Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
„Tetapi kesabaran itu ada batasnya,” kata Chun San
pula. „Maka setelah melihat bahwa perbuatanku yang
mengalah itu jadi berbalik dianggap pengecut, aku
jadi sengit. Aku mulai menyerang dengan ilmu-ilmu
pukulan yang ringan, tetapi semakin lama semakin
berat, sehingga akhirnya aku telah keluarkan ilmu-
ilmu pukulan sangat lihay seperti apa yang kupernah
ajarkan kepadamu.” (Sambil menggerakkan kaki
tangannya, Chun San menoleh pada Lie Poan Thian).
„Paling belakang, pada sebelum ia keburu berteriak
meminta ampun, jari tanganku yang menyamber
seperti kilat cepatnya telah tiba di bagian geger
kirinya. Ia berteriak dan jatuh pingsan dengan tiga
buah tulang iganya patah!” (Chun San tertawa).
Lie Poan Thian kelihatan bernapas lega, hingga sambil
berbangkit dari tempat duduknya ia menyoja pada An
Chun San dan berkata: „Itulah justeru ada bagian
paling setimpal yang ia harus dapatkan! Aku harus
mengucap „Kiong-hie” atas kemenangan guruku.”
Chun San yang dipuji-puji jadi semakin mangkak.
„Sebetulnya masih untung ia dirobohkan dalam cara
begitu dan dengan disodok iganya,” ia berkata sambil
pelembungi dada. „Kalau ia kena kutendang, ia akan
putus jiwanya di seketika itu juga!”
Mendengar penuturan itu, Poan Thian dan ayahnya
jadi sangat kagum atas kepandaian sang guru yang
maha dahsyat itu.
„Banyak jagoan-jagoan di kalangan Kang-ouw yang
mendengar betapa lihaynya ilmu tendanganku,” Chun
San melanjutkan ceritanya dengan penuh semangat,
„telah sengaja mengunjungi kepadaku, dengan
maksud buat minta diajarkan ilmu tendangan itu,
tetapi aku menyatakan berkeberatan, berhubung
kuatir nanti dipergunakan dengan sembar angan oleh
mereka itu, hingga akhirnya aku sendirilah yang akan
tanggung dosanya.”
Poan Thian jadi heran dan berbalik tanya kepada sang
guru itu: „Suhu,” katanya, „aku sungguh tidak mengerti
dengan maksud omonganmu tadi. Cara
bagaimanakah perbuatan orang lain bisa ditanggung
olehmu, sedangkan kau sendiri ada kemungkinan
tidak tahu-menahu tentang perbuatan sesuatu orang
itu?”
„Ya, itu memang kelihatannya tidak menjadi soal
penting,” kata An Chun San, „tetapi sudah terang
bahwa setiap orang yang menerima pelajaran ilmu
menendang dari aku, dengan sendirinya berarti suatu
kedosaan bagi diriku, apabila besok atau lusa ia
menendang orang sehingga mati, karena ilmu
tendangan itu adalah aku sendiri yang
menciptakannya, bukan boleh meniru dari orang lain.”
Lie Poan Thian mengangguk-anggukkan kepalanya
selaku orang yang berpikir, tetapi ia tak coba
berdeging lebih jauh, meskipun di dalam hatinya ia
merasa kurang puas dengan jawaban gurunya itu.
Sementara An Chun San yang melihat Poan Thian
berdiam sejurus, ia kuatir kalau murid itu minta
diajarkan ilmu tendangan yang dikatakan olehnya
tadi, maka buat mencegah kejadian-kejadian lain
yang akan menunjuk „tembaga” kepandaiannya, lalu
buru-buru ia tersenyum sambil mengatakan: „Ilmu
tendangan ini akan kuturunkan kepadamu nanti
diakhir tahun pelajaran kedua.”
Oleh karena Lie Poan Thian justeru hendak minta
diajarkan ilmu tendangan itu, maka terpaksa ia tutup
mulut dan mesti menunggu sampai lain tahun, dan
itulah ada jalan pertama yang telah mendorong dia
akan menciptakan ilmu tendangan baru, dengan
mana dikemudian hari dia menjagoi di daerah lima
propinsi utara.
Lie Poan Thian yang berotak sangat terang, disamping
meyakinkan ilmu silat yang diajarkan oleh An Chun
San, juga dengan diam-diam ia telah coba
menyempurnakan sendiri ilmu-ilmu silat yang
dirasanya masih terdapat bagian yang lemah dan
mudah diserang oleh ilmu silat lain.
Pada suatu hari ketika Poan Thian minta diajarkan
ilmu tendangan yang begitu diagulkan oleh An Chun
San, dengan perasaan kurang enak sang guru itu
telah berkata: „Belum boleh, belum boleh, karena
ilmu-ilmu pukulan yang sekarang kau belum dapat
yakinkan sehingga paham betul, cara bagaimana bisa
dicampur aduk dengan pelajaran-pelajaran lain yang
sifatnya jauh lebih sukar daripada itu?”
Poan
http://cerita-silat.mywapblog.com
Thian dilahir tidak coba membantah omongan
gurunya, tetapi di dalam hati ia merasa sangat kurang
puas, oleh sebab itu, selanjutnya ia belajar dengan
terlebih giat, sehingga lama kelamaan Chun San jadi
kuatir sekali, akan ilmu kepandaiannya sendiri
akhirnya kena terdesak oleh sang murid. Buat
mengaku yang ia sudah hampir kehabisan „kunci”
untuk mengajarkan pada sang murid, sudah tentu
saja tak mau ia berbuat begitu. Karena jikalau ia
berhenti mengajar ilmu silat kepada Lie Poan Thian, ia
kuatir tak akan mendapat pekerjaan lain yang
terlebih menyenangkan. Tetapi, apa akal sekarang?
Pikir punya pikir, akhirnya didapatilah suatu akal
untuk memperpanjang tempo bekerjanya dengan
jalan memberikan pelajaran lebih sedikit kepada
muridnya. Oleh karena itu, dapatlah Chun San
berdiam enam bulan pula lamanya di rumah keluarga
Lie itu.
Pada suatu hari di musim dingin, selagi orang enak
berminum arak yang hangat di muka perapian, adalah
Lie Poan Thian sedang asyiknya melatih ilmu silat
ciptaannya di tengah pelataran halaman rumahnya.
Dalam pada itu An Chun San yang menyaksikan
perbuatan muridnya dari kejauhan, diam-diam merasa
heran dan menduga-duga, ilmu silat apa itu yang
sedang diyakinkan oleh Lie Poan Thian.
Ia ingat pernah mengajarkan beberapa banyak
macam ilmu pukulan pada sang murid itu, tetapi ini
satu agak berlainan dengan apa yang ia telah pernah
ajarkan. Betul di beberapa bagian dari ilmu silat yang
sedang diyakinkannya itu mirip dengan ilmu pukulan
Song-cong-koan, tetapi perubahan selanjutnya agak
asing bagi pengetahuannya di kalangan itu. „Apakah
gerangan nama aslinya ilmu pukulan ini?” An Chun
San bertanya pada diri sendiri. Tetapi biarpun ia
berpikir bolak-balik, tidak juga ia ketahui apa
namanya ilmu pukulan yang sedang diyakinkan oleh
sang murid itu.
Ia sama sekali tidak menyangka bahwa semua itu
adalah hasil daripada ciptaan Lie Poan Thian, yang
telah didapat dengan berdasarkan pelajaran-pelajaran
yang telah diberikan olehnya sendiri.
Lebih jauh ia telah menyaksikan bagai mana kerasnya
di waktu Poan Thian menendang, hingga angin
tendangan itu bersuara dan terdengar olehnya yang
terpisah dari tempat berlatih kira-kira duaratus tindak
jauhnya.
Chun San jadi sangat memuji di dalam hatinya. Tetapi
berbareng dengan itu, ia jadi kuatir juga akan mesti
lekas berlalu dari rumah itu, jikalau nanti Poan Thian
telah paham benar dalam pelajaran-pelajaran
silatnya.
Sekarang ia telah menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri, alangkah pesatnya Poan Thian
telah peroleh kemajuan dalam pelajarannya.
Chun San menghela napas dengan berat, apabila ia
memikirkan itu semua, tetapi tidak urung akhirnya ia
memanggil-manggil juga kepada Poan Thian yang
sedang bersilat itu.
Poan Thian lalu berhenti bersilat dan lekas menoleh ke
belakang. Ketika menampak gurunya berdiri dari
kejauhan, buru-buru ia mengunjukkan hormatnya dan
tersenyum sambil berkata: „Oh, pada sangkaku siapa,
tidak tahunya guruku sendiri. Belum tahu barusan
Suhu memanggil aku ada petunjuk apakah yang
hendak disampaikan kepadaku?”
„Ilmu silat Song-cong-koan yang telah kau
pertunjukkan tadi,” kata Chun San, „ternyata kurang
benar dan banyak bagian yang masih perlu diperbaiki.
Dalam waktu orang mempertunjukkan ilmu pukulan
ini, bukan saja tenaga yang dikeluarkan harus cukup
kuat, tetapi juga segala gerakannya pun tidak boleh
dilakukan menyimpang daripada ketentuan-ketentuan
yang memangnya sudah ada sedari dahulu. Maka dari
sebab itu juga, kau harus ketahui dan perhatikan
dengan sebaik-baiknya, bahwa titik kepentingannya
ilmu ini ialah untuk dipakai memukul saluran darah
Kie-hun-hiat. Musuh yang kena terpukul dengan ilmu
pukulan Song-cong-koan ini, walaupun tidak mati
seketika itu juga, akan tetapi sudah pasti dia akan
menderita luka berat. Maka jikalau pemukulan itu
dilakukan kurang tepat dan tidak cukup kuat, selain
pihak musuh tidak sampai mengalami kesukaran apa-
apa, malah diri kita sendiri bisa berbalik di
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
„Tetapi kesabaran itu ada batasnya,” kata Chun San
pula. „Maka setelah melihat bahwa perbuatanku yang
mengalah itu jadi berbalik dianggap pengecut, aku
jadi sengit. Aku mulai menyerang dengan ilmu-ilmu
pukulan yang ringan, tetapi semakin lama semakin
berat, sehingga akhirnya aku telah keluarkan ilmu-
ilmu pukulan sangat lihay seperti apa yang kupernah
ajarkan kepadamu.” (Sambil menggerakkan kaki
tangannya, Chun San menoleh pada Lie Poan Thian).
„Paling belakang, pada sebelum ia keburu berteriak
meminta ampun, jari tanganku yang menyamber
seperti kilat cepatnya telah tiba di bagian geger
kirinya. Ia berteriak dan jatuh pingsan dengan tiga
buah tulang iganya patah!” (Chun San tertawa).
Lie Poan Thian kelihatan bernapas lega, hingga sambil
berbangkit dari tempat duduknya ia menyoja pada An
Chun San dan berkata: „Itulah justeru ada bagian
paling setimpal yang ia harus dapatkan! Aku harus
mengucap „Kiong-hie” atas kemenangan guruku.”
Chun San yang dipuji-puji jadi semakin mangkak.
„Sebetulnya masih untung ia dirobohkan dalam cara
begitu dan dengan disodok iganya,” ia berkata sambil
pelembungi dada. „Kalau ia kena kutendang, ia akan
putus jiwanya di seketika itu juga!”
Mendengar penuturan itu, Poan Thian dan ayahnya
jadi sangat kagum atas kepandaian sang guru yang
maha dahsyat itu.
„Banyak jagoan-jagoan di kalangan Kang-ouw yang
mendengar betapa lihaynya ilmu tendanganku,” Chun
San melanjutkan ceritanya dengan penuh semangat,
„telah sengaja mengunjungi kepadaku, dengan
maksud buat minta diajarkan ilmu tendangan itu,
tetapi aku menyatakan berkeberatan, berhubung
kuatir nanti dipergunakan dengan sembar angan oleh
mereka itu, hingga akhirnya aku sendirilah yang akan
tanggung dosanya.”
Poan Thian jadi heran dan berbalik tanya kepada sang
guru itu: „Suhu,” katanya, „aku sungguh tidak mengerti
dengan maksud omonganmu tadi. Cara
bagaimanakah perbuatan orang lain bisa ditanggung
olehmu, sedangkan kau sendiri ada kemungkinan
tidak tahu-menahu tentang perbuatan sesuatu orang
itu?”
„Ya, itu memang kelihatannya tidak menjadi soal
penting,” kata An Chun San, „tetapi sudah terang
bahwa setiap orang yang menerima pelajaran ilmu
menendang dari aku, dengan sendirinya berarti suatu
kedosaan bagi diriku, apabila besok atau lusa ia
menendang orang sehingga mati, karena ilmu
tendangan itu adalah aku sendiri yang
menciptakannya, bukan boleh meniru dari orang lain.”
Lie Poan Thian mengangguk-anggukkan kepalanya
selaku orang yang berpikir, tetapi ia tak coba
berdeging lebih jauh, meskipun di dalam hatinya ia
merasa kurang puas dengan jawaban gurunya itu.
Sementara An Chun San yang melihat Poan Thian
berdiam sejurus, ia kuatir kalau murid itu minta
diajarkan ilmu tendangan yang dikatakan olehnya
tadi, maka buat mencegah kejadian-kejadian lain
yang akan menunjuk „tembaga” kepandaiannya, lalu
buru-buru ia tersenyum sambil mengatakan: „Ilmu
tendangan ini akan kuturunkan kepadamu nanti
diakhir tahun pelajaran kedua.”
Oleh karena Lie Poan Thian justeru hendak minta
diajarkan ilmu tendangan itu, maka terpaksa ia tutup
mulut dan mesti menunggu sampai lain tahun, dan
itulah ada jalan pertama yang telah mendorong dia
akan menciptakan ilmu tendangan baru, dengan
mana dikemudian hari dia menjagoi di daerah lima
propinsi utara.
Lie Poan Thian yang berotak sangat terang, disamping
meyakinkan ilmu silat yang diajarkan oleh An Chun
San, juga dengan diam-diam ia telah coba
menyempurnakan sendiri ilmu-ilmu silat yang
dirasanya masih terdapat bagian yang lemah dan
mudah diserang oleh ilmu silat lain.
Pada suatu hari ketika Poan Thian minta diajarkan
ilmu tendangan yang begitu diagulkan oleh An Chun
San, dengan perasaan kurang enak sang guru itu
telah berkata: „Belum boleh, belum boleh, karena
ilmu-ilmu pukulan yang sekarang kau belum dapat
yakinkan sehingga paham betul, cara bagaimana bisa
dicampur aduk dengan pelajaran-pelajaran lain yang
sifatnya jauh lebih sukar daripada itu?”
Poan
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
Thian dilahir tidak coba membantah omongan
gurunya, tetapi di dalam hati ia merasa sangat kurang
puas, oleh sebab itu, selanjutnya ia belajar dengan
terlebih giat, sehingga lama kelamaan Chun San jadi
kuatir sekali, akan ilmu kepandaiannya sendiri
akhirnya kena terdesak oleh sang murid. Buat
mengaku yang ia sudah hampir kehabisan „kunci”
untuk mengajarkan pada sang murid, sudah tentu
saja tak mau ia berbuat begitu. Karena jikalau ia
berhenti mengajar ilmu silat kepada Lie Poan Thian, ia
kuatir tak akan mendapat pekerjaan lain yang
terlebih menyenangkan. Tetapi, apa akal sekarang?
Pikir punya pikir, akhirnya didapatilah suatu akal
untuk memperpanjang tempo bekerjanya dengan
jalan memberikan pelajaran lebih sedikit kepada
muridnya. Oleh karena itu, dapatlah Chun San
berdiam enam bulan pula lamanya di rumah keluarga
Lie itu.
Pada suatu hari di musim dingin, selagi orang enak
berminum arak yang hangat di muka perapian, adalah
Lie Poan Thian sedang asyiknya melatih ilmu silat
ciptaannya di tengah pelataran halaman rumahnya.
Dalam pada itu An Chun San yang menyaksikan
perbuatan muridnya dari kejauhan, diam-diam merasa
heran dan menduga-duga, ilmu silat apa itu yang
sedang diyakinkan oleh Lie Poan Thian.
Ia ingat pernah mengajarkan beberapa banyak
macam ilmu pukulan pada sang murid itu, tetapi ini
satu agak berlainan dengan apa yang ia telah pernah
ajarkan. Betul di beberapa bagian dari ilmu silat yang
sedang diyakinkannya itu mirip dengan ilmu pukulan
Song-cong-koan, tetapi perubahan selanjutnya agak
asing bagi pengetahuannya di kalangan itu. „Apakah
gerangan nama aslinya ilmu pukulan ini?” An Chun
San bertanya pada diri sendiri. Tetapi biarpun ia
berpikir bolak-balik, tidak juga ia ketahui apa
namanya ilmu pukulan yang sedang diyakinkan oleh
sang murid itu.
Ia sama sekali tidak menyangka bahwa semua itu
adalah hasil daripada ciptaan Lie Poan Thian, yang
telah didapat dengan berdasarkan pelajaran-pelajaran
yang telah diberikan olehnya sendiri.
Lebih jauh ia telah menyaksikan bagai mana kerasnya
di waktu Poan Thian menendang, hingga angin
tendangan itu bersuara dan terdengar olehnya yang
terpisah dari tempat berlatih kira-kira duaratus tindak
jauhnya.
Chun San jadi sangat memuji di dalam hatinya. Tetapi
berbareng dengan itu, ia jadi kuatir juga akan mesti
lekas berlalu dari rumah itu, jikalau nanti Poan Thian
telah paham benar dalam pelajaran-pelajaran
silatnya.
Sekarang ia telah menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri, alangkah pesatnya Poan Thian
telah peroleh kemajuan dalam pelajarannya.
Chun San menghela napas dengan berat, apabila ia
memikirkan itu semua, tetapi tidak urung akhirnya ia
memanggil-manggil juga kepada Poan Thian yang
sedang bersilat itu.
Poan Thian lalu berhenti bersilat dan lekas menoleh ke
belakang. Ketika menampak gurunya berdiri dari
kejauhan, buru-buru ia mengunjukkan hormatnya dan
tersenyum sambil berkata: „Oh, pada sangkaku siapa,
tidak tahunya guruku sendiri. Belum tahu barusan
Suhu memanggil aku ada petunjuk apakah yang
hendak disampaikan kepadaku?”
„Ilmu silat Song-cong-koan yang telah kau
pertunjukkan tadi,” kata Chun San, „ternyata kurang
benar dan banyak bagian yang masih perlu diperbaiki.
Dalam waktu orang mempertunjukkan ilmu pukulan
ini, bukan saja tenaga yang dikeluarkan harus cukup
kuat, tetapi juga segala gerakannya pun tidak boleh
dilakukan menyimpang daripada ketentuan-ketentuan
yang memangnya sudah ada sedari dahulu. Maka dari
sebab itu juga, kau harus ketahui dan perhatikan
dengan sebaik-baiknya, bahwa titik kepentingannya
ilmu ini ialah untuk dipakai memukul saluran darah
Kie-hun-hiat. Musuh yang kena terpukul dengan ilmu
pukulan Song-cong-koan ini, walaupun tidak mati
seketika itu juga, akan tetapi sudah pasti dia akan
menderita luka berat. Maka jikalau pemukulan itu
dilakukan kurang tepat dan tidak cukup kuat, selain
pihak musuh tidak sampai mengalami kesukaran apa-
apa, malah diri kita sendiri bisa berbalik di
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek