Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Sang Broker - 49

$
0
0
Cerita The Broker | Sang Broker | by John Grisham | Sang Broker | Cersil Sakti | Sang Broker pdf

Iblis Dunia Persilatan - Bung Aone Penunggu Jenazah - Abdullah Harahap Seducing Cinderella - Gina L. Maxwell Tangan Tangan Setan - Abdullah Harahap Sepasang Mata Iblis - Abdullah Harahap

ap hari. Luigi belum bisa
  menyentuhnya. Sepasang sepatu itu masih bebas dari penyadap, tidak
  meninggalkan jejak sedikit pun. "Whitaker mengkhawatirkan hal ini di Milan,
  tapi ia memang mengkhawatiikan segala hal. Luigi yakin Marco berjalan
  berkilo-kilometer di dalam wilayah kota, tapi tak pernah keluar dari garis. Ia
  memang pernah menghilang sebentar, menjelajah atau melihat-lihat, tapi ia
  selalu bisa ditemukan kembali.
  Marco berbelok di Via Santo Stefano, jalan besar di sudut tenggara kota
  lama Bologna yang mengarah ke keramaian di sekitar Piazza Maggiore. Luigi
  menyeberang dan mengikutinya dari sisi lain. Sementara ia nyaris berlari kecil,
  dengan segera ia menghubungi Zellman lewat radio. Zellman adalah orang baru
  mereka di kota ini, dikirim Whitaker untuk merapatkan jaring-jaring. Zellman
  sudah menunggu di Strada Maggiore, jalan besar yang sibuk di antara rumah
  persembunyian dan universitas. Kedatangan Zellman merupakan tanda bahwa
  "rencana ini bergerak maju. Luigi mengetahui hampir seluruh detailnya
  sekarang, dan entah bagaimana merasa sedih karena hari-hari Marco sudah bisa
  cfchitung jumlahnya. Ia tidak yakin siapa yang akan membunuhnya, dan ia.
  mendapat kesan Whitaker pun tidak tahu.
  Luigi berdoa, semoga bukan dia yang diperintahkan untuk melaksanakan
  pekerjaan tersebut. Ia pernah membunuh dua orang, dan memilih untuk
  mengiiindari kerepotan tersebut. Lagi pula, ia menyukai Marco.
  Sebelum Zellman sempat melanjutkan penguntitan, Marco menghilang. Luigi
  berhenti dan mendengarkan. Ia menyelinap di kegelapan sebuah pintu, kalau-kalau Marco telah berhenti juga.
  Ia mendengarnya di belakang sana, langkah-langkahnya agak terialu berat,
  napasnya agak terlalu memburu. Ia berbelok kiri dengan sigap di jalan yang
  sempit, Via Castellata, berlari cepat sejauh lima puluh meter, lalu belok kiri
  lagi di Via de Chiari. Dengan berganti haluan dari utara ke barat, lalu berjalan
  cepat cukup jauh, maka tibalah ia di tempat terbuka, alun-alun kecil bernama
  Piazza Cavour. Ia mengenal kota lama itu dengan baik; ja-' lan besar, gang
  jalan buntu, persimpangan, labirin berkelok-kelok yang terdiri atas jalan-jalan
  sempit,
  nama setiap alun-alun, dan toko serta warung. Ia tahu warung rokok mana
  yang buka pada pukul enam dan mana yang menunggu sampai jam tujuh. Ia
  bisa menemukan lima warung kopi yang sudah penuh menjelang fajar, walau
  kebanyakan buka ketika hari sudah terang. Ia tahu di mana ia bisa duduk di
  depan jendela depan, bersembunyi di balik koran, memandang ke arah trotoar,
  dan menunggu Luigi berjalan lewat.
  Ia bisa melepaskan diri dari Luigi kapan pun ia mau, walau seringnya ia ikut
  bermain dan membiarkan dirinya mudah diikuti. Namun kenyataan bahwa ia
  selalu diawasi dengan ketat membuktikan sesuatu yang lebih penting.
  Mereka tidak ingin aku menghilang begitu katanya selalu pada diri sendiri.
  Mengapa? Karena aku ada di sini untuk tujuan tertentu.
  Ia mengambil jalur melambung lebar ke arah barat kota, jauh dari yang
  diperkirakan pengekor-nya. Setelah hampir satu jam berzig-zag melalui
  puluhan jalan dan gang, ia sampai di Via Irnerio dan mengamati lalu lintas
  pejalan kaki. Bar Fontana ada di seberang jalan persis di depannya. Tidak ada
  orang yang mengawasinya.
  Rudolph duduk menyempii di belakang, wajahnya terkubur rendah di balik
  koran pagi, asap pipa membubung dalam spiral biru yang bergerak malas.
  Sudah sepuluh hari mereka tidak bertemu, dan se-telah bertukar salam hangat yang biasa, Rudolph bertanya, "Kau jadi ke
  Venesia?"
  Ya, kunjungan yang menyenangkan. Marco menyebut nama-nama tempat
  yang dihafalkannya dari buku panduan. Dengan berbunga-bunga, ia
  menggambarkan keindahan kanal-kanal, pelbagai jenis jembatan, gelombang
  turis yang menyesakkan. Tempat yang menakjubkan. Tak sabar untuk kembali
  ke sana. Rudolph menambahkan kenangan-kenangannya sendiri. Marco
  menggambarkan Basilika San Marco seolah ia telah melewatkan seminggu di
  sana.
  Berikutnya ke mana? Rudolph ingin tahu. Mungkin ke selatan, ke tempat
  yang lebih hangat. Barangkali Sisilia, atau pesisir Amalfi. Rudolph tentu saja
  mengagumi Sisilia dan menceritakan kunjungannya ke sana. Se
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham

  telah setengah
  jam mengobrol tentang perjalanan, Marco akhirnya sampai pada tujuannya.
  "Aku bepergian terus, sehingga tidak punya alamat tetap. Seorang teman di
  Amerika mengirimkan paket untukku. Kuberikan alamatmu di Fakultas Hukum.
  Kuharap kau tidak keberatan."
  Rudolph menyulut kembali pipanya. "Sudah datang kok. Kemarin," ujarnya,
  sementara asap tebal mengiringi setiap kata yang diucapkan.
  Jantung Marco berhenti berdetak sekejap. "Ads alamat pengirimnya?"
  "Suatu tempat di Virginia."
  "Bagus." Mulutnya langsung terasa kering, la menyesap air dan berusaha
  menyembunyikan kegairahannya. "Kuharap itu tidak merepotkan."
  "Sama sekali tidak."
  "Aku akan mampir nanti untuk mengambilnya." "Aku ada di kantot dari pukul
  sebelas sampai
  setengah satu."
  "Bagus, terima kasih." Seteguk ait lagi. "Ingin tahu saja, sebesar apa
  paketnya?"
  Rudolph menggigiti pipanya dan berkata, "Ku-rang-lebih seukuran kotak cetutu."
  Hujan yang dingin turun sebelum tengah hari. Marco dan Ermanno sedang
  berjalan-jalan di lingkungan universitas dan menemukan tempat ber-teduh di
  bar yang tenang. Mereka menyelesaikan pelajaran lebih dini hari itu, terutama
  karena si murid belajar dengan giat. Ermanno selalu lebih suka pelajaran
  mereka cepat selesai.
  Karena Luigi belum datang untuk makan siang, Marco punya waktu bebas
  betjalan-jalan, dengan anggapan ia tidak diikuti. Namun ia tetap berhati-hati.
  Ia melakukan manuver melambung dan mengubah arah, dan merasa konyol
  seperti biasa. Konyol atau tidak, itu adalah prosedur standarnya sekarang. Di
  Via Zamboni, ia mengikuti arus sekelompok mahasiswa yang berjalan tak tentu
  arah. Di depan pintu gedung Fakultas Hukum, ia menyusup masuk dengan
  cepat, melompati beberapa anak tangga sekaligus, dan dalam beberapa detik
  sudah mengetuk pintu ruang kerja Rudolph yang terkuak.
  Rudolph duduk di depan mesin tik kunonya, mengetuk-ngetuk tuts, sibuk
  mengetik sesuatu yang tampak seperti surat pribadi. "Di sana," ujar Rudolph,
  menuding ke tumpukan barang-barang di atas meja yang kelihatannya sudah
  puluhan tahun tak pernah dibereskan. "Kotak cokelat yang paling atas."
  Marco mengambil paket itu dengan sebisa mungkin berlagak tak berminat
  sedikit pun. "Sekali lagi terima kasih, Rudolph," ujarnya, tapi Rudolph sudah
  sibuk lagi dan tampaknya sedang tidak ingin menerima tamu. Jelas sekali
  kedatangannya telah mengganggu.
  "Kembali," sahurnya dari balik bahu, menguarkan segumpal awan asap dari
  pipanya.
  "Apakah ada kamar kecil di dekat sini?" tanya Marco.
  "Di lorong, sebelah kiri." "Trims. Sampai ketemu." Ada urinoar kuno dan tiga
  bilik kayu di dalamnya. Marco masuk ke bilik paling jauh, mengunci pintu,
  menurunkan dudukan toilet, dan duduk di sana. Dengan hati-hati, ia membuka
  paket itu dan
  pembuka lipatan kertas-kertas yang menyertainya, kembar yang pertama
  adalah secarik kertas putih polos tanpa kepala surat. Ketika melihat kata-kata
  Dear Marco, ia nyaris menangis.
  Dear Marco:
  Tak perlu dikatakan lagi bahwa aku sangat gembira mendengar kabar
  darimu. Aku bersyukur pada Tuhan ketika mendengar berita kau dibebaskan
  dan aku berdoa untuk keselamatanmu sekarang. Seperti yang kauketahui, aku
  bersedia melakukan apa pun untuk membantu.
  Di dalam paket ini terdapat smattphone yang sangat canggih. Teknologi
  ponsel dan Internet di Eropa lebih maju daripada kita, jadi alat ini akan
  memadai untuk digunakan di sana. Aku sudah menuliskan instruksi di kertas
  yang lain. Aku tahu kedengarannya rumit sekali, tapi sebenarnya tidak.
  Jangan mencoba menelepon dengan ponsel ini-terlalu mudah dilacak. Lagi
  pula, kau harus memberikan nama dan berlangganan. Satu-satunya jalan adalah
  e-mail Dengan menggunakan KwyteMail yang disandikan, pesan-pesan kita tidak
  mungkin dilacak. Kusarankan kau mengirim e-mail hanya padaku. Aku yang
  kemudian akan meneruskannya.
  Di sini, aku memiliki laptop baru yang kusimpan di dekatku setiap waktu.
  Kita akan berhasil, Marco. Percayalah padaku. Begitu kau bisa online, e-mail
  aku dan kita akan bercakap-cakap. Semoga berbasil, Grinch.
  (5 Maret)
  Grinch? Pasti semacam sandi. Ia tidak menggunakan nama asli mereka.
  Marco mengamari alat canggih itu, b
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>