Cerita Misteri | The Mark of Athena (Tanda Athena) | Serial The Heroes of Olympus | The Mark of Athena (Tanda Athena) | Cersil Sakti | The Mark of Athena (Tanda Athena) pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
itu. Sayangnya, dayung tersebut macet. Si udangsaurus pasti sudah menyenggol dayung sampai selip. Selain itu, karena jarak si monster dekat, peluncur misil tidak bisa dipakai tanpa membuat Argo II terbakar gara-gara amunisi yang terpental. "Kok dia bisa sedekat itu?" teriak Annabeth sambil bertopang pada salah satu perisai di langkan. "Aku tidak tahu!" bentak Hedge. Dia rnenoleh ke sana-kemari untuk mencari pemukulnya, yang telah menggelinding ke seberang a nj ungan. "Aku bodoh!" Leo mengomeli diri sendiri. "Bodoh, bodoh! Aku lupa menyalakan sonar!" Kapal miring semakin jauh ke kanan. Entah monster itu sedang mencoba memeluk mereka, atau dia hendak menjungkirbalikkan mereka. "Sonar?" sergah Hedge, "demi pipa Pan, Valdez! Mungkin kalau kau tidak terlalu sibuk menatap mata Hazel, bergandengan Langan lama sekali " "Apa?" pekik Frank. "Bukan begitu!" prates Hazel. "Sudahlah!" kata Piper, "Jason, bisa kau panggil petir?" Jason bangkit dengan susah payah. "Aku " Dia hanya sanggup menggelengkan kepala. Saat memanggil badai tadi energinya telah terkuras terlalu banyak. Dalam kondisinya sekarang, Leo bahkan ragu cowok malang itu bisa menyulut busi. "Percy!" kata Annabeth, "bisakah kau bicara pada makhluk itu? Apa kau tahu dia itu apa?"
Putra Dewa Laut menggelengkan kepala, kentara sekali kebingungan. "Mungkin dia cuma penasaran pada kapal ini. Mungkin " Tentakel-tentakel monster mencambuki dek cepat sekali sampai-sampai Leo tidak sempat berteriak, Awas! Salah satunya menghantam dada Percy dan menjatuhkannya ke tangga. Satu lagi membelit tungkai Piper dan menyeretnya, yang menjerit-jerit, ke arah langkan. Lusinan lainnya mencengkeram tiang layar, melilit busur silang, dan memutuskan tali-temali pengikat layar. "Serangan bulu hidung!" Hedge menyambar tongkat bisbol dan melompat untuk beraksi; tapi pukulannya mental di tentakel-tentakel itu tanpa berdampak apa-apa. Jason menghunus pedangnya. Dia mencoba membebaskan Piper, tapi dia masih lemas. Bilah emas pedangnya tidak kesulitan memotong tentakel itu, tapi tentakel-tentakel lain muncul menggantikan yang putus, lebih cepat daripada kemampuan Jason memotong yang lama. Annabeth mencabut belatinya. Dia lari ke antara sulur-sulur tentakel, menghindar dan menikam target mana pun yang dapat diincarnya. Frank menyiagakan busurnya. Pemuda itu membidik sisi tubuh makhluk itu, menancapkan panah di sela-sela cangkang; tapi si monster tampaknya tidak kesakitan, malah jadi kesal dibuatnya. Ia menggerung, dan menggoyang-goyangkan kapal. Tiang layar berderit seperti mau panah. Mereka butuh senjata api yang lebih kuat, tapi mereka tak bisa menggunakan ketapel. Mereka harus meluncurkan ledakan yang takkan menghancurkan kapal. Namun, bagaimana ...? Mata Leo tertumbuk pada peti perbekalan di samping kaki Hazel.
"Hazel!" teriaknya, "kotak itu! Buka!" Hazel ragu-ragu, kemudian melihat kotak yang Leo maksud. Labelnya berbunyi PERINGATAN. JANGAN DIBUKA. "Buka!" teriak Leo lagi, "Pak Pelatih! Ambil kemudi! Arahkan kapal ke badan monster itu. Kalau tidak, bisa-bisa kita terbalik." Kaki kambing Hedge yang gesit berjingkat di antara tentakel-tentakel. Sementara itu, tangannya main getok sepenuh hati. Dia melompat ke depan kemudi dan mengambil alih kendali. "Moga-moga kau punya rencana!" teriak sang satir. "Rencana jelek." Leo melaju ke tiang layar. Si monster membenturkan diri ke Argo II. Geladak miring hingga empat puluh lima derajat. Meskipun semua orang berusaha keras, terlalu banyak tentakel yang harus dilawan. Tentakel-tentakel itu tampaknya bisa memanjang sesukanya. Tidak lama lagi Argo II bakal terbelit. Percy belum muncul-muncul dari bawah. Yang lain berjuang mempertahankan nyawa dari serangan bulu hidung. "Frank!" panggil Leo sambil lari menghampiri Hazel, "ulur-ulurlah waktu! Bisakah kau berubah jadi hiu atau semacamnya?" Frank melirik ke samping sambil memberengut; dan tepat saat itu, sebuah tentakel menghantamnya dan menjungkalkannya dari kapal. Hazel menjerit. Dia membuka kotak perbekalan dan hampir menjatuhkan dua labu kaca yang dipegangnya. Leo menangkap kedu a labu tersebut. Masing-masing be
http://cerita-silat.mywapblog.com
rukuran sebesar apel, sedangkan cairan di dalamnya berpendar hijau seram mirip racun. Kacanya terasa hangat saat disentuh. Dada Leo serasa mau meledak karena rasa bersalah. Dia Baru saja mengalihkan perhatian Frank dan barangkali membuat pemuda itu tewas, tapi dia tidak boleh memikirkan itu. Dia harus menyelamatkan kapal ini.
"Ayo!" Dia menyerahkan salah satu labu kepada Hazel. "Kita pasti bisa membunuh monster itu dan menyelamatkan Frank!" Leo harap dirinya tidak bohong. Untuk mencapai langkan kiri, mereka harus mendaki alih-alih berjalan, tapi akhirnya mereka sampai. "Apa ini?" kata Hazel terengah-engah sambil membuai labu kaca. "Api Yunani!" Mata Hazel membelalak. "Apa kau gila? Jika ini pecah, seisi kapal bakal terbakar!" "Mulut labu!" kata Leo, "tuangkan saja isi " Tiba-tiba Leo menabrak Hazel, dan dunia jadi miring. Sementara mereka terangkat ke udara, Leo menyadari bahwa mereka dibelit tentakel. Lengan Leo bebas, tapi dia harus berusaha sekuat tenaga supaya labu api Yunani tidak lepas dari genggamannya. Hazel meronta. Lengan Hazel terjepit, artinya labu yang terjebak di antara mereka bisa pecah kapan saja dan andai itu terjadi, dampaknya bakal buruk untuk kesehatan mereka. Mereka naik tiga meter, enam meter, sembilan meter ke atas si monster. Sekilas Leo melihat teman-temannya yang kewalahan, berteriak-teriak dan menebas bulu hidung sang monster. Dia menyaksikan Pak Pelatih Hedge berjuang supaya kapal tidak terbalik. Lautan gelap, tapi di bawah sinar rembulan Leo seperti melihat benda mengilap terapung di dekat si monster mungkin tubuh Frank Zhang yang sedang tak sadarkan diri. "Leo," sengal Hazel, "aku tak bisa lenganku "Hazel," kata Leo, "apa kau percaya padaku?" "Tidak!" "Aku juga." Leo mengakui. "Waktu makhluk ini menjatuhkan kita, tahan napasmu. Apa pun yang kau lakukan, cobalah lempar labumu sejauh-jauhnya dari kapal."
"Kenapa kenapa dia bakal menjatuhkan kita?" Leo menatap kepala monster. Meski susah, dia tak punya pilihan. Leo mengangkat labu di tangan kirinya. Dia merapatkan tangan kanan ke tentakel dan mendatangkan api ke telapak tangannya api putih membara yang difokuskan di satu titik saja. Panasnya api menarik perhatian si monster. Sekujur tubuh makhluk itu menggeletar hingga ke tentakel saat kulitnya melepuh di bawah sentuhan Leo. Si monster mendongakkan rahangnya, meraung kesakitan, dan Leo pun melemparkan api Yunani langsung ke dalam tenggorokan makhluk tersebut. Di antara percikan air asin yang memedihkan, Leo seperti melihat siluet samar-samar lambung kapal di atas bentuk lonjong gelap yang dikelilingi korona hijau berapi-api, tapi Leo tidak tabu apakah kapal terbakar atau tidak. Dibunuh udang raksasa, pikir Leo getir. Setidaknya Argo II selamat. Semoga teman-temanku baik-baik saja. Penglihatannya mengabur. Paru-parunya sesak. Tepat saat Leo hendak menyerah, sebuah wajah aneh mem-bayang di atasnya pria yang miri.p Chiron, pelatih mereka di Perkemahan Blasteran. Sama seperti Chiron, dia berambut keriting, berjanggut lebat, dan bermata cerdas perpaduan hippie liar dengan profesor kebapakan, hanya saja kulit pria ini berwarna hijau muda seperti kacang panjang. Sang pria mengangkat sebilah belati tanpa bersuara. Ekspresinya muram dan galak, seolah hendak mengatakan: Nah, diam ya. Kalau tidak, aku tak bisa membunuhmu dengan benar. Leo pun pingsan.
Ketika Leo tersadar, dia bertanya-tanya apakah dirinya jadi hantu dalam kilas balik lagi, sebab dia terapung-apung seolah tanpa
bobot. Matanya pelan-pelan menyesuaikan diri terhadap cahaya redup. "Sudah waktunya." Suara Frank bergaung, seakan dia bicara dari balik beberapa lapis plastik. Leo duduk tegak atau lebih tepatnya mengapungkan diri sampai tegak. Dia berada di bawah air, dalam gua seukuran garasi berkapasitas dua mobil. Lumut berpendar menyelimuti langit-langit, membanjiri ruang tersebut dengan binar hijau kebiruan. Lantai dilapisi oleh hamparan bulu babi sehingga kurang nyaman untuk dipijak, alhasil Leo bersyukur dia mengapung. Dia tidak mengerti bagaimana sampai dia bisa bernapas tanpa udara. Frank melayang-layang di dekat sana sambil bersila.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
itu. Sayangnya, dayung tersebut macet. Si udangsaurus pasti sudah menyenggol dayung sampai selip. Selain itu, karena jarak si monster dekat, peluncur misil tidak bisa dipakai tanpa membuat Argo II terbakar gara-gara amunisi yang terpental. "Kok dia bisa sedekat itu?" teriak Annabeth sambil bertopang pada salah satu perisai di langkan. "Aku tidak tahu!" bentak Hedge. Dia rnenoleh ke sana-kemari untuk mencari pemukulnya, yang telah menggelinding ke seberang a nj ungan. "Aku bodoh!" Leo mengomeli diri sendiri. "Bodoh, bodoh! Aku lupa menyalakan sonar!" Kapal miring semakin jauh ke kanan. Entah monster itu sedang mencoba memeluk mereka, atau dia hendak menjungkirbalikkan mereka. "Sonar?" sergah Hedge, "demi pipa Pan, Valdez! Mungkin kalau kau tidak terlalu sibuk menatap mata Hazel, bergandengan Langan lama sekali " "Apa?" pekik Frank. "Bukan begitu!" prates Hazel. "Sudahlah!" kata Piper, "Jason, bisa kau panggil petir?" Jason bangkit dengan susah payah. "Aku " Dia hanya sanggup menggelengkan kepala. Saat memanggil badai tadi energinya telah terkuras terlalu banyak. Dalam kondisinya sekarang, Leo bahkan ragu cowok malang itu bisa menyulut busi. "Percy!" kata Annabeth, "bisakah kau bicara pada makhluk itu? Apa kau tahu dia itu apa?"
Putra Dewa Laut menggelengkan kepala, kentara sekali kebingungan. "Mungkin dia cuma penasaran pada kapal ini. Mungkin " Tentakel-tentakel monster mencambuki dek cepat sekali sampai-sampai Leo tidak sempat berteriak, Awas! Salah satunya menghantam dada Percy dan menjatuhkannya ke tangga. Satu lagi membelit tungkai Piper dan menyeretnya, yang menjerit-jerit, ke arah langkan. Lusinan lainnya mencengkeram tiang layar, melilit busur silang, dan memutuskan tali-temali pengikat layar. "Serangan bulu hidung!" Hedge menyambar tongkat bisbol dan melompat untuk beraksi; tapi pukulannya mental di tentakel-tentakel itu tanpa berdampak apa-apa. Jason menghunus pedangnya. Dia mencoba membebaskan Piper, tapi dia masih lemas. Bilah emas pedangnya tidak kesulitan memotong tentakel itu, tapi tentakel-tentakel lain muncul menggantikan yang putus, lebih cepat daripada kemampuan Jason memotong yang lama. Annabeth mencabut belatinya. Dia lari ke antara sulur-sulur tentakel, menghindar dan menikam target mana pun yang dapat diincarnya. Frank menyiagakan busurnya. Pemuda itu membidik sisi tubuh makhluk itu, menancapkan panah di sela-sela cangkang; tapi si monster tampaknya tidak kesakitan, malah jadi kesal dibuatnya. Ia menggerung, dan menggoyang-goyangkan kapal. Tiang layar berderit seperti mau panah. Mereka butuh senjata api yang lebih kuat, tapi mereka tak bisa menggunakan ketapel. Mereka harus meluncurkan ledakan yang takkan menghancurkan kapal. Namun, bagaimana ...? Mata Leo tertumbuk pada peti perbekalan di samping kaki Hazel.
"Hazel!" teriaknya, "kotak itu! Buka!" Hazel ragu-ragu, kemudian melihat kotak yang Leo maksud. Labelnya berbunyi PERINGATAN. JANGAN DIBUKA. "Buka!" teriak Leo lagi, "Pak Pelatih! Ambil kemudi! Arahkan kapal ke badan monster itu. Kalau tidak, bisa-bisa kita terbalik." Kaki kambing Hedge yang gesit berjingkat di antara tentakel-tentakel. Sementara itu, tangannya main getok sepenuh hati. Dia melompat ke depan kemudi dan mengambil alih kendali. "Moga-moga kau punya rencana!" teriak sang satir. "Rencana jelek." Leo melaju ke tiang layar. Si monster membenturkan diri ke Argo II. Geladak miring hingga empat puluh lima derajat. Meskipun semua orang berusaha keras, terlalu banyak tentakel yang harus dilawan. Tentakel-tentakel itu tampaknya bisa memanjang sesukanya. Tidak lama lagi Argo II bakal terbelit. Percy belum muncul-muncul dari bawah. Yang lain berjuang mempertahankan nyawa dari serangan bulu hidung. "Frank!" panggil Leo sambil lari menghampiri Hazel, "ulur-ulurlah waktu! Bisakah kau berubah jadi hiu atau semacamnya?" Frank melirik ke samping sambil memberengut; dan tepat saat itu, sebuah tentakel menghantamnya dan menjungkalkannya dari kapal. Hazel menjerit. Dia membuka kotak perbekalan dan hampir menjatuhkan dua labu kaca yang dipegangnya. Leo menangkap kedu a labu tersebut. Masing-masing be
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 3: The Mark Of Athena (Tanda Athena)
rukuran sebesar apel, sedangkan cairan di dalamnya berpendar hijau seram mirip racun. Kacanya terasa hangat saat disentuh. Dada Leo serasa mau meledak karena rasa bersalah. Dia Baru saja mengalihkan perhatian Frank dan barangkali membuat pemuda itu tewas, tapi dia tidak boleh memikirkan itu. Dia harus menyelamatkan kapal ini.
"Ayo!" Dia menyerahkan salah satu labu kepada Hazel. "Kita pasti bisa membunuh monster itu dan menyelamatkan Frank!" Leo harap dirinya tidak bohong. Untuk mencapai langkan kiri, mereka harus mendaki alih-alih berjalan, tapi akhirnya mereka sampai. "Apa ini?" kata Hazel terengah-engah sambil membuai labu kaca. "Api Yunani!" Mata Hazel membelalak. "Apa kau gila? Jika ini pecah, seisi kapal bakal terbakar!" "Mulut labu!" kata Leo, "tuangkan saja isi " Tiba-tiba Leo menabrak Hazel, dan dunia jadi miring. Sementara mereka terangkat ke udara, Leo menyadari bahwa mereka dibelit tentakel. Lengan Leo bebas, tapi dia harus berusaha sekuat tenaga supaya labu api Yunani tidak lepas dari genggamannya. Hazel meronta. Lengan Hazel terjepit, artinya labu yang terjebak di antara mereka bisa pecah kapan saja dan andai itu terjadi, dampaknya bakal buruk untuk kesehatan mereka. Mereka naik tiga meter, enam meter, sembilan meter ke atas si monster. Sekilas Leo melihat teman-temannya yang kewalahan, berteriak-teriak dan menebas bulu hidung sang monster. Dia menyaksikan Pak Pelatih Hedge berjuang supaya kapal tidak terbalik. Lautan gelap, tapi di bawah sinar rembulan Leo seperti melihat benda mengilap terapung di dekat si monster mungkin tubuh Frank Zhang yang sedang tak sadarkan diri. "Leo," sengal Hazel, "aku tak bisa lenganku "Hazel," kata Leo, "apa kau percaya padaku?" "Tidak!" "Aku juga." Leo mengakui. "Waktu makhluk ini menjatuhkan kita, tahan napasmu. Apa pun yang kau lakukan, cobalah lempar labumu sejauh-jauhnya dari kapal."
"Kenapa kenapa dia bakal menjatuhkan kita?" Leo menatap kepala monster. Meski susah, dia tak punya pilihan. Leo mengangkat labu di tangan kirinya. Dia merapatkan tangan kanan ke tentakel dan mendatangkan api ke telapak tangannya api putih membara yang difokuskan di satu titik saja. Panasnya api menarik perhatian si monster. Sekujur tubuh makhluk itu menggeletar hingga ke tentakel saat kulitnya melepuh di bawah sentuhan Leo. Si monster mendongakkan rahangnya, meraung kesakitan, dan Leo pun melemparkan api Yunani langsung ke dalam tenggorokan makhluk tersebut. Di antara percikan air asin yang memedihkan, Leo seperti melihat siluet samar-samar lambung kapal di atas bentuk lonjong gelap yang dikelilingi korona hijau berapi-api, tapi Leo tidak tabu apakah kapal terbakar atau tidak. Dibunuh udang raksasa, pikir Leo getir. Setidaknya Argo II selamat. Semoga teman-temanku baik-baik saja. Penglihatannya mengabur. Paru-parunya sesak. Tepat saat Leo hendak menyerah, sebuah wajah aneh mem-bayang di atasnya pria yang miri.p Chiron, pelatih mereka di Perkemahan Blasteran. Sama seperti Chiron, dia berambut keriting, berjanggut lebat, dan bermata cerdas perpaduan hippie liar dengan profesor kebapakan, hanya saja kulit pria ini berwarna hijau muda seperti kacang panjang. Sang pria mengangkat sebilah belati tanpa bersuara. Ekspresinya muram dan galak, seolah hendak mengatakan: Nah, diam ya. Kalau tidak, aku tak bisa membunuhmu dengan benar. Leo pun pingsan.
Ketika Leo tersadar, dia bertanya-tanya apakah dirinya jadi hantu dalam kilas balik lagi, sebab dia terapung-apung seolah tanpa
bobot. Matanya pelan-pelan menyesuaikan diri terhadap cahaya redup. "Sudah waktunya." Suara Frank bergaung, seakan dia bicara dari balik beberapa lapis plastik. Leo duduk tegak atau lebih tepatnya mengapungkan diri sampai tegak. Dia berada di bawah air, dalam gua seukuran garasi berkapasitas dua mobil. Lumut berpendar menyelimuti langit-langit, membanjiri ruang tersebut dengan binar hijau kebiruan. Lantai dilapisi oleh hamparan bulu babi sehingga kurang nyaman untuk dipijak, alhasil Leo bersyukur dia mengapung. Dia tidak mengerti bagaimana sampai dia bisa bernapas tanpa udara. Frank melayang-layang di dekat sana sambil bersila.
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 3: The Mark Of Athena (Tanda Athena)