Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Iblis Dunia Persilatan - 78

$
0
0
Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf

Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga

Dusun Kalajati di sisi sungai sampan adalah sebuah
  dusun kecil bermata pencaharian dari hutan dan
  sungai, di sisi sungai tampak para gadis berpakaian
  selembar kain memikul cucian diatas kepalanya.
  Mereka bercanda dalam tawa. Senyuman mereka
  benar-benar lugu seolah tak pernah terjamah tangan-
  tangan kotor.
  “Lastri, mengapa kau belum menikah juga? Padahal
  kau sudah berumur delapan belas tahun? Lihatlah
  tubuhmu yang molek, dan wajah cantikmu itu,
  siapapun lelaki yang melihatmu pasti ingin memiliki
  dan mendekapmu” Goda seorang gadis yang memiliki
  tahi lalat diatas alis kanannya.
  “Akh, Mbakyu kau ada-ada saja. Siapakah yang mau
  kepadaku si gadis buruk rupa ini?” sahut seorang
  gadis cantik yang memiliki kecantikan alami, bukan
  karena gincu, bukan karena pemerah bibir atau pipi,
  pipinya memerah malu. Bentuk tubuhnya yang
  terbungkus kain basah benar-benar membuat
  siapapun ingin memeloroti dan menikmati dalamnya.
  Rambut basahnya dibiarkan tergerai menutupi leher
  jenjangnya…
  “Akkkhhh….!” Gadis ini menjerit.
  Teman-temannya terkejut, dengan rebut merek
  bertanya.
  “Ada apa,,,!”
  Kenapa berteriak?”
  “Hah?” dan berbagai pertanyaaan lain beraduk dalam
  suatu suuara seperti tawon pindah sarang. Tak jelas
  jadinya apa yang ditanyakan.
  Gadis itu tak menjawab, ia menunjuk sesosok
  pemuda berambut dan berpenampilan mesum.
  Telapak kakinya bersarah, sepertinya ia habis
  melakukan perjalanan cukup jauh.
  Suasana kalut,….
  “Tolooong…ada mayat…ada mayat….!” Para gadis
  berteriak teriak membuat penduduk kampun
  mendekat. Mereka melihat gadis yang dipanggil lastri
  memegang nnadi pemuda itu.
  “Akhh…!” Gadis itu kaget, habis memeriksa nadi
  ditangan, ia memeriksa nadi dileher pemuda itu.
  Secara kebetulan, rambut gondrong yang menutupi
  wajah pemuda alias Gardapati bergeser hingga
  memperlihatkan wajah pucat tampannya.
  Wajahnya memerah, sementara batinnya berkata
  “Bukan main tampannya. Siapakah dia?”
  “Ada apa Lastri?” Seorang lelaki berkumis melintang
  berpakaian petani berwarna hitam bertanya.
  “Di… dia masih hidup” Lastri berkata tergagap.
  “Akh, lekas kita bawa ke Nini dan Aki Tabib.”
  “Ayoo…” serempak merekamenggotong tubuh
  Gardapati yang terlentang tak sadarkan diri…
  Jalanan begitu lenggang, di kagetkan dengan
  serombongan orang yang berlari memanggul sosok
  pemuda diatas tandu darurat dari bamboo dan kain
  samping.
  “Aki…Nini!” Seorang lelaki berkumis melintang
  berpakaian petani berwarna hitam berteriak diluar
  gubuk bamboo berukiran indah. Halaman rumah
  bamboo itu tampak nyaman dengan tanaman obat
  yang menebarkan bau khas sendiri.
  “Krriiieett…!” Pintu terbuka.
  “Ada apa Asmangga? Mengapa kau berteriak-teriak?”
  Tanya seorang kakek berambut sepundak tergerai
  memutih, jenggotnya sedagu dan kumisnya panjang.
  Baju coklat muda berdesain sederhana.
  “Kami menemukan seorang pemuda terluka parah.
  Maka kami membawanya kemari”
  “Bawa masuk!”
  “Baik ki!”
  Ki Asmangga memerintah penduduk desa
  membawanya masuk dan dibaringkan dipembaringan
  bamboo.
  “Kami Pamit Ki…! Terimakasih”
  “Hati-hatilah kalian, semoga tuhan selalu meridhai
  setiap tingkah polah langkah kalian”
  “Terimakasih…!”
  Ki Asmangga bersama penduduk desa lain keluar
  pondok dengan diantar Ki Tabib. Ki Tabib menutup
  pintu dan beranjak mendekati Gardapati. Diusapnya
  kepala Gardapati dengan seksama lalu memeriksa
  nadinya…
  Terpancar wajah kaget dan kagum dari wajah
  tuanya, dia menggumam, katanya:
  “Ai,,,ai… Pemuda ini benar-benar tabah dan kuat…!”
  Dia menotok beberapa urat Gardapati dan
  meninggalkannya kedapur, didapur tampak seorang
  Nenek berambut putih sedang memasukan kayu
  bakar pada hawu (tungku dari batu).
  Asap tebal berbau obat tercium merebak hidung. Ki
  Tabib mendekatinya dan berkata:
  “Ni, buatkan Satu Obat meracuni Jagad…!”
  Mata Nini yang sedang meramu obat terbelalak heran,
  tak biasanya kakangnya itu akan mengatakan hal
  yang sangat janggal itu…
  “Maksud Aki?” Tanyanya heran.
  “Buatkan Satu Obat Meracuni Jagad, aku hendak
  menyiapkan tusuk darah mati.”
  “Saipa yang terluka?”
  “Entahlah,… dari raut wajahnya ia memancarkan
  hawa sesat, namun entahlah, aku merasa sangat
  cocok dengannya.”
  “Bila dia memiliki hawa sesat, mengapa Aki berkeras
  hendak mengobatnya?”
  “Ai, Dia terluka berat, seratusdelapan puluh titik
  cakranya hancur, kematian dan kehidupannya
  berbanding tujuh puluh-tiga puluh. Lebih condong
  kematinya. Seseorang yang memiliki pengobatan
  hebat sudah mengeluarkan racun dari tubuhnya. Tapi
  ia tak memperbaiki titik chakranya. Entah karena alas
  an apa. Meski dalam darahnya mengandung jamur
  Payung emas dan daun telapak naga. Itu tak
  menyebar kedalam titik chakranya. Aku berkeras
  hendak mengobbatinya sebab dalam kepalanya
  terdapat tanda lahir”
  “Akh, sehebat itukah keruksakan tubuhnya, sudah
  berapa jam ia terluka? TAnda lahir apa?”
  “Ia, sepertinya ia terluka hamper dua minggu lebih…
  hah!” Ki Tabib menghela nafas berat, ia tak menjawab
  tanda lahir apakah itu.
  “Akh, masih hidup?” Tanya Ni Tabib Kaget.
  “Ya, setidaknya sampai besok, ia masih sanggup
  bertahan!”
  “Mengapa tak menjawab pertanyaanku Ki?”
  “Yang mana?”
  “Tanda lahir?!”
  “Tiga titik Asmara darah.!”
  “Tiga Titik Asmara darah? Apakah itu?”
  “Dia terlahir sebagai golongan darah biru, dilahirkan
  dengan rasa dendam yang membara. Siapapun gadis
  yang menatap wajahnya, ia akan menyerahkan
  apapun untuknya, bahkan jiwa dan kesuciannya.
  Berambisi setinggi langit, juga…!”
  “Juga?!,…!”
  “Orang Inilah yang akan melanjutkan kerajaan
  Karang Bolong!”
  “Apa?! Mustahil”
  “Kerajaan Karang bolong memiliki peraturan bahwa
  siapapun yang memiliki tanda ini, dia pasti akan
  menjadi menantu dari sang raja dan berlanjut
  menjadi raja”
  “Ai, sepertinya kita harus berusaha menolongnya.
  Baiklah… aku akan meracik obatnya!” Ni Tabib berkata
  sambil menghela nafas lalu beranjak kesebuah
  ruangan lain. Sedang Ki Tabib beranjak kekamarnya
  sendiri….
  Seperminum kopi kemudian, Ki Tabib keluar kamarnya
  dan mendekati Gardapati. Perlahan ia membuka
  pakaiannya dan menusukan bamboo bamboo kecil di
  tubuh Gardapati.
  Dan mengurut urut tubuhnya.
  “Tok…tok…! Pintu diketuk.
  “Masuk, pintu tak dikunci…!” KI Tabib mempersilahkan.
  “Srettt……!” Sebuah Kepala cantik mungil menjulurkan
  kepalanya. Wajahnya memerah malu malu kucing.
  “Akh, kau sudah dating lastri, masuk mari bantu aku!”
  Gadis yang dipanggiil lastri masuk dengan tingkah
  kekanak-kanakan, rupanya dia adalah gadis yang
  menemukan Gardapati.
  “Apa yang harus aku bantu kek?” Tanyanya sambil
  menundukan muka, tanggan mungilnya memelintir0-
  melintir ujung baju brukatnya.
  KI Tabib sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia
  menghela nafas panjang batinnya menggumam.
  “Bocah ini sudah melihat wajah pemuda ini,… ai..ai…!”
  Sementara itu mulutnya berkata.
  “Siapkan air cucian dan bersihkan darah ditubuhnya…!”
  “Baik Ki…!” Lastri berlari kecil kedapur hendak
  membawa peralatannya. Ki Tabib gelengkan kepala,
  jari jempol dan telunjuknya bermain lincah di titik-titik
  tertentu di kepala Gardapati…
  Lastri dating membawa guci di ketiaknya. Dan
  diletakan di sisi pembaringan. Kain lapnya diperas dan
  hendak di balurkan pada dada Gardapati.
