang cukup yakin dia ingin aku mengundurkan diri. Kurasa ia berpikir kalau itu bukanlah pelecehan seksual. Sepertinya dia baik, Jen. Kau tak mungkin menganggap itu pelecehan kalau itu sama-sama mau, ya kan? Kau, diantara semua orang tahu berapa lama aku sangat tertarik padanya. Kurasa dia menyadarinya."
"Yeah, tapi Renee, pekerjaanmu? Kau harus punya pekerjaan. Apa-apaan? Apa dia pikir kau makmur secara independen, atau apa?" temannya berkata dengan berang.
"Aku tahu, Jen. Kurasa dia tidak sedang berpikir dengan kepala besarnya. Rasanya menawan hati hanya dengan melihatnya, sedetik dia mengontrol, sedetik kemudian dia kehilangan kontrolnya. Ketika ia menciumku hari ini-"
"Aaaaaapaaaaaaa? Dia menciummu? Di kantor? Ya Tuhan. Apa yang kau lakukan? Apa itu nikmat?"
"Yeah, memang nikmat. Benar benar nikmat. Seperti yang telah kuperkirakan." "Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku tak tahu. Kurasa, ikuti saja permainannya. Kau tahu aku bisa mendapatkan kembali pekerjaan lamaku kalau memang kuperlukan. Aku hanya tak mau semuanya jadi terlalu mudah. Ia sangat arogan. Ia berharap bisa memakai semua caranya di segala bidang. Aku tak tahu." Renee mendes ah. "Cukup soal dia. Gimana kabarmu sejauh ini? Gima na dengan
Richard?"
"Mengontrol seperti biasanya. Posesif. Cemburuan. Manja. Luar biasa di tempat tidur. Hot. Tidak seperti semua pengalamanku. Aku kecanduan olehnya." Jenny tertawa.
Renee tersenyum. "Keren. Kau berhak jadi agak sedikit liar. Masih berpikir dia seorang gangster?"
Jenny menjawab. "Aku tak punya petunjuk. Sialan, dia benar-benar kaya dan aku tak dapat menebak dari mana asal uangnya."
"Well, kurasa masing-masing dari kita punya urusan yang harus dibereskan."
***
Hari selanjutnya hujan dan gelap dan Renee sedang duduk di kursinya ketika telepon internal kantor berdering. Ia mengangkat telepon itu dan Robert membentak. "Masuk ke sini. Aku mau bicara denganmu."
Robert memutus telepon.
Robert memperhatikan Renee meluncur ke dalam kantornya setelah mengetuk pelan. Renee berdiri dan Robert melihat data-datanya. Yeah, permainannya sudah pasti telah berubah. Kaki yang panjang dan jenjang menghantamnya. Rok pendek. Pinggang ramping. Rambut panjang.
Ini sudah waktunya. Brengsek. Ini sudah berlalu.
"Tutup pintunya."
***
Bab 5
Robert bersandar di kursinya dan menyilangkan tangannya di belakang kepalanya. Renee menutup pintu dan berbalik menghadapnya, tetapi tidak bergerak mendekat. Renee tidak mengatakan apapun. Dia berdiri di sana, menunggu dengan tenang. Dengan ketenangan yang membuat Robert bertambah gila.
Renee memperhatikan dengan terpesona selagi ekspresi Robert makin bertambah kejam. Suara Robert terdengar agak jauh. "Aku mau kau mengundurkan diri dari pekerjaanmu."
Renee menarik lurus punggungnya, berdiri tegak dan menjawab dengan sebuah kata sederhana. "Tidak."
Robert merubah taktik dengan segera. "Kemarilah."
Renee merasa terkejut hingga merasakan rona merah di wajahnya. Ia membiarkan tawa agak histeris keluar dan menggelengkan kepalanya. "Tidak."
"Renee, kemarilah, sayang." Robert menepuk permukaan mengkilap mejanya.
Ya Tuhan, apa yang akan dilakukan Robert jika ia benar-benar datang ke sana? Renee tergoda mencari tahu. Keinginan tersembunyi momen itu mendorongnya dan Renee menyadarinya. Renee melangkah dua langkah ke depan meja Robert, lalu ia berhenti.
"Tidak."
Robert mengerang ketika Renee berhenti. "Aku mulai lelah mendengar kata tidak dari bibir indahmu. Cari kata-kata lain."
Robert berdiri.
Renee melangkah mundur.
Robert menyeberangi ruangan hingga ia berdiri di depan Renee. Ia meraih dan mengunci pintu.
Syaraf Renee menegang ketika grendel kunci menutup dan ia mencoba mengontrol nafasnya. Robert sangat besar. Robert punya bahu selebar New Orleans Saint. Renee tahu Robert terbiasa mengerjakan pekerjaan fisik yang keras untuk menghidupinya hingga ia mengambil kesempatan dan membuka perusahaan konstruksinya sendiri. Hal itu sudah terbayar. Di lihat dari standar manapun ia kaya, tapi ia masih punya tubuh berotot seorang buruh pekerja fisik.
Renee menginginkan hal ini hingga hal itu hampir menelannya. Tapi taruhannya sudah berubah. Bukan pekerjaannya lagi yang dijadikan taruhan. Pekerjaan akan datang dan pergi. Sudah berapa lama sejak ia terakhir kali merasakan perasaan seperti ini mengenai seorang pria? Apakah ia pernah merasa seperti ini? Jika ia membiarkan Robert menangkapnya sekarang, segalanya akan berakhir. Robert akan memanfaatkannya, mengeluarkan Renee dari
sistemnya, dan hal itu akan berlangsung seperti itu. Renee menginginkan lebih. Ia tidak bisa membiarkan Robert tahu pengaruhnya pada Renee, ia tidak bisa menyerahkannya dengan mudah pada Robert.
Nafas Renee terengah ketika Robert meraih dan mengunci rambutnya di tangannya. Robert melilitkan rambut Renee di tangannya hingga Robert menyentuh kepala Renee. Ia bersandar dan mendaratkan sebuah ciuman di bibir Renee. Punggung Renee bersandar di pintu.
Robert menjauhkan bibirnya. "katakan ya, Renee."
Renee menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Robert mengacuhkan Renee. "Rok ini cukup pendek, sayang." Tangan Robert meluncur ke bawah dan mengencang di sekitar keliman rok Rene. "Apa kau memakainya untukku?"
Renee berdiri kaku penuh antisipasi dalam genggaman Robert. Otaknya meleleh. Robert telah mendominasi Renee sebelumnya di ruang arsip, mengguncang Renee dengan kekuatan serta intensitasnya. Hari ini godaannya berubah. Kelembutan terdengar dalam suaranya. Sikapnya sama galaknya seperti sebelumnya, gerakannya posesif dan meyakinkan, namun suaranya lembut. Perubahan pribadinya mengancam keseimbangannya.
Mata Robert berubah menjadi coklat tua sewaktu menatap Renee. Ini sudah cukup baik hingga Renee pikir ia akan mati. Renee menelan ludah ketika ia merasakan tangan Robert perlahan-lahan menarik roknya ke atas pahanya. Renee tahu jika ia melihat ke bawah, celana dalamnya akan kelihatan.
Mata Renee mulai sayu dan menutup. Genggaman tangan Robert di rambut Renee mengencang. "Tidak, tidak, tidak. Biarkan matamu terbuka untukku."
Dengan berani Renee membuka matanya.
"Bagus. Kau punya mata yang indah. Sekarang. Kita punya negosiasi yang harus kita bereskan." Robert merendahkan kepalanya dan menghisap bibir bawah Renee. Mata Renee menutup lagi.
Renee merintih dan merasakan celana dalamnya basah. Ia berpegangan pada Robert ketika Robert menghisap dan menjilat bibir bawahnya.
Robert menekankan kejantanannya pada Renee dan Renee merasakan ereksi Robert yang keras. Renee semakin sulit bernafas.
Robert mengangkat kepalanya. Renee membuka matanya dan matanya terpaku pada Robert. "Gadis baik." Suaranya dalam. "Okay. Kau tidak mau mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku akan membiarkanmu menang sekarang. Tetapi kau akan harus memberiku balasan." Renee tersentak di tangan Robert. Robert mengontrol gerakan Renee. "Sh...sh...aku ingin memastikan kau mengerti kemana hal ini akan berlanjut."
