Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

The Son of Neptune (Putra Neptunus) - 30

$
0
0
Cerita Misteri | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Serial The Heroes of Olympus | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Cersil Sakti | The Son of Neptune (Putra Neptunus) pdf

Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap

, dan semua orang bertoga kontan beranjak pergi.
  "Ini dia." Hazel memain-mainkan batu yang kelihatan seperti ruby merah dua karat.
  Vitellius si hantu muncul di sebelah mereka sambil memancarkan denyar ungu. "Bona fortuna, kalian bertiga! Ah, rapat senat. Aku ingat waktu Caesar dibunuh. Darah yang membasahi toganya "
  "Terima kasih, Vitellius," potong Frank, "kami harus pergi." Reyna dan Octavian memimpin prosesi senator keluar dari perkemahan, sementara greyhound logam Reyna melesat bolakbalik di jalan. Hazel, Frank, dan Percy mengekor di belakang. Percy menyadari keberadaan Nico di Angelo dalam kelompok tersebut, mengenakan toga hitam dan mengobrol dengan Gwen, yang kelihatan agak pucat, tapi hebatnya baik-baik saja mengingat dia Baru mati semalam. Nico melambai kepada Percy, kemudian kembali ke percakapannya, membuat Percy semakin yakin bahwa adik Hazel sedang berusaha menghindarinya.
  Dakota terhuyung-huyung dalam balutan toganya yang bebercak merah. Banyak senator lain yang tampaknya juga kesulitan gara-gara toga mereka menjinjing bagian bawahnya,
 
  berusaha menjaga agar kain tidak melorot dari pundak. Percy bersyukur dia mengenakan kaus ungu dan celana jin yang biasa:
  "Bagaimana caranya orang Romawi bergerak, memakai kain
  macam itu!"" dia bertanya-tanya.
  "Toga hanya dipakai untuk acara formal," kata Hazel, "seperti tuksedo. Aku bertaruh orang Romawi kuno membenci toga sama seperti kita. Omong-omong, kau tidak membawa senjata, kan?"
  Tangan Percy merogoh saku, tempat pulpennya selalu disimpan. "Kenapa? Memangnya tidak boleh?"
  "Senjata tidak diperbolehkan di dalam Batas Pomerian," kata Hazel.
  "Batas apa?" "Pomerian," ujar Frank, "batas kota. Di dalam terletak `zona aman' yang keramat. Legiun tidak boleh masuk. Senjata tidak diperbolehkan. Tujuannya supaya rapat senat tidak berdarahd arah."
  "Seperti pembunuhan Julius Caesar?" tanya Percy. Frank mengangguk. "Jangan khawatir. Sudah berbulan-bulan tidak ada kejadian semacam itu."
  Percy berharap Frank cuma bercanda. Saat mereka semakin dekat dengan kota, Percy bisa mengapresiasi betapa indahnya kota tersebut. Atap genting dan kubah emas berkilat-kilat diterpa sinar matahari. Honeysuckle dan mawar bermekaran di taman. Alun-alun di tengah kota berubin batu putih dan abu-abu, dihiasi patung, air mancur, dan pilar-pilar berlapis emas. Di lingkungan sekitarnya, jalanan bertegel diapit oleh rumah dua lantai yang baru dicat, toko, kafe, dan taman kota. Di kejauhan, menjulanglah koloseum dan arena balap kuda.
  Percy tidak sadar mereka sudah sampai di batas kota sampai para senator di depannya mulai memelan.
 
  Di sisi jalan berdirilah patung marmer putih sebesar orang sungguhan pria kekar berambut ikal, tak berlengan, dan bermimik jengkel. Mungkin dia kelihatan marah karena dia hanya diukir dari pinggang ke atas. Di bawah, dia hanya berupa bongkahan marmer besar.
  "Tolong berbaris satu-satu!" Kata patung itu, "siapkan tanda pengenal kalian."
  Percy menengok kiri-kanan. Dia tidak memperhatikan sebelumnya, tapi kota tersebut dikelilingi oleh patung-patung identik tiap interval kira-kira sembilan puluh meter.
  Para senator melintas dengan gampang. Patung mengecek tato
  di lengan bawah mereka dan memanggil nama masing-masing senator. "Gwendolyn, senator, Kohort V, ya. Nico di Angelo, duta Pluto silakan. Reyna, Praetor, tentu saja. Hank, senator, Kohort
  III oh, sepatumu bagus, Hank! Ah, siapa ini?"
  Hazel, Frank, dan Percy adalah yang terakhir. "Terminus," kata Hazel, "ini Percy Jackson. Percy, ini Terminus, Dewa Perbatasan."
  "Baru, ya?" kata sang Dewa, ."ya, keping probatio. Baiklah. z'kh, senjata dalam sakumu? Keluarkan! Keluarkan!"
  Percy heran bagaimana Terminus bisa tahu, tapi dia mengeluarkan pulpennya.
  "Cukup berbahaya," kata Terminus, "tinggalkan di bald. Tunggu, mana asistenku? Julia!"
  Seorang anak perempuan berumur sekitar enam tahun mengintip dari balik landasan patung. Dia memiliki rambut yang dikepang dua, mengenakan rok terusan merah muda, dan menyunggingkan senyum jail yang menampakkan dua gigi ompong.
 
  "Julia?" Terminus melirik k
  http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)

  e belakang, dan Julia pun buruburu menyingkir ke arah yang berlawanan. "Ke mana anak itu pergi?"
  Terminus menengok ke sebelah dan menangkap basah Julia sebelum dia sempat bersembunyi. Julia memekik kegirangan.
  "Oh, rupanya kau di sana," kata patung itu, "maju jalan. Bawakan baki."
  Julia bergegas keluar dan mengebuti roknya. Dia mengambil sebuah bald dan mengulurkannya kepada Percy. Di bald itu terdapat beberapa bilah pisau dapur, pembuka sumbat botol, wadah besar losion tabir surya, dan sebotol air.
  "Kau boleh mengambil senjatamu dalam perjalanan keluar," kata Terminus, "Julia akan menjaganya baik-baik. Dia profesional terlatih."
  Julia mengangguk. "Pro-fe-si-o-nal." Dia mengucapkan tiap suku kata dengan hati-hati, seperti yang sudah berlatih.
  Percy melirik Hazel dan Frank, yang sepertinya tidak menganggap hal ini janggal. Namun, Percy tidak terlalu antusias menyerahkan senjata mematikan kepada seorang anak.
  "Masalahnya," kata Percy, "pulpen itu kembali ke sakuku secara otomatis. Jadi, kalaupun aku menyerahkannya "
  "Jangan khawatir." Terminus meyakinkannya. "Akan kami pastikan benda itu tidak keluyuran. Bukan begitu, Julia?"
  "Ya, Pak Terminus." Dengan enggan, Percy meletakkan pulpennya di bald. "Nah, beberapa aturan, karena kau masih baru," kata Terminus, "kau memasuki batas kota. Jaga ketertiban di dalam garis kota. Mengalahlah pada lalu lintas kereta kuda selagi menyusuri jalan umum. Setibanya di Gedung Senat, duduklah di sebelah kiri. Dan, di bawah sana kau lihat aku menunjuk ke mana?" "Eh," kata Percy, "Anda tidak punya tangan."
  Rupanya ini topik peka bagi Terminus. Wajah marmernya berubah warna menjadi abu-abu. "Sok pintar, ya? Nah, Tuan Pelanggar Aturan, tepat di bawah sana di forum Julia, tolong tunjukkan untukku "
  Julia dengan patuh meletakkan baki dan menunjuk ke alunalun utama.
  "Toko yang awningnya biru," lanjut Terminus, "itu toko kelontong. Di sana dijual pita meteran. Belilah satu! Aku ingin celana itu tepat satu inci di atas pergelangan kaki dan rambut itu dipangkas sesuai aturan. Dan masukkan bajumu."
  Hazel berkata, "Terima kasih, Terminus. Kami harus pergi." "Ya sudah, kalian boleh lewat," kata sang Dewa dengan kesal, "tapi berjalanlah di sebelah kanan! Dan batu yang di sana itu Bukan, Hazel, lihat ke mana aku menunjuk. Batu itu terlalu dekat dengan pohon. Pindahkan dua inci ke kiri."
  Hazel melakukan yang diperintahkan. Sementara mereka melanjutkan menyusuri jalan, Terminus masih saja meneriakkan perintah kepada mereka, sedangkan Julia meroda di rumput.
  "Apa dia selalu seperti itu?" tanya Percy. "Tidak." Hazel mengakui. "Hari ini dia longgar. Biasanya dia lebih obsesif/kompulsif."
  "Dia menghuni tiap batu pembatas di sekeliling kota," kata Frank, "semacam pertahanan terakhir kita kalau kota ini diserang."
  "Terminus tidak menyebalkan," imbuh Hazel. "Hanya saja, jangan buat dia marah kalau tidak ingin dipaksa mengukur tiap helai rumput di lembah."
  Percy menyimpan informasi tersebut. "Lalu anak itu? Julia?" Hazel menyeringai. "Iya, dia manis. Orangtuanya tinggal di kota. Ayo. Sebaiknya kita susul para senator."
  Selagi mereka mendekati forum, Percy terperanjat melihat banyaknya jumlah orang. Anak-anak usia kuliah sedang berkumpul
  dan mengobrol di air mancur. Sebagian dari mereka melambai saat para senator melintas. Seorang anak lelaki berumur akhir dua puluhan berdiri di balik meja kasir toko roti, main mata dengan seorang wanita muda yang membeli kopi. Sepasang orang dewasa memperhatikan bocah laki-laki berpopok dan berkaus mini Perkemahan Jupiter yang sedang mengejar camar sambil tertatih-tatih. Pedagang sedang membuka toko, memasang papan bertuliskan bahaya Latin yang mengiklankan tembikar, perhiasan, dan tiket Hippodrome setengah harga.
  " Semua orang ini demigod?" tanya Percy. "Atau keturu nan demigod," kata Hazel, "seperti yang kuceritakan ke padamu, ini tempat yang bagus untuk kuliah atau berk eluarga tanpa harus mengkhawatirkan serangan monst er tiap hari. Mungkin sekitar dua atau tiga ratus orang y ang tinggal di sini? Para veteran bertindak sebagai pena sihat dan pa
  http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>