Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
t mereka, merekapun
bisa juga dipergunakan sebagai petunjuk-petunjuk
dalam soal pengangkutan-pengangkutan yang biasa
dilakukan orang ke tempat-tempat lain.”
An Chun San mufakat. Demikian juga Lauw Thay
berdua saudara, mereka menyatakan setuju dengan
usul itu, asalkan mereka diperbantukan dalam
piauwkiok-piauwkiok yang letaknya jauh dari daerah
kekuasaan komplotan Liu Tay Hong dan Hok Cit,
hingga dengan begitu, ketika buat kejadian
berbentrok dengan kedua penjahat itu jadi bisa
diringankan, biarpun itu bukan berarti akan dapat
disingkirkan sama sekali.
„Aku juga makanya menganjurkan begitu,” kata Lie
Poan Thian, „adalah karena aku mempunyai seorang
sahabat yang selama ini berniat akan membuka
piauw-kiok di selatan. Orang ini asal Ho-lam, she Cin
bernama Kong Houw. Kini ia dan isterinya ada dalam
perjalanan pulang ke desa kelahirannya. Jikalau kamu
berdua berlaku cepat, ada kemungkinan kamu
ketinggalan pun tidak berapa jauh.”
Semua orang mufakat benar dengan anjuran pemuda
kita itu.
Maka sesudah merekapun dijamu makan minum,
diberikan uang dan sepucuk surat oleh Poan Thian
yang dialamatkan kepada Cin Kong Houw serta
petunjuk-petunjuk lain yang memudahkan untuk
mereka mencari pada orang yang dimaksudkan itu,
barulah Lauw Thay dan Lauw An memohon diri pada
Chun San dan Poan Thian, kemudian pada malam itu
juga mereka kembali ke rumah mereka sendiri, untuk
berkemas-kemas dan berangkat ke selatan di hari
esoknya pagi-pagi.
Tatkala mereka telah berlalu lama juga, barulah Poan
Thian ingat suatu hal yang ia sebenarnya kepingin
menanyakan pada kedua saudara itu, tetapi, apa
mau, ia telah lupa utarakan selagi mereka berada di
hadapannya.
„Barusan aku telah lupa menanyakan,” katanya.
„Apakah mereka kenal atau tidak dengan Wie Hui,
murid In Cong Lo-siansu yang berkhianat itu. Karena
kedua saudara itu yang hidup di kalangan Kang-ouw
hitam dalam daerah ini, tidak mustahil mereka tak
kenal nama itu.”
Chun San membenarkan omongan itu, tetapi sudah
tentu saja ia tidak bisa berbuat lain daripada
menganjurkan Poan Thian akan pergi menyelidiki
sendiri, berhubung orang-orang yang bisa dimintakan
keterangannya telah berlalu dari hadapan mereka.
Di rumah An Chun San, Poan Thian telah berdiam
sehingga tiga hari lamanya, barulah ia dikabulkan
permintaannya buat melanjutkan perjalanannya ke
Po-to-san, sambil tak lupa dipesan oleh Chun San
akan mampir lagi ke situ, apabila tugas sang bekas
murid itu telah dapat ditunaikan.
Poan Thian berjanji akan berbuat begitu, biarpun ia
belum bisa tentukan kapan ia akan kembali lagi ke
situ. Kemudian ia berpamitan pada Chun San dan
terus menuju ke pantai untuk menumpang perahu
yang akan berangkat ke tempat yang dituju.
Begitulah dengan menumpang sebuah perahu seorang
nelayan yang kebetulan hendak pergi ke Po-to-san,
Poan Thian akhirnya telah sampai ke pegunungan
tersebut, dan sesudah membayar uang sewaan
perahu, lalu ia menuju ke kelenteng Po-to-sie dengan
mengikuti jalan gunung yang semakin lama semakin
tinggi, sedang di kiri kanannya tampak pemandangan
alam yang indah dan seolah-olah tidak dipunyai oleh
tempat-tempat dan pegunungan-pegunungan lain
yang terletak di alam Tiongkok.
Di situ Poan Thian menyaksikan cadas yang curam
dan batu-batu gunung yang sebesar-besar rumah, di
antara mana terdapat jalan-jalan yang menjurus ke
sana-sini. Sedangkan jalan yang terbesar sendiri, ialah
sebuah jalan yang menuju ke kelenteng Po-to-sie,
yang ramai oleh orang-orang dari tempat-tempat lain
yang sengaja berkunjung ke situ untuk
bersembahyang, membayar kaul atau menyaksikan
pemandangan alam yang tertampak di situ dan
daerah sekitarnya.