Renee berpegangan erat-erat dengan diam di tangan Robert.
Suara Robert mendesak. "Anggukkan kepalamu kalau kau paham."
Kepala Renee tersentak ke atas dan ke bawah, hanya sekali.
"Bagus. Tentu saja, aku harus membuktikannya." Tangan Robert berpindah dari ujung lipatan rok Renee ke gundukan feminin di antara paha Renee. Robert mengirimkan panas melalui celana dalamnya. Mata Renee menutup sewaktu mulut Robert turun padanya.
Robert merasakan semua kelembutan Renee di sekitarnya dan berpikir kepalanya akan meledak. Ya Tuhan, ia ingin menyetubuhi Renee sejak lama. Ia tak tahu bahwa ia sudah menguasainya. Untuk yang pertama kalinya dengan Renee, seks di kantor bukanlah yang ia inginkan. Bahkan, seks di kantor adalah yang sedang ia usahakan untuk ia coba hindari. Ia harus mengendalikan hal ini. Tapi ia harus menyentuh Renee. Sekarang.
Tubuh Renee sangat liat selagi ia berdiri terperangkap diantara pintu dan tubuh besar Robert. Serbuan lidah Robert di mulutnya dan tangan Robert di antara kakinya membius Renee. Renee mulai mendorong Robert dengan erangan frustasi.
Dengan kasar Robert menyingkirkan celana dalam Renee dan menemukan lipatan femininnya. Lidah dan bibir Robert memulai menghisap dengan lembut selagi jari tangannya yang besar dan kasar mendorong ke dalam miliknya. Detak jantung Renee bertambah cepat selagi panas membanjiri mereka dan jari Robert meluncur ke dalam dirinya.
Otot milik Renee menjepit jari Robert den gan serakah dan ia merintih terengah-engah. Renee me nghentikan ciuman untuk menghirup oksigen ke paru-p arunya. Robert membiarkan dia menghirup udara dan la ngsung menciumnya lagi. Serangan gencar itu benar-be nar brutal secara fisik. Robert meneguk dari mulut Rene e dan tidak menunjukkan ia akan memberi Renee kelo nggaran. Tangan Robert mendorong Renee, jari tangan Robert membuat Rene tak berdaya di lengannya sewak tu Robert menusuk jari ke dalamnya ketika Renee ham pir mengalami orgasme.
Robert mengangkat kepalanya dan memandang Renee, berpegangan di lengannya. Renee menyeimbangkan dirinya sewaktu Robert menggeram padanya. "Kau akan memberikan padaku apa yang kuinginkan. Ini hanyalah permulaan."
Renee mengenali kesombongan dan sikap arogan pada suara Robert sewaktu Robert merendahkan bibirnya ke bibir Renee. Hal itu masih belum cukup untuk tetap menjaganya terbang menuju tepian. Tubuh Renee menegang sewaktu orgasme yang intens menelannya.
Ia bersandar di pintu, perasaannya berkabur dan detak jantungnya tak terterkendali, saat ia mencoba untuk berdiri.
Deringan telepon menyentak Renee kembali kepada realitas.
Deringan telepon itu menginterupsi keheningan di sekitar mereka dan tidak mau berhenti. Robert memindahkan tangannya dari Renee sewaktu dengan selembut mungkin dan memantapkan Renee di pintu. Ia berjalan ke mejanya dan mengangkat teleponnya.
"Thibodeaux."
Renee mencoba mengontrol gelembung-gelembung histeris yang mengancam naik ke permukaan sewaktu ia membereskan pakaiannya. Renee melihat Robert berbalik
menghadapinya sembari mendengarkan orang yang meneleponnya. Ekspresi yang tak tergambarkan bermunculan di wajahnya hingga dengan cepat berubah menjadi pertentangan. Renee terganggu dan sedih sewaktu Robert tetap mendengarkan dalam keheningan dan menatapnya de
↧
Bedded by the Boss - 4
↧