Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
menggeleng-gelengkan kepalanya, rambut
gondrongnya tampak berseliweran seperti ombak.
“Kau.... darimana kau tahu?” Mata Lelaki berwajah
tampan berusia lima puluh tahunan itu, melotot lebar.
Wajahnya terbilang cukup tampan bila disandingkan
dengan orang utan, mungkin itu bisa dibilang lebih
baik. Hidungnya mencuat seperti hidung tikus,
matanya juling, bibirnya tebal, menambah
ketampanannya itu. Tapi, itu mungkin belum tentu,
barangkali saja ada orang utan yang lebih tampan
darinya.
Sagara Angkara tertawa misterius, lalu berkata,
“Jingga kemarilah ayo lawan paman tampan ini”
“Kakang Gara, masakah wajah seperti beruk itu
dibilang tampan, barangkali batu cadas ini lebih baik
dari wajahnya. Hihi” Jingga tertawa cekikikan namun
tak beranjak dari tempatnya.
“yaya… jika begitu menurutmu… ayo mari sini, biar
kakang ajarkan cara memandikan beruk!”
“Jingga takut kakang… Jingga kan tidak bisa silat!”
“Huppp….!”
“Jleggg!”
Karena Jingga tak menurut juga, akhirnya Sagara
Angkara berinisiatif mengambilnya sendiri, tak
sekerdipan mata saja Sagara Angkara melesat
mengambil tubuh Jingga dan kembali pada
tempatnya, benar-benar suatu pameran ilmu peringan
tubuh yang dahsyat.
Tampak Jingga celingukan tak mengerti mengapa
dirinya berada disana, tapi yang merasa kaget bukan
hanya jingga, Gita Jayasri, Harsanto dan Meswari juga
menganga. terlebih Lelaki yang berbaju hitam, saking
kagetnya sampai ia lupa menyerang.
Hakikatnya Sagara Angkara bergerak seperti kelajuan
cahaya, Kelajuan ini merupakan kelajuan maksimum
yang dapat dilajui oleh segala bentuk energi, materi,
dan informasi dalam alam semesta. Kelajuan ini
merupakan kelajuan segala partikel tak bermassa dan
medan fisika, termasuk radiasi elektromagnetik dalam
vakum. Kelajuan ini pula menurut teori modern adalah
kelajuan gravitasi (kelajuan dari gelombang gravitasi).
Partikel-partikel maupun gelombang-gelombang ini
bergerak pada kelajuan c tanpa tergantung pada
sumber gerak maupun kerangka acuan inersial
pengamat. Dalam teori relativitas, c saling berkaitan
dengan ruang dan waktu. Konstanta ini muncul pula
pada persamaan fisika kesetaraan massa-energi E =
mc2.
Sagara Angkara tersenyum sambil berbisik-bisik
ditelinga Jingga.. setelah selesai tampak jingga maju
kedepan menghadapi lelaki berbaju hitam dengan
berkacak pinggang.
“Heh, muka beruk untuk menghadapimu tak usah
Kakang Gara atau yang lain, cukup aku saja Jingga
menghadapimu... !” Jingga Menepuk-nepuk dadanya
sendiri, matanya bersinar-sinar nakal.
Merah wajah lelaki itu dihina seorang gadis cilik,
apalagi ia tahu gadis itu sama sekali tak paham akan
ilmu silat.
Jika orang Jantungan, Gita Jayasri dan kawan-kawan
tentu bakal pingsan setelah diberi kejutan yang tak
ada habisnya seperti itu.
“Seumur hidup, Aku Atra Ireng tidak pernah dihina
serendah ini, anak kecil... apa kau tak takut bila aku
mematah-matahkan tulangmu yang kecil itu”
“huh, barangkali akulah yang akan memandikanmu
beruk!” Jingga mengacungkan jari tengahnya pada
Atra Ireng.
“Kau tak bisa diampuni lagi bocah!” Atra ireng
menerjang jingga, kesepuluh jarinya mekar dengan
kuatnya hendak menangkap tubuh mungil Jingga, tak
dapat di perkirakan jika Jingga terkena terkaman itu,
namun sebuah hal aneh terjadi, Tubuh jingga
menyeruduk kebawah selangkangan Atra ireng,
tampak lengan mungilnya mencengkram kerah baju
Atra ireng, dengan sekali sentak tubuh atra Ireng ia
banting.
