Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Iblis Dunia Persilatan - 43

$
0
0
Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf

Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak

Astadewi dan Ratih berpandangan. Keduanya duduk
ditempat arya tadi. Arya yang masih belum terbiasa
dengan tubuh barunya berjalan-jalan sekedar
melepas penat akibat perubahan itu.
“Siapa yang ingin menjadi lelaki?”
“Emm…” Astadewi bergumam bingung.
“Biar saya saja!” Ratih mengajukan diri.
Seperti halnya Arya, Astadewi dan Ratihpun
mengalami hal yang sama, demikian pula Dyah
Krusina ituterus berlanjut terus hingga menjelang
magrib.
“Sekarang giiliran kalian orang tua” Gardapati berkata
kepada Iblis Kembar Bumi dan Si Gila dari Neraka.
“Kami akan berubah menjadi siapa?”
“Aku akan memudakan kalian” Jawab Gardapati.
Keduanya tak percaya, namun menurut juga…… kali
ini matahari sudah menghilang dari bumi pertiwi.
Kegelapan dan kedinginan menyelimuti jagad…
“ketahuilah yang aku gunakan adalah Ilmu perubah
tulang pembentuk daging, bagi kalian yang
perempuan berubah menjadi laki-laki jangan galau,
semua bagian tubuh kalian berubah seperti halnya
laki-laki. Jadi kalian bias menikmati percumbuan
dengan gaya baru”
“Benarkah?” Astadewi terkejut dan melongok kebalik
celana ratih.
“Ternyata benar” Pekik Astadewi lagi.
Ratih tersenyum malu. Astadewi benar-benar agak
keterlaluan pikirnya dalam hati.
“Apakah ada efek sampingnya?’’ Iblis Kembar Bumi
yang berubah menjadi muda lagi bertanya.
“Tidak, itu adalah ilmu kaum golongan putih, jadi tidak
ada efek sampingnya, ilmu itu bertahan hingga satu
tahun. Bila sudah satu tahun semuanya akan berubah
seperti biasa”
“Huaaaghhahahaha” Si Gila dari Neraka Hitam
tertawa terbahak-bahak……
****
Malam berlalu berganti pagi yang begitu menyejukan
jiwa, dalam pagi itu setelah puas bercengkrama atas
sebuah siasat yang akan berjalan terdengar sebuah
suara yang begitu berwibawa laksana panglima yang
memimpin pasukan perang….
“Hati-hatilah….!” Gardapati memesan kepada dua
rombongan lain yang dibentuknya.
Perlu diterangkan bahwa saat ini semua wajah dari
ketujuh orang itu telah berubah….
Gardapati menggunakan wajah Ayahnya semasa
muda, Pangeran Pemabuk…
Astradewi menggunakan wajah ibunya semasa
muda, Asmara Dewi Surga…
Arya menggunakan wajah Eyang Gurunya semasa
muda, Iblis bermata Hijau…
Ratih menggunakan wajah Ayahnya semasa muda,
Setan Purnama…
Dyah Krusina menggunakan wajah ayahnya semasa
muda, Bangsawan berhati emas.
Iblis Kembar buni berubah menjadi muda lagi
sehingga wajahnya sejaman kembali bersama
wajah-wajah Gardapati yang lain…
Begitupula dengan Si Gila dari Neraka…
Dunia persilatan akan di gemparkan kembali dengan
kemunculan mereka, tujuh orang yang pernah
melanglang buana di dunia persilatan yang biasa
dikenal dengan nama 7 utusan dunia persilatan. perlu
diketahui bahwa ketujuh saudara angkat itu awalnya
terdiri dari tiga golongan.
Iblis kembar Bumi, Setan Purnama dan Iblis Bermata
hijau berada di golongan Hitam.
Pangeran Pemabuk, Bangsawan berhati emas dan
Asmara Dewi surga dari golongan putih.
Sementara Si Gila dari Neraka berada ditengah
keduanya, atau biasa dikenal dengan nama Golongan
Merdeka.