Poan Thian yang baru pada kali itu pernah
menginjakkan kakinya di pegunungan yang
merupakan pulau itu, sudah tentu saja masih
kelihatan agak kikuk dan tidak tahu jurusan mana
yang mesti diambilnya untuk ia dapat menyampaikan
tempat yang ditujunya.
Syukur juga karena banyaknya orang
http://cerita-silat.mywapblog.com
yang mondar-
mandir ke kelenteng itu dengan tidak putus-putusnya,
maka gampang ia menanyakan keterangan-
keterangan yang diperlukan, terutama mengenai jalan
yang lebih pendek supaya orang bisa lekas sampai ke
kelenteng tersebut.
Tetapi karena ia memang masih asing bagi tempat-
tempat di situ, tidak urung ia tersesat juga di jalan,
dan tahu-tahu ia telah sampai di bagian lain daripada
kelenteng yang masyhur itu, dimana karena
mendengar ada beberapa orang yang sedang berlatih
ilmu silat di balik pagar tembok yang terdekat, maka
Poan Thian jadi timbul keinginan buat coba
menyaksikan ke sebelah dalam, dengan jalan
melompati pagar tembok yang tak dapat dikatakan
rendah itu.
Tetapi sungguh tidak dinyana, selagi baru saja ia
menindak akan mendekati pagar tembok tersebut,
tiba-tiba ia telah dibikin kaget oleh suara seseorang
yang membentak dari balik tembok itu.
„Kau siapa?” tanyanya, „dan perlu apakah kau datang
mengintip kemari?”
Poan Thian bukan main herannya dan terutama
sangat tidak mengerti, cara bagaimanakah orang
yang berada dibalik tembok sana bisa mengetahui
bahwa ia berada di luarnya?
Ia pikir orang itu niscaya tidak bisa berbuat begitu,
apabila bukan seorang yang ilmu pendengarannya
telah sampai pada puncak yang tertinggi.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
t mereka, merekapun
bisa juga dipergunakan sebagai petunjuk-petunjuk
dalam soal pengangkutan-pengangkutan yang biasa
dilakukan orang ke tempat-tempat lain.”
An Chun San mufakat. Demikian juga Lauw Thay
berdua saudara, mereka menyatakan setuju dengan
usul itu, asalkan mereka diperbantukan dalam
piauwkiok-piauwkiok yang letaknya jauh dari daerah
kekuasaan komplotan Liu Tay Hong dan Hok Cit,
hingga dengan begitu, ketika buat kejadian
berbentrok dengan kedua penjahat itu jadi bisa
diringankan, biarpun itu bukan berarti akan dapat
disingkirkan sama sekali.
„Aku juga makanya menganjurkan begitu,” kata Lie
Poan Thian, „adalah karena aku mempunyai seorang
sahabat yang selama ini berniat akan membuka
piauw-kiok di selatan. Orang ini asal Ho-lam, she Cin
bernama Kong Houw. Kini ia dan isterinya ada dalam
perjalanan pulang ke desa kelahirannya. Jikalau kamu
berdua berlaku cepat, ada kemungkinan kamu
ketinggalan pun tidak berapa jauh.”
Semua orang mufakat benar dengan anjuran pemuda
kita itu.
Maka sesudah merekapun dijamu makan minum,
diberikan uang dan sepucuk surat oleh Poan Thian
yang dialamatkan kepada Cin Kong Houw serta
petunjuk-petunjuk lain yang memudahkan untuk
mereka mencari pada orang yang dimaksudkan itu,
barulah Lauw Thay dan Lauw An memohon diri pada
Chun San dan Poan Thian, kemudian pada malam itu
juga mereka kembali ke rumah mereka sendiri, untuk
berkemas-kemas dan berangkat ke selatan di hari
esoknya pagi-pagi.
Tatkala mereka telah berlalu lama juga, barulah Poan
Thian ingat suatu hal yang ia sebenarnya kepingin
menanyakan pada kedua saudara itu, tetapi, apa
mau, ia telah lupa utarakan selagi mereka berada di
hadapannya.
„Barusan aku telah lupa menanyakan,” katanya.
„Apakah mereka kenal atau tidak dengan Wie Hui,
murid In Cong Lo-siansu yang berkhianat itu. Karena
kedua saudara itu yang hidup di kalangan Kang-ouw
hitam dalam daerah ini, tidak mustahil mereka tak
kenal nama itu.”
Chun San membenarkan omongan itu, tetapi sudah
tentu saja ia tidak bisa berbuat lain daripada
menganjurkan Poan Thian akan pergi menyelidiki
sendiri, berhubung orang-orang yang bisa dimintakan
keterangannya telah berlalu dari hadapan mereka.
Di rumah An Chun San, Poan Thian telah berdiam
sehingga tiga hari lamanya, barulah ia dikabulkan
permintaannya buat melanjutkan perjalanannya ke
Po-to-san, sambil tak lupa dipesan oleh Chun San
akan mampir lagi ke situ, apabila tugas sang bekas
murid itu telah dapat ditunaikan.
Poan Thian berjanji akan berbuat begitu, biarpun ia
belum bisa tentukan kapan ia akan kembali lagi ke
situ. Kemudian ia berpamitan pada Chun San dan
terus menuju ke pantai untuk menumpang perahu
yang akan berangkat ke tempat yang dituju.
Begitulah dengan menumpang sebuah perahu seorang
nelayan yang kebetulan hendak pergi ke Po-to-san,
Poan Thian akhirnya telah sampai ke pegunungan
tersebut, dan sesudah membayar uang sewaan
perahu, lalu ia menuju ke kelenteng Po-to-sie dengan
mengikuti jalan gunung yang semakin lama semakin
tinggi, sedang di kiri kanannya tampak pemandangan
alam yang indah dan seolah-olah tidak dipunyai oleh
tempat-tempat dan pegunungan-pegunungan lain
yang terletak di alam Tiongkok.
Di situ Poan Thian menyaksikan cadas yang curam
dan batu-batu gunung yang sebesar-besar rumah, di
antara mana terdapat jalan-jalan yang menjurus ke
sana-sini. Sedangkan jalan yang terbesar sendiri, ialah
sebuah jalan yang menuju ke kelenteng Po-to-sie,
yang ramai oleh orang-orang dari tempat-tempat lain
yang sengaja berkunjung ke situ untuk
bersembahyang, membayar kaul atau menyaksikan
pemandangan alam yang tertampak di situ dan
daerah sekitarnya.
Poan Thian yang baru pada kali itu pernah
menginjakkan kakinya di pegunungan yang
merupakan pulau itu, sudah tentu saja masih
kelihatan agak kikuk dan tidak tahu jurusan mana
yang mesti diambilnya untuk ia dapat menyampaikan
tempat yang ditujunya.
Syukur juga karena banyaknya orang
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
yang mondar-
mandir ke kelenteng itu dengan tidak putus-putusnya,
maka gampang ia menanyakan keterangan-
keterangan yang diperlukan, terutama mengenai jalan
yang lebih pendek supaya orang bisa lekas sampai ke
kelenteng tersebut.
Tetapi karena ia memang masih asing bagi tempat-
tempat di situ, tidak urung ia tersesat juga di jalan,
dan tahu-tahu ia telah sampai di bagian lain daripada
kelenteng yang masyhur itu, dimana karena
mendengar ada beberapa orang yang sedang berlatih
ilmu silat di balik pagar tembok yang terdekat, maka
Poan Thian jadi timbul keinginan buat coba
menyaksikan ke sebelah dalam, dengan jalan
melompati pagar tembok yang tak dapat dikatakan
rendah itu.
Tetapi sungguh tidak dinyana, selagi baru saja ia
menindak akan mendekati pagar tembok tersebut,
tiba-tiba ia telah dibikin kaget oleh suara seseorang
yang membentak dari balik tembok itu.
„Kau siapa?” tanyanya, „dan perlu apakah kau datang
mengintip kemari?”
Poan Thian bukan main herannya dan terutama
sangat tidak mengerti, cara bagaimanakah orang
yang berada dibalik tembok sana bisa mengetahui
bahwa ia berada di luarnya?
Ia pikir orang itu niscaya tidak bisa berbuat begitu,
apabila bukan seorang yang ilmu pendengarannya
telah sampai pada puncak yang tertinggi.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek