Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ketika Barongsai Menari - 12

$
0
0
Cerita Cinta | Ketika Barongsai Menari | by V. Lestari | Ketika Barongsai Menari | Cersil Sakti | Ketika Barongsai Menari pdf

Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III

pulang," ajak Adam.
  Harun teringat akan peringatan Henry dan Maria. Ia menolak dengan alasan sudah malam. Lalu mengajak Adam untuk duduk berbincang sebentar. Adam menerima tawaran itu. Ia memang cuma berbasa-basi saja dengan ajakannya. Memang ia bisa mengingatkan Harun untuk tidak memperbincangkan masa lalu rumahnya di depan Kristin, tapi bagaimana kalau Harun keceplosan bicara? Yang penting baginya adalah mengetahui motivasi kedatangan Harun.
  Henry masih menemani Kristin di luar pint u pagar rumahnya. Menunggu Adam.
  "Lama juga perginya, ya?" kata Henry.
  "Iya, Oom. Pasti ia berhasil menemukannya lalu mengobrol dulu. Heran, kenapa tak diajaknya saja ke sini?" keluh Kristin.
  "Di sini banyak nyamuk, Kris. Di rumah Oom saja nunggunya. Kita bisa mengobrol."
  "Tante ada?"
  "Ada dong."
  Kristin menganggap itu usul yang baik.
  Maria sudah menyelesaikan suratnya. Besok bisa dibawa Henry untuk diposkan. Rasanya lega bisa bercerita banyak kepada Susan. Kata Susan, ia senang sekali membaca ceritanya. Semakin panjang semakin senang. Kalau menulis surat pendek-pendek, itu sama saja dengan tidak menulis surat.
  Lalu seperti kebiasaannya, setiap selesai menulis surat ia mengeluarkan album foto yang disimpannya
  81
  di laci. Album itu berisi foto-foto keluarga. Ia membawanya ke sofa ruang depan. Selalu begitu. Sambil mengamati foto-foto Susan, ia membayangkan bagai-mana putrinya itu membaca cerita yang ditulisnya. Ia juga mengingat kembali ceritanya. Kalau sampai ke bagian yang satu itu, bagaimana kira-kira ekspresi Susan? Kata Susan, ia punya bakat jadi penulis. Ceritanya enak dibaca. Ah, anakku. Sebenarnya aku tidak mau terus-terusan menulis saja untukmu. Aku juga ingin bicara dan mendengar suaramu! Dan melihat langsung wajahmu, bukan fotomu! Apakah kau tidak punya keinginan yang sama terhadap diriku dan ayahmu?
  Lalu ia mendengar suara Henry dan Kristin. Keningnya berkerut. Kenapa Kristin malam-malam ke sini? Apakah si Adam belum pulang? Atau Kristin memerlukan sesuatu? Cepat-cepat ditutupnya album dan diletakkannya di sofa, lalu ia berdiri untuk menyambut kedua orang itu.
  Henry bercerita dengan cepat dan singkat perihal Adam yang pergi mengejar Harun. Lalu Maria membimbing Kristin duduk di sofa. "Betul sekali, Kris. Mendingan nunggu di sini saja. Kebetulan aku bermaksud membuat cokelat susu. Mau, ya? Mengobrollah dulu sama Oom."
  Maria bergegas ke dapur. Henry menjadi agak canggung ditinggal berdua saja. Otaknya bekerja mencari bahan pembicaraan. Tetapi Kristin tidak merasakan kecanggungan Henry. Tatapannya tertuju kepada album foto di sebelahnya. Ia meraihnya.
  "Itu album keluarga, Kris," Henry mendapat bahan pembicaraan. Ia pindah duduk ke sisi Kristin supaya
  82
  bisa menjelaskan foto siapa saja yang ada di dalam album. "Itu foto perkawinan Oom sama Tante. Sudah kuning, ya? Dan itu foto Ike dan Susan sa at masih bayi. Itu Ike yang baru masuk TK di depan sek olahnya. Lalu Susan yang menyusul bersekolah di TK ya ng sama. Keduanya berbeda usia lima tahun."
  "Aduh, lucu-lucu sekali ya, Oom. Sungguh suatu keluarga yang harmonis," puji Kristin. Terpikir apakah ibunya masih menyimpan foto-foto dirinya ketika masih bayi.
  "Nah, itu mereka berdua sudah jadi gadis remaja."
  "Cantik-cantik," kembali Kristin memuji.
  "Itu foto perkawinan Ike dan Daniel. Lalu itu anak-anak mereka."
  Kemudian Kristin teringat pada Susan dan kekasihnya. Ia tidak menanyakan melainkan membalik terus lembaran album untuk menemukannya sendiri. Tetapi ia menahan diri untuk tidak terang-terangan melakukannya. Pelan-pelan saja sambil mendengarkan penjelasan Henry. Mungkin juga sang kekasih tidak termasuk dalam album karena ia belum menjadi anggota keluarga, pikirnya.
  Kemudian tiba halaman terakhir. Ada dua foto ukuran kartupos bersebelahan. Yang satu menampilkan sepasang gadis dan pemuda. Si gadis adalah Susan. Keduanya berdampingan dalam pose setengah badan. Wajah mereka penuh senyum. Yang satu lagi foto si pemuda yang sama sedang berdiri sendirian dalam pose seluruh badan. Dia pun sedang tersenyum. Kali ini tak terdengar penjelasan dari Henry. Entah enggan atau sudah capek bicara. Tetap
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

  i Kristin tidak
  83
  memedulikannya. Tatapannya tajam mengarah kepada si pemuda dalam foto. Matanya tak mau berkedip. Ada kejutan luar biasa menyergapnya. Wajahnya memucat lalu ia memekik pelan.
  Henry terkejut. Ia meraih lengan Kristin yang terasa dingin. "Kenapa, Kris? Kenapa?" tanyanya panik.
  Kristin masih saja diam dengan tatapan tertuju kepada foto tadi. Ia mematung seperti kena sihir.
  "Maa! Maaa...! Cepat ke sini!" teriak Henry memanggil istrinya. Ia bingung dan takut.
  Maria yang memang sedang menuju ke ruang itu diiringi pembantunya yang membawa baki dengan cangkir-cangkir berisi cokelat susu segera mendekat dengan tergopoh-gopoh. Ia melompat menubruk Kristin dan memeluknya. Segera tatapannya tertuju ke halaman album di pangkuan Kristin. Ia juga sempat melihat ke mana arah tatapan Kristin yang begitu lekat. Jantungnya jadi bergetar.
  "Kris! Kriiis!" panggilnya lembut. Tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Kristin.
  Kristin tersadar. "Apa itu... itu..." Tangannya menunjuk si pemuda dalam foto. "Apa itu kekasih Susan yang sudah meninggal?" tanyanya pelan tapi jelas.
  Maria bertukar pandang sejenak dengan Henry. "Betul, Kris. Jelas, kan? Mereka berfoto bersama," sahut Maria dengan perasaan aneh.
  "Apakah dia punya saudara kembar?"
  "Tidak."
  "Punya saudara lelaki?"
  "Oh ya. Ada seorang kakaknya."
  "Mirip?"
  84
  "Sedikit saja. Tapi kakaknya lebih tua sepuluh tahun. Tidak secakep adiknya. Memangnya kenapa, Kris?" Maria merasa cemas.
  Kristin tidak menjawab. Tubuhnya terasa lemas. Sepertinya melayang.
  "Siapa namanya, Tante?"
  "Sonny."
  "Dulu dia tinggal di rumah saya, kan?"
  Maria berpandangan lagi dengan Henry. Maria menggeleng kuat-kuat. Bukan aku yang mengatakan, begitu kata ekpsresinya. Ia memalingkan muka, tak mau menjawab pertanyaan Kristin.
  "Benar kan, Oom?" desak Kristin, mengalihkan tatapannya kepada Henry.
  "Benar, Kris," sahut Henry dengan terpaksa. Biarlah kuterima risiko dimarahi Adam, pikirnya.
  "Dari mana kau tahu, Kris? Kami tidak mengatakannya, kan?" Maria bertanya dengan penasaran.
  Tetapi Kristin masih merenungi foto itu. Terbayang lagi lelaki misterius yang selalu dilihatnya berdiri di seberang jalan memandangi jendelanya. Senyumnya. Gaya berdirinya. Dia ada di foto itu! Dia adalah Sonny!
  Tiba-tiba Kristin memekik lagi. Album di pangkuan jatuh ke lantai. Maria memeluknya. Henry melompat untuk memungut album dan meletakkannya kembali di sofa. Kali ini Kristin memegang perutnya dan wajahnya meringis kesakitan. "Saya kira sudah dekat, Tante. Ada kontraksi. Kuat sekali! Aduh!"
  Hiruk-pikuk terjadi. Henry melompat dan berlari ke rumah Adam untuk mengecek apakah Adam sudah pulang. Ternyata belum. Telepon genggamnya
  85
  pun tak dibawanya. Apa sebaiknya menyusul Adam ke halte bus? Bagaimana kalau Adam tidak ada di sana? Itu berarti membuang waktu saja. Padahal Kristin sudah meringis-ringis kesakitan. Maka Bi Iyah cuma dititipi pesan saja, supaya Adam segera menyusul ke rumah sakit. Untunglah Kristin sudah menyiapkan segala keperluannya di dalam tas besar, termasuk surat dokter dan rumah sakit. Tinggal mengangkatnya saja. Henry dan Maria akan mengantarkan Kristin ke rumah sakit.
  Adam merasa lega setelah mengetahui bahwa tujuan Harun berkunjung cuma untuk mempromosikan usaha percetakan putranya. Lagi pula bukan cuma dirinya yang dikunjungi, melainkan beberapa orang lain yang dikenal Harun. Tapi tentu saja ia tidak mengutarakan kelegaannya itu. "Aku cepat-cepat menyusul ke sini karena kangen sama Bapak," katanya memberi alasan.
  Harun merasa tersanjung oleh ucapan itu. Begitu berartikah dirinya di mata Adam? Kalau begitu Adam sungguh orang yang rendah hati dan menghargai persahabatan. Jarang ada orang seperti itu. Biasanya orang yang sudah kaya cepat melupakan temannya semasa miskin. Biasanya orang yang seperti itu gampang menjadi arogan dan cepat berprasangka negatif bila dikunjungi. Sangkanya akan minta bantuan atau meminjam uang.
  Tetapi kemudian muncul rasa ingin tahunya kenapa Adam justru memilih rumah Sonny padahal tersedia begitu banyak pilihan. Toh semua yang ditawarkan itu sama murah dan rusak kondisinya.
  "Itu yang paling mu
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>