Cerita The Broker | Sang Broker | by John Grisham | Sang Broker | Cersil Sakti | Sang Broker pdf
Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap
up menyaingi menara yang lebih cantik dan lebih terkenal,
yang ada di Pisa. Kedua menara yang masih berdiri itu telah memicu timbulnya
banyak julukan selama berpuluh-puluh tahun. Seorang penyair Prancis
mengibaratkan mereka sebagai dua pelaut mabuk yang terseok-seok pulang,
saling menyandarkan tubuh ke yang lain agar tidak roboh. Buku panduan
Ermanno menyebut mereka "Laurel dan Hardy" dari masa arsitektur abad
pertengahan.
La Torre degii Asinelli dibangun pada awal abad kedua belas, dan, dengan
tinggi 97,2 meter, dua kali lebih jangkung daripada rekannya. Garisenda mulai
miring ketika hampir selesai dibangun pada abad ketiga belas, dan langsung
dipenggal setengahnya demi mencegah kemiringan lebih lanjut. Klan Garisenda
kehilangan minat dan meninggalkan kota tersebut dengan menanggung malu.
Marco pernah mempelajari sejarah tersebut dari buku panduan Ermanno.
Francesca tidak mengetahuinya, dan ia, sebagai pemandu yang baik,
menghabiskan lima belas menit dalam udara dingin untuk bercerita rentang
menara-menara yang terkenal itu. Ia menyusun kalimat sederhana,
mengucapkannya dengan sempurna, membantu Marco terbata-bata
mengulanginya, lalu dengan enggan beralih ke kalimat lain.
"Asinelli memiliki empat ratus sembilan puluh delapan anak tangga hingga
ke puncaknya," ujar Francesca.
"Andiomo," ujar Marco segera. Ayo. Mereka memasuki fondasi menara yang
besar melalui pintu sempit, menaiki tangga melingkar setinggi kurang-lebih
lima belas meter sampai ke bilik penjualan tiket yang terjepit di suatu sudut.
Marco membeli dua tiket yang masing-masing harganya tiga euro, dan mereka
pun mulai mendaki. Menara itu bolong di tengah, dengan tangga yang
menempel di dinding paling luar.
Francesca mengatakan, paling tidak sudah sepuluh tahun ia tidak naik ke
menara itu, dan sepertinya bersemangat dengan petualangan kecil mereka. Ia
mulai menaiki anak-anak tangga sempit dari kayu ek, sementara Marco
menjaga jarak di belakangnya. Sesekali terdapat jendela terbuka, sehingga ada
udara dan cahaya yang menembus masuk "Atur sendiri langkahmu," kata
Francesca dalam bahasa Inggris sambil menoleh ke belakang, ketika ia mulai
jauh dari Marco. Pada siang hari di
bulan Februari yang bersalju itu, tidak ada orang yang berminat mendaki ke
puncak kota.
Marco mengatur kecepatannya dan segera saja Francesca lenyap dari
pandangan. Sekitar setengah jalan ke puncak, Marco berhenti di jendela lebar
yang terbuka sehingga angin bisa menyejukkan wajahnya. Ia berhasil mengatur
napas, lalu mendaki lagi, kali ini lebih lambat. Beberapa menit kemudian, ia
berhenti lagi, jantungnya berdegup kencang, paru-parunya kembang-kempis,
benaknya bertanya-tanya apakah ia sanggup sampai ke puncak Setelah 498
anak tangga, akhirnya ia muncul di kotak sempit di bawah atap dan melangkah
ke puncak menara. Francesca sedang merokok, menera-wangi kotanya yang
indah, tak terlihat setitik keringat pun di wajahnya.
Pemandangan dari puncak sungguh mengagumkan. Atap-atap rumah
bergenting merah sekarang tertutup salju putih setebal lima sentimeter. Kubah
hijau pucat San Bartolomeo ada di bawah atap-atap itu, tidak terkubur di
bawah salju. "Pada hari cerah, kau bisa melihat Laut Adriatik di sebelah timur,
dan Pegunungan Alpen di utara," kata Francesca, masih berbahasa Inggris.
"Indah sekali, bahkan ketika terlapisi salju."
"Indah sekali," kata Marco, napasnya tersengal-sengal. Angin bertiup melalui
jeruji besi di antara
batu bata, dan udara di puncak Bologna lebih dingin daripada di jalanan di
bawah.
"Menara ini adalah bangunan kelima tertinggi di Italia zaman kuno," kata
Francesca bangga. Marco yakin wanita itu bisa menyebutkan keempat bangunan
yang lain.
"Mengapa menara ini dipertahankan?" tanya Marco.
"Untuk dua alasan, kurasa. Menara ini memiliki rancangan dan konstruksi
yang bagus. Asinelli keluarga yang kuat dan- berkuasa. Dan bangunan ini pernah
digunakan sebagai penjara pada abad keempat belas, ketika banyak menara
lain dihancurkan. Sesungguhnya, tak ada orang yang benar-benar tahu mengapa
menara ini dipertahankan.'' Pada ketinggian sembilan puluh meter, Francesca
menjadi orang yang berbe
http://cerita-silat.mywapblog.com
da. Matanya berbinar, suaranya terdengar hidup.
"Pemandangan ini selalu mengingatkanku mengapa aku mencintai kotaku,"
karanya sambil menyunggingkan senyum langka. Bukan senyum yang ditujukan
pada Marco, bukan pada apa pun dikatakannya, tapi pada atap bangunan dan
kaki langit Bologna Mereka menyeberang ke sisi lain dan memandang kejauhan
di sebelah barat daya. Di atas bukit di atas kota, samar-samar terlihat
Santuario di San Luca, malaikat pelindung kota itu.
"Kau pernah ke sana?" tanya Francesca.
"Belum."
"Kita akan pergi ke sana bila cuaca cerah, oke?"
"Baik."
"Banyak yang harus kita lihat."
Barangkali ia tidak akan memecat Francesca. Marco begitu mendambakan
pertemanan, terutama dari lawan jenis, sehingga ia sanggup menolerir
ketidakacuhan Francesca, kemuramannya, serta perubahan suasana hatinya.
Marco bahkan akan belajar lebih giat lagi demi memperoleh pengakuan
darinya.
. Bila perjalanan mendaki Menara Asinelli telah meningkatkan semangat
Francesca, perjalanan turun mengembalikan lagi sikapnya yang murung. Mereka
minum espresso sebentar di dekat menara dan kemudian berpisah jalan. Ketika
Francesca berjalan menjauh tanpa pelukan yang palsu, tanpa kecupan di pipi,
bahkan tanpa jabat tangan sopan santun, Marco memutuskan untuk
memberinya walau satu minggu lagi.
Diam-diam ia menempatkan Francesca pada masa percobaan. Wanita itu
punya waktu tujuh hari untuk bersikap lebih manis, kalau tidak Marco akan
menghentikan kegiatan belajar-mengajar ini. Hidup ini terlalu singkat.
Namun, Francesca cantik juga sih.
Amplop itu dibuka oleh sekretarisnya, seperti semua surat yang datang
kemarin dan kemarin dulu. Tapi di dalam amplop itu terdapat amplop lain,
yang ditujukan kepada Neal Backman. Di muka dan belakang amplop, dalam
huruf-huruf kapital tebal, tertulis peringatan serius: PRIBADI, RAHASIA, HANYA
BOLEH DIBUKA OLEH NEAL BACKMAN.
"Anda mungkin mau melihat yang paling atas lebih dulu," ujar sekretarisnya
ketika mengantarkan tumpukan tebal surat-surat yang masuk itu pada pukul
sembilan pagi. "Prangkonya distempel dua hari yang lalu di York, Pennsylvania."
Sewaktu sekretaris itu menutup pintu di belakangnya, Neal meneliti amplop
tersebur. Warnanya cokelat muda, tanpa tanda-tanda apa pun kecuali yang
sudah ditulis tangan oleh si pengirim. Tulisan itu tampak familier.
Dengan pisau pembuka surat, dengan perlahan dibukanya bagian atas
amplop tersebut, lalu dikeluarkannya selembar kertas putih yang terlipat. Surat
itu dari ayahnya. Mengejutkan, namun demikian tidak juga.
Dear Neal; 21 Feb
Sementara ini aku aman, tapi keadaan ini kurasa tak akan bertahan lama.
Aku memerlukan bantuanmu. Aku tidak punya alamat, tidak punya telepon
maupun mesin faks, dan
bila memilikinya pun aku tidak yakin dapat menggunakannya. Aku perlu
akses e-mail, sesuatu yang tidak dapat dilacak. Aku tidak tahu bagaimana
mendapatkannya, tapi aku tahu kau bisa. Aku tidak punya komputer dan tidak
punya uang. Ada kemungkinan besar kau diawasi, jadi apa pun yang
kaulakukan, kau tidak boleh meninggalkan jejak. Tutupi semua jejakmu. Tutupi
jejakku. Jangan percaya pada siapa pun. Amati segalanya. Simpan surat ini,
lalu hancurkan. Kirimi aku uang sebanyak yang mungkin kaukirimkan. Kau tahu
aku akan menggantinya nanti. Jangan pernah gunakan nama aslimu atau apa
pun juga. Gunakan alamat ini:
Sr. Rudolph Viscovitch, Universita degli Studi, Universitas Bologna, Via
Zamboni 22, 44041, Bologna, Italia. Gunakan dua amplop-yang pertama
ditujukan pada Viscovitch, yang kedua padaku. Dalam suratmu padanya,
katakan padanya agar menyimpankan kirimanmu itu untuk Marco Lazzeri.
Cepatlah!
Love, Marco
Neal meletakkan surat itu di mejanya dan berjalan ke pintu untuk
menguncinya. Ia duduk di sofa kecil berlapis kulit dan berusaha menata pi-kiran. Ia telah memutuskan bahwa ayahnya ada di luar negeri, karena kalau
tidak, ia pasti akan mengontaknya jauh sebelum ini. Mengapa ia ada di Italia?
Mengapa surat ini dikirim dari York, Pennsylvania?
Istri Neal tidak pernah bertemu ayah mertuanya. Backman sudah dipenjara
selama dua tahun ketika Neal dan istrinya bertemu, lalu menikah. Mereka
mengirim fot
http://cerita-silat.mywapblog.com
Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap
up menyaingi menara yang lebih cantik dan lebih terkenal,
yang ada di Pisa. Kedua menara yang masih berdiri itu telah memicu timbulnya
banyak julukan selama berpuluh-puluh tahun. Seorang penyair Prancis
mengibaratkan mereka sebagai dua pelaut mabuk yang terseok-seok pulang,
saling menyandarkan tubuh ke yang lain agar tidak roboh. Buku panduan
Ermanno menyebut mereka "Laurel dan Hardy" dari masa arsitektur abad
pertengahan.
La Torre degii Asinelli dibangun pada awal abad kedua belas, dan, dengan
tinggi 97,2 meter, dua kali lebih jangkung daripada rekannya. Garisenda mulai
miring ketika hampir selesai dibangun pada abad ketiga belas, dan langsung
dipenggal setengahnya demi mencegah kemiringan lebih lanjut. Klan Garisenda
kehilangan minat dan meninggalkan kota tersebut dengan menanggung malu.
Marco pernah mempelajari sejarah tersebut dari buku panduan Ermanno.
Francesca tidak mengetahuinya, dan ia, sebagai pemandu yang baik,
menghabiskan lima belas menit dalam udara dingin untuk bercerita rentang
menara-menara yang terkenal itu. Ia menyusun kalimat sederhana,
mengucapkannya dengan sempurna, membantu Marco terbata-bata
mengulanginya, lalu dengan enggan beralih ke kalimat lain.
"Asinelli memiliki empat ratus sembilan puluh delapan anak tangga hingga
ke puncaknya," ujar Francesca.
"Andiomo," ujar Marco segera. Ayo. Mereka memasuki fondasi menara yang
besar melalui pintu sempit, menaiki tangga melingkar setinggi kurang-lebih
lima belas meter sampai ke bilik penjualan tiket yang terjepit di suatu sudut.
Marco membeli dua tiket yang masing-masing harganya tiga euro, dan mereka
pun mulai mendaki. Menara itu bolong di tengah, dengan tangga yang
menempel di dinding paling luar.
Francesca mengatakan, paling tidak sudah sepuluh tahun ia tidak naik ke
menara itu, dan sepertinya bersemangat dengan petualangan kecil mereka. Ia
mulai menaiki anak-anak tangga sempit dari kayu ek, sementara Marco
menjaga jarak di belakangnya. Sesekali terdapat jendela terbuka, sehingga ada
udara dan cahaya yang menembus masuk "Atur sendiri langkahmu," kata
Francesca dalam bahasa Inggris sambil menoleh ke belakang, ketika ia mulai
jauh dari Marco. Pada siang hari di
bulan Februari yang bersalju itu, tidak ada orang yang berminat mendaki ke
puncak kota.
Marco mengatur kecepatannya dan segera saja Francesca lenyap dari
pandangan. Sekitar setengah jalan ke puncak, Marco berhenti di jendela lebar
yang terbuka sehingga angin bisa menyejukkan wajahnya. Ia berhasil mengatur
napas, lalu mendaki lagi, kali ini lebih lambat. Beberapa menit kemudian, ia
berhenti lagi, jantungnya berdegup kencang, paru-parunya kembang-kempis,
benaknya bertanya-tanya apakah ia sanggup sampai ke puncak Setelah 498
anak tangga, akhirnya ia muncul di kotak sempit di bawah atap dan melangkah
ke puncak menara. Francesca sedang merokok, menera-wangi kotanya yang
indah, tak terlihat setitik keringat pun di wajahnya.
Pemandangan dari puncak sungguh mengagumkan. Atap-atap rumah
bergenting merah sekarang tertutup salju putih setebal lima sentimeter. Kubah
hijau pucat San Bartolomeo ada di bawah atap-atap itu, tidak terkubur di
bawah salju. "Pada hari cerah, kau bisa melihat Laut Adriatik di sebelah timur,
dan Pegunungan Alpen di utara," kata Francesca, masih berbahasa Inggris.
"Indah sekali, bahkan ketika terlapisi salju."
"Indah sekali," kata Marco, napasnya tersengal-sengal. Angin bertiup melalui
jeruji besi di antara
batu bata, dan udara di puncak Bologna lebih dingin daripada di jalanan di
bawah.
"Menara ini adalah bangunan kelima tertinggi di Italia zaman kuno," kata
Francesca bangga. Marco yakin wanita itu bisa menyebutkan keempat bangunan
yang lain.
"Mengapa menara ini dipertahankan?" tanya Marco.
"Untuk dua alasan, kurasa. Menara ini memiliki rancangan dan konstruksi
yang bagus. Asinelli keluarga yang kuat dan- berkuasa. Dan bangunan ini pernah
digunakan sebagai penjara pada abad keempat belas, ketika banyak menara
lain dihancurkan. Sesungguhnya, tak ada orang yang benar-benar tahu mengapa
menara ini dipertahankan.'' Pada ketinggian sembilan puluh meter, Francesca
menjadi orang yang berbe
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham
da. Matanya berbinar, suaranya terdengar hidup.
"Pemandangan ini selalu mengingatkanku mengapa aku mencintai kotaku,"
karanya sambil menyunggingkan senyum langka. Bukan senyum yang ditujukan
pada Marco, bukan pada apa pun dikatakannya, tapi pada atap bangunan dan
kaki langit Bologna Mereka menyeberang ke sisi lain dan memandang kejauhan
di sebelah barat daya. Di atas bukit di atas kota, samar-samar terlihat
Santuario di San Luca, malaikat pelindung kota itu.
"Kau pernah ke sana?" tanya Francesca.
"Belum."
"Kita akan pergi ke sana bila cuaca cerah, oke?"
"Baik."
"Banyak yang harus kita lihat."
Barangkali ia tidak akan memecat Francesca. Marco begitu mendambakan
pertemanan, terutama dari lawan jenis, sehingga ia sanggup menolerir
ketidakacuhan Francesca, kemuramannya, serta perubahan suasana hatinya.
Marco bahkan akan belajar lebih giat lagi demi memperoleh pengakuan
darinya.
. Bila perjalanan mendaki Menara Asinelli telah meningkatkan semangat
Francesca, perjalanan turun mengembalikan lagi sikapnya yang murung. Mereka
minum espresso sebentar di dekat menara dan kemudian berpisah jalan. Ketika
Francesca berjalan menjauh tanpa pelukan yang palsu, tanpa kecupan di pipi,
bahkan tanpa jabat tangan sopan santun, Marco memutuskan untuk
memberinya walau satu minggu lagi.
Diam-diam ia menempatkan Francesca pada masa percobaan. Wanita itu
punya waktu tujuh hari untuk bersikap lebih manis, kalau tidak Marco akan
menghentikan kegiatan belajar-mengajar ini. Hidup ini terlalu singkat.
Namun, Francesca cantik juga sih.
Amplop itu dibuka oleh sekretarisnya, seperti semua surat yang datang
kemarin dan kemarin dulu. Tapi di dalam amplop itu terdapat amplop lain,
yang ditujukan kepada Neal Backman. Di muka dan belakang amplop, dalam
huruf-huruf kapital tebal, tertulis peringatan serius: PRIBADI, RAHASIA, HANYA
BOLEH DIBUKA OLEH NEAL BACKMAN.
"Anda mungkin mau melihat yang paling atas lebih dulu," ujar sekretarisnya
ketika mengantarkan tumpukan tebal surat-surat yang masuk itu pada pukul
sembilan pagi. "Prangkonya distempel dua hari yang lalu di York, Pennsylvania."
Sewaktu sekretaris itu menutup pintu di belakangnya, Neal meneliti amplop
tersebur. Warnanya cokelat muda, tanpa tanda-tanda apa pun kecuali yang
sudah ditulis tangan oleh si pengirim. Tulisan itu tampak familier.
Dengan pisau pembuka surat, dengan perlahan dibukanya bagian atas
amplop tersebut, lalu dikeluarkannya selembar kertas putih yang terlipat. Surat
itu dari ayahnya. Mengejutkan, namun demikian tidak juga.
Dear Neal; 21 Feb
Sementara ini aku aman, tapi keadaan ini kurasa tak akan bertahan lama.
Aku memerlukan bantuanmu. Aku tidak punya alamat, tidak punya telepon
maupun mesin faks, dan
bila memilikinya pun aku tidak yakin dapat menggunakannya. Aku perlu
akses e-mail, sesuatu yang tidak dapat dilacak. Aku tidak tahu bagaimana
mendapatkannya, tapi aku tahu kau bisa. Aku tidak punya komputer dan tidak
punya uang. Ada kemungkinan besar kau diawasi, jadi apa pun yang
kaulakukan, kau tidak boleh meninggalkan jejak. Tutupi semua jejakmu. Tutupi
jejakku. Jangan percaya pada siapa pun. Amati segalanya. Simpan surat ini,
lalu hancurkan. Kirimi aku uang sebanyak yang mungkin kaukirimkan. Kau tahu
aku akan menggantinya nanti. Jangan pernah gunakan nama aslimu atau apa
pun juga. Gunakan alamat ini:
Sr. Rudolph Viscovitch, Universita degli Studi, Universitas Bologna, Via
Zamboni 22, 44041, Bologna, Italia. Gunakan dua amplop-yang pertama
ditujukan pada Viscovitch, yang kedua padaku. Dalam suratmu padanya,
katakan padanya agar menyimpankan kirimanmu itu untuk Marco Lazzeri.
Cepatlah!
Love, Marco
Neal meletakkan surat itu di mejanya dan berjalan ke pintu untuk
menguncinya. Ia duduk di sofa kecil berlapis kulit dan berusaha menata pi-kiran. Ia telah memutuskan bahwa ayahnya ada di luar negeri, karena kalau
tidak, ia pasti akan mengontaknya jauh sebelum ini. Mengapa ia ada di Italia?
Mengapa surat ini dikirim dari York, Pennsylvania?
Istri Neal tidak pernah bertemu ayah mertuanya. Backman sudah dipenjara
selama dua tahun ketika Neal dan istrinya bertemu, lalu menikah. Mereka
mengirim fot
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham