Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
celakai
olehnya. Kita pasti tak akan keburu menggunakan
ilmu pukulan lain buat menjaga diri kita. Itulah
bahayanya yang bisa diterbitkan oleh karena akibat
kekeliruan-kekeliruan seperti apa yang telah
ditunjukkan olehmu tadi.”
Lie Poan Thian jadi melengak ketika mendengar
keterangan begitu. Karena menurut keterangan-
keterangan Chun San tadi, seolah-olah ia hendak
mengatakan bahwa gerak-geriknya musuh harus
mengimbangi jalannya ilmu pukulan Song-cong-koan
itu, tetapi bukanlah ilmu pukulan itu yang harus
disesuaikan jalannya untuk dapat merobohkan
musuh.
Musuh itu bukan boneka, dan ia pasti tidak tinggal
diam apabila pihak musuh mendadak mengganti
taktik dengan mengajukan lain macam ilmu pukulan.
Tetapi dimanakah ada ilmu pukulan yang bisa
dijalankan terus-menerus dari awal sehi ngga diakhir
di dalam suatu pertempuran?
Keterangan itu memang agak bo-ceng-lie dan bisa
menerbitkan buah tertawaan orang, tetapi Poan Thian
tidak berani berbantahan dan segera mengulangi pula
ilmu Song-cong-koan tadi menuruti petunjuk-petunjuk
Chun San yang sudah-sudah. Dan setelah selesai
menjalankan ilmu pukulan tersebut, barulah ia
menanyakan pendapat gurunya tentang ilmu pukulan
itu.
Tetapi Chun San lalu menggelengkan kepalanya
sambil berkata: „Belum sempurna, walaupun itu boleh
dikatakan lebih baik daripada tadi.”
Lebih jauh buat membenarkan kekeliruan-kekeliruan
yang telah diperbuat Poan Thian itu, maka Chun San
lalu memberikan segala petunjuk yang, perlu dengan
lisan dan praktek. Kemudian dengan menggunakan
ilmu Song-cong-koan itu ia memukul sebuah pohon liu
yang besar garis tengahnya sepelukan orang, hingga
badan pohon yang bergoncang-goncang karena
menerima pukulan Chun San yang begitu keras, telah
menyebabkan juga banyak daunnya yang sudah tua
jatuh terserak ke muka bumi.
„Nah, kau lihat itu,” kata guru silat itu dengan
perasaan bangga atas kekuatan tenaganya sendiri.
„Dengan menyaksikan pada kejadian ini, tentulah kau
bisa pikir sendiri berapa besarnya tenagaku. Maka
biarpun musuh berotot besi atau bertulang tembaga
juga, niscaya tak akan tahan dia menerima pukulan-
pukulan semacam itu!”
An Chun San tertawa bergelak-gelak sesudah berkata
begitu.
Sementara Lie Poan Thian yang menyaksikan
kekuatannya sang guru, juga kelihatan kagum dan
memuji tidak sudahnya. „Tetapi, Suhu,” kata sang
murid, „cara bagaimanakah kita harus
menghindarkannya, apabila pihak musuh kita yang
menggunakannya ilmu Song-cong-koan itu?”
An Chun San lalu menjawab dengan sembarangan,
karena ilmu kepandaiannya memang masih sangat
terbatas. „Oleh karena ilmu pukulan demikian pasti
akan dilakukan dengan tenaga sepenuh-penuhnya,”
kata sang guru. “maka tidak boleh kita tangkis
dengan sembarangan. Kita bisa celaka sendiri apabila
kita berlaku kurang sebat untuk menghindarkannya,
maka buat dapat meloloskan diri daripada pukulan itu,
aku pujikan supaya kau pergunakan ilmu pukulan
„Gan-lok-peng-see” (burung meliwis jatuh di pasir
rata). Ini harus kau perhatikan betul-betul. Bukankah
ilmu, „Gan-lok-peng-see” ini sudah pernah kuajarkan
kepadamu?” Chun San melanjutkan bicaranya.
Poan Thian mengangguk. „Ya,” sahutnya.
„Apakah engkau masih ingat cara bagaimana
mempergunakannya?”
„Masih ingat, masih ingat,” sahut sang murid.
Selanjutnya karena merasa senang pasang omong
tentang ilmu silat, maka Poan Thian lalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain kepada sang guru.
„Suhu, bagaimana kita harus memecahkan ilmu
pukulan „Sian-jin-ciauw-ciang”?” tanyanya kemudian.
(Sian-jin-ciauw-ciang artinya Sang dewa
membentangkan telapak tangan).
http://cerita-silat.mywapblog.com
1.02. Kesombongan Guru Yang Pahit
„Pergunakanlah tipu „Hun-kim-siu” (Muslihat membagi
emas),” sahut yang ditanya dengan tidak ragu-ragu
lagi. „Sebab tipu silat yang kau katakan barusan itu,
pada umumnya dipergunakan untuk menyerang
dengan berturut-turut di waktu bertempur dengan
musuh. Maka apabila orang menggunakan ilmu
pukulan Hun-kim-siu buat menimpalinya, niscaya
pihak musuh akan mengalami lebih bany ak celaka
daripada selamat!”
„Tetapi Tee-cu sendiri telah mendapat suatu jalan lain
yang agak berbedaan dengan pendapat Suhu tadi,”
katanya, „dan cara inipun dapat dipergunakan, untuk
memecahkan tipu Sian-jin-ciauw-ciang itu.”
An Chun San yang mendengar omongan sang murid,
mendadak tampaknya jadi kurang senang.
„Kurang ajar benar anak ini,” demikianlah pikirnya.
„hingga baru saja belajar ilmu silat setahun lebih, ia
sudah mengunjuk tingkah laku yang begitu sombong!
Ia seolah-olah mau lebih menang daripadaku yang
menjadi gurunya. Maka apabila aku tidak ajar sedikit
adat, tentulah selanjutnya ia bisa khoa-bo
(memandang enteng) kepadaku.” Oleh sebab itu ia
berkata: „Apakah yang kau katakan barusan itu
benar-benar?”
Poan Thian menetapkan perkataannya dengan
mengatakan: „Ya, benar.”
An Chun San jadi semakin mendongkol mendengar
jawaban itu, karena itu baginya boleh dianggap
sebagai suatu tantangan.
„Kalau begitu, baiklah!” katanya. „Aku hendak melihat
cara hagaimana engkau akan menghindarkan dirimu,
apabila aku menyerang kepadamu dengan tipu Sian-
jin-ciauw-ciang!”
Lalu ia maju mendekati kepada sang murid. Hampir
dalam saat itu juga Chun San lalu mengayunkan
tangan kirinya ke depan muka Lie Poan Thian, yang
maksudnya untuk membikin terkesiap hati orang,
sedang tangan kanannya yang menyusul dengan
cepat, dimaksudkan untuk memukul jalan darah Thay-
yang-hiat pada bagian pilingan murid itu. Serangan itu
telah dilakukan oleh An Chun San dengan gerakan
yang luar biasa cepatnya!
Dalam pada itu Chun San percaya, bahwa Poan Thian
tidak akan mampu memecahkan seran gan-serangan
itu, jikalau bukan menggunakan ilmu Hun-kim-siu
yang pernah diajarkannya.
Tetapi dugaan itu ternyata meleset.
Poan Thian bukan saja tidak menggunakan tipu Hun-
kim-siu barang sedikit, malah gerakannya untuk
menghindarkan diripun jauh berbeda daripada apa
yang pernah diimpikan oleh An Chun San sendiri.
Sang murid ini ternyata tidak melakukan penangkisan
menurut cara yang pernah diajarkannya itu!
Hal mana, sudah tentu saja, telah bikin Chun San jadi
semakin mendongkol!
Buat menghindarkan pukulan itu, Poan Thian bukan
berkelit atau mengegos, hanyalah segera membuang
diri ke belakang, tetapi berbareng dengan itu, kedua
kakinya lalu dikasih bekerja untuk menyapu ke arah
kakinya An Chun San.
Sang guru jadi terkejut, ia tidak tahu dari mana Poan
Thian dapat pelajarkan ilmu tendangan yang baginya
masih agak asing ini.
Buru-buru ia berlompat buat mengasih lewat sebelah
kakinya Poan Thian yang menyamber kepadanya itu.
Tetapi sebegitu lekas kakinya menginjak tanah, kaki
Poan Thian yang menyamber balik telah bikin Chun
San jadi gelagapan!
„Celaka!” ia berteriak di dalam hati.
Ia sama sekali tak menduga, bahwa muridnya dapat
melakukan ilmu tendangan selihay itu!
Akan menghindarkan diri dari tendangan musuh
dengan jalan melompat ke atas, itulah bukan
pekerjaan yang terlalu sukar; tetapi buat
menghindarkan tendangan musuh yang menyamber
di waktu kita akan menginjak tanah, itulah
sesungguhnya ada saat yang paling berbahaya bagi
kita. Dan itulah justeru ada di bagian ini yang Poan
Thian telah mengambil ketika untuk menjajal
kesebatan gurunya.
Maka sebegitu lekas saat yang tegang itu telah
sampai, sekonyong-konyong An Chun San terdengar
berteriak: „Ayaah!” yang kemudian disusul dengan
suara-suara „plak!” .,sret!” „gedebuk!”
An Chun San yang telah terkena tendangan sang
murid, tidak berbeda dengan daun-daun kering yang
tertiup angin, ia terlempar jauh sekali d
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
celakai
olehnya. Kita pasti tak akan keburu menggunakan
ilmu pukulan lain buat menjaga diri kita. Itulah
bahayanya yang bisa diterbitkan oleh karena akibat
kekeliruan-kekeliruan seperti apa yang telah
ditunjukkan olehmu tadi.”
Lie Poan Thian jadi melengak ketika mendengar
keterangan begitu. Karena menurut keterangan-
keterangan Chun San tadi, seolah-olah ia hendak
mengatakan bahwa gerak-geriknya musuh harus
mengimbangi jalannya ilmu pukulan Song-cong-koan
itu, tetapi bukanlah ilmu pukulan itu yang harus
disesuaikan jalannya untuk dapat merobohkan
musuh.
Musuh itu bukan boneka, dan ia pasti tidak tinggal
diam apabila pihak musuh mendadak mengganti
taktik dengan mengajukan lain macam ilmu pukulan.
Tetapi dimanakah ada ilmu pukulan yang bisa
dijalankan terus-menerus dari awal sehi ngga diakhir
di dalam suatu pertempuran?
Keterangan itu memang agak bo-ceng-lie dan bisa
menerbitkan buah tertawaan orang, tetapi Poan Thian
tidak berani berbantahan dan segera mengulangi pula
ilmu Song-cong-koan tadi menuruti petunjuk-petunjuk
Chun San yang sudah-sudah. Dan setelah selesai
menjalankan ilmu pukulan tersebut, barulah ia
menanyakan pendapat gurunya tentang ilmu pukulan
itu.
Tetapi Chun San lalu menggelengkan kepalanya
sambil berkata: „Belum sempurna, walaupun itu boleh
dikatakan lebih baik daripada tadi.”
Lebih jauh buat membenarkan kekeliruan-kekeliruan
yang telah diperbuat Poan Thian itu, maka Chun San
lalu memberikan segala petunjuk yang, perlu dengan
lisan dan praktek. Kemudian dengan menggunakan
ilmu Song-cong-koan itu ia memukul sebuah pohon liu
yang besar garis tengahnya sepelukan orang, hingga
badan pohon yang bergoncang-goncang karena
menerima pukulan Chun San yang begitu keras, telah
menyebabkan juga banyak daunnya yang sudah tua
jatuh terserak ke muka bumi.
„Nah, kau lihat itu,” kata guru silat itu dengan
perasaan bangga atas kekuatan tenaganya sendiri.
„Dengan menyaksikan pada kejadian ini, tentulah kau
bisa pikir sendiri berapa besarnya tenagaku. Maka
biarpun musuh berotot besi atau bertulang tembaga
juga, niscaya tak akan tahan dia menerima pukulan-
pukulan semacam itu!”
An Chun San tertawa bergelak-gelak sesudah berkata
begitu.
Sementara Lie Poan Thian yang menyaksikan
kekuatannya sang guru, juga kelihatan kagum dan
memuji tidak sudahnya. „Tetapi, Suhu,” kata sang
murid, „cara bagaimanakah kita harus
menghindarkannya, apabila pihak musuh kita yang
menggunakannya ilmu Song-cong-koan itu?”
An Chun San lalu menjawab dengan sembarangan,
karena ilmu kepandaiannya memang masih sangat
terbatas. „Oleh karena ilmu pukulan demikian pasti
akan dilakukan dengan tenaga sepenuh-penuhnya,”
kata sang guru. “maka tidak boleh kita tangkis
dengan sembarangan. Kita bisa celaka sendiri apabila
kita berlaku kurang sebat untuk menghindarkannya,
maka buat dapat meloloskan diri daripada pukulan itu,
aku pujikan supaya kau pergunakan ilmu pukulan
„Gan-lok-peng-see” (burung meliwis jatuh di pasir
rata). Ini harus kau perhatikan betul-betul. Bukankah
ilmu, „Gan-lok-peng-see” ini sudah pernah kuajarkan
kepadamu?” Chun San melanjutkan bicaranya.
Poan Thian mengangguk. „Ya,” sahutnya.
„Apakah engkau masih ingat cara bagaimana
mempergunakannya?”
„Masih ingat, masih ingat,” sahut sang murid.
Selanjutnya karena merasa senang pasang omong
tentang ilmu silat, maka Poan Thian lalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain kepada sang guru.
„Suhu, bagaimana kita harus memecahkan ilmu
pukulan „Sian-jin-ciauw-ciang”?” tanyanya kemudian.
(Sian-jin-ciauw-ciang artinya Sang dewa
membentangkan telapak tangan).
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
1.02. Kesombongan Guru Yang Pahit
„Pergunakanlah tipu „Hun-kim-siu” (Muslihat membagi
emas),” sahut yang ditanya dengan tidak ragu-ragu
lagi. „Sebab tipu silat yang kau katakan barusan itu,
pada umumnya dipergunakan untuk menyerang
dengan berturut-turut di waktu bertempur dengan
musuh. Maka apabila orang menggunakan ilmu
pukulan Hun-kim-siu buat menimpalinya, niscaya
pihak musuh akan mengalami lebih bany ak celaka
daripada selamat!”
„Tetapi Tee-cu sendiri telah mendapat suatu jalan lain
yang agak berbedaan dengan pendapat Suhu tadi,”
katanya, „dan cara inipun dapat dipergunakan, untuk
memecahkan tipu Sian-jin-ciauw-ciang itu.”
An Chun San yang mendengar omongan sang murid,
mendadak tampaknya jadi kurang senang.
„Kurang ajar benar anak ini,” demikianlah pikirnya.
„hingga baru saja belajar ilmu silat setahun lebih, ia
sudah mengunjuk tingkah laku yang begitu sombong!
Ia seolah-olah mau lebih menang daripadaku yang
menjadi gurunya. Maka apabila aku tidak ajar sedikit
adat, tentulah selanjutnya ia bisa khoa-bo
(memandang enteng) kepadaku.” Oleh sebab itu ia
berkata: „Apakah yang kau katakan barusan itu
benar-benar?”
Poan Thian menetapkan perkataannya dengan
mengatakan: „Ya, benar.”
An Chun San jadi semakin mendongkol mendengar
jawaban itu, karena itu baginya boleh dianggap
sebagai suatu tantangan.
„Kalau begitu, baiklah!” katanya. „Aku hendak melihat
cara hagaimana engkau akan menghindarkan dirimu,
apabila aku menyerang kepadamu dengan tipu Sian-
jin-ciauw-ciang!”
Lalu ia maju mendekati kepada sang murid. Hampir
dalam saat itu juga Chun San lalu mengayunkan
tangan kirinya ke depan muka Lie Poan Thian, yang
maksudnya untuk membikin terkesiap hati orang,
sedang tangan kanannya yang menyusul dengan
cepat, dimaksudkan untuk memukul jalan darah Thay-
yang-hiat pada bagian pilingan murid itu. Serangan itu
telah dilakukan oleh An Chun San dengan gerakan
yang luar biasa cepatnya!
Dalam pada itu Chun San percaya, bahwa Poan Thian
tidak akan mampu memecahkan seran gan-serangan
itu, jikalau bukan menggunakan ilmu Hun-kim-siu
yang pernah diajarkannya.
Tetapi dugaan itu ternyata meleset.
Poan Thian bukan saja tidak menggunakan tipu Hun-
kim-siu barang sedikit, malah gerakannya untuk
menghindarkan diripun jauh berbeda daripada apa
yang pernah diimpikan oleh An Chun San sendiri.
Sang murid ini ternyata tidak melakukan penangkisan
menurut cara yang pernah diajarkannya itu!
Hal mana, sudah tentu saja, telah bikin Chun San jadi
semakin mendongkol!
Buat menghindarkan pukulan itu, Poan Thian bukan
berkelit atau mengegos, hanyalah segera membuang
diri ke belakang, tetapi berbareng dengan itu, kedua
kakinya lalu dikasih bekerja untuk menyapu ke arah
kakinya An Chun San.
Sang guru jadi terkejut, ia tidak tahu dari mana Poan
Thian dapat pelajarkan ilmu tendangan yang baginya
masih agak asing ini.
Buru-buru ia berlompat buat mengasih lewat sebelah
kakinya Poan Thian yang menyamber kepadanya itu.
Tetapi sebegitu lekas kakinya menginjak tanah, kaki
Poan Thian yang menyamber balik telah bikin Chun
San jadi gelagapan!
„Celaka!” ia berteriak di dalam hati.
Ia sama sekali tak menduga, bahwa muridnya dapat
melakukan ilmu tendangan selihay itu!
Akan menghindarkan diri dari tendangan musuh
dengan jalan melompat ke atas, itulah bukan
pekerjaan yang terlalu sukar; tetapi buat
menghindarkan tendangan musuh yang menyamber
di waktu kita akan menginjak tanah, itulah
sesungguhnya ada saat yang paling berbahaya bagi
kita. Dan itulah justeru ada di bagian ini yang Poan
Thian telah mengambil ketika untuk menjajal
kesebatan gurunya.
Maka sebegitu lekas saat yang tegang itu telah
sampai, sekonyong-konyong An Chun San terdengar
berteriak: „Ayaah!” yang kemudian disusul dengan
suara-suara „plak!” .,sret!” „gedebuk!”
An Chun San yang telah terkena tendangan sang
murid, tidak berbeda dengan daun-daun kering yang
tertiup angin, ia terlempar jauh sekali d
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek