Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Fade into You - 7

$
0
0

Cerita Remaja | Fade into You | Serial Fade by Kate Dawes | Fade into You | Cersil Sakti | Fade into You pdf

Cinta Seorang Copellia - Lisa Andriyana Masa Yang Hilang - Marisa Agustina Marissa - Shanty Dwiana Percy Jackson and the Olympians - Pertempuran Labirin The Iron Fey 1 - The Iron King - Julie Kagawa

udio dengan cara yang tidak etis.
  Aku sangat bahagia bahwa itu adalah hari Jumat dan aku punya dua hari penuh untuk pergi menjauh dari Kevin dan kantor.
  Di sisa hari itu yang bisa aku pikirkan hanyalah kapan aku bisa bertemu Max lagi. Dia mengatakan itu akan menjadi kejutan, dan ketika aku meninggalkan kantornya kupikir itu terdengar menarik. Tetapi ketika pulang dari kerja itu membuat sarafku menjadi gila.
  Aku punya rencana malam ini untuk pergi ke klub dengan Krystal dan dua temannya yang baru aku kenal. Mungkin itu akan menjadi pengalih pikiranku dari semua yang berhubungan dengan Max.
  ***
  Gaun ini membuatku terlihat seperti pelacur, kan?"
  Aku berada di kamar mandi sedang memakai make-up saat Krystal masuk dan mengajukan pertanyaan. Aku ingat dia menanyakan hal yang sama ketika kami berada di Vegas. Aku menatapnya di cermin. Ia mengenakan gaun ketat berwarna peach strapless yang panjang sampai dikakinya. Itu indah, tapi aku berpikir apa yang akan terjadi jika dia sengaja menginjak tepinya. Pasti payudaranya akan menyembul keluar jika hal itu terjadi.
  "Kenapa kau terus menanyakan apakah kau terlihat seperti pelacur?"
  Dia berbalik ke samping dan melihat profilnya di cermin. "Aku tak tahu. Aku hanya tidak ingin terlihat seperti pelacur murahan."
  "Kau tampak hebat. Tapi ada satu hal saja..." aku bercerita tentang hem dan dia bilang dia sudah memikirkan hal itu, dan jika itu terjadi, mungkin itu akan menjadi pusat perhatian sepanjang malam.
  "Itu akan jadi suatu merendahkan," kataku.
  Aku selesai bersiap-siap, sementara berdebat dengan diriku sendiri apakah menceritakan tentang apa yang terjadi di kantor Max pada hari sebelumnya. Terus terang, aku kagum dengan caraku menahan diri.
  Krystal memberi tahu arah ke klub favoritnya saat aku menyetir, tempat yang disebut Drais terletak di atas W Hotel di Hollywood Boulevard. Setelah berkunjung ke Las Vegas, aku agak siap untuk beraksi - cahaya, musik, orang-orang tampan berpakaian rapi dan, tapi ini merupakan level yang lebih tinggi. Ini adalah tempat terbagus di Hollywood untuk nongkrong, di tempat itu ada sebuah restoran, kolam renang, dan klub malam. Di dalamnya, musik sangat keras, pencahayaannya memamerkan dinding merah, hitam, ungu, dan hijau. Kursi nyaman yang besar dan sofa di mana-mana. Orang-orang menari di bawah lampu lantai yang besar, lengkap dengan nuansanya. Orang-orang lebih banyak berada di tepi kolam renang.
  Itu adalah malam yang indah. Dari sudut pandang dari atap Hotel W, aku memiliki perspektif yang sama sekali baru dari LA. Setidaknya dalam arti visual.
  Kami akhirnya berjumpa dengan dua teman Krystal itu yang dia ingin kenalkan kepadaku - Julia dan Rachel. Mereka juga calon aktris, dan dalam waktu sepuluh menit aku mendengar mereka bicara lebih banyak tentang audisi dan agen dibandingkan yang Krystal dapatkan dalam sebulan aku tinggal bersamanya. Aneh.
  Ketika mereka bicara tentang orang-orang terkenal yang mereka lihat di sini sebelumnya, nama Max muncul.
  "Omong-omong tentang setan," kata Julia.
  Kita semua melihat ke arah dia mengangguk ke suatu arah.
  Sialan. Ada dia. Berdiri di area bar. Ia bicara kepada dua orang yang tidak kukenal, dan kemudian kami membuat kontak mata. Seringai lambat muncul di wajahnya dan ia mengucapkan kata: "Surprise."
  Dan aku memang terkejut. Sebenarnya, bukan karena kata-kata itu. Mungkin tidak ada yang bisa lebih baik untuk menggambarkan apa yang kurasakan, napasku tertahan di tenggorokan, lututku pun jadi lemas, dan aku merasakan sensasi kesemutan di seluruh kulitku yang menyebabkan putingku menjadi keras dan denyutan yang samar diantara kakiku.
  "Aku pernah mendengar cerita tentang orang itu," kata Julia.
  Krystal menatapku dengan ekspresi khawatir. Aku sangat senang tidak menceritakan apa yang terjadi di kantor Max sore itu.
  Rachel menyesap margarita. " katakanlah."
  Ya, ceritakanlah, ujarku dalam hati. Mungkin aku perlu tahu lebih banyak tentang Max sebelum aku membiarkan dia memberiku kejutan yang ia janjikan sebelumnya.
  "Mata keranjang," kata Julia.
  Krystal menatapku, lalu pada Julia. "Kau pernah mendengar cerita akhirnya?"
  Julia mengatakan, "Tidak, tapi aku sudah mendengar banyak hal."
  "Seperti apa?" Tanyaku.
  "Bahwa dia sudah meniduri banyak aktris."
  Krystal tertawa. "Oh, seram. Hei, itu Hollywood. Dia hot dan lajang. Tidak ada hukum yang menentang dia untuk melakukan apa yang dia inginkan."
  Julia berbalik ke Krystal. "Jangan katakan kau &"
  "Tidak." Krystal menggelengkan kepalanya. "Aku hanya melihat dia secara pribadi cuma sekali, sebenarnya." Dia menatapku.
  "Kau?" Kata Julia, melihatku dari atas dan ke bawah, seperti aku adalah seseorang yang tidak mungkin akan sampai dua kali dilihat Max. Setidaknya itulah kesimpulanku.
  Aku tidak repot-repot menjawabnya. Aku hanya tersenyum. Aku tahu apa yang akan terjadi, dan aku memutuskan untuk membiarkan dia bicara untuk dirinya sendiri.
  Rachel mengaduk minumannya. "Dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan denganku. Lihatlah bagaimana tubuh itu. Sialan." katanya sambil menggigit bibir bawahnya.
  "Oh, sialan." Mata Julia membesar. "Apakah dia...Yep. Dia datang ke mari."
  "Come to mama," gumam Rachel.
  Tapi dia tidak datang ke arah Rachel. Dia mendatangiku.
  "Halo, Olivia." Dia mencium pipiku.
  Aku berbisik, "Apa yang kau lakukan di sini?"
  Mulutnya masih dekat telingaku. "Surprise..."
  Rachel dan Julia menatapku, shock tampak terlihat di wajah mereka. Mereka menatap Krystal, yang mengangkat bahu dengan senyum di wajahnya.
  Max meletakkan tangannya di punggungku. "Apakah sejauh ini semua orang bersenang-senang?
  Krystal dan teman-temannya mengatakan iya.
  Aku tidak repot-repot memperkenalkan dia ke Rachel dan Julia. Kebencian mereka bagiku sangat jelas dari cara mereka menatapku, tapi aku tak peduli.
  Max menatapku, kemudian pada mereka. "Ku harap kalian semua tidak keberatan ladies, tapi aku harus menculik Olivia untuk sementara waktu."
  Ketiganya menggelengkan kepala mereka.
  Ketika kami sampai beberapa meter jauhnya, Max bertanya siapa yang menyetir.
  "Aku. Kenapa?"
  "Kau harus memberikan kunci mobilmu untuk Krystal."
  "Kenapa?"
  "Agar dia bisa pulang."
  Aku tertawa gugup. "Aku tahu apa yang kau maksud, tapi... kita mau ke mana?"
  Dia menciumku ringan di bibir. "Ini kejutan, ingat?"
  Aku mengambil kunci mobil dari tasku dan berjalan beberapa langkah kembali ke Krystal dan menyerahkan kuncinya.
  "Kau akan pergi?"
  Aku mengangkat bahu. "Aku tak tahu."
  Julia dan Rachel keduanya menatapku dengan mulut terbuka.
  "Dia bilang dia punya kejutan bagiku," ujarku. "Aku akan lihat nanti. Atau besok. Atau... kapanpun. "
  Aku berbalik dan berjalan pergi, aku merasa seperti baru saja memenangkan putaran kejuaraan catty girl playoffs.
  ***
  Fade Into You Bab 7
  Tiga puluh menit kemudian, kami berada di Malibu, berjalan masuk kesebuah rumah besar. Pohon-pohon palem yang menghiasi halaman rumput, dan rumah itu diterangi oleh lampu yang bersinar dari atas tanah.
  Max membuka garasi, mematikan mesin mobil dan berkata, "Aku tidak sabar untuk mengajakmu ke rumahku." Dia keluar dan membuka pintu untukku. Ketika aku berdiri, dia membawaku dalam pelukannya dan menciumku dengan ganasnya.
  "Aku tak sabar untuk melihat rumahmu. Ini terlihat indah."
  "Itu bukan alasanku membawamu ke dalam rumah." Dia mengambil tanganku dan menuntunku ke dalam.
  Kami masuk melalui pintu di garasi, dan mengarah tepat ke ruang tamu yang luas. Nuansanya gelap mulai dari dinding, lantai dan perabotan, nuansa cokelat dan merah, dengan kolam renang kecil yang bercahaya dari lampu di sekitar ruangan. Kantornya cerah dan terlihat modern, tapi rumahnya bernuansa hangat, sangat maskulin.
  Sama seperti dirinya. Dan seperti caranya yang posesif ketika menciumku lagi saat kami baru saja masuk ke dalam rumah.
  Tasku jatuh ke lantai. Max membuka ritsleting di bagian belakang gaunku dan jatuh ke pergelangan kakiku. Aku melangkah keluar dari gaunku, dan menemukan diriku berdiri hanya menggunakan bra, celana dalam, dan sepatu.
  "Kau punya cara untuk membuatku telanjang, Max."
  "Aku suka ketika kau terekspos untukku."
  Bibirnya menutup bibirku, lidahnya lahap menjelajahi mulutku.
  Aku berhasil menarik diri sedikit. "Bolehkah aku melihatmu?"
  Dia mengerang dari dalam dadanya. "Aku ingin kau melihatku. Terlanjangi aku."
  Tangannya jatuh ke sisi tubuhnya dan dia berdiri di depanku, menunggu.
  Sialan. Aku akan membuka pakaian Max Dalton dan melihat tubuh indahnya di telanjang.
  Aku mengangkat kemejanya, tanganku di bawah, merasakan otot-otot di perut dan dadanya. Aku membuka kancing kemejanya, menariknya bahunya dan menjatuhkan pakaiannya bersama dengan pakaianku di lantai.
  Tubuhnya seindah seperti yang aku bayangkan. Dadanya yang lebar, ditutupi oleh rambut halus yang tipis. Aku meletakkan tanganku membelai dan merasakan betapa keras dadanya.
  Ketika aku menatap wajah Max, aku melihat matanya membara dengan intensitas. Aku terus menatap matanya saat aku menurunkan tanganku ke perutnya dan menemukan sabuknya. Mendengar denting logam saat aku melepaskan gesper itu seperti denting peringatan: Kau akan segera menyentuh kejantanannya...
  Dan begitulah yang kulakukan. Tanganku menyelinap di bawah pinggang boxernya dan sebelum aku tahu, jariku sudah menyentuh pangkal ereksinya. Aku menggerakkan tanganku untuk membungkusnya dalam genggaman, dan merasakan seberapa besar miliknya.
  Tangan Max membelai sisi wajahku, dan ia menarikku ke mulutnya. Sebuah ciuman panas membakar diikuti tanganku yang mengeeksplorasi panjang ereksinya. Kulit selembut beludru, menyelubungi kejantanan terkeras dan terbesar yang pernah kurasakan. Sebuah gelombang kegairahan meledak dalam diriku saat kusadari bahwa aku adalah obyek yang menyebabkan kegairahannya.
  "Ya Tuhan, Olivia, sentuhanmu begitu sempurna."
  Dia menciumku lagi saat ia melepas bra-ku. Payudaraku terasa berat dan ia menangkup masing-masing di tangannya, menggosok putingku dengan ibu jarinya.
  Aku mencium lehernya dan turun dari dada ke perut, kemudian berlutut. Aku membuka ritsleting celananya dan menurunkan bersama dengan boxernya. Aku pertama kali melihat kejantanannya. Itu panjang dan besar, mencuat lurus dan berkedut dengan semangat. Sepertinya aku melihat itu selama beberapa menit, tapi aku tahu itu hanya beberapa detik. Ketika aku akan memasukkannya ke dalam mulutku ia menyentuh bahuku dan mendesakku untuk berdiri.
  Max membungkus tangannya di pinggangku. "Aku ingin kau di sofa." Dia mengangkatku dengan mudah dan melangkah ke arah sofa, menurunkanku hingga berbaring di sofa.
  "Aku sudah sangat ingin merasakanmu sepanjang hari," katanya, mencium leherku, dadaku, berhenti di masing-masing puting dan membuat lingkaran dengan lidahnya. Puncak putingku mengeras karena gerakannya.
  Max sedang berlutut di lantai saat aku melirik sambil berbaring di sofa. Dia menarik celanaku turun kaki dengan cepat, hampir menghentak, dan pada saat itu aku bahkan tidak peduli jika dia merobek celana dalamku sekalipun.
  Dia mengangkat kakiku dengan salah satu tangannya yang besar, tangan yang kuat memegang pergelangan kedua kakiku, dan melepaskan sepatuku.
  Dia menjilati kedua betisku, kemudian turun belakang lututku, di mana hampir menggelitik sedikit, tapi ini terlalu panas untuk menggelitik. Dibagian bawah pahaku, mencium, mengisap... berhenti di sana, mengisap...
  Apakah dia memberiku cupang di bagian belakang pahaku? Menandaiku? Whoa.
  Ketika kakiku terpisah, dia menempatkan salah satu kakiku di atas bahunya. Dia mendorong keluar kakiku yang lain, jauh, menyebarkan diriku terbuka lebar sama seperti yang ia lakukan di sofa kantornya.
  "Aku suka kalau kau begitu terbuka bagiku," katanya, menggemakan pikiranku.
  "Max..." Suaraku melemah. Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata. Aku bahkan tak yakin apa yang harus kukatakan.
  Dia mencium bagian dalam masing-masing pahaku, berlama-lama sedikit disalah satunya, membuka mulutnya dan membiarkan giginya menyeret sepanjang kulitku. Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua kakiku, lidahnya membelai sepanjang lipatan basah.
  Max menggunakan jari-jarinya untuk membukaku, mengekspos clitku yang sudah begitu terangsang kepadanya. Ketika lidahnya bersentuhan dengannya, aku ingin tetap seperti itu untuk sementara waktu, mungkin berjam-jam, mungkin berhari-hari... Aku hanya tak ingin dia berhent


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>