Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
Dusun Kalajati di sisi sungai sampan adalah sebuah
dusun kecil bermata pencaharian dari hutan dan
sungai, di sisi sungai tampak para gadis berpakaian
selembar kain memikul cucian diatas kepalanya.
Mereka bercanda dalam tawa. Senyuman mereka
benar-benar lugu seolah tak pernah terjamah tangan-
tangan kotor.
“Lastri, mengapa kau belum menikah juga? Padahal
kau sudah berumur delapan belas tahun? Lihatlah
tubuhmu yang molek, dan wajah cantikmu itu,
siapapun lelaki yang melihatmu pasti ingin memiliki
dan mendekapmu” Goda seorang gadis yang memiliki
tahi lalat diatas alis kanannya.
“Akh, Mbakyu kau ada-ada saja. Siapakah yang mau
kepadaku si gadis buruk rupa ini?” sahut seorang
gadis cantik yang memiliki kecantikan alami, bukan
karena gincu, bukan karena pemerah bibir atau pipi,
pipinya memerah malu. Bentuk tubuhnya yang
terbungkus kain basah benar-benar membuat
siapapun ingin memeloroti dan menikmati dalamnya.
Rambut basahnya dibiarkan tergerai menutupi leher
jenjangnya…
“Akkkhhh….!” Gadis ini menjerit.
Teman-temannya terkejut, dengan rebut merek
bertanya.
“Ada apa,,,!”
Kenapa berteriak?”
“Hah?” dan berbagai pertanyaaan lain beraduk dalam
suatu suuara seperti tawon pindah sarang. Tak jelas
jadinya apa yang ditanyakan.
Gadis itu tak menjawab, ia menunjuk sesosok
pemuda berambut dan berpenampilan mesum.
Telapak kakinya bersarah, sepertinya ia habis
melakukan perjalanan cukup jauh.
Suasana kalut,….
“Tolooong…ada mayat…ada mayat….!” Para gadis
berteriak teriak membuat penduduk kampun
mendekat. Mereka melihat gadis yang dipanggil lastri
memegang nnadi pemuda itu.
“Akhh…!” Gadis itu kaget, habis memeriksa nadi
ditangan, ia memeriksa nadi dileher pemuda itu.
Secara kebetulan, rambut gondrong yang menutupi
wajah pemuda alias Gardapati bergeser hingga
memperlihatkan wajah pucat tampannya.
Wajahnya memerah, sementara batinnya berkata
“Bukan main tampannya. Siapakah dia?”
“Ada apa Lastri?” Seorang lelaki berkumis melintang
berpakaian petani berwarna hitam bertanya.
“Di… dia masih hidup” Lastri berkata tergagap.
“Akh, lekas kita bawa ke Nini dan Aki Tabib.”
“Ayoo…” serempak merekamenggotong tubuh
Gardapati yang terlentang tak sadarkan diri…
Jalanan begitu lenggang, di kagetkan dengan
serombongan orang yang berlari memanggul sosok
pemuda diatas tandu darurat dari bamboo dan kain
samping.
“Aki…Nini!” Seorang lelaki berkumis melintang
berpakaian petani berwarna hitam berteriak diluar
gubuk bamboo berukiran indah. Halaman rumah
bamboo itu tampak nyaman dengan tanaman obat
yang menebarkan bau khas sendiri.
“Krriiieett…!” Pintu terbuka.
“Ada apa Asmangga? Mengapa kau berteriak-teriak?”
Tanya seorang kakek berambut sepundak tergerai
memutih, jenggotnya sedagu dan kumisnya panjang.
Baju coklat muda berdesain sederhana.
“Kami menemukan seorang pemuda terluka parah.
Maka kami membawanya kemari”
“Bawa masuk!”
“Baik ki!”
Ki Asmangga memerintah penduduk desa
membawanya masuk dan dibaringkan dipembaringan
bamboo.
“Kami Pamit Ki…! Terimakasih”
“Hati-hatilah kalian, semoga tuhan selalu meridhai
setiap tingkah polah langkah kalian”
“Terimakasih…!”
Ki Asmangga bersama penduduk desa lain keluar
pondok dengan diantar Ki Tabib. Ki Tabib menutup
pintu dan beranjak mendekati Gardapati. Diusapnya
kepala Gardapati dengan seksama lalu memeriksa
nadinya…
Terpancar wajah kaget dan kagum dari wajah
tuanya, dia menggumam, katanya:
“Ai,,,ai… Pemuda ini benar-benar tabah dan kuat…!”
Dia menotok beberapa urat Gardapati dan
meninggalkannya kedapur, didapur tampak seorang
Nenek berambut putih sedang memasukan kayu
bakar pada hawu (tungku dari batu).
Asap tebal berbau obat tercium merebak hidung. Ki
Tabib mendekatinya dan berkata:
“Ni, buatkan Satu Obat meracuni Jagad…!”
Mata Nini yang sedang meramu obat terbelalak heran,
tak biasanya kakangnya itu akan mengatakan hal
yang sangat janggal itu…
“Maksud Aki?” Tanyanya heran.
“Buatkan Satu Obat Meracuni Jagad, aku hendak
menyiapkan tusuk darah mati.”
“Saipa yang terluka?”
“Entahlah,… dari raut wajahnya ia memancarkan
hawa sesat, namun entahlah, aku merasa sangat
cocok dengannya.”
“Bila dia memiliki hawa sesat, mengapa Aki berkeras
hendak mengobatnya?”
“Ai, Dia terluka berat, seratusdelapan puluh titik
cakranya hancur, kematian dan kehidupannya
berbanding tujuh puluh-tiga puluh. Lebih condong
kematinya. Seseorang yang memiliki pengobatan
hebat sudah mengeluarkan racun dari tubuhnya. Tapi
ia tak memperbaiki titik chakranya. Entah karena alas
an apa. Meski dalam darahnya mengandung jamur
Payung emas dan daun telapak naga. Itu tak
menyebar kedalam titik chakranya. Aku berkeras
hendak mengobbatinya sebab dalam kepalanya
terdapat tanda lahir”
“Akh, sehebat itukah keruksakan tubuhnya, sudah
berapa jam ia terluka? TAnda lahir apa?”
“Ia, sepertinya ia terluka hamper dua minggu lebih…
hah!” Ki Tabib menghela nafas berat, ia tak menjawab
tanda lahir apakah itu.
“Akh, masih hidup?” Tanya Ni Tabib Kaget.
“Ya, setidaknya sampai besok, ia masih sanggup
bertahan!”
“Mengapa tak menjawab pertanyaanku Ki?”
“Yang mana?”
“Tanda lahir?!”
“Tiga titik Asmara darah.!”
“Tiga Titik Asmara darah? Apakah itu?”
“Dia terlahir sebagai golongan darah biru, dilahirkan
dengan rasa dendam yang membara. Siapapun gadis
yang menatap wajahnya, ia akan menyerahkan
apapun untuknya, bahkan jiwa dan kesuciannya.
Berambisi setinggi langit, juga…!”
“Juga?!,…!”
“Orang Inilah yang akan melanjutkan kerajaan
Karang Bolong!”
“Apa?! Mustahil”
“Kerajaan Karang bolong memiliki peraturan bahwa
siapapun yang memiliki tanda ini, dia pasti akan
menjadi menantu dari sang raja dan berlanjut
menjadi raja”
“Ai, sepertinya kita harus berusaha menolongnya.
Baiklah… aku akan meracik obatnya!” Ni Tabib berkata
sambil menghela nafas lalu beranjak kesebuah
ruangan lain. Sedang Ki Tabib beranjak kekamarnya
sendiri….
Seperminum kopi kemudian, Ki Tabib keluar kamarnya
dan mendekati Gardapati. Perlahan ia membuka
pakaiannya dan menusukan bamboo bamboo kecil di
tubuh Gardapati.
Dan mengurut urut tubuhnya.
“Tok…tok…! Pintu diketuk.
“Masuk, pintu tak dikunci…!” KI Tabib mempersilahkan.
“Srettt……!” Sebuah Kepala cantik mungil menjulurkan
kepalanya. Wajahnya memerah malu malu kucing.
“Akh, kau sudah dating lastri, masuk mari bantu aku!”
Gadis yang dipanggiil lastri masuk dengan tingkah
kekanak-kanakan, rupanya dia adalah gadis yang
menemukan Gardapati.
“Apa yang harus aku bantu kek?” Tanyanya sambil
menundukan muka, tanggan mungilnya memelintir0-
melintir ujung baju brukatnya.
KI Tabib sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia
menghela nafas panjang batinnya menggumam.
“Bocah ini sudah melihat wajah pemuda ini,… ai..ai…!”
Sementara itu mulutnya berkata.
“Siapkan air cucian dan bersihkan darah ditubuhnya…!”
“Baik Ki…!” Lastri berlari kecil kedapur hendak
membawa peralatannya. Ki Tabib gelengkan kepala,
jari jempol dan telunjuknya bermain lincah di titik-titik
tertentu di kepala Gardapati…
Lastri dating membawa guci di ketiaknya. Dan
diletakan di sisi pembaringan. Kain lapnya diperas dan
hendak di balurkan pada dada Gardapati.
Namun, begitu melihat dada bidang Gardapati
perasaannya kalut. Tangannya berhenti bergerak.
Benar memang dia sudah sering memandikan pasien
Ki tabib ini. Namun tak ada yang seperti Gardapati.
Meski kekar tubuh pemuda dikampungnya tak ada
yang seindah Gardapati, apalagi ketika melihat wajah
tampannya. Lastri semakin dag dig dug tak keruan…
Bahkan dalaman paling rahasia dari penduduk
kampong desa ini dia tahu. Namun ini beda… hawa
dajn pesonanya sekan membuat jantungnya
berhenti…
“Lastri, kau mau mandikan pasien, atau mau mandi
sendiri!” Ki tabib membuyarkan lamunannya.
Lastri kaget, begitu sadar, rupanya ia mengusapkan
kain pada wajahnya. Wajahnya melirik Ki Tabib yang
tersenyum geli dengan memerah malu.
“Dasar anak muda… ck..ck…ck!” Dari belakang, Ni
Tabib menegur. Lastri semakin malu. Tanpa berpikir
lagi ia segera membersihkan wajah Gardapati.
Kekaguman Ki Tabib, Ni Tabib dan Lastri tak
tertahanklan akan keelokan wajah Gardapati. Meski
pucat seperti mayat, namun itu malah membuatnya
semakin unik dan mempesona.
Lastri terus bekerja membersihkan leher, dada perut,
tangan kaki dan paha. Lalu berhenti…
“Mengapa berhenti? Bukankah bagimu sudah biasa
memperhatikan senjata lelaki?” Ni Tabibb
mengkomentari…
“A..i..uu!” Lastri tergagap. Setelah memantapkan hati,
ia membuka penutup terakhir Gardapati…
“Hiyyyyy…!” Lastri melonjak kaget sampai kain yang
dipegangnyapun jatuh.
Ditatapnya rjawali menutup sayap itu dengan mata
memberlalak,… wajahnya memerah malu.
“Bukan main, masih menutup sayap saja sudah
sebesar itu, apalagi jika sudah menegakan leher!” Ni
Tabib mengkomentari.
“Lekaslah bereskan, kami akan memulai
mengobatinya…!” Ki Tabib menitah.
Sambil menutup mata, Lastri kembali mel;akukan
tugasnya. Karena menutup mata, pembersihanpun
berjalamn lambat. Tapi Kedua tabib itu tak marah,
mereka memaklumi tindakan lastri, bagaimanapun ia
masih perawan ting-ting.
Selesai menunaikan tugasnya, Lastri mundur
kebelakang… membiarkan Ni Tabib dan Ki Tabib
memulai pengobatan.
Satu Obat meracuni jagad asalah sebuah ramuan
obat pamungkas dari Tabib satu Obat. Karena
kepandaian itu, ia berkelana dalam dunia persilatan
dan memperoleh nama hingga masuk kedalam
kategori tabib terbaik dalam seratus tahun terakhir.
Satu Obat meracuni jagad adalah sebuah ramuan
yang dicampuri dengan bisa, salah sedikit takaran
obat saja bisa meracuni si pasien. Adapun bisa itu
terbuat dari air liur ular sendok. Racun katak hijau
bermata merah, daun pulus dan beberapa bisa hewan
dan tumbuhan lain.
Obat itu di bagi menjadi dua. Satu dibalurkan di atas
tubuh dan diminumkan. Usaha pengiobatan itu tak
terasa berlangsung selama empat kentongan….
Lambat laun kasiat obat beracun itu mulai bekerja,
Tenaga dalam dalam darah Gardapati juga sudah
berjalan dengan normal, itu dikarenakan titik
chakranya sudah diperbaiki oleh Ki Tabib meski belum
sembuh sepenuhnya,
Ki Tabib dan Ni Tabib mengurut tubuh Gardapati
berbareng dengan mengerahkan tenaga dalam.
Secara reflex, hawa murni Gardapati menggerakan
Tenaga dalam olah kanuragan dan tenaga murninya
untuk menyambut hawa trobosan yang disalurkan
sepasang tabib hebat itu kedalam badannya terus
berputar-putar keseluruh pelosok tubuhnya.
Perlahan ia siuman…
Baru saja ia sadar dan kembali kesadarannya lantas
merasa bahwa dirinya telah tertolong dari saat-saat
yang kritis, ada seorang telah menolong mengobati
luka-luka parahnya,
Meski mata masih tak kuasa dibuka namun mulutnya
sudah dapat sedikit bergerak serta berkata tergagap
terputus putus…
"Terimaka . . . .sih…telah, . . . menolongku… Selama
hidup ini pasti takkan kulupakan."
Bicara sampai disini tenaga nya sudah habis
iamenghamburkan darah dari mulutnya.
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
Dusun Kalajati di sisi sungai sampan adalah sebuah
dusun kecil bermata pencaharian dari hutan dan
sungai, di sisi sungai tampak para gadis berpakaian
selembar kain memikul cucian diatas kepalanya.
Mereka bercanda dalam tawa. Senyuman mereka
benar-benar lugu seolah tak pernah terjamah tangan-
tangan kotor.
“Lastri, mengapa kau belum menikah juga? Padahal
kau sudah berumur delapan belas tahun? Lihatlah
tubuhmu yang molek, dan wajah cantikmu itu,
siapapun lelaki yang melihatmu pasti ingin memiliki
dan mendekapmu” Goda seorang gadis yang memiliki
tahi lalat diatas alis kanannya.
“Akh, Mbakyu kau ada-ada saja. Siapakah yang mau
kepadaku si gadis buruk rupa ini?” sahut seorang
gadis cantik yang memiliki kecantikan alami, bukan
karena gincu, bukan karena pemerah bibir atau pipi,
pipinya memerah malu. Bentuk tubuhnya yang
terbungkus kain basah benar-benar membuat
siapapun ingin memeloroti dan menikmati dalamnya.
Rambut basahnya dibiarkan tergerai menutupi leher
jenjangnya…
“Akkkhhh….!” Gadis ini menjerit.
Teman-temannya terkejut, dengan rebut merek
bertanya.
“Ada apa,,,!”
Kenapa berteriak?”
“Hah?” dan berbagai pertanyaaan lain beraduk dalam
suatu suuara seperti tawon pindah sarang. Tak jelas
jadinya apa yang ditanyakan.
Gadis itu tak menjawab, ia menunjuk sesosok
pemuda berambut dan berpenampilan mesum.
Telapak kakinya bersarah, sepertinya ia habis
melakukan perjalanan cukup jauh.
Suasana kalut,….
“Tolooong…ada mayat…ada mayat….!” Para gadis
berteriak teriak membuat penduduk kampun
mendekat. Mereka melihat gadis yang dipanggil lastri
memegang nnadi pemuda itu.
“Akhh…!” Gadis itu kaget, habis memeriksa nadi
ditangan, ia memeriksa nadi dileher pemuda itu.
Secara kebetulan, rambut gondrong yang menutupi
wajah pemuda alias Gardapati bergeser hingga
memperlihatkan wajah pucat tampannya.
Wajahnya memerah, sementara batinnya berkata
“Bukan main tampannya. Siapakah dia?”
“Ada apa Lastri?” Seorang lelaki berkumis melintang
berpakaian petani berwarna hitam bertanya.
“Di… dia masih hidup” Lastri berkata tergagap.
“Akh, lekas kita bawa ke Nini dan Aki Tabib.”
“Ayoo…” serempak merekamenggotong tubuh
Gardapati yang terlentang tak sadarkan diri…
Jalanan begitu lenggang, di kagetkan dengan
serombongan orang yang berlari memanggul sosok
pemuda diatas tandu darurat dari bamboo dan kain
samping.
“Aki…Nini!” Seorang lelaki berkumis melintang
berpakaian petani berwarna hitam berteriak diluar
gubuk bamboo berukiran indah. Halaman rumah
bamboo itu tampak nyaman dengan tanaman obat
yang menebarkan bau khas sendiri.
“Krriiieett…!” Pintu terbuka.
“Ada apa Asmangga? Mengapa kau berteriak-teriak?”
Tanya seorang kakek berambut sepundak tergerai
memutih, jenggotnya sedagu dan kumisnya panjang.
Baju coklat muda berdesain sederhana.
“Kami menemukan seorang pemuda terluka parah.
Maka kami membawanya kemari”
“Bawa masuk!”
“Baik ki!”
Ki Asmangga memerintah penduduk desa
membawanya masuk dan dibaringkan dipembaringan
bamboo.
“Kami Pamit Ki…! Terimakasih”
“Hati-hatilah kalian, semoga tuhan selalu meridhai
setiap tingkah polah langkah kalian”
“Terimakasih…!”
Ki Asmangga bersama penduduk desa lain keluar
pondok dengan diantar Ki Tabib. Ki Tabib menutup
pintu dan beranjak mendekati Gardapati. Diusapnya
kepala Gardapati dengan seksama lalu memeriksa
nadinya…
Terpancar wajah kaget dan kagum dari wajah
tuanya, dia menggumam, katanya:
“Ai,,,ai… Pemuda ini benar-benar tabah dan kuat…!”
Dia menotok beberapa urat Gardapati dan
meninggalkannya kedapur, didapur tampak seorang
Nenek berambut putih sedang memasukan kayu
bakar pada hawu (tungku dari batu).
Asap tebal berbau obat tercium merebak hidung. Ki
Tabib mendekatinya dan berkata:
“Ni, buatkan Satu Obat meracuni Jagad…!”
Mata Nini yang sedang meramu obat terbelalak heran,
tak biasanya kakangnya itu akan mengatakan hal
yang sangat janggal itu…
“Maksud Aki?” Tanyanya heran.
“Buatkan Satu Obat Meracuni Jagad, aku hendak
menyiapkan tusuk darah mati.”
“Saipa yang terluka?”
“Entahlah,… dari raut wajahnya ia memancarkan
hawa sesat, namun entahlah, aku merasa sangat
cocok dengannya.”
“Bila dia memiliki hawa sesat, mengapa Aki berkeras
hendak mengobatnya?”
“Ai, Dia terluka berat, seratusdelapan puluh titik
cakranya hancur, kematian dan kehidupannya
berbanding tujuh puluh-tiga puluh. Lebih condong
kematinya. Seseorang yang memiliki pengobatan
hebat sudah mengeluarkan racun dari tubuhnya. Tapi
ia tak memperbaiki titik chakranya. Entah karena alas
an apa. Meski dalam darahnya mengandung jamur
Payung emas dan daun telapak naga. Itu tak
menyebar kedalam titik chakranya. Aku berkeras
hendak mengobbatinya sebab dalam kepalanya
terdapat tanda lahir”
“Akh, sehebat itukah keruksakan tubuhnya, sudah
berapa jam ia terluka? TAnda lahir apa?”
“Ia, sepertinya ia terluka hamper dua minggu lebih…
hah!” Ki Tabib menghela nafas berat, ia tak menjawab
tanda lahir apakah itu.
“Akh, masih hidup?” Tanya Ni Tabib Kaget.
“Ya, setidaknya sampai besok, ia masih sanggup
bertahan!”
“Mengapa tak menjawab pertanyaanku Ki?”
“Yang mana?”
“Tanda lahir?!”
“Tiga titik Asmara darah.!”
“Tiga Titik Asmara darah? Apakah itu?”
“Dia terlahir sebagai golongan darah biru, dilahirkan
dengan rasa dendam yang membara. Siapapun gadis
yang menatap wajahnya, ia akan menyerahkan
apapun untuknya, bahkan jiwa dan kesuciannya.
Berambisi setinggi langit, juga…!”
“Juga?!,…!”
“Orang Inilah yang akan melanjutkan kerajaan
Karang Bolong!”
“Apa?! Mustahil”
“Kerajaan Karang bolong memiliki peraturan bahwa
siapapun yang memiliki tanda ini, dia pasti akan
menjadi menantu dari sang raja dan berlanjut
menjadi raja”
“Ai, sepertinya kita harus berusaha menolongnya.
Baiklah… aku akan meracik obatnya!” Ni Tabib berkata
sambil menghela nafas lalu beranjak kesebuah
ruangan lain. Sedang Ki Tabib beranjak kekamarnya
sendiri….
Seperminum kopi kemudian, Ki Tabib keluar kamarnya
dan mendekati Gardapati. Perlahan ia membuka
pakaiannya dan menusukan bamboo bamboo kecil di
tubuh Gardapati.
Dan mengurut urut tubuhnya.
“Tok…tok…! Pintu diketuk.
“Masuk, pintu tak dikunci…!” KI Tabib mempersilahkan.
“Srettt……!” Sebuah Kepala cantik mungil menjulurkan
kepalanya. Wajahnya memerah malu malu kucing.
“Akh, kau sudah dating lastri, masuk mari bantu aku!”
Gadis yang dipanggiil lastri masuk dengan tingkah
kekanak-kanakan, rupanya dia adalah gadis yang
menemukan Gardapati.
“Apa yang harus aku bantu kek?” Tanyanya sambil
menundukan muka, tanggan mungilnya memelintir0-
melintir ujung baju brukatnya.
KI Tabib sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia
menghela nafas panjang batinnya menggumam.
“Bocah ini sudah melihat wajah pemuda ini,… ai..ai…!”
Sementara itu mulutnya berkata.
“Siapkan air cucian dan bersihkan darah ditubuhnya…!”
“Baik Ki…!” Lastri berlari kecil kedapur hendak
membawa peralatannya. Ki Tabib gelengkan kepala,
jari jempol dan telunjuknya bermain lincah di titik-titik
tertentu di kepala Gardapati…
Lastri dating membawa guci di ketiaknya. Dan
diletakan di sisi pembaringan. Kain lapnya diperas dan
hendak di balurkan pada dada Gardapati.
Namun, begitu melihat dada bidang Gardapati
perasaannya kalut. Tangannya berhenti bergerak.
Benar memang dia sudah sering memandikan pasien
Ki tabib ini. Namun tak ada yang seperti Gardapati.
Meski kekar tubuh pemuda dikampungnya tak ada
yang seindah Gardapati, apalagi ketika melihat wajah
tampannya. Lastri semakin dag dig dug tak keruan…
Bahkan dalaman paling rahasia dari penduduk
kampong desa ini dia tahu. Namun ini beda… hawa
dajn pesonanya sekan membuat jantungnya
berhenti…
“Lastri, kau mau mandikan pasien, atau mau mandi
sendiri!” Ki tabib membuyarkan lamunannya.
Lastri kaget, begitu sadar, rupanya ia mengusapkan
kain pada wajahnya. Wajahnya melirik Ki Tabib yang
tersenyum geli dengan memerah malu.
“Dasar anak muda… ck..ck…ck!” Dari belakang, Ni
Tabib menegur. Lastri semakin malu. Tanpa berpikir
lagi ia segera membersihkan wajah Gardapati.
Kekaguman Ki Tabib, Ni Tabib dan Lastri tak
tertahanklan akan keelokan wajah Gardapati. Meski
pucat seperti mayat, namun itu malah membuatnya
semakin unik dan mempesona.
Lastri terus bekerja membersihkan leher, dada perut,
tangan kaki dan paha. Lalu berhenti…
“Mengapa berhenti? Bukankah bagimu sudah biasa
memperhatikan senjata lelaki?” Ni Tabibb
mengkomentari…
“A..i..uu!” Lastri tergagap. Setelah memantapkan hati,
ia membuka penutup terakhir Gardapati…
“Hiyyyyy…!” Lastri melonjak kaget sampai kain yang
dipegangnyapun jatuh.
Ditatapnya rjawali menutup sayap itu dengan mata
memberlalak,… wajahnya memerah malu.
“Bukan main, masih menutup sayap saja sudah
sebesar itu, apalagi jika sudah menegakan leher!” Ni
Tabib mengkomentari.
“Lekaslah bereskan, kami akan memulai
mengobatinya…!” Ki Tabib menitah.
Sambil menutup mata, Lastri kembali mel;akukan
tugasnya. Karena menutup mata, pembersihanpun
berjalamn lambat. Tapi Kedua tabib itu tak marah,
mereka memaklumi tindakan lastri, bagaimanapun ia
masih perawan ting-ting.
Selesai menunaikan tugasnya, Lastri mundur
kebelakang… membiarkan Ni Tabib dan Ki Tabib
memulai pengobatan.
Satu Obat meracuni jagad asalah sebuah ramuan
obat pamungkas dari Tabib satu Obat. Karena
kepandaian itu, ia berkelana dalam dunia persilatan
dan memperoleh nama hingga masuk kedalam
kategori tabib terbaik dalam seratus tahun terakhir.
Satu Obat meracuni jagad adalah sebuah ramuan
yang dicampuri dengan bisa, salah sedikit takaran
obat saja bisa meracuni si pasien. Adapun bisa itu
terbuat dari air liur ular sendok. Racun katak hijau
bermata merah, daun pulus dan beberapa bisa hewan
dan tumbuhan lain.
Obat itu di bagi menjadi dua. Satu dibalurkan di atas
tubuh dan diminumkan. Usaha pengiobatan itu tak
terasa berlangsung selama empat kentongan….
Lambat laun kasiat obat beracun itu mulai bekerja,
Tenaga dalam dalam darah Gardapati juga sudah
berjalan dengan normal, itu dikarenakan titik
chakranya sudah diperbaiki oleh Ki Tabib meski belum
sembuh sepenuhnya,
Ki Tabib dan Ni Tabib mengurut tubuh Gardapati
berbareng dengan mengerahkan tenaga dalam.
Secara reflex, hawa murni Gardapati menggerakan
Tenaga dalam olah kanuragan dan tenaga murninya
untuk menyambut hawa trobosan yang disalurkan
sepasang tabib hebat itu kedalam badannya terus
berputar-putar keseluruh pelosok tubuhnya.
Perlahan ia siuman…
Baru saja ia sadar dan kembali kesadarannya lantas
merasa bahwa dirinya telah tertolong dari saat-saat
yang kritis, ada seorang telah menolong mengobati
luka-luka parahnya,
Meski mata masih tak kuasa dibuka namun mulutnya
sudah dapat sedikit bergerak serta berkata tergagap
terputus putus…
"Terimaka . . . .sih…telah, . . . menolongku… Selama
hidup ini pasti takkan kulupakan."
Bicara sampai disini tenaga nya sudah habis
iamenghamburkan darah dari mulutnya.