Cerita Misteri | Tangan Tangan Setan | by Abdullah Harahap | Tangan Tangan Setan | Cersil Sakti | Tangan Tangan Setan pdf
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
ambruk seketika. Tak sadarkan diri.
Bahkan dalam pingsannya, sudut-sudut mata
Ismiaty dilelehi butir-butir air bening,...
Januar melihat pintu tertutup. Januar mendengar keluhan Iirih Ismiaty. Ia pun menangkap
suara ambruknya tubuh ke lantai. Kesimanya oleh
sikap dan sambutan lsmiaty tadi, seketika lenyap.
la bangkit dari duduknya, bermaksud menghambur ke kamar tertutup itu. Tetapi niatnya dicegah
oleh sebuah suara tajam. Suara Saniah. yang baru
muncul dari dapur untuk menghidangkan minuman dan sempat menangkap situasi terakhir:
'Sudahlah, Nak. Biarkan dia!”
Dan sebelum Januar sempat mengeluarkan
protes. perempuan bertubuh kurus dan berwajah
penuh guratan penderitaan itu. sudah keburu
menambahkan: "Kau dengar apa yang dikatakannya, bukan? Ismiaty bukanlah seorang calon
isteri yang patut didambakan. Kau. pulanglah.
Dan... jangan melibatkan diri!"
"tetapi..
'Maafkan. anak muda. Kami terpaksa mengecewakanmu: potong Saniah. Tegas. sambil berjalan ke pintu, membukanya lebar-lebar. Maksudnya jelas: enyahlah, haram jadah!
Sakit dan terhina, Januar melangkah ke luar.
ta tak tahu sejak kapan kakek Amsar telah
berada di sampingnya. Dan ia antara mendengar
dan tidak, ketika orangtua itu bergumam penuh
tanda tanya: 'Mengapa tangan si iyah semutan?
Apakah karena keris yang tersimpan di balik
kemejamu, Cucu? Tetapi... mengapa justru dia?
Bukankah..." serta serentetan pertanyaan lainnya.
yang tidak satu pun dijawab Januar. Karena Januar hampir-hmpir tak mendengarnya sama sekali!
http://cerita-silat.mywapblog.com
SEMBILAN
"TIDAK! Aku tidak terima !'
Penolakan bernada marah itu terlontar tanpa
sadar dari mulut Januar yang mengeras, membuat
terkejut kakek Amsar yang berjalan di sampingnya. Heran karena jawaban lain yang diperoleh
dari serentetan pertanyaannya, orangtua itu mendengus bingung:
'Tidak terima apanya. Cucu!"
Januar menghela nalas panjang. "Ah, maaf.
Kakek. Bukan apa-apa," bisiknya. Resah.
"Perlakuan lsmlaty padamu, ya?”
'Sudah tahu, kok masih tanya-tanya!” rungut
Januar
"Eh Kok sewot!” kakek Amsar tersenyum.
"Kakek cuma menduga-duga. Soalnya. selagi Kakek ngobrol dengan Saniah di dapur, ada juga
sedikit-sedikit Kakek nguping pertengkaranmu dengan lsmiaty. Tak sengaja, sungguh!”
Agak dongkol selain malu, Januar nyeletuk:
"Sengaja atau tak sengaja, ya... tetap saja nguping
namanya."
'Nggak senang, Cucu?” ~.
"Habis....'
"belum. Cucu. Belum habis!”
"Apanya yang belum habis?” Januar makin
keki. dipermainkan sedemikian rupa.
'Ya, itu. hubunganmu dengan lsmiaty. Bakal
memanjang. Kakek yakin. Juga mengandung bahaya!”
"Bahaya itu telah tercium sejak aku belum kesini, Kakek. Ditambah yang tadi malam. Lalu.
bahaya apalagi yang Kakek perkirakan bakal
mengancam diriku? Apa wujudnya, lain kali? Siapa
pula sumbernya?”
"Entahlah, Mungkin...” kakek Amsar menahan
tuduhan yang terpikirkan olehnya. Lalu bertanya'
'Tahu mengapa Kakek suruh kau membekali diri
dengan keris itu selama kau dl desa ini?"
"Untuk melawan roh jahat, Kakek...."
'Uh. uh .Jangan syirik, Cucu. Nanti kualat.
Lebih pas kalau kau bilang. untuk menghadapi
penyerangan jahat. Apa pun wujudnya. Atau, siapapun orangnya. Keris itu pun baru boleh kau
pergunakan, kalau kau sudah tidak mampu membela diri secara pisik, dengan tangan kosong.
Karena salah-salah mempergunakan. keris itu dapat berbalik membahayakan dirimu sendiri. ltulah
keistimewaannya. Dan...” kakek Amsar berpaling
karena disapa seseorang yang berpapasan dengan mereka. Setelah membalas sapaan itu dengan ramah. kakek Amsar meneruskan, serius:
“Ada lagi keistimewaan lainnya!
"Apakah itu, Kakek?"
'Keris itu mengandung hawa panas. Hawa
panas itu mengalir pada tubuh orang yang memegangnya, atau menyimpannya di salah satu
bagian tubuhnya. Tanpa merasakannya Kau tidak
merasakan hawa panas mengaliri tubuhmu sejak
http://cerita-silat.mywapblog.com
keris itu bersamamu, bukan?”
'Tidak'
"Nah Tubuhmu mengandung hawa panas
yang misterius. Seandainya engkau memegang
atau bersentuhan dengan seseorang, maka orang
itu pun akan menerima saluran hawa panas yang
sama. Juga tanpa merasakannya. Kecuali, kalau
dalam diri orang lain itu tersembunyi satu dari dua
hal... atau, dua~duanya sekaligus. Yaitu, niat jahat
atas dirimu. Atau. ia bersekutu dengan roh jahat."
'Hampir tak masuk di akal." gumam Januar.
lugu. "Lalu bagimana kita tahu kalau orang itu....'
Januar terdiam tiba-tiba Langkahnya pun terhenti.
Suaranya bagai tersedak ketika berujar: 'Mustahil
dia...."
“Teruskan, Cucu," desak kakek Amsar, kalem.
"Ucapkan terus apa yang terpikirkan olehmu.
Barangkali saja, kita berdua punya pemikiran yang
sama."
Januar memandangi telapak tangan kanannya, sementara tangan kiri secara naluriah menyentuh keris yang tersembunyi di balik pinggang
celananya Kemudian, pandangannya beralih kemata kakek Amsar yang membalas tatapannya
dengan tenang. 'Katakanlah. Kakek. Apa yang
akan terjadi pada orang yang kusentuh itu?"
“la kesakitan. Karena hawa panas itu seakan
membakar hangus bagian tubuhnya yang tersentuh," jawab sl orangtua.
"Tetapi... ibunya lsmlaty...." Januar kebingungan. la meneruskan langkah, diikuti kakek Amsar
yang menunggu sabar lanjutan kata-kata Januar.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Pemuda itu berdiam diri saja selama beberapa
langkah, sampai akhirnya ia utarakan juga isi
hatinya: “Aku baru hari ini berkenalan dengan
ibunya lsmiaty. Tadi aku telah bersikap sesopan
mungkin ketika kita bertamu ke rumah mereka.
Telah pula kupenuhi tata tertib untuk tidak berkunjung seorang dari, tanpa didampingi seorang
kerabat mereka. Selama bergaul dengan lsmiaty,
aku pun berusaha menjaga diri sebaik aku bisa.
Benar, sekali dua aku teledor. Begitu pula sebaliknya. Bila itu terjadi, pada akhirnya kami selalu
saling memaafkan. Lantas... apa yang telah kuperbuat, sehingga ibu gadis itu sampai terluka
hatinya, marah mendendam diamdiam, lalu berniat melakukan sesuatu yang jahat atas diriku?
Bahkan penampilannya tadi ketika kami berkenalan, begitu lembut dan penuh sopan santun.
'tidak. Kakek. Aku tidak percaya...."
'Namun, Cucu," desah kakek Amsar, sabar.
“Sewaktu kau jabat tangannya. ia buru-buru menarik diri. bukan? Dengan wajah memperlihatkan
kesakitan!"
“Lantas? Mengapa la berniat jahat terhadap
diriku?"
“Mana aku tahu, Cucu. Barangkali saja. ia tidak
menyetujui hubunganmu dengan puterinya. Dan
bermaksud memutuskamya....'
"Jangan menambah susah diriku yang malang
ini, Kakek," dengus Januar. Gelisah. "Sekali dua,
lsmiaty pernah bilang bahwa orangtuanya sudah
mengetahui hubungan kami. Dan sambutan
orangtuanya, menurut lsmiaty adalah baik. Me
http://cerita-silat.mywapblog.com
restui. Maka...”
'Maka, Cucu...” kakek Amsar berkata hati-hati.
'Kemungkinannya, adalah yang ke dual'
'Maksud Kakek?"
"Kakek sendiri masih bingung. Tak sedikit pun
Kakek menduga, bahwa Saniah akan berbuat
senekad itu. Yakni... bersekutu dengan roh jahat.
Sayangnya. Kakek tidak begitu akrab dengan
mereka.”
"Mengapa"
“Pertama-tama, karena mereka sudah lama
menutup diri. Jarang bergaul. Apakah itu dengan
keluarga dekat. Apalagi dengan orang lain. Hubungan keluarga antara kakek dan Sanlah pun,
bukan hubungan langsung. Begini. Cucu. isteri
dari' ayah Kakek, punya seorang saudara laki-laki.
Si lelaki ini, mempunyai tujuh orang anak. Tapi
hanya satu anak perempuan. Yang dengan sendirinya, sangat dimanja dan disayang orangtua
maupun saudara-saudaranya. Setelah anak perempuan satu-satunya itu menikah. ia cuma beruntung memperoleh seorang keturunan. Perempuan pula, yang segera menjadi tumpuan kasih
sayang semua keluarga. Nah, perempuan yang
kusebut terakhir, Saniahlah orangnya..."
"Hem..-.' Januar mereka reka dalam otaknya.
Lanjutnya: "Dan, lagi-lagi cuma punya satu keturunan. lsmiaty!”
'Keliru. Cucu. lsmiaty punya empat orang
saudara-saudaranya. Satu perempuan. tiga laki-|aki....'
'Aku juga ada mendengar itu, Kakek. Dari
Dia 'sendiri. Tetapi
keempatnya sudah meninggal. Jadi. boleh dibilang
lsmiaty seorang anak tunggal....'
'Bukan tunggal, Cucu. Melainkan, yang tersisa."
"Tak ada bedanya ”
"Ada, Cucu. Yang disebut tunggal, ya tunggal.
Tetapi yang disebut sisa, lain halnya. Umpamakan
saja gulai atau nasi yang tersisa di meja makan.
Sisa itu akan habis dibuang, atau habis dimakan..."
"Dibuang?°' Januar hampir tertawa. 'Siapa pula
yang akan membuang lsmiaty?”
"Aku sependapat, Cucu. Siapa pula yang akan
membuang satu-satunya keturunan yang masih
tersisa itu. Masalahnya sekarang. adalah: bagaimana kalau ada yang bakal memakannya?”
Untuk kedua kalinya, Januar tertegun. Berhenti melangkah. Menatap tercengang pada
orangtua yang menemaninya, sambil menggerimit: "Memakannya...?"
'Benar. Cucu. Memakan lsmiaty. Kita beri
istilah atau umpama. lsmiaty adalah tumbal. Seperti juga empat orang saudara-saudaranya. Semuanya mati sebagai tumbal. Mati secara kejam
dan mengenaskan.:
"Kejam? Mengenaskan? Bagaimana maksud
Kakek?”
'Ah. Tak sampai hati Kakek menceritakannya
sekarang. Kapan-kapan sajalah. Dan kalau waktu
itu tiba. semoga yang menceritakannya padamu
adalah orang lain. Bukan Kakek!” jawab kakek
Amsar dengan suara tergetar dan wajah berubah
http://cerita-silat.mywapblog.com
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
ambruk seketika. Tak sadarkan diri.
