Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kemurungan Suzumiya Haruhi - 16

$
0
0

The Melancholy of Suzumiya Haruhi | Kemurungan Suzumiya Haruhi | by Tanigawa Nagaru | Kemurungan Suzumiya Haruhi | Cersil Sakti | Kemurungan Suzumiya Haruhi pdf

Bedded by the Boss - Lynda Chance Body in the Closet - Mayat Dalam Lemari - Mary Higgins Clark Cinta Itu (Tidak) Merah Jambu - www.YukNulis.com Ketika Angin Bertiup - When the Wind Blows - James Patterson Sebuah Bahu utk Menangis - Ria N. Badaria

itulah opini yang paling masuk akal. Bisa jadi si idiot Taniguchi bakalan
ngelakuin guyon garing, tapi dia seharusnya nulis lebih banyak.
Aku jalan tanpa tujuan di sekitar sekolah sambil memikirkan semua ini.
Setelah sekolah, Haruhi bilang dia sakit dan pulang ke rumah. Kesempatan
besar nih!
Kuputuskan pergi ke ruang klub dulu. Gue bisa gila kalo pergi kecepetan
ke ruang kelas buat nunggu orang asing. Lagian, kalo tiba-tiba Taniguchi
datang dan ngomong, "Yo, masih menunggu nih? Gue ga percaya lo bisa ketipu
gara-gara catatan kecil begitu, lugu bener sih lo!" Gue bakalan marah besar.
Habisin waktu dulu, pergi dan intip kelasnya, terus masuk abis mastiin ga ada
siapa-siapa. Ya, ini strategi sempurna!
Aku tiba di pintu ruang klub sendirian. Kali ini aku ingat untuk
mengetuk.
"Silahkan masuk."
Setelah kupastikan itu suara Asahina-san, kubuka pintunya. Tak peduli
seberapa kali pun kulihat dia, Asahina-san tetap menawan dengan kostum
maidnya.
"Lama juga kamu datang, Suzumiya-san mana?"
Tampaknya dia lagi merebus teh lagi.
"Dia pulang, dia kelihatannya capek banget. Kalo kamu kepengen balas
dendam, ini saatnya, sekarang dia terlihat lemah banget."
"Aku ga bakalan ngelakuin hal kayak gitu!"
Kami duduk berhadap-hadapan dan meminum teh kami di ruangan
dengan Nagato yang sedang membaca. Kami tampaknya telah kembali jadi
asosiasi tanpa tujuan seperti dulu.
"Koizumi belum datang juga?"
"Koizumi-kun pulang duluan, dia bilang dia ada kerja paruh-waktu hari
ini, jadi dia pergi duluan."
Kerja paruh-waktu macam mana? Tapi bila keadaannya begini, dengan
yakin aku bisa mencoret Koizumi dan Haruhi dari daftar tersangka yang
menulis catatan tersebut.
Karena kami tidak punya kerjaan, aku main Othello dengan Asahina-san
dan mengobrol dengannya. Setelah menang tiga kali, kami berhenti main dan
mulai ngenet buat baca berita, dan pada saat ini, Nagato menutup bukunya.
Akhir-akhir ini, kami menganggap aksinya ini sebagai tanda berakhirnya
kegiatan klub (walau kami tak tahu kegiatannya apa), dan kami semua mulai
berkemas dan pergi.
"Aku butuh ganti baju, jadi kamu pergi duluan aja." Mendengar
Asahina-san bilang begitu, aku bergegas keluar ruang klub.
Jam menunjukkan pukul lima lebih tigapuluh menit, seharusnya udah ga
ada siapa-siapa di ruang kelas, kayaknya? Kalaupun ini kejahilan si Taniguchi,
dia bakalan udah pulang setelah bosan nunggu lama. Walau begitu, aku tetap
lari dua anak tangga menuju lantai teratas, untuk memastikan saja.
Kuhirup nafas dalam-dalam di koridor yang sepi. Karena jendela kelas
semuanya bernoda, tidaklah bisa kulihat apa yang sedang terjadi di dalam,
hanya matahari terbenam telah mewarnai ruang kelas oranye-kemerahan.
Dengan santai kubuka pintu ruang kelas 1-5 dan melongok ke dalam.
Aku sama sekali tak terkejut ada orang yang menungguku di dalam
kelas, tapi aku kaget saat kuketahui siapa dia. Berdiri di depan papan tulis
adalah orang yang tak pernah kuperkirakan sama sekali.
"Kamu telat."
Asakura Ryouko tersenyum.
Dia mengibas rambut panjang selembut sutranya dan mulai berjalan
melewati deretan tempat duduk. Paha mulusnya di bawah rok terlipatnya dan
sepatu indoor putihnya benar-benar mengalihkan perhatian.
Dia berhenti di tengah ruang kelas, dan melambai ke arahku dengan
senyum.
"Masuklah!"
Bagaikan terhisap ke dalam, tingkahnya menyeba bkan aku melepaskan
pegangan pintu dan berjalan ke arahnya.
"Jadi kamu toh... "
"Iya, kaget?"
Asakura tersenyum girang, sisi kanan wajahnya merah karena tersinari
matahari terbenam.
"Kamu nyari aku?"
Sengaja kubertanya dengan nada kasar, Asakura cekikikan dan
menyahut,
"Emang aku cari kamu, aku pengen nanya sesuatu ke kamu."
Wajah putih Asakura sekarang menghadap ke arahku.
"Pernahkah kamu dengar pepatah 'Lebih baik melakukannya dan
menyesal kemudian daripada tidak melakukannya sama sekali'? Menurutmu itu
masuk akal?"
"Aku ga terlalu yakin siapa yang bilang, tapi kukira maknanya masuk
akal."
"Kalau ada situasi dimana tetap di status akan memperburuk keadaan,
dan kamu ga tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya, apa yang
akan kamu lakukan?"
"Memperbaiki apaan? Ekonomi?"
Mengabaikan pertanyaanku, Asakura tersenyum dan melanjutkan,
"Bukannya kamu barusan bilang mending lakukan dulu dan hadapi
akibatnya kemudian? Karena ga ada yang bakalan berubah kalo gini-gini
terus."
"Hmmm, kayaknya sih."
"Itu maksudku."
Asakura, yang kedua tangannya berada di belakang punggungnya,
membungkuk ke depan sedikit.
"Tapinya, karena orang-orang di atas ga mampu berpikir dari sisi lain,
mereka ketinggalan dengan perubahan cepat di realitas ini, aku terpaksa
melakukan sesuatu biar segalanya berjalan mulus. Makanya itu, di realitas ini,
udah kuputuskan untuk beraksi sendiri dan memaksakan beberapa
perubahan."
Kamu sebenarnya pengen ngomong apa sih? Aku lagi dikerjain ya?
Kulihat ke sekeliling ruangan, menduga-duga apakah Taniguchi bersembunyi
dalam lemari peralatan kebersihan di belakang, atau apakah dia duduk di
bawah meja guru.
"Aku udah semakin capek cuma ngamatin lingkungan yang ga berubah,
makanya itu... "
Aku terlalu sibuk mengamati sekeliling hingga aku tak terlalu
mendengar apa yang dikatakan Asakura.
"Aku harus bunuh kamu, dan melihat reaksi macam apa yang Suzumiya
Haruhi lakukan."
Dalam sekejap, Asakura mengilatkan tangan kanannya, sebuah kilatan
metalik putih melewati tempat dimana leherku tadinya berada.
Tersenyum senang, tangan kanan Asakura sekarang menguak sebuah
pisau setajam pisau tentara.
Aku beruntung sekali menghindari serangan pertama. Karena sekarang
ini aku tergeletak di lantai pada punggungku, melihat pucat pada Asakura.
Kalo gue kejebak, gue ga bakalan bisa kabur! Pikiran ini terlintas di benakku,
dan aku merangkak mundur seperti belalang.
Kenapa Asakura ga ngejar gue?
...Engga, bentar! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Asakura
berusaha nusuk gue dengan pisau? Tunggu dulu sebentar, tadi Asakura bilang
apa ya? Dia pengen bunuh gue? Bunuh gue? Tapi, kenapa!?
"Berhenti bercandanya!"
Aku hanya dapat berkata kalimat khasku ini.
"Beneran bahaya tuh! Kalaupun itu cuma pisau bohongan, aku bakalan
ketakutan juga! Singkirin benda itu!"
Gue benar-benar bingung. Kalo ada orang yang tahu apa yang terjadi,
tolong keluar dan jelasin ke gue!
"Kamu pikir aku lagi bercanda?" kata Asakura dengan nada riang
gembiara, tak terdengar serius sama sekali. Baru kepikiran sekarang, cewek
SMA tersenyum sambil mengancam nyawamu dengan sebilah pisau benarbenar menakutkan. Jadi sekarang kau tahu betapa ketakutannya aku.
"Huh!"
Asakura menepuk-nepukan bahunya dengan sisi belakang pisau.
"Kamu ga suka sekarat? Kamu ga mau mati? Kematian entitas organik
ga ada artinya bagiku."
Perlahan kuberdiri. Ini pasti cuma bercanda, gue ketakukan karena gue
terlalu serius. terus kukatakan ini pada diriku sendiri, karena ini terlalu tak
nyata. Asakura adalah ketua kelas serius yang bertanggungjawab, yang hanya
akan bicara disaat yang perlu saja di kelas, dan takkan jadi gila bahkan ketika
sedang menghadapi masalah. Mengapa dia bawa pisau dan berkata kalau dia
ingin membunuhku tiba-tiba?
Namun pisau itu nyata, dan kalau aku tidak hati-hati aku bisa berdarah
kemana-mana.
"Aku ga ngerti apa yang kau omongin. Ini ga lucu lagi, OK? Singkirin
benda mengerikan itu!"
"Aku ga bisa melakukannya," Asakura menyenyumkan senyuman lugunya
yang seperti biasa, "Abisnya aku pengen banget kamu mati."
Dia memegang pisaunya di samping pinggangnya dan mulai lari ke
arahku. Dia cepat! Kali ini aku sudah siap, karena lama sebelum Asakura
bergerak, telah kutetapkan pandanganku untuk kabur melalui pintu -- tapi aku
berakhir menabrak dinding.
".....????"
Aneh, pintunya kemana? Bahkan jendelanya juga hilang! Seharusnya ada
jendela di dinding yang menghadap koridor, tapi sekarang hanya ada dinding
tebal berwarna abu-abu.
Ga mungkin!
"Percuma."
Suara Asakura semakin mendekat dari belakang.
"Sekarang aku yang punya kontrol di ruang area ini, jadi semua jalan
keluar udah diblok. Sebenarnya agak gampang kok, yang perlu kulakukan cuma
timpa-paksa aja struktur molekul bangunannya di planet ini dan bisa kurubah
semauku. Ruangan ini sekarang udah jadi ruang tertutup, dan ga ada jalan
masuk atau keluar sekarang."
Aku berputar dan menyadari kalau matahari terbenam juga telah
menghilang. Seluruh ruangan dikelilingi oleh dinding beton, menyisakan hanya
lampu-lampu putih bersinar dingin di bangku-bangku.
Ini ga mungkin!
Siluet Asakura perlahan bergerak ke arahku.
"Kusarankan kamu berhenti melawan; toh akhirnya kamu bakalan mati."
"......Kamu sebenarnya siapa?"
Sebagaimanapun aku perhatikan, memang ada dinding di sekelilingku.
Tiada satu pintu pun, satu jendela, apapun! Apa ada yang salah sama otak gue?
Aku bergerak panik diantara meja-meja, berusaha menjauh dari
Asakura sebisaku. Tapi Asakura berjalan lurus ke arahku, menyingkirkan meja
dan kursi dari jalurnya semau dia. Dibandingkan dia, jalurku selalu terhalang
meja.
Kejar-kejaran kucing dan tikus ini tak berlangsung lama, dan pada
akhirnya aku terpojok.
Kalo begitu...
Kuputuskan untuk mengambil resiko dan
melempar kursi ke Asakura, namun kursi tersebut
berbelok di udara tepat di depan Asakura, dan
terbang ke sudut lain ruangan. Gimana mungkin?
"Bukannya udah kubilang ini percuma?
Semua di dalam ruangan ini sekarang bergerak
menurut keinginanku."
Tunggu... Tunggu!
Apa sih yang terjadi disini? Kalo ini bukan Ryouko: "Aku harus
canda ato jahil, dan baik gue ataupun Asakura ga bunuh kamu danmelihat
gila, terus apa yang terjadi? reakssimacam apayang
Suzumiya Haruhi
Aku harus bunuh kamu, dan melihat reaksi \_punya."_
macam apa yang Suzumiya Haruhi punya.
Kenapa Haruhi lagi sih? Haruhi, duh, bukannya lo jadi sedikit terlalu
populer?
"Seharusnya kulakukan ini dari awal."
Badanku membeku setelah Asakura berkata seperti itu. Kamu ngga bisa
begitu! Itu curang!
Kakiku mengakar ke lantai seperti pohon, tak bisa bergerak. Kedua
tanganku kaku seperti patung lilin - aku bahkan tak bisa menggerakkan jarijariku. Wajahku, kaku menghadap lantai, bisa melihat sepatu indoor Asakura
yang perlahan memasuki ruang lingkup pandanganku.
"Abis kamu mati, Suzumiya Haruhi pasti punya semacam reaksi. Ini
mungkin bakalan bikin ledakan data raksasa yang darinya bisa kami ambil
sesuatu. Bisa jadi ini kesempatan sekali seumur hidup bagi kami."
Aku sama sekali ga peduli dengan itu!
"Sekarang matilah."
Bisa kurasakan Asakura mengangkat pisaunya ke atas. Darimana dia
bakalan mulai ya? Arteri tenggorokan, jantung? Kalau gue tahu gimana gue
bakalan mati, paling engga gue bisa siap-siap. Paling engga biarin gue nutup
mata... Engga, gue ga bisa begitu. A... apa nih!?
Tiba-tiba kurasakan udara bergoyang. Pisaunya mulai jatuh ke arahku...
Pada saat ini, langit-langit mengeluarkan suara retakan keras, diikuti
jatuhnya pecahan-pecahan. Yang beberapa diantaranya jatuh ke kepalaku sakit tau! Sialan! Aku diliputi debu putih oleh banyaknya pecahan yang terus
berjatuhan, jadi kupikir Asakura juga putih semua. Gue kepengen ngeliat
kayak apa dia sekarang, tapi gue ga bisa gerak... engga, tunggu! Gue bisa
gerak lagi!
Kuangkat kepalaku dan menemukan... !
Asakura yang terkejut tepat saat dia mau menggorok leherku. Orang
yang berdiri di depanku, memegang pisaunya dengan tangan kosong, ternyata
Nagato Yuki.
(Wow, dia bisa menangkap pisau dengan tangan kosong)
"Programmu terlalu dasar." kata Nagato dengan nada tiada ekspresi
seperti biasa,
"Penguncian data di sekitar langit-langit tidak lengkap. Karena itu aku
bisa temukan dan masuk."
"Kamu ingin menghalangiku?" Asakura terdengar tenang. "Setelah aku
bunuh orang ini, Suzumiya Haruhi pasti punya reaksi tertentu. Cuma saat itu
aja kita bisa ngumpulin lebih banyak data."
"Kamu seharusnya jadi back up-ku." kata Nagato dengan nada seperti
mantra, "Pembangkangan semacam ini dilarang; kamu musti mematuhi
perintahku."
"Gimana kalau aku menolak?"
"Maka aku akan putuskan data antarmukamu."
"Kamu mau nyobain? Aku punya keuntungan disini, abisnya ruang kelas
ini ada di lingkupan kontrol dataku."
"Memproses aplikasi untuk pemutusan data antarmuka."
Saat Nagato selesai, pisau di tangannya mulai bersinar terang. Lalu,
seperti gula yang dicelupkan ke secangkir teh, perlahan pisau itu mulai
mengkristal dan terurai dan jatuh ke lantai seperti serbuk.
"!!"
Asakura melepas pisaunya dan loncat lima meter menjauh. Melihat
adegan ini, aku tak bisa apa-apa kecuali menyada


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>