“Brukkkk...!”
Tubuh Atra Ireng menghantam pasir yang berserakan
karang laut, wajahnya meringis menahan sakit, tak
pernah terlintas dalam benaknya bila dirinya bakal
dikalahkan seorang gadis cilik dalam segebrakan,.
Rasa malu rupanya membuatnya kalap, dengan ganas
ia menyerang jingga. Sekesiuran angin tajam yang
dikerahi Aji Landhak Ireng menerpa tubuhnya.
Jingga tersenyum nakal, tangan mungilnya yang
basah akibat terkena air ombak dicelupkan kepasir,
lalu ketika tangan besar Atra Ireng menyerang. Jingga
berkelit sedikit dan menangkap lengan Besar itu,
dengan bantuan pundaknya yang mungil, tangan itu
diselipkan diantara leher, lalu ia berbungkuk.
Atra Ireng terperanjat, iangin menghindar ia tak
sanggup, kekalapan telah menodai akal sehatnya,
tubuhnya terlempar kepantai.
“Byurrrr”
“Horeee” Teriak Jingga kegirangan sambil berlari dan
memeluk tubuh Sagara Angkara yang tertawa sambil
memegangi tubuhnya.
Gita Jayasri, Harsanto dan Meswari melenggong
menatap wajah Sagara Angkara. dalam benak
mereka terselip perasaan ngeri bila pemuda itu
berubah haluan, entah berapa jiwa yang akan
melayang.
“Tenaga Sakti Mata Darah...!” Desis Sagara Angkara
dengan perasaan sedikit terkejut.
Dilihatnya mata Atra Ireng merah menyala. meski tak
sempurna, tapi dayanya benar-benar hebat.
Perlu diketahui, tenaga Sakti Mata Darah merupakan
suatu ilmu yang dikuasai oleh beberapa orang saja
semasa Pendekar Seribu Diri. jadi tidak heran bila
Sagara Angkara merasa kaget juga. entah darimana
Astra Ireng mendapatkan ilmu itu.
“Kakang aku akan menghajarnya lagi!” kata Jingga
Polos.
“Jangan Sayang, biarlah kakang Harsanto yang
melawannya.
“Kakang....! hindari tatapan matanya, kelemahannya
adalah Buah selangkangannya, bila kakang dapat
menghancurkan buah selangkangannya maka ilmu itu
akan musnah. satu lagi. jangan menghancurkan
tiangnya, atau ia bakal mati” Bisik Sagara Angkara
dengan ilmu menyusupkan suara kepada Harsanto.
“Harsanto terkejut mendapat bocoran itu, lekas ia
cabut Kujangnya.
Tiba-tiba,
“Cah Ayu... kemarilah... biar aku lumatkan tubuh
mungilmu itu” Suaranya bergetar menimbulkan
sensasi tersendiri. Namun Jingga tetap ditempat,
tampak telinganya disumbat oleh tangan Sagara
Angkara.
“Hati-hati dia pandai sihir” Kata Sagara Angkara
sambil mengerahkan tenaga batinnya menindih suara
tadi.
“Apa Kau masih ingat aku Astra Ireng?” Harsanto
maju beberapa tindak, belatinya siap didada.
“Pendekar Kujang Geni. rupanya kau,!” Astra Ireng
menatap lawannya,
“Astra Ireng, cabut senjatamu atau aku akan
memenggal kepalamu!”
“Huh,” Astra Ireng mencabut suling hitam dari gading
dari pinggangnya,
“Jaga Serangan” Harsanto menekuk lutut kanannya
sementara tangan kanan menudingkan mata kujang
kearah lawan.
“Sesuai kehendakmu” Astra Ireng memasang kuda-
kuda.
“Hiatt..” Wir....
Sabetan putih kemerahan menerjang Astra Ireng,
Astra irengpun tak kalah sigapnya, serulingnya diputar
setengah lingkaran dan di benturkan.
“Trang...trangm....trangg!”
Mata keduanya bertatapan, tangan kiri masing-masing
berada dipinggang siap menghadapi segala
kemungkinan,
“Srenggg”
tubuh Harsanto berbalik membelakangi lawan
sementara kujangnya tetap beradu dengan Seruling
Astra Ireng, mendapat kesempatan, Astra Ireng
pukulkan tangan kirinya hendak memukul punggung
lawan.
Justru itu adalah satu kesalahan yang sangat fatal,
“Srengg...” bersamaan bunyi itu, laksana kecepatan
cahaya, kujang itu terlepas dari suling, tubuh Harsanto
melenting mepet dengan tanah, dan kujangnya
menyabet tangan kiri Astra Ireng.
“Crasssshh”
“Arghhh”
Tubuh Astra Ireng mundur beberapa langkah,
wajahnya pucat, dari tangannya sebatas sikut telah
kutung.
“Kau..kauu!” keluh Astra Ireng sambil meringis
kesakitan.
“Setiap manusia selalu belajar dari kesalahan dan
kekalahan, itu merupakan jurus baruku... kau terlalu
bangga dengan ilmu sesatmu itu, hingga kau lupa
daratan” Harsanto memberikan nasihat kepada Astra
Ireng bermaksud untuk mengalihkan jalan
pemikirannya yang salah.
“Cerewet kau, Harsanto.... sedari kecil kau selalu
begitu, lihatlah wajahku, gara-gara kau aku berubah
menjadi seperti ini!”
“Kakang Harsa, apakah kau belum sadar juga setelah
mendapatkan kemurahanku? aku terpaksa
melakukan itu, sebab kau nodai adik harsani, Harsika
dan Hasita. juga kau bunuh kakang Harsaya. Kakang
Hassya kau kutungi kedua kakinya. apakah wajahmu
menjadi seperti itu juga tak kau terima? bukankah itu
adalah suatu kemurahan, ketahuilah untuk ukuran
orang sepertimu yang mendustai guru menodai adik
seperguruan adalah kematian!” teriak Harsanto berapi-
api.
“Apa kau masih beklum sadar bahwa kita bernama
satu makna itu adalah untuk menyatukan setiap
persaudaraan, apakah nama HARSA (Kegembiraan),
HARSANI (Tajamnya kegembiraan), HARSANTO
(Kegembiraan yang dalam) HARSAYA (Timbul dari
kegembiraan), HARSIKA (Untuk kegembiraan), HASITA
( Tertawa), HASSYA (Kegembiraan) adalah nama
kebetulan belaka? kau rubah semua itu menjadi
UHKITA (Kesedihan) dan DWÉSA (benci, bermusuhan)”
“Cerewet, jangan usik masa lalu!” Pekik Astra Ireng
yang ternyata bernama Asli Harsa itu.
Tubuhnya melesat cepat menerjang Harsanto.
harsanto katupkan rahang, dia berlari lalu
menggelosor dengan bertumpu pada lutut, tentu saja
Astra ireng yang ternyata menerjang dengan cara
melompat terkejut.
“Aji Curnita bèrlin” pekik Astra Ireng keras-keras
sambil menjerit setinggi langit, barangkali itulah
jeritan terakhir yang akan ia keluarkan.
“Crassshhh.....!”
Buah selangkangan Astra Ireng hancur tercengkram
tangan Harsanto yng keperakan. rupanya bukan
hanya buahnya saja yang hancur, pahanya juga
tampak robek besar, darah kental kehitaman
bercucuran.
Harsanto berdiri termenung, diperhatikan tangannya
yang berlumuran darah.
“Aku kan sudah bilang, hancurkan buahnya saja
kakang!’’ Sagara Angkara mengingatkan.
“Fyuh... tidak, tidak dia memang pantas
mendapatkannya, aku sudah memberikan
kelonggaran kepadanya, namun ia tak sadar juga!”
Harsanto berkata lirih.
Hening.....
Suara Angin pantai menggoyang dedaunan tampak
menjadikan sebuah musik kesedihan atas kematian
seorang manusia ditempat itu, deburan ombak
memecah karang bersahut-sahutan. burung camar
berebutan mangsa
****
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
menggeleng-gelengkan kepalanya, rambut
gondrongnya tampak berseliweran seperti ombak.
