Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - 10

$
0
0
Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf

Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap

yang hendak ditujunya itu.
  Namanya kelenteng itu ternyata dikenal cukup baik
  oleh setiap orang, bahkan nama Kak Seng Siang-jin
  pun tidak asing pula bagi penduduk kota itu. Maka
  dengan adanya kegampangan-kegampangan ini,
  tidaklah heran kalau dalam waktu yang singkat Poan
  Thian telah dapat ketemukan kelenteng itu, dimana
  ternyata banyak dikunjungi orang, yang keluar masuk
  di situ buat memasang hio atau membaya r kaul. Oleh
  sebab itu, keadaan di situ tidak berbeda dengan
  sebuah pasar kecil, dan ketika Poan Thian
  menanyakan pada salah seorang yang berjalan
  berpapasan dengannya, dimana tempat kediaman
  paderi kepala, orang itu lalu menunjuk ke sebuah
  ruangan sambil berkata: „Tu, di sana. Apakah kau ini
  ada seorang yang baru pernah berkunjung ke sini?”
  Poan Thian mengangguk sambil mengucapkan terima
  kasih, kemudian ia menuju ke ruangan yang ditunjuk
  itu.
  Di situ, karena melihat ada beberapa banyak orang
  yang duduk di bangku panjang, maka iapun lalu maju
  menghampiri, memberi hormat pada seorang yang
  berdekatan dan numpang duduk di dekatnya.
  Tatkala orang-orang itu seorang demi seorang telah
  pada berlalu, tinggallah Poan Thian saja seorang diri
  yang duduk di situ.
  Matahari sudah mulai silam ke barat, tetapi tidak
  tampak pula orang yang datang atau keluar
  menanyakan kepadanya.
  Oleh karena kesal duduk sekian lamanya di situ,
  maka Poan Thian lalu letakkan pauw-hok yang
  dibawanya ke atas meja yang terdekat, sedang ia
  sendiri lalu berjalan mondar-mandir di halaman itu,
  untuk menghilangkan sedikit rasa kesalnya.
  Tetapi setelah ditunggu-tunggu sampai hari petang,
  ternyata tidak juga tampak bayangannya barang satu
  manusia pun. Bahkan di luaran hanya terdengar suara
  kutu-kutu saja yang memecah kesunyian di dalam
  kelenteng itu.
  Poan Thian jadi heran dan tidak mengerti, apa sebab
  ia dijemur orang begitu rupa. Padahal kunjungannya
  itu diketahui serta dilihat oleh setiap orang.
  „Apakah barangkali aku disuruh menunggu dahulu
  beberapa saat lagi lamanya?” pikirnya ketika
  kemudian melihat beberapa orang paderi keluar
  memasang api lentera di serambi depan kelenteng.
  Salah seorang antara paderi-paderi itu yang melihat
  Poan Thian berdiri di situ, lalu menghampiri sambil
  bertanya: „Tuan, hari sudah hampir malam, tetapi
  mengapakah tuan masih ada di sini?”
  Poan Thian jadi kemekmek.
  „Aku sedang menantikan paderi kepala,” sahutnya.
  „Oh, kalau begitu,” kata sang paderi, „bolehlah tuan
  menunggu saja dahulu.”
  Poan Thian mengucap terima kasih, kemudian ia
  duduk pula sambil menahan perutnya yang sudah
  mulai keruyukan minta diisi.
  Beberapa jam kembali telah lewat. Dan ketika paderi
  tadi balik kembali dan masih saja melihat Poan Thian
  menjublek di situ, ia segera menghampiri dan
  bertanya, apakah guru mereka belum juga
  memberikan perkenan akan ia masuk?
  „Belum,” sahut Poan Thian. „Apakah Lo-suhu ada di
  dalam?”
  Paderi itu jadi heran.
  ,,Aku sungguh bisa mengerti apa maksudmu itu,”
  katanya, „apakah barangkali kau belum memberi
  tahukan kepada paderi pengawas pintu, bahwa kau
  minta bertemu kepada guruku?”
  Poan Thian menggelengkan kepalanya.
  „Ti..... tidak,” sahutnya. „Barusan aku melihat orang
  berkumpul di sini, dari itu, akupun lalu turut duduk di
  sini. Seorang demi seorang mereka masuk ke pintu
  sana,” (sambil menunjuk pintu dihadapannya). “tetapi
  tidak tampak seorang pun yang keluar kembali.
  Kukira aku mesti menunggu giliran di sini, maka aku
  menunggu dan menunggu. Sehingga hari sudah
  petang begini, belum juga ada orang memanggil
  masuk kepadaku.”
  Mendengar keterangan demikian sang paderi jadi
  tertawa terbahak-bahak. Kemudian ia
  memberitahukan bahwa di ruangan itu memang
  banyak orang yang menunggu giliran buat.....
  menanyakan peruntungan atau perjodohan dengan
  jalan menarik ciam-sie, hingga Poan Thian jadi
  mengurut dada dan sesalkan kebodohan dirinya yang
  tidak mau menanyakan keterangan dari orang-orang
  yang berkumpul sehingga kejadian ia „non
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

  gkrong” di
  situ tanpa gawe dan dengan perut keruyukan!
  „Tadinya kusangka bahwa orang-orang itu sedang
  menunggukan panggilan dari paderi kepala,” kata
  Poan Thian kebogehan.
  „Tetapi lantaran sudah terlanjur menunggu sampai
  seharian, sudikah kau memberitahukan kepada Lo-
  suhu, bahwa aku, Lie Kok Ciang, orang dari Cee-lam,
  mohon berjumpa kepadanya?”
  Paderi itu mengabulkan sambil mengerendeng:
  „Kasihan.” Tidak antara lama ia telah kembali dan
  memberitahukan, bahwa guru mereka sedang
  bersemadi.
  „Kalau nanti ia sudah selesai bersemadi,” menjanjikan
  paderi itu, „tentulah aku beritahukan kepadanya
  tentang kunjunganmu ini. Harap kau suka bersabar
  beberapa saat lagi lamanya.”
  Poan Thian menurut.
  Selama menunggu panggilan, ia terpaksa rebahan di
  bangku panjang buat menghilangkan rasa pegalnya.
  Tidak lama tampak seorang paderi yang berusia agak
  lanjut, hingga Poan Thian yang menyangka bahwa
  paderi itu akan memanggil dia masuk, buru-buru
  berbangkit sambil bertanya: „Suhu apakah Lo-suhu
  sudah selesai bersamedi?”
  Paderi itu tersenyum.
  „Ah,” katanya, „sekarang Lo-suhu sudah masuk tidur!
  Kalau kau ingin berjumpa, baiklah kau kembali lagi
  besok saja pagi-pagi.”
  Poan Thian jadi menghela napas. Ia pikir, Kak Seng
  Siang-jin sekarang justeru ada di kelenteng dan tidak
  bepergian ke mana-mana, oleh sebab itu, tentu
  mudah dijumpainya. Jikalau ia sampai keluar
  bepergian sehingga bertahun-tahun lamanya (seperti
  apa katanya Hoa In Liong), tentulah tidak ada
  harapan lagi untuk ia bisa berguru. Oleh karena ia
  berpikir begitu maka ia lantas menjawab: „Tidak apa.
  Aku tunggu di sini sampai Lo-suhu bangun tidur di hari
  esok.”
  „Ya, kalau begitu sih tinggal sukamu sendiri,” kata
  paderi itu sambil berlalu.
  Selama rebahan di atas bangku panjang di halaman
  itu, Poan Thian jadi tidak mengerti mengapa
  pelayanan paderi-paderi di situ ada begitu buruk. Dari
  pagi tadi ia belum makan atau minum, tetapi tiada
  seorangpun antara paderi-paderi di situ yang
  menawarkan ia makan atau minum. Dan setelah
  sekarang ia menyatakan hendak melewati malam
  (bukan bermalam) di situ, juga tidak tampak
  seorangpun yang memberikan kamar buat ia tidur.
  „Aku sungguh tidak mengerti, apakah maunya
  mereka itu?” Poan Thian bertanya kepada diri sendiri,
  sambil mendengari suara perutnya yang
  berkeruyukan tidak henti-hentinya!
  Lama-lama ia jadi kepulesan.
  Kira-kira hampir fajar ia telah tersadar karena
  mendengar suara berketupraknya sepatu di atas
  jubin. Ia buka matanya sedikit, tetapi ia lantas
  pejamkan lagi, karena orang yang mendatangi tidak
  melalui halaman dimana ia rebah.
  Sesaat kemudian barulah ia bangun dan pergi buang
  air kecil. Di waktu kembali ke halaman itu, Poan Thian
  berpapasan dengan seorang paderi yang ia baru lihat
  romannya di seketika itu. Buru-buru ia memberi
  hormat dan bertanya: „Suhu, apakah Lo-suhu sudah
  bangun tidur?”
  „Wah, nyatalah kau datang terlambat,” sahut paderi
  tersebut. „Barusan saja ia keluar, tetapi tidak lama lagi
  ia tentu kembali, karena ia tidak meninggalkan pesan
  apa-apa kepadaku. Harap kau suka bersabar sedikit
  akan menunggukan kepadanya di sini.”
  Mau tak mau, Poan Thian terpaksa mesti menunggu
  lagi, hanya tidak diketahui kapan Kak Se ng Siang-jin
  akan kembali.
  Mulutnya Poan Thian sudah dirasakan kering, karena
  sehari semalam lamanya tidak minum, badannya letih
  karena kelaparan. Tetapi ia tahan semua penderitaan
  itu dengan tidak mengeluh barang sepatah katapun.
  Kira-kira berselang seperempat jam lamanya, seorang
  paderi telah keluar menghampirinya dengan paras
  muka yang berseri-seri.
 
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>