Dalam sebuah pertarungan ketujuhnya bertemu dan
akhirnya mengangkat sodara, tentu saja mereka
ditentang oleh segenap dunia persilatan sebab
melawan arus.
Tapi mereka sudah menjadi sesisir setangkai,
siapapun yang menentang mereka labrak, oleh
karenanya mereka dipanggil tujuh utusan dunia
persilatan.
“Kau juga hati-hatilah” Iblis kembar bumi menghormat
dan pergi berlalu bersama kawan karib sekaligus
saingannya Si Gila Dari Neraka.
“Sampai jumpa … !” Arya dan Ratih melambaikan
tangan, keduanya dengan langkah berani menuruni
puncak.
Tinggal Gardapati dan Astadewi yang bersiri
mematung memandangi awan yang bertuak,
“Kemanakah kita hendak menuju kakang?” Astadewi
bertanya.
“Kemana angin berhembus itulah tujuanku…!” Jawab
Gardapati seraya menggandeng tangan Astadewi.
Keduanya menuruni puncak dengan sebuah ilmu
peringan tubuh yang maha dahsyat, Ngambang
Angin… Mereka berjalan tidak berjalan, lari tidak lari,
terbang-tidak terbang, tapi mereka melayang…… satu
langkah kaki sama dengan sepuluh tombak, jadi bias
dibayangkan kecepatan lari mereka…
Dalam sekejap mereka sudah dibibir hutan,
pesawahan mengampar bak permadani kuning,
jalanan pesawahan berkelak-kelok dan bercabang
membentang dihadapan mata.
Sudah selajimnya bila kita bejalan mengikuti jalan
pesawahan yang berkelak-kelok itu. Tapi, hokum itu
tak berlaku bagi Gardapati dan Astadewi, keduanya
berjalan lurus tak perduli jalan itu kali, padi atau
apapun, yang jelas mereka mengambil jalan lurus.
Bukan berjalan seperti kita yang main terobos, tapi
melangkah melayang diatasnya, jika tak memiliki
kemampuan mengentengi tubuh yang dahsyat
mustahil dapat melakukan itu.
Para petani menatap itu dengan mata melotot, bibir
menganga, berikut air liur yang menetes, mereka
berdiri terpaku tak dapat berbicara.
Setelah Gardapati dan Astadewi menghilang ditelan
jarak barulah mereka sadar dari ketergunannya.
Desa Padangwana adalah sebuah desa yang lain
daripada yang lain, disebut lain sebab desa itu berada
ditengah hutan yang lebat, setiap rumah di desa itu
menyesuaikan dengan tempat rumah itu dibangun,
tak ada pohon yang ditebang. Jejalanan begitu asri
dengan rerumputan khas hutan, bunga-bunga umbuh
dengan indah tanpa ada yang mengganggu. Orang
berlalu lalang dengan tegur dan sapa yang ramah dan
tamah.
Kecuali sekelompok orang berbaju serba hitam
dengan ikat kepala warna-warni.
Gardapati dan Astadewi tahu lawan memperhatik an
mereka, tapi keduanya tak perduli.
“Kisanak dimanakah letak warung yang menjual
bumbung atau guci?” Tanya Gardapati kepada seorang
kakek-kakek yang sedang asyik membetulkan
pagarnya.
“Oh, Kisanak dan nisanak baru kali pertamanya
kemari?”
“Benar Kisanak,… saya mendengar disini ada sebuah
pasar yang menjual barang-barang antic yang
berkwalitas tinggi. Maka dari itu kami berdua kemari”
“Hahaha… Kisanak dan Nisanak berdua dating
ketempat yang benar, berjalanlah kebarat sana, di
ujung desa ini ada sebuah pasar yang menjual segala
macam makanan dan benda, bahkan budak. Bila
Kisanak dan Nisanak berminat bolehlah saya hantar,
mari” Ajak kakek itu sambil meletakan golok yang
dipegangnya.
Gardapati tersenyum ramah, tangannya terulur
menyalami, lalu berkata.
“Terimakasih Kisanak, tapi kami ingin berpesiar
dahulu, tidaklah usah kisanak bercapai diri,
sampurasun”
Kake itu berbinar, sebab selain menyalaminya,
Gardapati menyisipkan benda yang di kira kakek itu
adalah tip.
“Rampes..” Jawabnya kemudian.
Gardapati gandeng lagi gandeng tangan Astadewi dan
berlalu dari tempat itu.
“Kakang… rasanya kita diikuti” Astadewi berkata
sambil meraba tengkuknya.
“Biarkan saja, tunjukan bahwa kita hanyalah seorang
anak bangsawan yang sedang berpesiar, kakang
yakin wajah kita ini hanya kaum golongan tua yang
tahu”
“Baik, kakang….Ku berjalan diantara hamparan surge
bumi, Bunga, pohon dan rumput disekelilingku…
Tentunya sang pangeran pelipur hati yang senantiasa
bersama…Lupakan masalah, lupakan tunggara…Mari
kita berpesta…” Astadewi bernyanyi-nyanyi kecil
disamping Gardapati, gardapati tertawa dan
menyambung.
“Mentari hangatkan cinta kita berdua, eratkan dengan
seutas akar pohon beringin, kugandeng tangan
halusmu bersama nyanyian sahdu. Wahai angin,
sampaikan pada dunia bahwa kami kan terus
bersama. Wahai bumi yang menjadi alasku biarkan
ku bergumul diantara belaianmu, wahai langit
naungilah cinta ini… biarkan terus bersama, biarkan
tetap terjaga,,… buang merana, buang gelisah…
ingatlah kita berdua…”
“Hahaha…” keduanya tertawa setelah mereka tiba
ditempat tujuan..
“Apakah anda berdua memerlukan pemandu?” Tanya
seorang anak lelaki berusia sepuluh tahunan di depan
gerbang pasar.
“Bawa kami mencari sebuah guci yang bagus”
Gardapati berkata tegas dan berkesan sombong
seolah lagak seorang yang kaya.
Anak itu tertegun gembira, dari suara dan lagaknya ia
bias menyimpulkan bahwa dua orang yang hendak
dibantunya adalah orang kaya, sudah tentu tipnya
juga akan besar, ia segera menjawab.
“Baik, mari…!”
Ketiganya segera berjalan, bocah itu dengan lagaknya
menerangkan setiap sudut yang ada dalam pasar itu,
teksnya seperti sudah ia hapal, begitu lancer tanpa
cela.
“Inilah…!” Tunjuk bocah itu pada sebuah warung
emperan yang saat itu kebetulan tak ada pembeli.
Berbagai macam barang seperti Guci, lukisan,
bumbung, patung dan sebagainya berserakan.
“Gardapati memilih berbagai macam guci,
dipandanginya dan ditelaah satu persatu, penjual
yang melihatnya kesal juga ia bertanya kepada
gardapati.
”Tuan, apakah anda hendak membeli?”
“tentu saja, hanya guci-guci ini sama sekali tak ada
yang menarik perhatianku…!”
“hehe… anda memang orang yang berselera tinggi”
Kata penjual itu seraya mengeluarkan sebuah peti
kayu yang ukurannya cukup besar.
“Ini adalah Guci peninggalan Pangeran pemabuk,
seorang pendekar kelas tinggi yang mati terbunuh di
gunung Himalaya. Aku mendapatkan ini dari
sahabatku di Himalaya.”
Gardapati tertegun, wajahnya memerah semu girang,
mencari jarum malah menemukan bersama
benangnya.
“Coba kulihat” Ucapnya.
Penjual itu ragu juga, apakah lawan akan
membayarnya, matanya terus menatap Gardapati.
“Brukk…” Astadewi melemparkan sebungkus benda.
Kain pembungkusnya berwarna hitam.
Penjual itu sigap mengambilmnya juga membuka
pengikat kain itu, dilihatnya setumpuk emas
bercampur berlian didalamnya. wajahnya girang
bukan kepalang. Peti itu tanpa kata segera diberikan
kepada Gardapati.
Gardapati buka peti, dilihatnya guci emas seperti
kukuk berukiran abstrak dari perak menghiasinya, di
dalam guci terdapat ukiran seorang wanita cantik
yang tak lain adalah ibunya itu.
“Dapatkah aku membeli informasi padamu?” Tanya
Gardapati lagi.
“Haha… jika aku tahu, tak akan kulewati kesempatan
ini tuan, sekiranya apakah yang ingin tuan ketahui”
“Bagaimanakah kematian dari Pangern pemabuk
yang sebenarnya”
Penjual itu tertegun. Lalu tertawa terbahak-bahak.
“Jika tuan bertanya pada orang lain, maka tuan akan
mendapat jawaban seperti halnya dengan yang
beredar saat ini. Untunglah tuan bertnya pada orang
yang tepat… “
Sambungnya “Pada sembilan belas tahun yang lalu.
Pangeran pemabuk, beserta Pendekar Kelana Lima
Pedang Dewa. Pergi kegunung Himalaya untuk
mengadakan pertarungan memperebutkan gengsi
pendekar sejagat, saudara Pangeran pemabuk s ama
sekali tak menyetujui hal itu. Dasar ia keras kepala, ia
nekat kabur dan berangkat kesana. Tak ada kejadian
apa-apa sekwaktu perjalanan. Dan suatu ketika
pertarungan akan dimulai. Kebetulan Aku memiliki
seorang sahabat yang ikut kesana…”
***
Sembilan belas tahun yang lalu…
Gunung Himalaya adalah gunung yang terkenal
diseluruh jagad. Oleh karenanya dipuncak itu
dijadikan sebuah panggung pertarungan adu gengsi
antara pendekar sejagad,
Pihak penyelenggara adalah Negri yang dikenal
dengan nama Jambu Dwipa (India). Negri yang
dikenal sebagai asal mula ilmu silat.
Sudah Dua hari dua malam pertarungan itu diadakan.
Berbagai macam jurus dan senjata telah dikeluarrkan.
Entah berapa darah yang tumpah dan mengalir
membasahi panggung, entah berpa mayat yang
bertumpuk. Namun pertarungan itu tidaklah Nampak
akan berhenti, sekitar seratusan orang masih
menunggu pertarungannya termasuk Pangeran
Pemabuk.
Saat itu yang bertarung adalah seorang lelaki
bertubuh tinggi besar bermata biru, berkulit putih
kemerahan bertotol-totol, rambut pirangnya panjang
diikat dengan kain warna putih. Di lehernya
menggantung sebuah topi aneh.
Sedangkan lawannya adalah pemuda bertelanjang
dada berkulit hitam legam. Rambutnya botak, hanya
giginya yang kuning yang terlihat berkilapan tersorot
sinar mentari.
Terlihat si hitam legam merubah kedudukan menjadi
agak condong kebelakang dan tangan mengepal
untuk bersilang didepan dada, sedangkan tangan kiri
terkipas kearah samping.
Sedang Si Pirang melakukan suatu tendangan dengan
kaki kanan, Si Hitam melakukan hindaran kedalam
sambil sekaligus melakukan pengipasan kearah luar
terhadap kaki yang menyerang tersebut…
Dengan cepat bagaikan angin berhembus, kaki kanan
dimajukan dengan diikuti dengan kaki lainnya
sehingga membentuk suatu tekukan dibawah sambil
tangan kiri melakukan gerakan cengkraman
mendorong, sedangkan tangan lainnya memutar dari
arah luar juga berbentuk cengkraman…
“Brukkk…..!” Sipirang jatuh berdebum mengapakah
bias demikian? Ternyata tubuh yang bergerak cepat
untuk maju kedepan bawah tidak lain adalah untuk
melakukan sambaran melalui cengkraman tangan
kanan pada sisi lutut kiri lawan yang saat itu
menyangga seluruh berat tubuh dan tangan lainnya
melakukan dorongan. Inilah mengapa Si Pirang jatuh
berdebum.
Tak berhenti begitu saja, sihitam melompat dan
menekuk siku,…
“Bukkkk,… bruttss” Darah tersembur bersamaan
melayangnya nyawa si pirang.
Pertarungan terus berlanjut, hari demi hari terus
bergulir hingga menyisakan sepuluh peserta…
Di tengah panggung, Dewa lengan delapan dari negri
dewata (Bali) berdiri dengan gagahnya, semua lawan
sudah dihabisinya… darah segar mengalir di
keningnya, bukan darah miliknya namun darah lawan.
Pangeran pemabuk melompat ketengah gelanggang…
sikapnya ugal-ugalan. Posisi Pangeran pemabuk saat
ini sangat aneh, menghormat sambil menengak guci.
Salah satu kaki, yaitu kaki kanan berjinjit didepan,
kaki kiri menekuk, tangan kanan memegang guci dan
menempelkannya di mulut. Tangan kiri dibuka seperti
menyembah. Pandangan mata meleng, tubuh agak
membungkuk bidang dada di tarik kebelakang
sehingga wajahnya melengak. Itulah jurus
andalannya Mabuk Kera Sakti.
Betapa marahnya hati Dewa lengan delapan
diremehkan seperti itu. Sigap sekali ia menggerakan
kedua kepalan tangan untuk berposisi disisi tubuh
yang merupakan sikap pertahanan yang rapat sekali,
setiap serangan akan di patahkan melalui kuda-kuda
itu sesuai dengan namanya melipat mega
menggulung angin.
Pangeran pemabuk mendekati Dewa Lengan delapan
dengan sempoyongan seperti orang mabuk, tangan
membuka dan menekuk pada siku dan pergelangan
tangan sehingga membentuk seperti ombak, kedua
tangan itu digerakan melingkar-lingkar
membingungkan lawan.
Tak mau ambil resiki kebingungan, Dewa Lengan
Delapan menjinjitkan kaki kiri yang berada didepan,
sementara kaki belakang menekuk, kepalan tangan
terletal didepan pusar dan tangan lainnya tertekuk
menuju kedepan dengan jari-jari terbuka miring,
secepat kilat kaki kiri melangkah mundur dengan
kedua tangan membelai kesamping dengan suatu
tolakan bertenaga……
“Plak….” Serangan itu ditangkis dengan tangan kiri
Pangeran Pemabuk dan tangan melakukan serangan
balasan dengan gerak pukulan yang mantap,…
Dewa lengan delapan melakukan tarikan pukulan
yang ditangkis dan balas menyerang dengan suatu
pukulan kilat, tubuhnya sedikit dimiringkan
menghindaripukulan mematikan dari Pangeran
pemabuk. Pukulan itu disusul pula dengan pukulan
kepalan tangan kanan dan menarik kepalan lainnya
pada sisi pinggang.
Mendapat serangan yang saling menyusul, Pangeran
Pemabuk bergerak cepat menurunkan tubuh untuk
melakukan hindaran dengan tangan kiri mengarah
kebawah dan tangan kanan yang memegang guci
berada disamping atas, salah satu tangannya
bergerak menusuk perut dan tangan kanannya
melakukan persiapan susulan…
Dewa lengan delapan hentakan dengan tangan kanan
yang berputar untuk sampai diatas kepala dan tangan
lainnya memutar lurus secara penuh kebawah
menangkis tusukan dari Pangeran Pemabuk…
Mendapati serangannya ditangkis, Pangeran pemabuk
batal menyelipkan serangan susulan, ia malah maju
dengan kedua tangan yang saling mengimbangi
dibawah,….
****

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>