Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423
↧

Mawar Merah - 13

$
0
0
Roses are Red | Mawar Merah | by James Patterson | Mawar Merah | Roses are Red | Mawar Merah pdf

Lintang Kemukus Dini Hari - Ahmad Tohari Jantera Bianglala - Ahmad Tohari Cinta itu Asyik Tapi jangan Asyik Bercinta Keberanian Manusia - Kumpulan Cerpen Kelompok 2 & 1 - Sang Pengintai

e pada Farrah Fawcett di masa jayanya.
  "Mau ke mana dia?" ucap Mr. Blue, terkejut. Seharusnya tidak ada kejutan dalam pekerjaan ini. Mastermind seharusnya sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan sempurna. Ini bukan kesempurnaan. Mr. Blue melangkah dengan cepat menerobos hutan yang lebat dan sesemakan tinggi yang memisahkan dirinya dengan rumah pasangan Casselman. Ia bisa melihat bahwa ia tidak akan tiba tepat pada waktunya.
  Kesalahan.
  Dirinya, atau wanita itu?
  Kesalahan kami berdua! Ia berangkat terlalu dini pagi ini; posisiku tidak tepat!
  Ia berlari ke arah Hawthorne Street, tapi Victoria telah berada di dalam Toyota hitamnya dan memundurkan kendaraan tersebut di jalur masuk. Kalau Victoria berbelok ke kanan, segalanya benar-benar kacau. Kalau ia berbelok ke kiri, Mr. Blue masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan hari ini. Ayo Farrah, Sayang, belok kiri!
  Mr. Blue berusaha memikirkan alasan untuk ber-
  147
  teriak pada Victoria-sesuatu yang akan menghentikan Victoria saat itu juga. Tapi apa? Pikir. Pikir.
  Gadis yang baik! Ia berbelok ke kiri, tapi Mr. Blue masih merasa tidak akan tiba di jalan tepat pada waktunya untuk menghentikan wanita itu.
  Ia mengerahkan tenaga, kepala menunduk. Ia merasakan semburan panas yang tiba-tiba, sangat menyengat, di dalam dadanya. Ia tidak ingat kapan terakhir kali harus berlari sekuat tenaga seperti ini.
  "Hei! Hei! Kau bisa membantuku?" serunya dengan sekuat tenaga. "Tolong aku, kumohon! Tolong!"
  Kepala Victoria Casselman yang berambut pirang berpaling sewaktu mendengar teriakan-teriakan itu. Ia agak melambatkan mobil, tapi masih tidak berhenti sepenuhnya.
  Ia harus menghentikan wanita ini.
  "Istriku akan melahirkan!" teriak Mr. Blue. "Tolong. Istriku akan melahirkan."
  Ia mendesah dengan kelegaan hebat sewaktu melihat sedan hitam itu berhenti di tengah jalan. Ia berharap tidak ada tetangga usil yang mengawasi dari salah satu rumah yang berjajar di kedua tepi jalan. Tapi hal itu tidak jadi masalah. Ia harus menghentikan Victoria Casselman dengan cara apa pun. Ia masih terengah-engah sewaktu berlari-lari mendekati mobil.
  "Ada apa? Di mana istrimu?" seru Victoria Casselman melalui jendela yang terbuka.
  Mr. Blue terus terengah-engah hingga berada tepat di samping mobil. Lalu ia mencabut sepucuk pistol Sig Sauer dan menghantam rahang Victoria dengan gagangnya. Kepala Victoria Casselman tersentak ke satu sisi dan wanita itu menjerit kesakitan.
  "Kita akan kembali ke dalam rumah!" teriak Mr.
  148
  Blue sambil melompat masuk ke dalam mobil. Ia mengacungkan pistol ke kening Victoria.
  "Mau ke mana kau pukul setengah delapan pagi? Oh, tutup mulutmu. Aku tidak benar-benar peduli. Kau melakukan kesalahan, Victoria. Kau melakukan kesalahan besar." Hanya itu yang bisa dilakukan Mr. Blue agar tidak menembak mati Victoria di kursi depan mobilnya.
  Bab 44
  Perampokan sedang berlangsung di cabang Chase Manhattan Bank dekat Hotel Omni Shoreham di Washington. Betsey Cavalierre dan aku tidak banyak bicara dalam perjalanan dari kantor FBI ke bank tersebut. Kami berdua takut akan apa yang mungkin kami temukan.
  Betsey bersikap resmi. Ia meletakkan sirene di atap mobil dan kami melesat melintasi Washington. Saat itu hujan turun lagi, dan air menghantam atap dan kaca depan mobil. Kota Washington sedang menangis. Mimpi buruk ini semakin dalam dan tampaknya semakin cepat. Kejadian ini sama menakutkan dan tidak terduganya seperti kasus pembunuhan ganda mana pun yang pernah kutangani sebelumnya. Tidak masuk akal bagiku. Anggota perampok bank, atau kemungkinan dua anggota perampok bank, beroperasi seperti segerombolan pembunuh masai. Liputan pers besar-besaran dan mengejutkan; publik ketakutan, dan mereka patut merasa takut; industri perbankan memprotes karena perampokan dan pembunuhan tersebut tidak dihentika n.
  Aku terguncang dari lamunan mendengar raungan sirene polisi di depan. Lolongan tersebut membuat
  150
  bulu kudukku berdiri. Lalu aku melihat tanda biru-dan-putih cabang Chase Bank.
  Betsey menghentikan mobil sekitar satu blok jauhnya di Twenty-eighth Street. Kami hanya bisa mendekat sampai di sana. Bahkan dengan hujan deras, ada ratusan penonton, lusinan ambulans, mobil polisi, bahkan sebuah truk pemadam kebakaran telah tiba di lokasi.
  Kami berlari menerobos hujan ke arah bangunan bata merah sederhana di tikungan Calvert. Aku beberapa langkah di depan Betsey, tapi ia menambah kecepatan.
  "Kepolisian Metro. Detektif Cross," kataku, dan menunjukkan lencanaku pada petugas patroli yang berusaha menghalangi jalan ke areal parkir bank. Petugas patroli tersebut melihat lencana emasku dan menyingkir.
  Berbagai sirene polisi dan kendaraan darurat terus melolong keras, dan aku bertanya-tanya apa alasannya. Begitu aku melangkah memasuki lobi bank, aku mengetahuinya. Kuhitung ada lima mayat Kasir dan eksekutif: tiga wanita, dua pria. Semuanya ditembak mati. Ini pembantaian yang lain, mungkin yang terburuk sejauh ini.
  "Kenapa? Tuhan!" gumam Agen Cavalierre di sampingku. Selama sedetik ia berpegangan pada lenganku, tapi kemudian menyadari apa yang telah dilakukannya dan melepaskan pegangannya.
  Seorang agen FBI bergegas mendekati kami. Namanya James Walsh dan aku mengingatnya dari pertemuan pertama kami di kantor lapangan. "Lima orang tewas di sini. Mereka semua staf, karyawan bank."
  "Sandera di rumah?" tanya Betsey.
  151
  Walsh menggeleng. "Istri manajernya juga tewas. Ditembak dari jarak dekat. Dieksekusi untuk alasan yang tidak bisa kita tebak.... Betsey, mereka meninggalkan satu orang yang selamat di bank. Dia membawa pesan untukmu dan Detektif Cross. Dari seseorang bernama Mastermind."
  Bab 45
  Orang yang selamat itu bernama Arthur Strickland, dan ia dikurung dalam ruang kerja manajer yang dibantai, sejauh mungkin dari pers. Ia satpam bank.
  Strickland bertubuh jangkung, ramping, berotot di usia akhir empat puluhan. Sekalipun secara fisik mengesankan, ia tampaknya dalam keadaan shock. Keringat besar-besar menutupi wajahnya dan kumisnya yang tebal. Kemeja seragam biru mudanya basah kuyup.
  Betsey mendekati satpam bank tersebut dan berbicara dengan suara sangat lembut. "Aku Agen Senior Cavalierre dari FBI. Aku yang memimpin penyelidikan kasus ini, Mr. Strickland. Ini Detektif Cross dari kepolisian D.C. Katanya ada pesan untuk kami?"
  Pria yang tampak kuat itu tiba-tiba tidak bisa menahan diri lagi. Ia menangis terisak-isak sambil menutupi wajah dengan tangan. Ia membutuhkan waktu sekitar semenit sebelum berhasil menenangkan diri dan mampu berbicara.
  "Orang-orang yang tewas dibunuh di sini hari ini merupakan orang-orang yang menyenangkan. Mereka teman-temanku," katanya. "Aku seharusnya melindungi mereka, dan para pelanggan kami tentunya."
  "Kejadian ini memang menakutkan, tapi bukan
  153
  kesalahanmu," kata Betsey kepada satpam tersebut. Ia berusaha untuk bersikap ramah, menenangkan pria tersebut, dan ia melakukan pekerjaan yang bagus. "Kenapa para perampok membunuh mereka? Bagaimana caramu bisa lolos?"
  Satpam tersebut menggeleng jengkel. "Aku tidak lolos," katanya. "Mereka menahanku di lobi bersama yang lain. Perampoknya dua orang. Kami semua diperintahkan untuk tiarap di lantai. Mereka bilang mereka harus meninggalkan bank pukul delapan lewat seperempat. Tidak lebih dari itu. Tidak ada kesalahan, kata mereka beberapa kali. Tidak ada alarm. Tidak ada tombol panik."
  "Mereka terlambat keluar dari bank?" tanyaku kepada Arthur Strickland.
  "Tidak, Sir" kata satpam tersebut kepadaku. "Itu dia. Mereka bisa saja menyelesaikannya tepat waktu. Mereka tampaknya tidak ingin tepat waktu. Mereka memerintahkan aku berdiri. Kupikir mereka akan menembakku pada saat itu. Aku pernah di Vietnam, tapi aku belum pernah setakut ini."
  "Mereka memberimu pesan untuk kami?" tanyaku kepadanya.
  "Ya, Sir. Pesan untuk kalian berdua. 'Kau suka bank ini?' tanya salah seorang dari mereka kepadaku. Aku bilang aku menyukai pekerjaanku. Dia memanggilku keparat tolol. Lalu dia bilang aku harus menjadi kurir mereka. Aku harus memberitahu Agen Cavalierre dari FBI dan Detektif Cross bahwa ada kesalahan yang dilakukan di bank. Katanya tidak boleh ada kesalahan lagi. Dia mengulanginya beberapa kali. Tidak boleh ada kesalahan lagi. Katanya, 'Beri-tahu mereka pesan ini dari Mastermind.' Lalu mereka menembak semua orang lainnya. Mereka menembak
  154
  begitu saja ke tempat rekan-rekanku berbaring di lantai sekarang. Semuanya kesalahanku. Aku satpam yang sedang bertugas di bank. Aku membiarkan hal itu terjadi."
  "Tidak, Mr. Strickland," kata Betsey Cavalierre dengan suara lembut kepada satpam bank itu. "Kau tidak bersalah. Kami yang bersalah, bukan dirimu."
  Bab 46
  Tidak boleh ada kesalahan lagi.
  Mastermind tahu segalanya tentang si FBI Betsey Cavalierre dan Detektif Cross. Ia berada di atas segalanya, bahkan para petugas polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus ini. Mereka merupakan bagian dari rencananya sekarang.
  Hari yang indah untuk perjalanan singkat ke wilayah pedesaan di luar kota Washington. Bunga-bunga lili tengah mekar, dan langit bersih; warnanya biru pucat kehijauan, dengan sedikit gumpalan awan tampak simetris di timur dan di barat.
  Kelompok perampok bank sekarang ini menginap di tanah pertanian tepat di sebelah selatan Hayfield, Virginia. Tempat itu delapan puluh mil lebih di barat daya Washington, hampir berada di negara bagian West Virginia.
  Ia mengitari tikungan jalan yang tidak diaspal dan melihat bagian belakang van Mr. Blue mencuat keluar dari sebuah lumbung merah pudar. Dua ekor anjing berkeliaran di halaman, menggigiti lalat kuda. Ia tidak melihat satu pun anggota kelompok, atau kekasih mereka, tapi ia mendengar suara musik rock-and-roll yang mereka putar keras-keras: lagu dengan banyak permainan gitar, musik rock gaya Selatan
  156
  yang mereka putar terus-menerus, pagi dan malam hari.
  Ia masuk ke ruang duduk rumah pertanian, yang telah diubah hingga mirip ruang terbuka di dalam rumah. Ia melihat Mr. Blue, Mr. Red, Mr. White, dan kekasih mereka, termasuk Ms. Green. Ia bisa mencium bau kopi yang sedang diseduh. Sebatang sapu disandarkan ke satu dinding, yang artinya mereka telah membersihkan tempat ini sedikit sebelum ia tiba. Di samping sapu itu terdapat senapan penembak jitu buatan Heckler and Koch.
  "Halo, semuanya," kata Mastermind, sambil melambai, gayanya. Ia tersenyum, tapi tahu bahwa mereka menganggapnya orang aneh. Terserah. Ms. Green memandangnya seakan-akan ia orang aneh yang tertarik pada wanita itu.
  "Hei, mon professor" kata Blue, dan menyeringai gembira yang begitu tidak tulus hingga terasa menyakitkan. Mastermind tidak bisa dibodohi. Mr. Blue seorang pembunuh berdarah dingin. Itu sebabn ya ia dipilih untuk perampokan First Union, First Virginia, dan Chase. Mereka semua pembunuh, bahkan ketiga g adis kekasih mereka.
  "Pizza," kata Mastermind, sambil mengacungkan dua kotak dan sebuah kantong kertas. "Kubawakan pizza. Dan anggur Chianti yang nikmat."
  Bab 47
  Pembunuh kegembiraan, pikirnya. Mesin pembunuh. Membunuh waktu. Gagasan Mematikan. Medan pembunuhan.
  Mastermind tersenyum tipis pada permainan katanya sendiri yang digandrunginya. Senyum seperti setengah senyum yang tidak terasa nyaman di wajahnya. Rasanya palsu dan agak dipaksakan. Saat itu baru pukul empat lewat, dan di luar matahari masih bersinar amat cerah. Ia berjalan-jalan di padang rumput. Ia memikirkan segala sesuatunya dengan saksama. Sekarang ia kembali ke rumah pertanian.
  Ia masuk melalui pintu kasa depan dan membiarkan pandangannya merayapi mayat-mayat itu. Para anggota kelompok telah tewas, keenam-enamnya. Mayat mereka terpuntir dan mengerut dengan aneh, seperti yang bisa terjadi pada logam kalau ada badai api. Ia pernah melihat fenomena itu, setelah kebakaran yang mengamuk di lereng perbukitan di luar Berkeley, di California. Ia menyukai pemandangan itu: keindahan dari bencana alam.
  Ia berhenti dan mengamati mayat-mayat itu. Mereka para pembunuh, dan mereka menderita karenanya. Ia telah menggunakan Marplan untuk racun kali
  158
  ini. Yang menarik, obat antidepresi tersebut paling ampuh kalau dicerna bersama keju atau anggur merah, terutama Chianti. Kombinasi bahan kimia yang aneh menimbulkan peningkatan tajam pada tekanan darah diikuti perdarahan otak, dan akhirnya menyumbat peredaran darah. Voila.
  Ia mengamati mayat-mayat itu dengan lebih teliti, dan pemandangan itu luar biasa memesona. Pupil mereka mengecil. Mul
↧

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Latest Images

Trending Articles

<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>