Cerita Misteri | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Serial The Heroes of Olympus | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Cersil Sakti | The Son of Neptune (Putra Neptunus) pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
gal."
Percy mengerutkan alis. "Bagaimana meninggalnya?" Biasanya Frank berbohong. Dia akan mengatakan kecelakaan dan mengakhiri perbincangan. Kalau tidak begitu, bisa-bisa emosinya menjadi tak terkendali. Dia tidak boleh menangis di Perkemahan Jupiter. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahan. N'amun, dengan Percy, Frank merasa lebih mudah bicara.
"Ibuku meninggal dalam perang," kata Frank, "Afghanistan." "Ibumu anggota militer?" "Militer Kanada. Iya." "Kanada? Aku tidak tahu " "Kebanyakan orang Amerika tidak tahu." Frank mendesah. Tapi, iya, Kanada menempatkan pasukan di sana. Ibuku seorang kapten. Dia salah satu wanita pertama yang meninggal dalam pertempuran. Dia menyelamatkan sejumlah prajurit yang dikepung oleh tembakan musuh. Ibuku ibuku tidak berhasil meloloskan diri. Pemakamannya tepat sebelum aku datang ke sini."
Percy mengangguk. Dia tidak menanyakan detail lebih lanjut Frank menghargai sikap Percy. Dia tidak mengucapkanka ta prihatin, atau melontarkan komenta r simpati yang selalu didengar Frank: Oh, kasihan kau. P asti berat sekali bagimu. Kusampaikan belasungkawa y ang mendalam.
Kesannya, Percy sudah pernah menghadapi kematiaj sebelumnya, sudah tahu tentang duka. Yang penting adabi mendengarkan. Kita tidak perlu mengatakan ikut berduka cis Satu-satunya yang membantu mengurangi duka adalah tents sail melanjutkan hidup melangkah maju.
"Bagaimana kalau kau antar aku ke kamar mandi sekarang?"
Percy mengusulkan. "Badanku kotor."
Frank berhasil tersenyum. "Iya. Memang kau agak kotor:
Selagi mereka berjalan masuk ke ruang uap, Frank memikirkan neneknya, ibunya, dan masa kanak-kanaknya yang dirundung kutukan, berkat Juno dan sepotong kayu bakar itu. Frank hanya berharap semoga dia bisa melupakan masa lalunya, sama seperti Percy. []
BAB SEPULUH
FRANK
FrANK TIDAK INGAT BANYAK TENTANG pemakaman itu. Namun, dia ingat beberapa jam menjelang pemakaman nenek Frank keluar ke halaman belakang dan mendapati Frank menembakkan panah ke koleksi porselennya.
Rumah nenek Frank berupa griya batu kelabu berukuran yang terletak di lahan seluas lebih dari empat puluh lima meter persegi di Vancouver Utara. Halaman belakangnya wambung langsung ke Lynn Canyon Park. Pagi itu dingin dan diwarnai hujan rintik-rintik, tapi Frank merasakan hawa yang menggigit. Dia mengenakan setelan wol dan mantel panjang hitam yang dulu adalah milik kakeknya. terperanjat dan sedih saat mendapati bahwa pakaian tersebut sekali di badannya. Pakaian tersebut berbau seperti kamfer dan melati. Kainnya membuat gatal, tapi hangat. Dengan dan panahnya, Frank barangkali menyerupai kepala pelayan yang sangat berbahaya.
Frank menaikkan sejumlah porselen milik neneknya ke gerobak dan menarik gerobak itu ke halaman. Di sana, dia meleta sasarannya di atas tiang pagar tua di tepi properti tersebut. sudah memanah lama sekali sampai-sampai jemarinya m terasa kebas. Seiring tiap bidikan panah, Frank membayangkan dia sedang menebas persoalannya.
Penembak jitu Afghanistan.
Kerompyang. Sebuah poci pecah berkeping-keping terkena panah di tengah-tengah.
Medali penghormatan, kepingan perak yang diuntai ke pig merah-hitam, dianugerahkan bagi prajurit yang tewas dalam tug diserahkan kepada Frank layaknya benda penting, benda yang menjadikan semua baik-baik saja. Prak. Cangkir teh melesat dalam hutan.
Perwira yang datang memberi tahu Frank: "Ibumu seorang pahlawan. Kapten Emily Zhang meninggal saat berusaha menyelamatkan rekan-rekannya." Prang. Piring biru-putih remuk berantakan.
Teguran neneknya: tidak boleh menangis. Terutar, laki-laki Zhang. Kau harus bertahan, Fai.
Tak seorang pun memanggilnya Fai kecuali neneknya.
Frank itu nama macam apa? omel neneknya. Itu bukan nar, China.
Aku bukan orang China, pikir Frank, tapi dia tidak berani mengucapkan itu. Ibunya pernah memberitahun ya beberapa tahun lalu: Percuma berdebat dengan Nen ek. Kau semata-mata akan lebih menderita. Ibunya ben ar. Dan sekarang Frank tidak punya siapa-siapa kecuali neneknya.
Gedebuk. Panah keempat mengenai tiang pagar dan tertanam di sana, bergetar.
"Fai," kata neneknya.
Frank m
http://cerita-silat.mywapblog.com
enoleh. Nenek sedang membawa peti mahoni seukuran kotak sepatu yang tidak pernah Frank lihat sebelumya. Dengan gaun hitam berkerah tinggi dan rambut beruban yang dikonde ketat, nenek terlihat seperti guru sekolah tahun 1800-an.
Nenek mengamati kehancuran tersebut: porselennya dalam gerobak, pecahan perangkat minum teh favoritnya berserakan di halaman rumput, panah Frank tertancap di tanah, pohon, tiang pagar, dan salah satu di kepala kurcaci kebun yang tersenyum.
Frank mengira neneknya bakal membentak-bentak, atau memukulnya dengan kotak itu. Frank tidak pernah melakukan apa pun yang seburuk ini sebelumnya. Dia tidak pernah merasa se marah ini.
Wajah nenek dipenuhi kegetiran dan ketidaksetujuan. Dia sama sekali tidak mirip ibu Frank. Frank bertanya-tanya, kok bisabisanya ibunya menjadi orang yang sebaik itu selalu tertawa, selalu lembut. Frank tidak bisa membayangkan ibunya tumbuh besar bersama nenek, sama seperti dia tak bisa membayangkan ibunya di medan tempur walaupun kedua situasi tersebut barangkali tidak lain-lain amat.
Frank menunggu nenek mengamuk. Mungkin dia bakal dihukum dan tidak perlu datang ke pemakaman. Frank ingin menyakiti nenek karena bersikap jahat sekali selama ini, karena membiarkan ibunya pergi berperang, karena mengomeli Frank supaya jangan sewot. Yang nenek pedulikan cuma koleksinya yang tidak penting.
"Hentikan perilaku konyol ini," kata nenek. Dia tidak kedengaran terlalu kesal. "Ini tidak pantas bagimu."
Yang membuat Frank kaget, nenek menendang salah satu cangkir teh favoritnya.
"Mobil akan segera tiba di sini," katanya, "kita harus bicara."
Frank terbengong-bengong. Dilihatnya kotak mahoni secara lebih saksama. Selama satu saat mengerikan, Frank bertanya-tanya apakah kotak itu berisi abu ibunya, tapi itu mustahil. Nenek telah memberi tahu Frank bahwa akan ada pemakaman militer jika memang demikian, kenapa nenek memegang kotak itu dan amat takzim, seolah-olah isi nya membuat nenek berduka?
"Masuklah," kata nenek. Tanpa menunggu untuk melihat apakah Frank akan mengikuti, nenek berbalik dan berderap menuju rumah.
Di ruang tamu, Frank duduk di sofa beledu, dikelilingi oleh foto antik keluarga, vas porselen yang terlalu besar untuk dimuat dalam gerobak, dan panji-panji kaligrafi China. Frank tidak tahu apa bunyi kaligrafi itu. Dia tidak pernah berminat mempelajarinya. Dia juga tidak mengenal kebanyakan orang dalam foto-foto tersebut.
Kapan pun nenek mulai menceramahi Frank mengenai leluhurnya bagaimana mereka datang dari China dan sukses dalam bisnis impor/ekspor, akhirnya menjadi salah satu keluarga China terkaya di Vancouver ya, Frank semata-mata merasa bosan. Frank adalah warga negara Kanada generasi keempat.
Dia tidak peduli pada China dan semua benda antik berdebu ini. Satu-satunya aksara China yang bisa dia kenali adalah nama keluarganya: Zhang. Empu busur. Itu Baru keren.
Nenek duduk di sebelah Frank, posturnya kaku, tangannya terlipat di atas kotak.
"Ibumu ingin kau menyimpan ini," kata nenek dengan enggan, "dia menjaganya sejak kau masih bayi. Ketika dia pergi berperang, dia memercayakannya kepadaku. Tapi kini dia sudah tiada. Dan sebentar lagi kau akan pergi juga."
Perut Frank menjadi mulas. "Pergi? Ke mana?"
"Aku sudah renta," kata nenek, seolah-olah itu adalah mengejutkan, "aku sudah punya janji dengan Maut tak lama lagi. Aku tidak bisa mengajarimu keterampilan yang kau butuhkan, dan aku tidak bisa menyimpan beban ini sesuatu terjadi pada benda ini, aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri. Kau akan mati karenanya."
Frank tak yakin dia tidak salah. dengar. Kedengarannya nenek engatakan bahwa nyawanya bergantung pada kotak itu. Frank bertanya-tanya apa sebabnya dia tidak pernah melihat kotak itu sebelumnya. Nenek pasti menyimpannya dalam loteng yang terkunci satu-satunya ruangan yang tidak boleh dijelajahi Frank. Nenek selalu berkata bahwa dia menyimpan harta paling berharganya di atas sana.
Nenek menyerahkan kotak tersebut kepadanya. Frank membuka tutup kotak dengan jemari gemetar. Di dalam, di atas bantalan dari bahan beledu, terdapat benda yang men
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
gal."
Percy mengerutkan alis. "Bagaimana meninggalnya?" Biasanya Frank berbohong. Dia akan mengatakan kecelakaan dan mengakhiri perbincangan. Kalau tidak begitu, bisa-bisa emosinya menjadi tak terkendali. Dia tidak boleh menangis di Perkemahan Jupiter. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahan. N'amun, dengan Percy, Frank merasa lebih mudah bicara.
"Ibuku meninggal dalam perang," kata Frank, "Afghanistan." "Ibumu anggota militer?" "Militer Kanada. Iya." "Kanada? Aku tidak tahu " "Kebanyakan orang Amerika tidak tahu." Frank mendesah. Tapi, iya, Kanada menempatkan pasukan di sana. Ibuku seorang kapten. Dia salah satu wanita pertama yang meninggal dalam pertempuran. Dia menyelamatkan sejumlah prajurit yang dikepung oleh tembakan musuh. Ibuku ibuku tidak berhasil meloloskan diri. Pemakamannya tepat sebelum aku datang ke sini."
Percy mengangguk. Dia tidak menanyakan detail lebih lanjut Frank menghargai sikap Percy. Dia tidak mengucapkanka ta prihatin, atau melontarkan komenta r simpati yang selalu didengar Frank: Oh, kasihan kau. P asti berat sekali bagimu. Kusampaikan belasungkawa y ang mendalam.
Kesannya, Percy sudah pernah menghadapi kematiaj sebelumnya, sudah tahu tentang duka. Yang penting adabi mendengarkan. Kita tidak perlu mengatakan ikut berduka cis Satu-satunya yang membantu mengurangi duka adalah tents sail melanjutkan hidup melangkah maju.
"Bagaimana kalau kau antar aku ke kamar mandi sekarang?"
Percy mengusulkan. "Badanku kotor."
Frank berhasil tersenyum. "Iya. Memang kau agak kotor:
Selagi mereka berjalan masuk ke ruang uap, Frank memikirkan neneknya, ibunya, dan masa kanak-kanaknya yang dirundung kutukan, berkat Juno dan sepotong kayu bakar itu. Frank hanya berharap semoga dia bisa melupakan masa lalunya, sama seperti Percy. []
BAB SEPULUH
FRANK
FrANK TIDAK INGAT BANYAK TENTANG pemakaman itu. Namun, dia ingat beberapa jam menjelang pemakaman nenek Frank keluar ke halaman belakang dan mendapati Frank menembakkan panah ke koleksi porselennya.
Rumah nenek Frank berupa griya batu kelabu berukuran yang terletak di lahan seluas lebih dari empat puluh lima meter persegi di Vancouver Utara. Halaman belakangnya wambung langsung ke Lynn Canyon Park. Pagi itu dingin dan diwarnai hujan rintik-rintik, tapi Frank merasakan hawa yang menggigit. Dia mengenakan setelan wol dan mantel panjang hitam yang dulu adalah milik kakeknya. terperanjat dan sedih saat mendapati bahwa pakaian tersebut sekali di badannya. Pakaian tersebut berbau seperti kamfer dan melati. Kainnya membuat gatal, tapi hangat. Dengan dan panahnya, Frank barangkali menyerupai kepala pelayan yang sangat berbahaya.
Frank menaikkan sejumlah porselen milik neneknya ke gerobak dan menarik gerobak itu ke halaman. Di sana, dia meleta sasarannya di atas tiang pagar tua di tepi properti tersebut. sudah memanah lama sekali sampai-sampai jemarinya m terasa kebas. Seiring tiap bidikan panah, Frank membayangkan dia sedang menebas persoalannya.
Penembak jitu Afghanistan.
Kerompyang. Sebuah poci pecah berkeping-keping terkena panah di tengah-tengah.
Medali penghormatan, kepingan perak yang diuntai ke pig merah-hitam, dianugerahkan bagi prajurit yang tewas dalam tug diserahkan kepada Frank layaknya benda penting, benda yang menjadikan semua baik-baik saja. Prak. Cangkir teh melesat dalam hutan.
Perwira yang datang memberi tahu Frank: "Ibumu seorang pahlawan. Kapten Emily Zhang meninggal saat berusaha menyelamatkan rekan-rekannya." Prang. Piring biru-putih remuk berantakan.
Teguran neneknya: tidak boleh menangis. Terutar, laki-laki Zhang. Kau harus bertahan, Fai.
Tak seorang pun memanggilnya Fai kecuali neneknya.
Frank itu nama macam apa? omel neneknya. Itu bukan nar, China.
Aku bukan orang China, pikir Frank, tapi dia tidak berani mengucapkan itu. Ibunya pernah memberitahun ya beberapa tahun lalu: Percuma berdebat dengan Nen ek. Kau semata-mata akan lebih menderita. Ibunya ben ar. Dan sekarang Frank tidak punya siapa-siapa kecuali neneknya.
Gedebuk. Panah keempat mengenai tiang pagar dan tertanam di sana, bergetar.
"Fai," kata neneknya.
Frank m
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)
enoleh. Nenek sedang membawa peti mahoni seukuran kotak sepatu yang tidak pernah Frank lihat sebelumya. Dengan gaun hitam berkerah tinggi dan rambut beruban yang dikonde ketat, nenek terlihat seperti guru sekolah tahun 1800-an.
Nenek mengamati kehancuran tersebut: porselennya dalam gerobak, pecahan perangkat minum teh favoritnya berserakan di halaman rumput, panah Frank tertancap di tanah, pohon, tiang pagar, dan salah satu di kepala kurcaci kebun yang tersenyum.
Frank mengira neneknya bakal membentak-bentak, atau memukulnya dengan kotak itu. Frank tidak pernah melakukan apa pun yang seburuk ini sebelumnya. Dia tidak pernah merasa se marah ini.
Wajah nenek dipenuhi kegetiran dan ketidaksetujuan. Dia sama sekali tidak mirip ibu Frank. Frank bertanya-tanya, kok bisabisanya ibunya menjadi orang yang sebaik itu selalu tertawa, selalu lembut. Frank tidak bisa membayangkan ibunya tumbuh besar bersama nenek, sama seperti dia tak bisa membayangkan ibunya di medan tempur walaupun kedua situasi tersebut barangkali tidak lain-lain amat.
Frank menunggu nenek mengamuk. Mungkin dia bakal dihukum dan tidak perlu datang ke pemakaman. Frank ingin menyakiti nenek karena bersikap jahat sekali selama ini, karena membiarkan ibunya pergi berperang, karena mengomeli Frank supaya jangan sewot. Yang nenek pedulikan cuma koleksinya yang tidak penting.
"Hentikan perilaku konyol ini," kata nenek. Dia tidak kedengaran terlalu kesal. "Ini tidak pantas bagimu."
Yang membuat Frank kaget, nenek menendang salah satu cangkir teh favoritnya.
"Mobil akan segera tiba di sini," katanya, "kita harus bicara."
Frank terbengong-bengong. Dilihatnya kotak mahoni secara lebih saksama. Selama satu saat mengerikan, Frank bertanya-tanya apakah kotak itu berisi abu ibunya, tapi itu mustahil. Nenek telah memberi tahu Frank bahwa akan ada pemakaman militer jika memang demikian, kenapa nenek memegang kotak itu dan amat takzim, seolah-olah isi nya membuat nenek berduka?
"Masuklah," kata nenek. Tanpa menunggu untuk melihat apakah Frank akan mengikuti, nenek berbalik dan berderap menuju rumah.
Di ruang tamu, Frank duduk di sofa beledu, dikelilingi oleh foto antik keluarga, vas porselen yang terlalu besar untuk dimuat dalam gerobak, dan panji-panji kaligrafi China. Frank tidak tahu apa bunyi kaligrafi itu. Dia tidak pernah berminat mempelajarinya. Dia juga tidak mengenal kebanyakan orang dalam foto-foto tersebut.
Kapan pun nenek mulai menceramahi Frank mengenai leluhurnya bagaimana mereka datang dari China dan sukses dalam bisnis impor/ekspor, akhirnya menjadi salah satu keluarga China terkaya di Vancouver ya, Frank semata-mata merasa bosan. Frank adalah warga negara Kanada generasi keempat.
Dia tidak peduli pada China dan semua benda antik berdebu ini. Satu-satunya aksara China yang bisa dia kenali adalah nama keluarganya: Zhang. Empu busur. Itu Baru keren.
Nenek duduk di sebelah Frank, posturnya kaku, tangannya terlipat di atas kotak.
"Ibumu ingin kau menyimpan ini," kata nenek dengan enggan, "dia menjaganya sejak kau masih bayi. Ketika dia pergi berperang, dia memercayakannya kepadaku. Tapi kini dia sudah tiada. Dan sebentar lagi kau akan pergi juga."
Perut Frank menjadi mulas. "Pergi? Ke mana?"
"Aku sudah renta," kata nenek, seolah-olah itu adalah mengejutkan, "aku sudah punya janji dengan Maut tak lama lagi. Aku tidak bisa mengajarimu keterampilan yang kau butuhkan, dan aku tidak bisa menyimpan beban ini sesuatu terjadi pada benda ini, aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri. Kau akan mati karenanya."
Frank tak yakin dia tidak salah. dengar. Kedengarannya nenek engatakan bahwa nyawanya bergantung pada kotak itu. Frank bertanya-tanya apa sebabnya dia tidak pernah melihat kotak itu sebelumnya. Nenek pasti menyimpannya dalam loteng yang terkunci satu-satunya ruangan yang tidak boleh dijelajahi Frank. Nenek selalu berkata bahwa dia menyimpan harta paling berharganya di atas sana.
Nenek menyerahkan kotak tersebut kepadanya. Frank membuka tutup kotak dengan jemari gemetar. Di dalam, di atas bantalan dari bahan beledu, terdapat benda yang men
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)