Bahkan dalam pingsannya, sudut-sudut mata
Ismiaty dilelehi butir-butir air bening,...
Januar melihat pintu tertutup. Januar mendengar keluhan Iirih Ismiaty. Ia pun menangkap
suara ambruknya tubuh ke lantai. Kesimanya oleh
sikap dan sambutan lsmiaty tadi, seketika lenyap.
la bangkit dari duduknya, bermaksud menghambur ke kamar tertutup itu. Tetapi niatnya dicegah
oleh sebuah suara tajam. Suara Saniah. yang baru
muncul dari dapur untuk menghidangkan minuman dan sempat menangkap situasi terakhir:
'Sudahlah, Nak. Biarkan dia!”
Dan sebelum Januar sempat mengeluarkan
protes. perempuan bertubuh kurus dan berwajah
penuh guratan penderitaan itu. sudah keburu
menambahkan: "Kau dengar apa yang dikatakannya, bukan? Ismiaty bukanlah seorang calon
isteri yang patut didambakan. Kau. pulanglah.
Dan... jangan melibatkan diri!"
"tetapi..
'Maafkan. anak muda. Kami terpaksa mengecewakanmu: potong Saniah. Tegas. sambil berjalan ke pintu, membukanya lebar-lebar. Maksudnya jelas: enyahlah, haram jadah!
Sakit dan terhina, Januar melangkah ke luar.
ta tak tahu sejak kapan kakek Amsar telah
berada di sampingnya. Dan ia antara mendengar
dan tidak, ketika orangtua itu bergumam penuh
tanda tanya: 'Mengapa tangan si iyah semutan?
Apakah karena keris yang tersimpan di balik
kemejamu, Cucu? Tetapi... mengapa justru dia?
Bukankah..." serta serentetan pertanyaan lainnya.
yang tidak satu pun dijawab Januar. Karena Januar hampir-hmpir tak mendengarnya sama sekali!
http://cerita-silat.mywapblog.com
SEMBILAN
"TIDAK! Aku tidak terima !'
Penolakan bernada marah itu terlontar tanpa
sadar dari mulut Januar yang mengeras, membuat
terkejut kakek Amsar yang berjalan di sampingnya. Heran karena jawaban lain yang diperoleh
dari serentetan pertanyaannya, orangtua itu mendengus bingung:
'Tidak terima apanya. Cucu!"
Januar menghela nalas panjang. "Ah, maaf.
Kakek. Bukan apa-apa," bisiknya. Resah.
"Perlakuan lsmlaty padamu, ya?”
'Sudah tahu, kok masih tanya-tanya!” rungut
Januar
"Eh Kok sewot!” kakek Amsar tersenyum.
"Kakek cuma menduga-duga. Soalnya. selagi Kakek ngobrol dengan Saniah di dapur, ada juga
sedikit-sedikit Kakek nguping pertengkaranmu dengan lsmiaty. Tak sengaja, sungguh!”
Agak dongkol selain malu, Januar nyeletuk:
"Sengaja atau tak sengaja, ya... tetap saja nguping
namanya."
'Nggak senang, Cucu?” ~.
"Habis....'
"belum. Cucu. Belum habis!”
"Apanya yang belum habis?” Januar makin
keki. dipermainkan sedemikian rupa.
'Ya, itu. hubunganmu dengan lsmiaty. Bakal
memanjang. Kakek yakin. Juga mengandung bahaya!”
"Bahaya itu telah tercium sejak aku belum kesini, Kakek. Ditambah yang tadi malam. Lalu.
bahaya apalagi yang Kakek perkirakan bakal
mengancam diriku? Apa wujudnya, lain kali? Siapa
pula sumbernya?”
"Entahlah, Mungkin...” kakek Amsar menahan
tuduhan yang terpikirkan olehnya. Lalu bertanya'
'Tahu mengapa Kakek suruh kau membekali diri
dengan keris itu selama kau dl desa ini?"
"Untuk melawan roh jahat, Kakek...."
'Uh. uh .Jangan syirik, Cucu. Nanti kualat.
Lebih pas kalau kau bilang. untuk menghadapi
penyerangan jahat. Apa pun wujudnya. Atau, siapapun orangnya. Keris itu pun baru boleh kau
pergunakan, kalau kau sudah tidak mampu membela diri secara pisik, dengan tangan kosong.
Karena salah-salah mempergunakan. keris itu dapat berbalik membahayakan dirimu sendiri. ltulah
keistimewaannya. Dan...” kakek Amsar berpaling
karena disapa seseorang yang berpapasan dengan mereka. Setelah membalas sapaan itu dengan ramah. kakek Amsar meneruskan, serius:
“Ada lagi keistimewaan lainnya!
"Apakah itu, Kakek?"
'Keris itu mengandung hawa panas. Hawa
panas itu mengalir pada tubuh orang yang memegangnya, atau menyimpannya di salah satu
bagian tubuhnya. Tanpa merasakannya Kau tidak
merasakan hawa panas mengaliri tubuhmu sejak
http://cerita-silat.mywapblog.com
keris itu bersamamu, bukan?”
'Tidak'
"Nah Tubuhmu mengandung hawa panas
yang misterius. Seandainya engkau memegang
atau bersentuhan dengan seseorang, maka orang
itu pun akan menerima saluran hawa panas yang
sama. Juga tanpa merasakannya. Kecuali, kalau
dalam diri orang lain itu tersembunyi satu dari dua
hal... atau, dua~duanya sekaligus. Yaitu, niat jahat
atas dirimu. Atau. ia bersekutu dengan roh jahat."
'Hampir tak masuk di akal." gumam Januar.
lugu. "Lalu bagimana kita tahu kalau orang itu....'
Januar terdiam tiba-tiba Langkahnya pun terhenti.
Suaranya bagai tersedak ketika berujar: 'Mustahil
dia...."
“Teruskan, Cucu," desak kakek Amsar, kalem.
"Ucapkan terus apa yang terpikirkan olehmu.
Barangkali saja, kita berdua punya pemikiran yang
sama."
Januar memandangi telapak tangan kanannya, sementara tangan kiri secara naluriah menyentuh keris yang tersembunyi di balik pinggang
celananya Kemudian, pandangannya beralih kemata kakek Amsar yang membalas tatapannya
dengan tenang. 'Katakanlah. Kakek. Apa yang
akan terjadi pada orang yang kusentuh itu?"
“la kesakitan. Karena hawa panas itu seakan
membakar hangus bagian tubuhnya yang tersentuh," jawab sl orangtua.
"Tetapi... ibunya lsmlaty...." Januar kebingungan. la meneruskan langkah, diikuti kakek Amsar
yang menunggu sabar lanjutan kata-kata Januar.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Pemuda itu berdiam diri saja selama beberapa
langkah, sampai akhirnya ia utarakan juga isi
hatinya: “Aku baru hari ini berkenalan dengan
ibunya lsmiaty. Tadi aku telah bersikap sesopan
mungkin ketika kita bertamu ke rumah mereka.
Telah pula kupenuhi tata tertib untuk tidak berkunjung seorang dari, tanpa didampingi seorang
kerabat mereka. Selama bergaul dengan lsmiaty,
aku pun berusaha menjaga diri sebaik aku bisa.
Benar, sekali dua aku teledor. Begitu pula sebaliknya. Bila itu terjadi, pada akhirnya kami selalu
saling memaafkan. Lantas... apa yang telah kuperbuat, sehingga ibu gadis itu sampai terluka
hatinya, marah mendendam diamdiam, lalu berniat melakukan sesuatu yang jahat atas diriku?
Bahkan penampilannya tadi ketika kami berkenalan, begitu lembut dan penuh sopan santun.
'tidak. Kakek. Aku tidak percaya...."
'Namun, Cucu," desah kakek Amsar, sabar.
“Sewaktu kau jabat tangannya. ia buru-buru menarik diri. bukan? Dengan wajah memperlihatkan
kesakitan!"
“Lantas? Mengapa la berniat jahat terhadap
diriku?"
“Mana aku tahu, Cucu. Barangkali saja. ia tidak
menyetujui hubunganmu dengan puterinya. Dan
bermaksud memutuskamya....'
"Jangan menambah susah diriku yang malang
ini, Kakek," dengus Januar. Gelisah. "Sekali dua,
lsmiaty pernah bilang bahwa orangtuanya sudah
mengetahui hubungan kami. Dan sambutan
orangtuanya, menurut lsmiaty adalah baik. Me
http://cerita-silat.mywapblog.com
restui. Maka...”
'Maka, Cucu...” kakek Amsar berkata hati-hati.
'Kemungkinannya, adalah yang ke dual'
'Maksud Kakek?"
"Kakek sendiri masih bingung. Tak sedikit pun
Kakek menduga, bahwa Saniah akan berbuat
senekad itu. Yakni... bersekutu dengan roh jahat.
Sayangnya. Kakek tidak begitu akrab dengan
mereka.”
"Mengapa"
“Pertama-tama, karena mereka sudah lama
menutup diri. Jarang bergaul. Apakah itu dengan
keluarga dekat. Apalagi dengan orang lain. Hubungan keluarga antara kakek dan Sanlah pun,
bukan hubungan langsung. Begini. Cucu. isteri
dari' ayah Kakek, punya seorang saudara laki-laki.
Si lelaki ini, mempunyai tujuh orang anak. Tapi
hanya satu anak perempuan. Yang dengan sendirinya, sangat dimanja dan disayang orangtua
maupun saudara-saudaranya. Setelah anak perempuan satu-satunya itu menikah. ia cuma beruntung memperoleh seorang keturunan. Perempuan pula, yang segera menjadi tumpuan kasih
sayang semua keluarga. Nah, perempuan yang
kusebut terakhir, Saniahlah orangnya..."
"Hem..-.' Januar mereka reka dalam otaknya.
Lanjutnya: "Dan, lagi-lagi cuma punya satu keturunan. lsmiaty!”
'Keliru. Cucu. lsmiaty punya empat orang
saudara-saudaranya. Satu perempuan. tiga laki-|aki....'
'Aku juga ada mendengar itu, Kakek. Dari
Dia 'sendiri. Tetapi
keempatnya sudah meninggal. Jadi. boleh dibilang
lsmiaty seorang anak tunggal....'
'Bukan tunggal, Cucu. Melainkan, yang tersisa."
"Tak ada bedanya ”
"Ada, Cucu. Yang disebut tunggal, ya tunggal.
Tetapi yang disebut sisa, lain halnya. Umpamakan
saja gulai atau nasi yang tersisa di meja makan.
Sisa itu akan habis dibuang, atau habis dimakan..."
"Dibuang?°' Januar hampir tertawa. 'Siapa pula
yang akan membuang lsmiaty?”
"Aku sependapat, Cucu. Siapa pula yang akan
membuang satu-satunya keturunan yang masih
tersisa itu. Masalahnya sekarang. adalah: bagaimana kalau ada yang bakal memakannya?”
Untuk kedua kalinya, Januar tertegun. Berhenti melangkah. Menatap tercengang pada
orangtua yang menemaninya, sambil menggerimit: "Memakannya...?"
'Benar. Cucu. Memakan lsmiaty. Kita beri
istilah atau umpama. lsmiaty adalah tumbal. Seperti juga empat orang saudara-saudaranya. Semuanya mati sebagai tumbal. Mati secara kejam
dan mengenaskan.:
"Kejam? Mengenaskan? Bagaimana maksud
Kakek?”
'Ah. Tak sampai hati Kakek menceritakannya
sekarang. Kapan-kapan sajalah. Dan kalau waktu
itu tiba. semoga yang menceritakannya padamu
adalah orang lain. Bukan Kakek!” jawab kakek
Amsar dengan suara tergetar dan wajah berubah
http://cerita-silat.mywapblog.com