Cerita Cinta | Strangers | by Barbara Elsborg | Strangers | Cersil Sakti | Strangers pdf
Fear Street - The Dare - Tantangan Dibakar Malu Dan Rindu - Marga.T I For You - Orizuka Summer Breeze - Cinta Nggak Pernah Salah - Orizuka The Truth about Forever - Kebencian Membuatmu Kesepian - Orizuka
snya, semakin baik."
***
Charlie baru saja duduk di kursi kelas 1A dan mengulurkan kakinya yang panjang, ketika Natalie Glass muncul. Dia menundukkan kepala dan mencium pipi Charlie. Aroma musky yang dipakainya begitu menyengat, Charlie hanya bisa menekan keinginan untuk bersin. Dia bertanya-tanya tentang membelikan parfum untuk Kate dan menyadari bahwa Kate tak pernah mengenakan apapun. Tapi apakah itu karena Kate tidak suka atau tidak mampu membelinya? Sesuatu yang lain yang dia tidak tahu tentang Kate.
"Charlie! Kau tampak sehat."
"Hai, Natalie. Ingin duduk di sebelah jendela?"
"Tidak, aku baik-baik saja di lorong. Aku sedikit gugup naik pesawat."
Itu tidak terlintas dalam pikirannya bahwa Natalie akan datang ke pertemuan itu. Masuk akal, meskipun ia bertanya-tanya mengapa Ethan tidak memberitahunya.
"Aku benar-benar menantikan untuk bekerja sama denganmu." Natalie berseri-seri. "Kita akan bersenang-senang." Natalie mengangkat alis sedikit satu demi satu dan mengedipkan mata.
Kedipan mata ini cukup menjelaskan kepada Charlie jenis kesenangan apa yang ada dalam pikirannya dan ia tidak tertarik.
Natalie sangat cantik. Matanya yang besar berwarna gelap dengan bulu mata hitam tebal. Senyum yang menyilaukan. Gigi yang sempurna. Rambut gelapnya halus dan panjang. Payudara besar (operasi plastik). Dan Charlie tidak menginginkannya.
Charlie tersenyum.
Charlie bahkan tak ingin kencan semalam dengannya. Senyumnya melebar. Jika dia tidak menyadari itu karena Kate, Charlie mungkin berpikir ia sedang sakit. Charlie bersandar di kursinya dan memikirkan lekuk kecil di salah satu gigi bawah Kate, rambut spiky yang acak-acakan dengan tampilan habis-bangun-tidurnya, payudaranya yang pas di telapak tangan Charlie. Dan matanya. Oh Tuhan, ia sangat suka mata Kate, cara mereka berubah sesuai suasana hatinya. Charlie bahkan lebih menyukainya lagi ketika Kate sedang jengkel dengannya.
Pesawat meluncur dari landasan pacu dan Natalie menggeliat.
"Maukah kau memegang tanganku?" Bisiknya. Charlie mengambil lalu memegang jari-jarinya dan Natalie tersenyum terima kasih.
"Melihat kau di koran hari ini," katanya. "Pantat yang bagus."
"Ya, pantat dia memang bagus, ya kan?" Charlie senang melihat senyum menghilang dari wajah Natalie. Namun tidak berhasil menjauhkan dirinya.
"Aku punya perasaan aku akan menjadi berita utama minggu depan. Seorang pecundang dari 24/7 membujuk mantanku untuk mengungkapkan rincian intim tentang kehidupan seks kami." Natalie cemberut. "Awalnya bukan aku yang ingin pergi ke klub terkutuk itu."
Charlie ingin duduk di samping Kate saat pertama kalinya Kate naik ke dalam pesawat, ingin melihat ekspresi wajahnya ketika Kate melihat awan. Natalie mendekatkan mulutnya ke telinga Charlie.
"Klub Rascal. Pernahkah kau? Apa pun terjadi dan maksudku, apapun. Ethan mencoba untuk menghentika n mereka menerbitkannya, tapi dia tidak terlalu berhara p."
"Kurasa edisi terbaru dari Hello! penuh dengan foto-foto rumah dan kebunmu." Charlie melepas genggaman tangannya karena sekarang mereka sudah mengudara.
"Apa kau membacanya? Mereka begitu baik. Mereka terus meminta pendapatku tentang tempat terbaik untuk mengambil foto. Mereka memberikan bunga dan pakaian dan mereka membiarkanku memiliki salinan dari setiap foto setelah aku setuju mana yang bisa mereka gunakan. Dan mereka membayar. Semacam itulah pers yang aku suka."
"Aku tak yakin kau dapat memiliki kedua-duanya. Kami memilih untuk menempatkan diri di mata publik dan harus mengambil apa yang datang dengan itu. Kami cukup senang dengan publisitas yang baik dan uang. Kami hanya marah ketika kami pikir mereka tidak adil. Kita tidak bisa mendikte perhatian yang kita inginkan."
Itu sangat filosofis baginya. Charlie bertanya-tanya apakah ia terdengar seolah-olah ia bersungguh-sungguh. Dia sungguh-sungguh.
"Meskipun bukan hanya kita yang terluka, ya kan?" Kata Natalie.
"Tidak. Kadang-kadang mereka kelewatan. Hari ini adalah contoh kasus yang sangat jelas dan permintaan maaf yang mereka tidak akan ragu akhirnya akan dipermasalahkan tidak memperbaiki kerusakan yang telah mereka sebabkan, tapi pers tak akan pernah berubah."
***
Pada saat pesawat mendarat di Dublin, Charlie yakin akan dua hal Natalie Glass sangat ingin masuk ke balik celananya dan Charlie sangat ingin menjaga dia tetap diluar. Ini bukan berarti bahwa Charlie tidak suka padanya. Setiap pria akan menyukainya. Well, setiap pria normal.
Tidak ada yang salah dengan berangan-angan, tapi Charlie tak akan melakukan lebih jauh dari itu. Charlie bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa setia. Kate percaya padanya dan ia tidak akan membiarkan Kate kecewa.
Tapi saat Natalie menekan tubuhnya ke tubuh Charlie di taksi dalam perjalanan ke hotel mereka, Charlie mengakui itu akan menjadi beberapa hari yang sulit.
Benar saja, permintaan untuk bertemu di kamar Natalie jam tujuh sehingga mereka bisa turun bersama-sama untuk makan malam, telah menyebabkan Charlie menemukan Natalie masih basah sehabis mandi. Handuk minim yang berada di antara Charlie dan tubuh Natalie yang telanjang dengan sengaja jatuh ke karpet saat Natalie berjalan kembali ke kamar mandi. Tentu saja, Natalie membungkuk untuk mengambilnya, memberikan Charlie pemandangan spektakuler dari pantat Natalie. Natalie membiarkan pintu kamar mandi terbuka. Charlie mengatupkan rahangnya.
"Tuangkan aku minuman, Charlie," seru Natalie.
Charlie membuka mini bar, memperhatikan segelnya yang sudah dibuak. "Kau mau apa?"
"Vodka dan jeruk."
Charlie menemukan dua botol kecil di tempat sampah. Dia punya perasaan setelah beberapa gelas vodka, bra Natalie dengan misterius akan terlepas sendiri kaitannya. Tapi, mungkin juga Natalie tidak akan memakai bra.
"Tarikkan gaunku, Sayang."
Yep, Charlie benar. Gaun itu terbuka di seluruh bagian punggung. Charlie menarik risletingnya dan Natalie berbalik dan meluncurkan tubuhnya ke arah Charlie. Charlie mencegat dengan pipinya. Menggigit bibir sehingga ia tidak tertawa. Gaun sutra biru berpotongan rendah di bagian depan, dengan dua bayangan di balik sutra dimana putingnya menonjol ke arah Charlie seperti moncong senapan.
Charlie melangkah mundur, meraih gelas dan mendorongnya ke tangan Natalie.
"Tidakkah kau ingin minum?" dengung Natalie dan menjilat bibirnya.
"Sedang detoksifikasi," kata Charlie.
Charlie membutuhkan semua akal sehatnya untuk menjaga agar kejujuran yang baru-baru ini diperolehnya tetap utuh.
Pada saat mereka sampai di putaran terakhir, Natalie mabuk dan Charlie sangat sadar.
Charlie mencoba untuk mengatur jumlah alkohol yang dikonsumsi Natalie, tapi dia makan terlalu sedikit, alkohol itu pasti berlari melalui aliran darahnya lebih cepat daripada ular yang memagut. Hal lain yang Natalie lakukan adalah makan secara perlahan, mengunyah setiap suap lama sekali. Hanya untuk melakukan sesuatu, Charlie mulai menghitung. Enam puluh lima detik untuk setiap potong kecil yang dia taruh di antara bibirnya. Hidangan itu pasti sudah benar-benar dingin pada saat Natalie akan menghabiskannya. Charlie tak pernah merasa begitu bosan dalam hidupnya.
Natalie mencoba untuk memaksa Charlie makan makanan penutup, tapi Charlie tahu benar ia akan menjadi satu-satunya yang memakan itu. Charlie menolak kopi. Charlie ingin pergi ke kamar dan menelpon Kate. Ketika Natalie berdiri, dia terhuyung.
"Ups," dia terkikik dan menangkap lengan Charlie.
Charlie tidak suka pandangan sok tahu orang-orang saat mereka meninggalkan restoran dan menuju ke lift. Natalie menempel pada dirinya seperti gurita.
"Ini salahmu aku mabuk. Aku seharusnya meminum sebagian anggurmu dengan baik."
"Maaf."
Padahal Charlie tidak menyesal sama sekali. Bahkan, ia berharap Natalie pingsan saat Charlie mengembalikannya ke kamarnya.
"Di mana kuncimu?" Tanya Charlie.
Setelah berusaha keras, Natalie berhasil mengambil dari tasnya.
"Aku merasa tidak enak badan," gumamnya. Charlie tidak terkejut. Charlie menyeret Natalie melewati pintu dan Natalie tiba-tiba melesat ke arah kamar mandi. Jatuhnya terlihat tidak dibuat-buat dan Charlie pergi untuk membantu.
"Aku mau muntah," ujar Natalie terengah.
Natalie muntah. Di seluruh lantai kamar mandi dan di seluruh tubuh Charlie. Di satu sisi, Charlie bersyukur karena sekarang tidak ada godaan sama sekali.
Ponsel berdering ketika Charlie mencoba untuk membersihkan muntahan itu.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Tanya Kate.
"Kau tidak ingin tahu." Charlie memandang handuk yang dia dilemparkan ke dalam bak mandi.
"Ya, aku ingin tahu," katanya."
Membersihkan muntahan. Dan sebelum kau bertanya, itu bukan muntahku. Aku berharap kau ada di sini."
"Kenapa? Jadi aku bisa membantumu?"
"Ya." Charlie tertawa.
Natalie mengerang dari tempat tidur dan berlari kembali ke kamar mandi.
"Siapa yang muntah?" Tanya Kate.
"Natalie."
"Campbell?"
"Natalie Glass. Dia punya peran dalam The Green."
"Yang memakai gaun setrip merah di Armageddon?" Charlie mendengar perubahan nada dalam suara Kate. Dan kebohongan.
"Aku tidak ingat."
"Charlie, kau berkata bohong. Apa kau di kamarnya?"
"Ya, tapi aku tidak melakukan apa-apa." Charlie berpaling saat Natalie muntah lagi.
"Hanya membersihkan muntahan," koreksi Kate.
"Ini tidak dalam deskripsi pekerjaanku."
"Biarkan orang lain yang melakukannya kalau begitu."
"Aku tidak berpikir ini adalah deskripsi pekerjaan untuk siapa pun. Tembakan yang bagus, Natalie. Setidaknya sebagian besar kau mengenai pinnya sekarang."
"Ketika kau sudah sendiri, telepon aku," kata Kate. "Dan kami akan memainkan sedikit permainan dokter dan pasien."
"Aku ingin mandi dulu."
"Apa ponselnya kedap air?" Tanya Kate.
Charlie langsung bersemangat. Dia akan menemukan kantong plastik dan membuatnya kedap air.
***
Strangers Bab 21
Pada Senin pagi, Kate berjalan ke Crispies melewati pintu yang dibukakan Dan untuknya. Kate melirik jam. Tepat waktu. Tapi senyum lebar Mel menyebabkan senyum Kate lenyap seperti es krim di atas trotoar panas. Ada sesuatu yang tidak beres.
"Bagaimana perasaanmu, Kate?" Tanya seseorang yang mirip Mel.
Dan meletakkan telapak tangannya di dahi kakaknya.
"Kau tidak demam." Ia menyelipkan tangannya ke hidung Mel dan meremasnya. "Ah, ini hangat. Bukan pertanda baik." Dan mengedipkan mata pada Kate. "Oh tidak, aku salah. Itu hidung anjing yang seharusnya dingin. Kukira kau sehat, Mel."
"Pergilah, Dan." bentak Mel.
Dan tertawa. "Harusnya seperti itu. Kupikir kau benar-benar sakit." Kate melepas jaketnya dan menggantungkannya di ruang istirahat staf. Lois berjalan melewati, mulut dan matanya terbuka lebar saat ia menatap Kate dengan sesuatu yang mendekati kagum. Dua dari para pelayan lainnya meringkuk di pojokan, berbisik-bisik.
Ini akan menjadi hari yang panjang.
Kate berjalan menuju dapur, berharap Tony akan menghiburnya, tapi bukannya menggoda seperti yang biasa Kate nikmati, Tony terus memotong wortel dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Kate merasa jengkel, sadar diri dan khawatir, semua pada waktu yang sama. Dia kembali ke ruang makan untuk mencari Mel yang masih bicara dengan Dan.
"Kita akan menjadi sangat sibuk hari ini," kata Mel. "Aku harus ikut melayani kemarin karena seseorang tidak datang dan membantu." Mel melototi kearah adiknya.
"Aku sudah bilang aku sedang sibuk. Aku punya pekerjaanku sendiri." Mel memutar matanya dan berp aling pada Kate. "Mengalami akhir pekan yang menyen angkan?" Mulut Kate langsung terbuka. Dia mengatupk an bibirnya. Mel tak pernah tertarik pada urusan apa pu n yang staf lakukan di luar.
"Apa yang kau lakukan bersama Charlie?" Tanya Mel.
Mendengar nama Charlie disebut, suara gemericik memenuhi udara karena setiap orang di sekeliling tertuju pada percakapan itu. Lois beringsut dan membersihkan debu kursi di belakang mereka.
"Dia mengajakku untuk bertemu dengan orangtuanya." Tangan Kate langsung membekap mulutnya. Sial, apa dia benar-benar idiot?
"Oh. Tuhan. Ku. Dia pasti serius. Apa dia akan datang hari ini? Please, bisakah dia datang hari ini?" Tangan Mel menari-nari dengan kegembiraan.
"Dia di Irlandia. Jangan bilang siapa-siapa kami pergi untuk melihat orang tuanya," Kate memohon.
Mel mengerutkan kening kemudian wajahnya cerah seolah-olah dia telah melihat Santa Claus turun ke cerobong asapnya membawa hadiah untuknya dan bu kan untuk Dan.
"Oke, tapi fakta bahwa dia di Irlandia menjadi rahasi
Fear Street - The Dare - Tantangan Dibakar Malu Dan Rindu - Marga.T I For You - Orizuka Summer Breeze - Cinta Nggak Pernah Salah - Orizuka The Truth about Forever - Kebencian Membuatmu Kesepian - Orizuka
snya, semakin baik."
***
Charlie baru saja duduk di kursi kelas 1A dan mengulurkan kakinya yang panjang, ketika Natalie Glass muncul. Dia menundukkan kepala dan mencium pipi Charlie. Aroma musky yang dipakainya begitu menyengat, Charlie hanya bisa menekan keinginan untuk bersin. Dia bertanya-tanya tentang membelikan parfum untuk Kate dan menyadari bahwa Kate tak pernah mengenakan apapun. Tapi apakah itu karena Kate tidak suka atau tidak mampu membelinya? Sesuatu yang lain yang dia tidak tahu tentang Kate.
"Charlie! Kau tampak sehat."
"Hai, Natalie. Ingin duduk di sebelah jendela?"
"Tidak, aku baik-baik saja di lorong. Aku sedikit gugup naik pesawat."
Itu tidak terlintas dalam pikirannya bahwa Natalie akan datang ke pertemuan itu. Masuk akal, meskipun ia bertanya-tanya mengapa Ethan tidak memberitahunya.
"Aku benar-benar menantikan untuk bekerja sama denganmu." Natalie berseri-seri. "Kita akan bersenang-senang." Natalie mengangkat alis sedikit satu demi satu dan mengedipkan mata.
Kedipan mata ini cukup menjelaskan kepada Charlie jenis kesenangan apa yang ada dalam pikirannya dan ia tidak tertarik.
Natalie sangat cantik. Matanya yang besar berwarna gelap dengan bulu mata hitam tebal. Senyum yang menyilaukan. Gigi yang sempurna. Rambut gelapnya halus dan panjang. Payudara besar (operasi plastik). Dan Charlie tidak menginginkannya.
Charlie tersenyum.
Charlie bahkan tak ingin kencan semalam dengannya. Senyumnya melebar. Jika dia tidak menyadari itu karena Kate, Charlie mungkin berpikir ia sedang sakit. Charlie bersandar di kursinya dan memikirkan lekuk kecil di salah satu gigi bawah Kate, rambut spiky yang acak-acakan dengan tampilan habis-bangun-tidurnya, payudaranya yang pas di telapak tangan Charlie. Dan matanya. Oh Tuhan, ia sangat suka mata Kate, cara mereka berubah sesuai suasana hatinya. Charlie bahkan lebih menyukainya lagi ketika Kate sedang jengkel dengannya.
Pesawat meluncur dari landasan pacu dan Natalie menggeliat.
"Maukah kau memegang tanganku?" Bisiknya. Charlie mengambil lalu memegang jari-jarinya dan Natalie tersenyum terima kasih.
"Melihat kau di koran hari ini," katanya. "Pantat yang bagus."
"Ya, pantat dia memang bagus, ya kan?" Charlie senang melihat senyum menghilang dari wajah Natalie. Namun tidak berhasil menjauhkan dirinya.
"Aku punya perasaan aku akan menjadi berita utama minggu depan. Seorang pecundang dari 24/7 membujuk mantanku untuk mengungkapkan rincian intim tentang kehidupan seks kami." Natalie cemberut. "Awalnya bukan aku yang ingin pergi ke klub terkutuk itu."
Charlie ingin duduk di samping Kate saat pertama kalinya Kate naik ke dalam pesawat, ingin melihat ekspresi wajahnya ketika Kate melihat awan. Natalie mendekatkan mulutnya ke telinga Charlie.
"Klub Rascal. Pernahkah kau? Apa pun terjadi dan maksudku, apapun. Ethan mencoba untuk menghentika n mereka menerbitkannya, tapi dia tidak terlalu berhara p."
"Kurasa edisi terbaru dari Hello! penuh dengan foto-foto rumah dan kebunmu." Charlie melepas genggaman tangannya karena sekarang mereka sudah mengudara.
"Apa kau membacanya? Mereka begitu baik. Mereka terus meminta pendapatku tentang tempat terbaik untuk mengambil foto. Mereka memberikan bunga dan pakaian dan mereka membiarkanku memiliki salinan dari setiap foto setelah aku setuju mana yang bisa mereka gunakan. Dan mereka membayar. Semacam itulah pers yang aku suka."
"Aku tak yakin kau dapat memiliki kedua-duanya. Kami memilih untuk menempatkan diri di mata publik dan harus mengambil apa yang datang dengan itu. Kami cukup senang dengan publisitas yang baik dan uang. Kami hanya marah ketika kami pikir mereka tidak adil. Kita tidak bisa mendikte perhatian yang kita inginkan."
Itu sangat filosofis baginya. Charlie bertanya-tanya apakah ia terdengar seolah-olah ia bersungguh-sungguh. Dia sungguh-sungguh.
"Meskipun bukan hanya kita yang terluka, ya kan?" Kata Natalie.
"Tidak. Kadang-kadang mereka kelewatan. Hari ini adalah contoh kasus yang sangat jelas dan permintaan maaf yang mereka tidak akan ragu akhirnya akan dipermasalahkan tidak memperbaiki kerusakan yang telah mereka sebabkan, tapi pers tak akan pernah berubah."
***
Pada saat pesawat mendarat di Dublin, Charlie yakin akan dua hal Natalie Glass sangat ingin masuk ke balik celananya dan Charlie sangat ingin menjaga dia tetap diluar. Ini bukan berarti bahwa Charlie tidak suka padanya. Setiap pria akan menyukainya. Well, setiap pria normal.
Tidak ada yang salah dengan berangan-angan, tapi Charlie tak akan melakukan lebih jauh dari itu. Charlie bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa setia. Kate percaya padanya dan ia tidak akan membiarkan Kate kecewa.
Tapi saat Natalie menekan tubuhnya ke tubuh Charlie di taksi dalam perjalanan ke hotel mereka, Charlie mengakui itu akan menjadi beberapa hari yang sulit.
Benar saja, permintaan untuk bertemu di kamar Natalie jam tujuh sehingga mereka bisa turun bersama-sama untuk makan malam, telah menyebabkan Charlie menemukan Natalie masih basah sehabis mandi. Handuk minim yang berada di antara Charlie dan tubuh Natalie yang telanjang dengan sengaja jatuh ke karpet saat Natalie berjalan kembali ke kamar mandi. Tentu saja, Natalie membungkuk untuk mengambilnya, memberikan Charlie pemandangan spektakuler dari pantat Natalie. Natalie membiarkan pintu kamar mandi terbuka. Charlie mengatupkan rahangnya.
"Tuangkan aku minuman, Charlie," seru Natalie.
Charlie membuka mini bar, memperhatikan segelnya yang sudah dibuak. "Kau mau apa?"
"Vodka dan jeruk."
Charlie menemukan dua botol kecil di tempat sampah. Dia punya perasaan setelah beberapa gelas vodka, bra Natalie dengan misterius akan terlepas sendiri kaitannya. Tapi, mungkin juga Natalie tidak akan memakai bra.
"Tarikkan gaunku, Sayang."
Yep, Charlie benar. Gaun itu terbuka di seluruh bagian punggung. Charlie menarik risletingnya dan Natalie berbalik dan meluncurkan tubuhnya ke arah Charlie. Charlie mencegat dengan pipinya. Menggigit bibir sehingga ia tidak tertawa. Gaun sutra biru berpotongan rendah di bagian depan, dengan dua bayangan di balik sutra dimana putingnya menonjol ke arah Charlie seperti moncong senapan.
Charlie melangkah mundur, meraih gelas dan mendorongnya ke tangan Natalie.
"Tidakkah kau ingin minum?" dengung Natalie dan menjilat bibirnya.
"Sedang detoksifikasi," kata Charlie.
Charlie membutuhkan semua akal sehatnya untuk menjaga agar kejujuran yang baru-baru ini diperolehnya tetap utuh.
Pada saat mereka sampai di putaran terakhir, Natalie mabuk dan Charlie sangat sadar.
Charlie mencoba untuk mengatur jumlah alkohol yang dikonsumsi Natalie, tapi dia makan terlalu sedikit, alkohol itu pasti berlari melalui aliran darahnya lebih cepat daripada ular yang memagut. Hal lain yang Natalie lakukan adalah makan secara perlahan, mengunyah setiap suap lama sekali. Hanya untuk melakukan sesuatu, Charlie mulai menghitung. Enam puluh lima detik untuk setiap potong kecil yang dia taruh di antara bibirnya. Hidangan itu pasti sudah benar-benar dingin pada saat Natalie akan menghabiskannya. Charlie tak pernah merasa begitu bosan dalam hidupnya.
Natalie mencoba untuk memaksa Charlie makan makanan penutup, tapi Charlie tahu benar ia akan menjadi satu-satunya yang memakan itu. Charlie menolak kopi. Charlie ingin pergi ke kamar dan menelpon Kate. Ketika Natalie berdiri, dia terhuyung.
"Ups," dia terkikik dan menangkap lengan Charlie.
Charlie tidak suka pandangan sok tahu orang-orang saat mereka meninggalkan restoran dan menuju ke lift. Natalie menempel pada dirinya seperti gurita.
"Ini salahmu aku mabuk. Aku seharusnya meminum sebagian anggurmu dengan baik."
"Maaf."
Padahal Charlie tidak menyesal sama sekali. Bahkan, ia berharap Natalie pingsan saat Charlie mengembalikannya ke kamarnya.
"Di mana kuncimu?" Tanya Charlie.
Setelah berusaha keras, Natalie berhasil mengambil dari tasnya.
"Aku merasa tidak enak badan," gumamnya. Charlie tidak terkejut. Charlie menyeret Natalie melewati pintu dan Natalie tiba-tiba melesat ke arah kamar mandi. Jatuhnya terlihat tidak dibuat-buat dan Charlie pergi untuk membantu.
"Aku mau muntah," ujar Natalie terengah.
Natalie muntah. Di seluruh lantai kamar mandi dan di seluruh tubuh Charlie. Di satu sisi, Charlie bersyukur karena sekarang tidak ada godaan sama sekali.
Ponsel berdering ketika Charlie mencoba untuk membersihkan muntahan itu.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Tanya Kate.
"Kau tidak ingin tahu." Charlie memandang handuk yang dia dilemparkan ke dalam bak mandi.
"Ya, aku ingin tahu," katanya."
Membersihkan muntahan. Dan sebelum kau bertanya, itu bukan muntahku. Aku berharap kau ada di sini."
"Kenapa? Jadi aku bisa membantumu?"
"Ya." Charlie tertawa.
Natalie mengerang dari tempat tidur dan berlari kembali ke kamar mandi.
"Siapa yang muntah?" Tanya Kate.
"Natalie."
"Campbell?"
"Natalie Glass. Dia punya peran dalam The Green."
"Yang memakai gaun setrip merah di Armageddon?" Charlie mendengar perubahan nada dalam suara Kate. Dan kebohongan.
"Aku tidak ingat."
"Charlie, kau berkata bohong. Apa kau di kamarnya?"
"Ya, tapi aku tidak melakukan apa-apa." Charlie berpaling saat Natalie muntah lagi.
"Hanya membersihkan muntahan," koreksi Kate.
"Ini tidak dalam deskripsi pekerjaanku."
"Biarkan orang lain yang melakukannya kalau begitu."
"Aku tidak berpikir ini adalah deskripsi pekerjaan untuk siapa pun. Tembakan yang bagus, Natalie. Setidaknya sebagian besar kau mengenai pinnya sekarang."
"Ketika kau sudah sendiri, telepon aku," kata Kate. "Dan kami akan memainkan sedikit permainan dokter dan pasien."
"Aku ingin mandi dulu."
"Apa ponselnya kedap air?" Tanya Kate.
Charlie langsung bersemangat. Dia akan menemukan kantong plastik dan membuatnya kedap air.
***
Strangers Bab 21
Pada Senin pagi, Kate berjalan ke Crispies melewati pintu yang dibukakan Dan untuknya. Kate melirik jam. Tepat waktu. Tapi senyum lebar Mel menyebabkan senyum Kate lenyap seperti es krim di atas trotoar panas. Ada sesuatu yang tidak beres.
"Bagaimana perasaanmu, Kate?" Tanya seseorang yang mirip Mel.
Dan meletakkan telapak tangannya di dahi kakaknya.
"Kau tidak demam." Ia menyelipkan tangannya ke hidung Mel dan meremasnya. "Ah, ini hangat. Bukan pertanda baik." Dan mengedipkan mata pada Kate. "Oh tidak, aku salah. Itu hidung anjing yang seharusnya dingin. Kukira kau sehat, Mel."
"Pergilah, Dan." bentak Mel.
Dan tertawa. "Harusnya seperti itu. Kupikir kau benar-benar sakit." Kate melepas jaketnya dan menggantungkannya di ruang istirahat staf. Lois berjalan melewati, mulut dan matanya terbuka lebar saat ia menatap Kate dengan sesuatu yang mendekati kagum. Dua dari para pelayan lainnya meringkuk di pojokan, berbisik-bisik.
Ini akan menjadi hari yang panjang.
Kate berjalan menuju dapur, berharap Tony akan menghiburnya, tapi bukannya menggoda seperti yang biasa Kate nikmati, Tony terus memotong wortel dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Kate merasa jengkel, sadar diri dan khawatir, semua pada waktu yang sama. Dia kembali ke ruang makan untuk mencari Mel yang masih bicara dengan Dan.
"Kita akan menjadi sangat sibuk hari ini," kata Mel. "Aku harus ikut melayani kemarin karena seseorang tidak datang dan membantu." Mel melototi kearah adiknya.
"Aku sudah bilang aku sedang sibuk. Aku punya pekerjaanku sendiri." Mel memutar matanya dan berp aling pada Kate. "Mengalami akhir pekan yang menyen angkan?" Mulut Kate langsung terbuka. Dia mengatupk an bibirnya. Mel tak pernah tertarik pada urusan apa pu n yang staf lakukan di luar.
"Apa yang kau lakukan bersama Charlie?" Tanya Mel.
Mendengar nama Charlie disebut, suara gemericik memenuhi udara karena setiap orang di sekeliling tertuju pada percakapan itu. Lois beringsut dan membersihkan debu kursi di belakang mereka.
"Dia mengajakku untuk bertemu dengan orangtuanya." Tangan Kate langsung membekap mulutnya. Sial, apa dia benar-benar idiot?
"Oh. Tuhan. Ku. Dia pasti serius. Apa dia akan datang hari ini? Please, bisakah dia datang hari ini?" Tangan Mel menari-nari dengan kegembiraan.
"Dia di Irlandia. Jangan bilang siapa-siapa kami pergi untuk melihat orang tuanya," Kate memohon.
Mel mengerutkan kening kemudian wajahnya cerah seolah-olah dia telah melihat Santa Claus turun ke cerobong asapnya membawa hadiah untuknya dan bu kan untuk Dan.
"Oke, tapi fakta bahwa dia di Irlandia menjadi rahasi