“Kau.... darimana kau tahu?” Mata Lelaki berwajah
tampan berusia lima puluh tahunan itu, melotot lebar.
Wajahnya terbilang cukup tampan bila disandingkan
dengan orang utan, mungkin itu bisa dibilang lebih
baik. Hidungnya mencuat seperti hidung tikus,
matanya juling, bibirnya tebal, menambah
ketampanannya itu. Tapi, itu mungkin belum tentu,
barangkali saja ada orang utan yang lebih tampan
darinya.
Sagara Angkara tertawa misterius, lalu berkata,
“Jingga kemarilah ayo lawan paman tampan ini”
“Kakang Gara, masakah wajah seperti beruk itu
dibilang tampan, barangkali batu cadas ini lebih baik
dari wajahnya. Hihi” Jingga tertawa cekikikan namun
tak beranjak dari tempatnya.
“yaya… jika begitu menurutmu… ayo mari sini, biar
kakang ajarkan cara memandikan beruk!”
“Jingga takut kakang… Jingga kan tidak bisa silat!”
“Huppp….!”
“Jleggg!”
Karena Jingga tak menurut juga, akhirnya Sagara
Angkara berinisiatif mengambilnya sendiri, tak
sekerdipan mata saja Sagara Angkara melesat
mengambil tubuh Jingga dan kembali pada
tempatnya, benar-benar suatu pameran ilmu peringan
tubuh yang dahsyat.
Tampak Jingga celingukan tak mengerti mengapa
dirinya berada disana, tapi yang merasa kaget bukan
hanya jingga, Gita Jayasri, Harsanto dan Meswari juga
menganga. terlebih Lelaki yang berbaju hitam, saking
kagetnya sampai ia lupa menyerang.
Hakikatnya Sagara Angkara bergerak seperti kelajuan
cahaya, Kelajuan ini merupakan kelajuan maksimum
yang dapat dilajui oleh segala bentuk energi, materi,
dan informasi dalam alam semesta. Kelajuan ini
merupakan kelajuan segala partikel tak bermassa dan
medan fisika, termasuk radiasi elektromagnetik dalam
vakum. Kelajuan ini pula menurut teori modern adalah
kelajuan gravitasi (kelajuan dari gelombang gravitasi).
Partikel-partikel maupun gelombang-gelombang ini
bergerak pada kelajuan c tanpa tergantung pada
sumber gerak maupun kerangka acuan inersial
pengamat. Dalam teori relativitas, c saling berkaitan
dengan ruang dan waktu. Konstanta ini muncul pula
pada persamaan fisika kesetaraan massa-energi E =
mc2.
Sagara Angkara tersenyum sambil berbisik-bisik
ditelinga Jingga.. setelah selesai tampak jingga maju
kedepan menghadapi lelaki berbaju hitam dengan
berkacak pinggang.
“Heh, muka beruk untuk menghadapimu tak usah
Kakang Gara atau yang lain, cukup aku saja Jingga
menghadapimu... !” Jingga Menepuk-nepuk dadanya
sendiri, matanya bersinar-sinar nakal.
Merah wajah lelaki itu dihina seorang gadis cilik,
apalagi ia tahu gadis itu sama sekali tak paham akan
ilmu silat.
Jika orang Jantungan, Gita Jayasri dan kawan-kawan
tentu bakal pingsan setelah diberi kejutan yang tak
ada habisnya seperti itu.
“Seumur hidup, Aku Atra Ireng tidak pernah dihina
serendah ini, anak kecil... apa kau tak takut bila aku
mematah-matahkan tulangmu yang kecil itu”
“huh, barangkali akulah yang akan memandikanmu
beruk!” Jingga mengacungkan jari tengahnya pada
Atra Ireng.
“Kau tak bisa diampuni lagi bocah!” Atra ireng
menerjang jingga, kesepuluh jarinya mekar dengan
kuatnya hendak menangkap tubuh mungil Jingga, tak
dapat di perkirakan jika Jingga terkena terkaman itu,
namun sebuah hal aneh terjadi, Tubuh jingga
menyeruduk kebawah selangkangan Atra ireng,
tampak lengan mungilnya mencengkram kerah baju
Atra ireng, dengan sekali sentak tubuh atra Ireng ia
banting.
“Brukkkk...!”
Tubuh Atra Ireng menghantam pasir yang berserakan
karang laut, wajahnya meringis menahan sakit, tak
pernah terlintas dalam benaknya bila dirinya bakal
dikalahkan seorang gadis cilik dalam segebrakan,.
Rasa malu rupanya membuatnya kalap, dengan ganas
ia menyerang jingga. Sekesiuran angin tajam yang
dikerahi Aji Landhak Ireng menerpa tubuhnya.
Jingga tersenyum nakal, tangan mungilnya yang
basah akibat terkena air ombak dicelupkan kepasir,
lalu ketika tangan besar Atra Ireng menyerang. Jingga
berkelit sedikit dan menangkap lengan Besar itu,
dengan bantuan pundaknya yang mungil, tangan itu
diselipkan diantara leher, lalu ia berbungkuk.
Atra Ireng terperanjat, iangin menghindar ia tak
sanggup, kekalapan telah menodai akal sehatnya,
tubuhnya terlempar kepantai.
“Byurrrr”
“Horeee” Teriak Jingga kegirangan sambil berlari dan
memeluk tubuh Sagara Angkara yang tertawa sambil
memegangi tubuhnya.
Gita Jayasri, Harsanto dan Meswari melenggong
menatap wajah Sagara Angkara. dalam benak
mereka terselip perasaan ngeri bila pemuda itu
berubah haluan, entah berapa jiwa yang akan
melayang.
“Tenaga Sakti Mata Darah...!” Desis Sagara Angkara
dengan perasaan sedikit terkejut.
Dilihatnya mata Atra Ireng merah menyala. meski tak
sempurna, tapi dayanya benar-benar hebat.
Perlu diketahui, tenaga Sakti Mata Darah merupakan
suatu ilmu yang dikuasai oleh beberapa orang saja
semasa Pendekar Seribu Diri. jadi tidak heran bila
Sagara Angkara merasa kaget juga. entah darimana
Astra Ireng mendapatkan ilmu itu.
“Kakang aku akan menghajarnya lagi!” kata Jingga
Polos.
“Jangan Sayang, biarlah kakang Harsanto yang
melawannya.
“Kakang....! hindari tatapan matanya, kelemahannya
adalah Buah selangkangannya, bila kakang dapat
menghancurkan buah selangkangannya maka ilmu itu
akan musnah. satu lagi. jangan menghancurkan
tiangnya, atau ia bakal mati” Bisik Sagara Angkara
dengan ilmu menyusupkan suara kepada Harsanto.
“Harsanto terkejut mendapat bocoran itu, lekas ia
cabut Kujangnya.
Tiba-tiba,
“Cah Ayu... kemarilah... biar aku lumatkan tubuh
mungilmu itu” Suaranya bergetar menimbulkan
sensasi tersendiri. Namun Jingga tetap ditempat,
tampak telinganya disumbat oleh tangan Sagara
Angkara.
“Hati-hati dia pandai sihir” Kata Sagara Angkara
sambil mengerahkan tenaga batinnya menindih suara
tadi.
“Apa Kau masih ingat aku Astra Ireng?” Harsanto
maju beberapa tindak, belatinya siap didada.
“Pendekar Kujang Geni. rupanya kau,!” Astra Ireng
menatap lawannya,
“Astra Ireng, cabut senjatamu atau aku akan
memenggal kepalamu!”
“Huh,” Astra Ireng mencabut suling hitam dari gading
dari pinggangnya,
“Jaga Serangan” Harsanto menekuk lutut kanannya
sementara tangan kanan menudingkan mata kujang
kearah lawan.
“Sesuai kehendakmu” Astra Ireng memasang kuda-
kuda.
“Hiatt..” Wir....
Sabetan putih kemerahan menerjang Astra Ireng,
Astra irengpun tak kalah sigapnya, serulingnya diputar
setengah lingkaran dan di benturkan.
“Trang...trangm....trangg!”
Mata keduanya bertatapan, tangan kiri masing-masing
berada dipinggang siap menghadapi segala
kemungkinan,
“Srenggg”
tubuh Harsanto berbalik membelakangi lawan
sementara kujangnya tetap beradu dengan Seruling
Astra Ireng, mendapat kesempatan, Astra Ireng
pukulkan tangan kirinya hendak memukul punggung
lawan.
Justru itu adalah satu kesalahan yang sangat fatal,
“Srengg...” bersamaan bunyi itu, laksana kecepatan
cahaya, kujang itu terlepas dari suling, tubuh Harsanto
melenting mepet dengan tanah, dan kujangnya
menyabet tangan kiri Astra Ireng.
“Crasssshh”
“Arghhh”
Tubuh Astra Ireng mundur beberapa langkah,
wajahnya pucat, dari tangannya sebatas sikut telah
kutung.
“Kau..kauu!” keluh Astra Ireng sambil meringis
kesakitan.
“Setiap manusia selalu belajar dari kesalahan dan
kekalahan, itu merupakan jurus baruku... kau terlalu
bangga dengan ilmu sesatmu itu, hingga kau lupa
daratan” Harsanto memberikan nasihat kepada Astra
Ireng bermaksud untuk mengalihkan jalan
pemikirannya yang salah.
“Cerewet kau, Harsanto.... sedari kecil kau selalu
begitu, lihatlah wajahku, gara-gara kau aku berubah
menjadi seperti ini!”
“Kakang Harsa, apakah kau belum sadar juga setelah
mendapatkan kemurahanku? aku terpaksa
melakukan itu, sebab kau nodai adik harsani, Harsika
dan Hasita. juga kau bunuh kakang Harsaya. Kakang
Hassya kau kutungi kedua kakinya. apakah wajahmu
menjadi seperti itu juga tak kau terima? bukankah itu
adalah suatu kemurahan, ketahuilah untuk ukuran
orang sepertimu yang mendustai guru menodai adik
seperguruan adalah kematian!” teriak Harsanto berapi-
api.
“Apa kau masih beklum sadar bahwa kita bernama
satu makna itu adalah untuk menyatukan setiap
persaudaraan, apakah nama HARSA (Kegembiraan),
HARSANI (Tajamnya kegembiraan), HARSANTO
(Kegembiraan yang dalam) HARSAYA (Timbul dari
kegembiraan), HARSIKA (Untuk kegembiraan), HASITA
( Tertawa), HASSYA (Kegembiraan) adalah nama
kebetulan belaka? kau rubah semua itu menjadi
UHKITA (Kesedihan) dan DWÉSA (benci, bermusuhan)”
“Cerewet, jangan usik masa lalu!” Pekik Astra Ireng
yang ternyata bernama Asli Harsa itu.
Tubuhnya melesat cepat menerjang Harsanto.
harsanto katupkan rahang, dia berlari lalu
menggelosor dengan bertumpu pada lutut, tentu saja
Astra ireng yang ternyata menerjang dengan cara
melompat terkejut.
“Aji Curnita bèrlin” pekik Astra Ireng keras-keras
sambil menjerit setinggi langit, barangkali itulah
jeritan terakhir yang akan ia keluarkan.
“Crassshhh.....!”
Buah selangkangan Astra Ireng hancur tercengkram
tangan Harsanto yng keperakan. rupanya bukan
hanya buahnya saja yang hancur, pahanya juga
tampak robek besar, darah kental kehitaman
bercucuran.
Harsanto berdiri termenung, diperhatikan tangannya
yang berlumuran darah.
“Aku kan sudah bilang, hancurkan buahnya saja
kakang!’’ Sagara Angkara mengingatkan.
“Fyuh... tidak, tidak dia memang pantas
mendapatkannya, aku sudah memberikan
kelonggaran kepadanya, namun ia tak sadar juga!”
Harsanto berkata lirih.
Hening.....
Suara Angin pantai menggoyang dedaunan tampak
menjadikan sebuah musik kesedihan atas kematian
seorang manusia ditempat itu, deburan ombak
memecah karang bersahut-sahutan. burung camar
berebutan mangsa
****