  Namun, begitu melihat dada bidang Gardapati
  perasaannya kalut. Tangannya berhenti bergerak.
  Benar memang dia sudah sering memandikan pasien
  Ki tabib ini. Namun tak ada yang seperti Gardapati.
  Meski kekar tubuh pemuda dikampungnya tak ada
  yang seindah Gardapati, apalagi ketika melihat wajah
  tampannya. Lastri semakin dag dig dug tak keruan…
  Bahkan dalaman paling rahasia dari penduduk
  kampong desa ini dia tahu. Namun ini beda… hawa
  dajn pesonanya sekan membuat jantungnya
  berhenti…
  “Lastri, kau mau mandikan pasien, atau mau mandi
  sendiri!” Ki tabib membuyarkan lamunannya.
  Lastri kaget, begitu sadar, rupanya ia mengusapkan
  kain pada wajahnya. Wajahnya melirik Ki Tabib yang
  tersenyum geli dengan memerah malu.
  “Dasar anak muda… ck..ck…ck!” Dari belakang, Ni
  Tabib menegur. Lastri semakin malu. Tanpa berpikir
  lagi ia segera membersihkan wajah Gardapati.
  Kekaguman Ki Tabib, Ni Tabib dan Lastri tak
  tertahanklan akan keelokan wajah Gardapati. Meski
  pucat seperti mayat, namun itu malah membuatnya
  semakin unik dan mempesona.
  Lastri terus bekerja membersihkan leher, dada perut,
  tangan kaki dan paha. Lalu berhenti…
  “Mengapa berhenti? Bukankah bagimu sudah biasa
  memperhatikan senjata lelaki?” Ni Tabibb
  mengkomentari…
  “A..i..uu!” Lastri tergagap. Setelah memantapkan hati,
  ia membuka penutup terakhir Gardapati…
  “Hiyyyyy…!” Lastri melonjak kaget sampai kain yang
  dipegangnyapun jatuh.
  Ditatapnya rjawali menutup sayap itu dengan mata
  memberlalak,… wajahnya memerah malu.
  “Bukan main, masih menutup sayap saja sudah
  sebesar itu, apalagi jika sudah menegakan leher!” Ni
  Tabib mengkomentari.
  “Lekaslah bereskan, kami akan memulai
  mengobatinya…!” Ki Tabib menitah.
  Sambil menutup mata, Lastri kembali mel;akukan
  tugasnya. Karena menutup mata, pembersihanpun
  berjalamn lambat. Tapi Kedua tabib itu tak marah,
  mereka memaklumi tindakan lastri, bagaimanapun ia
  masih perawan ting-ting.
  Selesai menunaikan tugasnya, Lastri mundur
  kebelakang… membiarkan Ni Tabib dan Ki Tabib
  memulai pengobatan.
  Satu Obat meracuni jagad asalah sebuah ramuan
  obat pamungkas dari Tabib satu Obat. Karena
  kepandaian itu, ia berkelana dalam dunia persilatan
  dan memperoleh nama hingga masuk kedalam
  kategori tabib terbaik dalam seratus tahun terakhir.
  Satu Obat meracuni jagad adalah sebuah ramuan
  yang dicampuri dengan bisa, salah sedikit takaran
  obat saja bisa meracuni si pasien. Adapun bisa itu
  terbuat dari air liur ular sendok. Racun katak hijau
  bermata merah, daun pulus dan beberapa bisa hewan
  dan tumbuhan lain.
  Obat itu di bagi menjadi dua. Satu dibalurkan di atas
  tubuh dan diminumkan. Usaha pengiobatan itu tak
  terasa berlangsung selama empat kentongan….
  Lambat laun kasiat obat beracun itu mulai bekerja,
  Tenaga dalam dalam darah Gardapati juga sudah
  berjalan dengan normal, itu dikarenakan titik
  chakranya sudah diperbaiki oleh Ki Tabib meski belum
  sembuh sepenuhnya,
  Ki Tabib dan Ni Tabib mengurut tubuh Gardapati
  berbareng dengan mengerahkan tenaga dalam.
  Secara reflex, hawa murni Gardapati menggerakan
  Tenaga dalam olah kanuragan dan tenaga murninya
  untuk menyambut hawa trobosan yang disalurkan
  sepasang tabib hebat itu kedalam badannya terus
  berputar-putar keseluruh pelosok tubuhnya.
  Perlahan ia siuman…
  Baru saja ia sadar dan kembali kesadarannya lantas
  merasa bahwa dirinya telah tertolong dari saat-saat
  yang kritis, ada seorang telah menolong mengobati
  luka-luka parahnya,
  Meski mata masih tak kuasa dibuka namun mulutnya
  sudah dapat sedikit bergerak serta berkata tergagap
  terputus putus…
  "Terimaka . . . .sih…telah, . . . menolongku… Selama
  hidup ini pasti takkan kulupakan."
  Bicara sampai disini tenaga nya sudah habis
  iamenghamburkan darah dari mulutnya.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles