Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
, tidak perlu
memperdebatkan segala urusan yang tiada herguna.
Sekarang hanya ada satu pertanyaan yang aku
hendak ajukan kepada Lauw-hia,” (sambil menoleh
pada Tek Hoat), „apakah kiranya kau mufakat, apabila
aku sendiri yang mengantarkan Kok Ciang sampai di
Liong-tam?”
Tek Hoat tarik muka kecut.
„Apakah kau sendiri memang tidak ada urusan apa-
apa, sehingga kau merasa perlu buat mengantarkan
sendiri kepadanya ke sana? Kukuatir hal itu akan
membuang waktumu dengan sia-sia.”
Kong Giok mengerti, bahwa anjurannya itu tidak
disetujui oleh Tek Hoat, tetapi ia sengaja berpura-pura
tidak tahu dan menjawab: „Itu tidak mengapa. Karena
aku sendiri yang memang hendak pergi ke Cong-ciu,
sekalian akan lewat juga di Liong-tam, di mana
kelenteng itu terletak.”
Tek Hoat tinggal membungkam saja, tidak
mengatakan „ya” atau „tidak” atas tawaran itu.
„Lauw-hia harus pikir baik-baik,” kata Kong Giok pula.
„Anak laki-laki itu tidak perlu dipingit seperti anak-
anak perempuan, karena cara itu cuma akan bikin dia
bodoh dan cupat pikiran. Aku sendiripun punya
seorang anak laki, satu-satunya seperti Giok Ciang ini,
tetapi aku tidak suruh dia „ngerem” di rumah, hanya
kuanjurkan dia akan chut-gwa (merantau) dan
berusaha di mana-mana, biar dia bisa rasakan
bagaimana susah-payahnya orang mencari nafkah.
Karena disamping dia bisa berusaha dengan tiada
mengandalkan terus tenaga orang tua, diapun bisa
juga luaskan pemandangan dengan memperhatikan
seluk-beluk penghidupan di tempat-tempat lain.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sementara Poan Thian yang seolah-olah telah
mendapat dorongan baru dari pembicaraan Kong Giok
ini, sudah tentu saja diam-diam jadi sangat girang dan
berkata dalam hati: „Nah, kalau dilihat begini
gelagatnya, nyatalah maksudku akan berguru pada
Kak Seng Siang-jin bakal bisa kesampaian juga.”
„Kau ini si Bie Lek Hud memang pandai mengacau
urusan!” kata Tek Hoat sambil menuding-nuding pada
sahabatnya.
Tetapi Kong Giok anggap sepi semua dampratan itu.
Kemudian ia menoleh pada Poan Thian sambil,
berkata: „Hei, Ciang, mengapakah kau tinggal
melongo saja dan tidak lekas pergi berkemas-kemas
untuk berangkat ke Liong-tam besok?”
Poan Thian tampak tersenyum girang. Tetapi buat
tidak membelakangi kepada orang tua sendiri, ia tidak
lupa akan meminta juga perkenan ayahnya, hingga
Tek Hoat yang merasa tidak bisa menghalangi lebih
jauh kehendak sang anak yang begitu sungguh-
sungguh, dengan apa boleh buat telah mengabulkan
juga sambil menggerutu: „Dasar tidak boleh diurus
orang! Pergilah kau kasih tahu pada ibumu.”
Dan tatkala Poan Thian telah berlalu, Tek Hoat
kembali telah menuding-nuding pada si tromok dan
mengomel panjang pendek. “Kau ini kelewat usil
mulut!” katanya. „Barusan sebenarnya aku sudah mau
mengucapkan terimakasih kepadamu, karena kau
telah mengajari supaya Ciang-jie jangan membantah
kemauan orang tua, tetapi tidak kira buntutnya
omonganmu jadi berbalik lain daripada apa yang aku
harapkan. Bukannya pegang teguh pendirianmu,
mendadak sontak kau menganjurkan dia pergi juga.
Belum tahu ada hal apa sih yang bikin kau jadi
berpikiran bolak-balik begitu rupa?”
Kong Giok tertawa. „Dari tadi pun aku sudah lihat
tegas, bahwa Giok Ciang yang keras kepala ini sukar
digertak dengan segala omongan yang bersifat
mengancam. Buktinya kau bisa saksikan sendiri,
ketika kau mengatakan apa-apa yang bermaksud
melarang ia pergi, ia lantas memberikan segala alasan
dengan sekenanya saja. Aku percaya jikalau aku juga
memihak padamu dan melarang ia pergi, ia akan
mabur dari sini buat bisa melaksanakan kehendaknya.
Maka daripada ia mabur dengan secara diam-diam,
kukira lebih baik kau berlaku sedikit lunak dan
perkenankan kepadanya akan berguru ilmu silat di
Liong-tam-sie. Karena selain letaknya Liong-tam tidak
terlalu jauh dari sini, di kelenteng itu pun dia tentu
mendapat penilikan yang baik dari guru dan kawan-
kawannya. Buat apakah mesti jadi ribut mulut dengan
anak kecil oleh karena urusan sebegitu?”
Tek Hoat pikir omongan itu memang ada juga
kebenarannya, maka hatinya yang tadinya
mendongkol jadi berkurang banyak oleh karenanya.
Keesokan harinya di waktu Poan Thian tengah
berdandan dan menyediakan segala keperluan yang
hendak dibawanya, Tek Hoat dan Kong Giok telah
menantikan di halaman pertengahan sambil
mengobrol dan minum air teh.
„Kepergianmu ini ke Cong-ciu,” Tek Hoat bertanya,
„apakah berhubung dengan urusan dagang atau
keperluan-keperluan lain?”
„Yang pertama memang berhubungan dengan urusan
dagang,” sahut Kong Giok, „tetapi aku pikir hendak
sekalian menyambangi kawan dan sahabat di saban
kota yang aku lewati. Kalau tidak begitu, dimanakah
aku mau melewat ke Liong-tam?”
„Kalau begitu,” kata Tek Hoat, „tolonglah kau
sampaikan salamku pada kawan-kawan kita, kepada
siapa kita memang mempunyai perhubungan yang
baik.”
Cek Kong Giok berjanji akan berbuat begitu.
Tatkala seorang bujang keluar memberitahukan
bahwa makanan sudah disajikan, Tek Hoat undang
sahabat itu dahar dahulu pada sebelumnya berangkat.
Sesudah dahar dan bermohon diri kepada Tek Hoat
dan sekalian keluarganya, Kong Giok lalu ajak Poan
Thian menuju ke Liong-tam dengan menunggang dua
ekor kuda.
Sesampainya di Liong-tam pada beberapa hari
kemudian, barulah Kong Giok dan Poan Thian saling
berpisahan, yang pertama melanjutkan perjalanannya
ke Cong-ciu, sedang yang tersebut belakangan
menuju ke Liong-tam-sie. Setelah menanyakan pada
penduduk di situ, dimana letaknya kelenteng tersebut
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
, tidak perlu
memperdebatkan segala urusan yang tiada herguna.
Sekarang hanya ada satu pertanyaan yang aku
hendak ajukan kepada Lauw-hia,” (sambil menoleh
pada Tek Hoat), „apakah kiranya kau mufakat, apabila
aku sendiri yang mengantarkan Kok Ciang sampai di
Liong-tam?”
Tek Hoat tarik muka kecut.
„Apakah kau sendiri memang tidak ada urusan apa-
apa, sehingga kau merasa perlu buat mengantarkan
sendiri kepadanya ke sana? Kukuatir hal itu akan
membuang waktumu dengan sia-sia.”
Kong Giok mengerti, bahwa anjurannya itu tidak
disetujui oleh Tek Hoat, tetapi ia sengaja berpura-pura
tidak tahu dan menjawab: „Itu tidak mengapa. Karena
aku sendiri yang memang hendak pergi ke Cong-ciu,
sekalian akan lewat juga di Liong-tam, di mana
kelenteng itu terletak.”
Tek Hoat tinggal membungkam saja, tidak
mengatakan „ya” atau „tidak” atas tawaran itu.
„Lauw-hia harus pikir baik-baik,” kata Kong Giok pula.
„Anak laki-laki itu tidak perlu dipingit seperti anak-
anak perempuan, karena cara itu cuma akan bikin dia
bodoh dan cupat pikiran. Aku sendiripun punya
seorang anak laki, satu-satunya seperti Giok Ciang ini,
tetapi aku tidak suruh dia „ngerem” di rumah, hanya
kuanjurkan dia akan chut-gwa (merantau) dan
berusaha di mana-mana, biar dia bisa rasakan
bagaimana susah-payahnya orang mencari nafkah.
Karena disamping dia bisa berusaha dengan tiada
mengandalkan terus tenaga orang tua, diapun bisa
juga luaskan pemandangan dengan memperhatikan
seluk-beluk penghidupan di tempat-tempat lain.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
Sementara Poan Thian yang seolah-olah telah
mendapat dorongan baru dari pembicaraan Kong Giok
ini, sudah tentu saja diam-diam jadi sangat girang dan
berkata dalam hati: „Nah, kalau dilihat begini
gelagatnya, nyatalah maksudku akan berguru pada
Kak Seng Siang-jin bakal bisa kesampaian juga.”
„Kau ini si Bie Lek Hud memang pandai mengacau
urusan!” kata Tek Hoat sambil menuding-nuding pada
sahabatnya.
Tetapi Kong Giok anggap sepi semua dampratan itu.
Kemudian ia menoleh pada Poan Thian sambil,
berkata: „Hei, Ciang, mengapakah kau tinggal
melongo saja dan tidak lekas pergi berkemas-kemas
untuk berangkat ke Liong-tam besok?”
Poan Thian tampak tersenyum girang. Tetapi buat
tidak membelakangi kepada orang tua sendiri, ia tidak
lupa akan meminta juga perkenan ayahnya, hingga
Tek Hoat yang merasa tidak bisa menghalangi lebih
jauh kehendak sang anak yang begitu sungguh-
sungguh, dengan apa boleh buat telah mengabulkan
juga sambil menggerutu: „Dasar tidak boleh diurus
orang! Pergilah kau kasih tahu pada ibumu.”
Dan tatkala Poan Thian telah berlalu, Tek Hoat
kembali telah menuding-nuding pada si tromok dan
mengomel panjang pendek. “Kau ini kelewat usil
mulut!” katanya. „Barusan sebenarnya aku sudah mau
mengucapkan terimakasih kepadamu, karena kau
telah mengajari supaya Ciang-jie jangan membantah
kemauan orang tua, tetapi tidak kira buntutnya
omonganmu jadi berbalik lain daripada apa yang aku
harapkan. Bukannya pegang teguh pendirianmu,
mendadak sontak kau menganjurkan dia pergi juga.
Belum tahu ada hal apa sih yang bikin kau jadi
berpikiran bolak-balik begitu rupa?”
Kong Giok tertawa. „Dari tadi pun aku sudah lihat
tegas, bahwa Giok Ciang yang keras kepala ini sukar
digertak dengan segala omongan yang bersifat
mengancam. Buktinya kau bisa saksikan sendiri,
ketika kau mengatakan apa-apa yang bermaksud
melarang ia pergi, ia lantas memberikan segala alasan
dengan sekenanya saja. Aku percaya jikalau aku juga
memihak padamu dan melarang ia pergi, ia akan
mabur dari sini buat bisa melaksanakan kehendaknya.
Maka daripada ia mabur dengan secara diam-diam,
kukira lebih baik kau berlaku sedikit lunak dan
perkenankan kepadanya akan berguru ilmu silat di
Liong-tam-sie. Karena selain letaknya Liong-tam tidak
terlalu jauh dari sini, di kelenteng itu pun dia tentu
mendapat penilikan yang baik dari guru dan kawan-
kawannya. Buat apakah mesti jadi ribut mulut dengan
anak kecil oleh karena urusan sebegitu?”
Tek Hoat pikir omongan itu memang ada juga
kebenarannya, maka hatinya yang tadinya
mendongkol jadi berkurang banyak oleh karenanya.
Keesokan harinya di waktu Poan Thian tengah
berdandan dan menyediakan segala keperluan yang
hendak dibawanya, Tek Hoat dan Kong Giok telah
menantikan di halaman pertengahan sambil
mengobrol dan minum air teh.
„Kepergianmu ini ke Cong-ciu,” Tek Hoat bertanya,
„apakah berhubung dengan urusan dagang atau
keperluan-keperluan lain?”
„Yang pertama memang berhubungan dengan urusan
dagang,” sahut Kong Giok, „tetapi aku pikir hendak
sekalian menyambangi kawan dan sahabat di saban
kota yang aku lewati. Kalau tidak begitu, dimanakah
aku mau melewat ke Liong-tam?”
„Kalau begitu,” kata Tek Hoat, „tolonglah kau
sampaikan salamku pada kawan-kawan kita, kepada
siapa kita memang mempunyai perhubungan yang
baik.”
Cek Kong Giok berjanji akan berbuat begitu.
Tatkala seorang bujang keluar memberitahukan
bahwa makanan sudah disajikan, Tek Hoat undang
sahabat itu dahar dahulu pada sebelumnya berangkat.
Sesudah dahar dan bermohon diri kepada Tek Hoat
dan sekalian keluarganya, Kong Giok lalu ajak Poan
Thian menuju ke Liong-tam dengan menunggang dua
ekor kuda.
Sesampainya di Liong-tam pada beberapa hari
kemudian, barulah Kong Giok dan Poan Thian saling
berpisahan, yang pertama melanjutkan perjalanannya
ke Cong-ciu, sedang yang tersebut belakangan
menuju ke Liong-tam-sie. Setelah menanyakan pada
penduduk di situ, dimana letaknya kelenteng tersebut
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek