Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
Cu Ceng jadi kemekmek sehingga buat beberapa
saat lamanya ia berdiri tegak bagaikan sebuah
patung. Tetapi sebegitu lekas perasaan kagetnya telah
menjadi kurangan, akhirnya timbullah rasa kepingin
tahu di dalam hatinya kemana selanjutnya makhluk
gaib itu telah berlalu. Jikalau Cu Ceng segera berlalu
dari tempat itu, ada kemungkinan dia tak akan
mengalami kecelakaan atau kejadian-kejadian tidak
enak bagi dirinya sendiri. Tetapi justru karena ini,
maka selanjutnya banyak orang yang jerih akan
mengunjungi pula kelenteng kuno itu.
Diceritakan tatkala Cu Ceng melihat makhluk itu
melayang ke atas wuwungan kelenteng, buru-buru
iapun masuk ke dalam buat coba memperhatikan
kemana dia itu pergi. Tidak kira selagi bercelingukan
kian kemari, mendadak ia telah dihujani sambitan
batu dan pecahan genteng yang telah memaksa ia
melarikan diri dari dalam kelenteng tersebut dengan
mendapat luka-luka di badan dan dengan kepala
separuh bonyok!
Cu Ceng lari terbirit-birit dengan tidak memperdulikan
lagi pada pakaiannya, yang dalam tempo sekejapan
saja telah menjadi compang-camping karena
tersangkut pohon-pohon berduri yang banyak
terdapat di antara jalanan gunung yang sunyi senyap
itu. Setibanya di rumahnya sendiri, ia telah jatuh
ping¬san karena, letih berlari-lari tidak henti-hentinya.
Demikianlah, pada hari esoknya, mulailah Cu Ceng
menuturkan pengalamannya yang seram itu kepada
teman-teman dan handai-taulannya.
Maka setelah kabar itu bersambung-sambung dari
satu ke lain mulut, orang lantas berpendapat bahwa
kelenteng yang telah lama tidak diurus itu, tidak baik
akan dikunjungi orang. Bukan saja di waktu malam
hari, bahkan di waktu siang hari juga, selanjutnya tak
ada pula orang yang sudi datang ke situ. Sekarang
ditambah pula dengan munculnya makhluk gaib yang
bersarang di situ, maka ada siapakah pula yang
begitu edan buat berurusan dengan segala setan
pejajaran itu?”
Si baju kuning yang mendengar penuturan itu tampak
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil sebentar-
sebentar minum arak yang dituangkan oleh
kawannya itu.
„Ceritaku ini belum habis sampai di situ saja,” kata si
baju biru setelah membasahkan pula
tenggorokkannya dengan arak.
Sambil bermakan minum dengan perlahan, Poan Thian
dan Kong Houw memperhatikan ceritanya si baju biru
itu.
„Cerita tentang adanya setan atau makhluk gaib di
kelenteng Leng-coan-sie ini memang telah tersiar ke
sana-sini dan diketahui oleh setiap penduduk kota
Hang-ciu,” si baju biru memulai pula ceritanya.
„Tatkala itu di Hang-ciu kebetulan ada serombongan
piauw-su yang baru saja datang habis
menghantarkan uang kiriman dari Gie Hin Piauw-kiok
di Kwi-say. Salah seorang di antaranya yang menjadi
pemimpin dan bernama Chio Hoat Coan, adalah
seorang ahli silat jempolan yang sangat terkenal
tentang keberaniannya.
Ketika Chio Piauw-su mendengar kabar yang agak
menggemparkan ini, ia jadi penasaran dan
menyatakan tidak percaya dengan kabar yang bukan-
bukan itu. Apalagi ketika mengunjungi kelenteng itu
dan tidak dapat ketemukan apa-apa, ia jadi
mendongkol dan lalu pergi menegur pada Siauw Cu
Ceng, yang dikatakannya telah menyiarkan kabar
justa untuk membikin para penduduk kota Hang-ciu
jadi gelisah.
Tetapi sudah tentu saja Cu Ceng pun tidak mau
terima begitu saja tuduhan itu, hingga selain ia telah
menetapkan itu dengan suara persumpahan, iapun
menyatakan kesediaannya buat menghantarkan si
piauw-su itu buat pergi mengunjungi kelenteng itu di
waktu malam hari.
Hoat Coan terima baik tawaran itu.
Begitulah dengan hanya berduaan saja dan secara
diam-diam, Cu Ceng dan si piauw-su itu lalu
mengunjungi kelenteng tersebut.
„Dimanakah biasanya setan itu terlihat?” bertanya
Hoat Coan dengan perasaan tidak percaya.
„Di sana, di ruangan besar,” sahut Cu Ceng sambil
menunjuk ke dalam kelenteng itu.
„Kalau begitu,” kata si piauw-su itu pula, „biarlah aku
nanti pergi sendiri buat coba buktikan omonganmu
itu.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
Cu Ceng menjawab: „Baik,” kemudian ia menantikan
di luar untuk menyaksikan hal apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Diceritakan ketika Hoat Coan masuk ke dalam
kelenteng yang gelap itu, ternyata buat beberapa saat
lamanya ia tidak melihat ada apa-apa yang
menandakan bahwa di situ benar-benar pernah ada
setan yang bersarang. Tetapi buat memastikan betul
atau tidaknya kata orang di luaran, ia tidak lekas
berlalu pada sebelum mendapat lihat apa-apa yang
dirasanya baik untuk dijadikan bahan laporan dari
penyelidikannya nanti.
Tidak kira selagi ia menoleh ke sana-sini di dalam
kegelapan yang membungkus keadaan di sekitarnya
kelenteng itu, mendadak ia berpapasan dengan benda
putih yang ia tidak lihat dari mana datangnya! Hoat
Coan biarpun hatinya terkenal tabah, tidak urung
pada waktu itu telah jadi gentar juga dan lalu
berlompat mundur tanpa ia merasa lagi.
Itulah ternyata suatu makhluk gaib yang telah
dikatakan oleh Cu Ceng tadi!
Maka setelah menetapkan hatinya, Hoat Coan lalu
bertindak maju buat mencekal makhluk gaib itu,
tetapi makhluk tersebut lalu tendangkan kakinya ke
atas jubin dan terus menghilang di antara wuwungan
kelenteng yang bersusun bagaikan mercu.
Hoat Coan jadi semakin penasaran dan lalu susul
makhluk itu dengan jalan mengikuti melayang ke
atas wuwungan tersebut. Tetapi, tidak kira, pada
sebelum bisa menginjak wuwungan itu, mendadak ia
telah dihujani batu dan pecahan genteng yang telah
membikin ia terpaksa lompat turun pula ke ruangan
besar, dengan badan mendapat luka-luka dan kepala
setengah bonjok seperti apa yang pernah dialami oleh
Cu Ceng pada beberapa waktu yang lampau itu.
Tetapi Hoat Coan ini ternyata berkepala lebih keras
dan berlaku lebih nekat buat melakukan penyelidikan
lebih jauh.
„Jikalau aku belum ketahui apakah kau sesungguhnya
setan atau manusia yang menyamar jadi setan,” kata
si piauw-su itu, „belumlah puas aku melakukan
penyelidikan ini!”
Begitulah buat kedua kalinya ia telah mencoba buat
naik ke atas wuwungan kelenteng itu, tetapi
„sambutan” pada kali inipun ternyata tidak kalah
„hangatnya” daripada apa yang telah dialaminya tadi.
Karena selain batu-batu yang dipergunakannya untuk
menyambit jauh lebih besar daripada tadi, bahkan
genteng-genteng yang melayangpun bukan lagi
dalam rupa pecahan yang kecil-kecil saja, hanyalah
genteng-genteng utuh, yang sebuah antaranya telah
mengenai dengan tepat sekali pada belakang kepala
Chio Hoat Coan, hingga ini telah membikin mata Hoat
Coan berkunang-kunang, kemudian tak ampun lagi
jatuh roboh dalam keadaan pingsan.
Tatkala akhirnya ia tersadar, ia dapatkan dirinya telah
berada di luar kelenteng di atas dukungannya Siauw
Cu Ceng
Oleh sebab itu, ia sekarang baru mau percaya, bahwa
apa yang telah dikatakan orang she Siauw itu,
sesungguhnyalah berbukti dan bukan omong kosong
belaka!
Maka dengan terjadinya peristiwa yang tersebut
paling akhir itu, boleh dikatakan sudah tidak ada
barang satu manusia lagi yang sudi mengunjungi
kelenteng kuno itu.”
Demikianlah si baju biru telah mengakhiri
penuturannya yang luar biasa itu.
Lebih jauh oleh karena si baju kuning pun
mengetahui, bahwa Siauw Cu Ceng dan Chio Hoat
Coan itu adalah orang-orang yang namanya cukup
terkenal di kota Hang-ciu, maka ia kelihatan mau
percaya juga penuturan sahabatnya itu. Dari itu, ia
terpaksa membatalkan maksudnya buat mengunjungi
kelenteng tua Leng-coan-sie yang terletak di
pegunungan Houw-kiu-san itu.
Kemudian sesudah mereka puas bermakan minum
dan membayar harganya makanan dan minuman,
kedua orang itu lalu meninggalkan kedai arak itu,
untuk melanjutkan perjalanan mereka akan pesiar di
sekitar telaga yang terkenal itu.
Sementara Poan Thian yang memasang telinga
mendengari penuturan si baju biru tadi, lalu menoleh
pada Cin Kong Houw dengan roman yang
menandakan tidak percaya dengan segala obrolan
yang dianggapnya kosong itu.
„Apakah engkau percaya apa kata orang itu tadi?” ia
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
Cu Ceng jadi kemekmek sehingga buat beberapa
saat lamanya ia berdiri tegak bagaikan sebuah
patung. Tetapi sebegitu lekas perasaan kagetnya telah
menjadi kurangan, akhirnya timbullah rasa kepingin
tahu di dalam hatinya kemana selanjutnya makhluk
gaib itu telah berlalu. Jikalau Cu Ceng segera berlalu
dari tempat itu, ada kemungkinan dia tak akan
mengalami kecelakaan atau kejadian-kejadian tidak
enak bagi dirinya sendiri. Tetapi justru karena ini,
maka selanjutnya banyak orang yang jerih akan
mengunjungi pula kelenteng kuno itu.
Diceritakan tatkala Cu Ceng melihat makhluk itu
melayang ke atas wuwungan kelenteng, buru-buru
iapun masuk ke dalam buat coba memperhatikan
kemana dia itu pergi. Tidak kira selagi bercelingukan
kian kemari, mendadak ia telah dihujani sambitan
batu dan pecahan genteng yang telah memaksa ia
melarikan diri dari dalam kelenteng tersebut dengan
mendapat luka-luka di badan dan dengan kepala
separuh bonyok!
Cu Ceng lari terbirit-birit dengan tidak memperdulikan
lagi pada pakaiannya, yang dalam tempo sekejapan
saja telah menjadi compang-camping karena
tersangkut pohon-pohon berduri yang banyak
terdapat di antara jalanan gunung yang sunyi senyap
itu. Setibanya di rumahnya sendiri, ia telah jatuh
ping¬san karena, letih berlari-lari tidak henti-hentinya.
Demikianlah, pada hari esoknya, mulailah Cu Ceng
menuturkan pengalamannya yang seram itu kepada
teman-teman dan handai-taulannya.
Maka setelah kabar itu bersambung-sambung dari
satu ke lain mulut, orang lantas berpendapat bahwa
kelenteng yang telah lama tidak diurus itu, tidak baik
akan dikunjungi orang. Bukan saja di waktu malam
hari, bahkan di waktu siang hari juga, selanjutnya tak
ada pula orang yang sudi datang ke situ. Sekarang
ditambah pula dengan munculnya makhluk gaib yang
bersarang di situ, maka ada siapakah pula yang
begitu edan buat berurusan dengan segala setan
pejajaran itu?”
Si baju kuning yang mendengar penuturan itu tampak
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil sebentar-
sebentar minum arak yang dituangkan oleh
kawannya itu.
„Ceritaku ini belum habis sampai di situ saja,” kata si
baju biru setelah membasahkan pula
tenggorokkannya dengan arak.
Sambil bermakan minum dengan perlahan, Poan Thian
dan Kong Houw memperhatikan ceritanya si baju biru
itu.
„Cerita tentang adanya setan atau makhluk gaib di
kelenteng Leng-coan-sie ini memang telah tersiar ke
sana-sini dan diketahui oleh setiap penduduk kota
Hang-ciu,” si baju biru memulai pula ceritanya.
„Tatkala itu di Hang-ciu kebetulan ada serombongan
piauw-su yang baru saja datang habis
menghantarkan uang kiriman dari Gie Hin Piauw-kiok
di Kwi-say. Salah seorang di antaranya yang menjadi
pemimpin dan bernama Chio Hoat Coan, adalah
seorang ahli silat jempolan yang sangat terkenal
tentang keberaniannya.
Ketika Chio Piauw-su mendengar kabar yang agak
menggemparkan ini, ia jadi penasaran dan
menyatakan tidak percaya dengan kabar yang bukan-
bukan itu. Apalagi ketika mengunjungi kelenteng itu
dan tidak dapat ketemukan apa-apa, ia jadi
mendongkol dan lalu pergi menegur pada Siauw Cu
Ceng, yang dikatakannya telah menyiarkan kabar
justa untuk membikin para penduduk kota Hang-ciu
jadi gelisah.
Tetapi sudah tentu saja Cu Ceng pun tidak mau
terima begitu saja tuduhan itu, hingga selain ia telah
menetapkan itu dengan suara persumpahan, iapun
menyatakan kesediaannya buat menghantarkan si
piauw-su itu buat pergi mengunjungi kelenteng itu di
waktu malam hari.
Hoat Coan terima baik tawaran itu.
Begitulah dengan hanya berduaan saja dan secara
diam-diam, Cu Ceng dan si piauw-su itu lalu
mengunjungi kelenteng tersebut.
„Dimanakah biasanya setan itu terlihat?” bertanya
Hoat Coan dengan perasaan tidak percaya.
„Di sana, di ruangan besar,” sahut Cu Ceng sambil
menunjuk ke dalam kelenteng itu.
„Kalau begitu,” kata si piauw-su itu pula, „biarlah aku
nanti pergi sendiri buat coba buktikan omonganmu
itu.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
Cu Ceng menjawab: „Baik,” kemudian ia menantikan
di luar untuk menyaksikan hal apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Diceritakan ketika Hoat Coan masuk ke dalam
kelenteng yang gelap itu, ternyata buat beberapa saat
lamanya ia tidak melihat ada apa-apa yang
menandakan bahwa di situ benar-benar pernah ada
setan yang bersarang. Tetapi buat memastikan betul
atau tidaknya kata orang di luaran, ia tidak lekas
berlalu pada sebelum mendapat lihat apa-apa yang
dirasanya baik untuk dijadikan bahan laporan dari
penyelidikannya nanti.
Tidak kira selagi ia menoleh ke sana-sini di dalam
kegelapan yang membungkus keadaan di sekitarnya
kelenteng itu, mendadak ia berpapasan dengan benda
putih yang ia tidak lihat dari mana datangnya! Hoat
Coan biarpun hatinya terkenal tabah, tidak urung
pada waktu itu telah jadi gentar juga dan lalu
berlompat mundur tanpa ia merasa lagi.
Itulah ternyata suatu makhluk gaib yang telah
dikatakan oleh Cu Ceng tadi!
Maka setelah menetapkan hatinya, Hoat Coan lalu
bertindak maju buat mencekal makhluk gaib itu,
tetapi makhluk tersebut lalu tendangkan kakinya ke
atas jubin dan terus menghilang di antara wuwungan
kelenteng yang bersusun bagaikan mercu.
Hoat Coan jadi semakin penasaran dan lalu susul
makhluk itu dengan jalan mengikuti melayang ke
atas wuwungan tersebut. Tetapi, tidak kira, pada
sebelum bisa menginjak wuwungan itu, mendadak ia
telah dihujani batu dan pecahan genteng yang telah
membikin ia terpaksa lompat turun pula ke ruangan
besar, dengan badan mendapat luka-luka dan kepala
setengah bonjok seperti apa yang pernah dialami oleh
Cu Ceng pada beberapa waktu yang lampau itu.
Tetapi Hoat Coan ini ternyata berkepala lebih keras
dan berlaku lebih nekat buat melakukan penyelidikan
lebih jauh.
„Jikalau aku belum ketahui apakah kau sesungguhnya
setan atau manusia yang menyamar jadi setan,” kata
si piauw-su itu, „belumlah puas aku melakukan
penyelidikan ini!”
Begitulah buat kedua kalinya ia telah mencoba buat
naik ke atas wuwungan kelenteng itu, tetapi
„sambutan” pada kali inipun ternyata tidak kalah
„hangatnya” daripada apa yang telah dialaminya tadi.
Karena selain batu-batu yang dipergunakannya untuk
menyambit jauh lebih besar daripada tadi, bahkan
genteng-genteng yang melayangpun bukan lagi
dalam rupa pecahan yang kecil-kecil saja, hanyalah
genteng-genteng utuh, yang sebuah antaranya telah
mengenai dengan tepat sekali pada belakang kepala
Chio Hoat Coan, hingga ini telah membikin mata Hoat
Coan berkunang-kunang, kemudian tak ampun lagi
jatuh roboh dalam keadaan pingsan.
Tatkala akhirnya ia tersadar, ia dapatkan dirinya telah
berada di luar kelenteng di atas dukungannya Siauw
Cu Ceng
Oleh sebab itu, ia sekarang baru mau percaya, bahwa
apa yang telah dikatakan orang she Siauw itu,
sesungguhnyalah berbukti dan bukan omong kosong
belaka!
Maka dengan terjadinya peristiwa yang tersebut
paling akhir itu, boleh dikatakan sudah tidak ada
barang satu manusia lagi yang sudi mengunjungi
kelenteng kuno itu.”
Demikianlah si baju biru telah mengakhiri
penuturannya yang luar biasa itu.
Lebih jauh oleh karena si baju kuning pun
mengetahui, bahwa Siauw Cu Ceng dan Chio Hoat
Coan itu adalah orang-orang yang namanya cukup
terkenal di kota Hang-ciu, maka ia kelihatan mau
percaya juga penuturan sahabatnya itu. Dari itu, ia
terpaksa membatalkan maksudnya buat mengunjungi
kelenteng tua Leng-coan-sie yang terletak di
pegunungan Houw-kiu-san itu.
Kemudian sesudah mereka puas bermakan minum
dan membayar harganya makanan dan minuman,
kedua orang itu lalu meninggalkan kedai arak itu,
untuk melanjutkan perjalanan mereka akan pesiar di
sekitar telaga yang terkenal itu.
Sementara Poan Thian yang memasang telinga
mendengari penuturan si baju biru tadi, lalu menoleh
pada Cin Kong Houw dengan roman yang
menandakan tidak percaya dengan segala obrolan
yang dianggapnya kosong itu.
„Apakah engkau percaya apa kata orang itu tadi?” ia
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek