Cerita Silat | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | by Rajakelana | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | Kong Ciak Bi-Siucai | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
“silahkan duduk kongcu!” ujar pelayan tua
“terimakasih lopek! tolong segera hidangkan makanan
terbaik kalian, dan satu kati arak!”
“baik koncu! segera akan disiapkan!” sahut pelayan
tua dan kemudian ia membalik badan, lelaki itu
memperhatikan sekelilingnya, sorot matanya
demikian bening dibawa alisnya yang hitam
melengkung laksana golok kembar, dan saat ia
melihat Han-sian-hui yang sedang makan, matanya
terhenti karena terpana oleh kecantikan yang
terpampang dihadapannya, Han-sian-hui tidak
memperhatikannya, sehingga lelaki itu lebih leluasa
mengagumi wajahnya, namun lelaki itu malu sendiri
dan merasa tidak pantas, lalu ia mengalihkan
pandangan keluar likoan dan didepan dua oarng tamu
laki-laki dan perempuan paruh baya masuk kedalam
likoan dan segera disambut seorang pelayan,
Pesanan lelaki itu tiba dan dihidangkan didepannya,
lalu ia pun bersantap dengan lahap, kelihatan benar
bahwa lelaki itu memang sangat lapar, Han-sian-hui
telah menyelesaikan makannya, dan mejanya telah
dibersihkan kembali oleh seorang pelayan, ketika
Han-sian-hui berdiri dari kursinya, dua orang lelaki
kekar memasuki likoan, pemilik likoan segera keluar
dari balik mejanya untuk menyambut kedua tamu
berwajah garang itu
“silahkan duduk dulu tuan, dan tuan-tuan hendak
minum apa?” tanya pemilik likoan, karena pemilik
likoan sedang menyambut tamu, Han-sian-hui yang
tadi berdiri lalu duduk kembali dan memperhatikan
kedua tamu itu.
“minum arak saja Cia-loya!” sahut salah seorang dari
keduanya yakni lelaki kekar bercambang lebat, Cia-
loya segera dengan kebelakang dan mengambil dua
guci kecil arak, lalu ia menghidangkan sendiri di atas
meja kedua orang tersebut.
“siapakah kedua orang ini?” pertanyaan itu
menggelayut dibenak Han-sian-hui melihat
kejanggalan dan perlakuan istimewa dari pemilik
likoan, Han-sian-hui mengetahui betul bahwa air
muka pemilik likoan itu terkesan takut pada dua
orang tamunya ini. Hal-hal seperti ini menurut Han-
sian-hui patut untuk diperhatikan sehubungan
tugasnya menyelidiki tirani yang melanda wilayah
timur. dan hal ini boleh jadi akan menghantarkannya
pada keberadaan “toat-beng-kiam-ong”.
Setelah kedua orang itu menghabiskan araknya, Cia-
loya segera kemeja kasir, dan mengambil dua pundi
uang, dengan sikap patuh yang dibuat-buat dan
senyum yang dipaksakan, Cia-loya memeberikan dua
kantong pundi itu.
“bagus! kalau beginikan enak, kita tidak capek-capek!
Hahaha..hahaha…” ujar orang yang bercambang
sambil tertawa.
“sepertinya telah terjadi pemerasan didepan mataku,
tidak bisa aku berpeluk tangan menyaksikan ketidak
adilan ini!” ujar lelaki berambut kuncir kuda dengan
seulas senyum lucu dan memandang kedua orang itu
dengan sorot mata tajam.
“sialan! hendak berlagak didepan tuanmu yah!”
bentak sicambang mambalas melototkan matanya
“sudahlah kongcu! kongcu jangan membuat kami
makin merasa sulit!” pinta Cia-loya tidak pada lelaki
pengelana itu
“hehehe…loya! yang begini ini tidak boleh dibiarkan.”
sahut pemuda itu masih sempat tertawa.
“baggsat! maksud bagaimana!?” bentak kawan
sicambang, lelaki berjenggot kasar
“heh! maksudku jelas, akan menghajar orang-orang
aniaya seperti kalian ini!” sahut lelaki kelana itu
tenang, wajah dua orang merah karena marah, lalu
sijenggot kasar melayangkan tanggan hendak
memukul wajah lelaki kelana
“buk…auh…brak…” sijenggot kasar menjerit dan
tubuhnya terhuyung melabrak meja, si jenggot kasar
bangkit dengan hati jengkel dan marah, ia tidak
menyangka bahwa tidak hanya pukulannya yang
luput malah wajahnya kena bogem dan tersungkur.
Sicambang dengan dengan marah menedang meja
dihadapan lelaki kelana itu, namun ia kecelik ketika
meja itu terangkat dan melayang menghantam
dadanya
“iigh…brak…. “ sipemuda kelana tersenyum-senyum
dan melangkah mendekati dua orang itu, dan dengan
bersamaan kedua orang itu menyerang, namun
dengan gerakan gesit silelaki kelana mamapaki dua
serangan itu
“plak-b
http://cerita-silat.mywapblog.com
uk…buk…des…” kedua orang itu mengaduh
memagangi perut yang terasa mual karena jadi
sasaran tendangan dari sipemuda kelana.
“cepat kembalikan uang yang kalian peras dari loya
ini!” bentak lelaki kelana itu, kedua orang itu berusaha
bangkit dan sicambang meletakkan dua kantong
pundi uang di atas meja
“tunggulah disini! urusan ini belum selesai! ancam
sijenggot kasar, lalu keduanya pergi sambil menahan
nyeri.
“celaka..celaka….celaka kalau sudah begini.” Keluh Cia-
loya dengan wajah pucat
“loya tenang saja, aku akan bertanggung jawab akan
akibat dari kejadian ini.” ujar lelaki kelana dengan
tenang.
“kamu..kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa
kongcu! kalau hal ini sampai kepada tuan timur,
binasalah saya, hancurlah semua uuuu…uuu…..uu…..”
keluh Cia-loya lalu menagisi dirinya, mel ihat
kelakuakn pemilik likoan si pemuda kelana jadi serba
salah dan bingung.
“loya tidak usah cemas! kami “goat-kiam-
siang” (sepasang pedang bulan) akan ikut membantu
mengatasi keadaan ini.” sela lelaki paruh baya.
“benar loya!” tambah teman wanitanya, Cia-loya
menatap pasangan pendekar itu, namun hatinya
masih kecut dan tidak yakin, tapi ia menghentikan
tangisnya dan berdiri, lalu pergi kebelakan g
“terimakasih siang-taihap telah sudi bahu membahu
melawan ketidak adilan.” Ujar silelaki kelana sambil
merangkap tangan sambil menjura
“sama-sama taihap! dan kalau boleh tahu siapa dan
darimanakah taihap?” tanya lelaki itu.
“saya adalah kam-ci-kun dari qingdao.” jawab silelaki
kelana
“saya adalah Lu-seng dan ini istri saya bao-bian, kami
dari lembah bulan didaerah kanglam.” sahut Lu-seng
memperkenalkan diri dan istrinya
Han-sian-hui berdiri dan melangkah hendak kemeja
kasir
“maaf nona!” seru Kam-ci-kun, mendengar seruan itu
Han-sian-hui berbalik
“ada apakah taihap? kenapa minta maaf?” tanya Han-
sian-hui
“meminta maaf karena mungkin dirasa lancang
menyeru nona! dan saya yakin nona adalah orang
persilatan yang tidak sudi melihat kezaliman!?”
“lalu maksud taihap bagaimana, jika benar? lalu
bagaimana jika tidak?” Han-sian-hui balik bertanya
“hehehe…nona membuat bingung saya saja, karena
sayang jika nona tidak memiliki pendirian tentang
zalim dan adil.”
“lalu bagaimanakah sikap taihap menghadapi orang
seperti itu?”
“saya hanya menyayangkan sikapnya!”
“sudahlah Kam-sicu, adat orang didunia persilatan
memang aneh-aneh, jadi kenapa diperde batkan?” sela
Lu-seng, Han-sian-hui tersenyum
“terimakasih taihap atas kebijaksanaannya, dan saya
juga ingin melihat bagaimana akhir dari tindakan
taihap ini! ujar Han-sian-hui sambil menatap Kam-ci-
kun dengan senyum tulus, Kam-ci-kun balas
tersenyum, Han-sian-hui pergi kemeja kasir dan
memesan kamar, sementara Kam-ci-kun kembali
duduk dan melanjutkan pembicaraan dengan siang-
taihap.
Menjelang sore harinya tujuh orang mendatangi
likoan, diantaranya orang bercambang yang
dipecundangi Kam-ci-kun
“pemuda jelek itu twako yang meremehkan kita!”
ujar sicambang
“keluarlah kamu anak muda! sebelum saya seret dari
sana!” bentak lelaki paruh baya yang memegang
tongkat, Kam-ci-kun dengan langkah tenang keluar
“hehehe…aku sudah disini! apa yang hendak kalian
lakukan!?” tantang Kam-ci-kun dengan tenang, melihat
ketenangan pemuda itu membuat enam orang itu
merasa diremehkan, dan dengan jengkel lelaki
bertongkat itu menyerang dengan cepat, Kam-ci-kun
dengan sigap dan gesit berkelit dan memberikan
serangan balasan yang tidak kalah bahayanya
“pantas kamu berani unjuk gigi, ternyata ada isi
rupanya!” ujar lelaki bertongkat, kali ini ia memutar
tongkatnya dan dengan cepat telah mela ncarkan
serangan yang bertubi-tubi ke tempat berbahaya
pada bagian tubuh Kam-ci-kun.
Kam-ci-kun masih dengan tangan kosong meladeni
lawannya, tidak sedikitpun ia terdesak walaupun
pertarungan itu tidak seimbang, dan luar biasanya
setelah berjalan tujuh puluh jurus, lelaki bertongkat
mulai kelabakan, sodok
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
“silahkan duduk kongcu!” ujar pelayan tua
“terimakasih lopek! tolong segera hidangkan makanan
terbaik kalian, dan satu kati arak!”
“baik koncu! segera akan disiapkan!” sahut pelayan
tua dan kemudian ia membalik badan, lelaki itu
memperhatikan sekelilingnya, sorot matanya
demikian bening dibawa alisnya yang hitam
melengkung laksana golok kembar, dan saat ia
melihat Han-sian-hui yang sedang makan, matanya
terhenti karena terpana oleh kecantikan yang
terpampang dihadapannya, Han-sian-hui tidak
memperhatikannya, sehingga lelaki itu lebih leluasa
mengagumi wajahnya, namun lelaki itu malu sendiri
dan merasa tidak pantas, lalu ia mengalihkan
pandangan keluar likoan dan didepan dua oarng tamu
laki-laki dan perempuan paruh baya masuk kedalam
likoan dan segera disambut seorang pelayan,
Pesanan lelaki itu tiba dan dihidangkan didepannya,
lalu ia pun bersantap dengan lahap, kelihatan benar
bahwa lelaki itu memang sangat lapar, Han-sian-hui
telah menyelesaikan makannya, dan mejanya telah
dibersihkan kembali oleh seorang pelayan, ketika
Han-sian-hui berdiri dari kursinya, dua orang lelaki
kekar memasuki likoan, pemilik likoan segera keluar
dari balik mejanya untuk menyambut kedua tamu
berwajah garang itu
“silahkan duduk dulu tuan, dan tuan-tuan hendak
minum apa?” tanya pemilik likoan, karena pemilik
likoan sedang menyambut tamu, Han-sian-hui yang
tadi berdiri lalu duduk kembali dan memperhatikan
kedua tamu itu.
“minum arak saja Cia-loya!” sahut salah seorang dari
keduanya yakni lelaki kekar bercambang lebat, Cia-
loya segera dengan kebelakang dan mengambil dua
guci kecil arak, lalu ia menghidangkan sendiri di atas
meja kedua orang tersebut.
“siapakah kedua orang ini?” pertanyaan itu
menggelayut dibenak Han-sian-hui melihat
kejanggalan dan perlakuan istimewa dari pemilik
likoan, Han-sian-hui mengetahui betul bahwa air
muka pemilik likoan itu terkesan takut pada dua
orang tamunya ini. Hal-hal seperti ini menurut Han-
sian-hui patut untuk diperhatikan sehubungan
tugasnya menyelidiki tirani yang melanda wilayah
timur. dan hal ini boleh jadi akan menghantarkannya
pada keberadaan “toat-beng-kiam-ong”.
Setelah kedua orang itu menghabiskan araknya, Cia-
loya segera kemeja kasir, dan mengambil dua pundi
uang, dengan sikap patuh yang dibuat-buat dan
senyum yang dipaksakan, Cia-loya memeberikan dua
kantong pundi itu.
“bagus! kalau beginikan enak, kita tidak capek-capek!
Hahaha..hahaha…” ujar orang yang bercambang
sambil tertawa.
“sepertinya telah terjadi pemerasan didepan mataku,
tidak bisa aku berpeluk tangan menyaksikan ketidak
adilan ini!” ujar lelaki berambut kuncir kuda dengan
seulas senyum lucu dan memandang kedua orang itu
dengan sorot mata tajam.
“sialan! hendak berlagak didepan tuanmu yah!”
bentak sicambang mambalas melototkan matanya
“sudahlah kongcu! kongcu jangan membuat kami
makin merasa sulit!” pinta Cia-loya tidak pada lelaki
pengelana itu
“hehehe…loya! yang begini ini tidak boleh dibiarkan.”
sahut pemuda itu masih sempat tertawa.
“baggsat! maksud bagaimana!?” bentak kawan
sicambang, lelaki berjenggot kasar
“heh! maksudku jelas, akan menghajar orang-orang
aniaya seperti kalian ini!” sahut lelaki kelana itu
tenang, wajah dua orang merah karena marah, lalu
sijenggot kasar melayangkan tanggan hendak
memukul wajah lelaki kelana
“buk…auh…brak…” sijenggot kasar menjerit dan
tubuhnya terhuyung melabrak meja, si jenggot kasar
bangkit dengan hati jengkel dan marah, ia tidak
menyangka bahwa tidak hanya pukulannya yang
luput malah wajahnya kena bogem dan tersungkur.
Sicambang dengan dengan marah menedang meja
dihadapan lelaki kelana itu, namun ia kecelik ketika
meja itu terangkat dan melayang menghantam
dadanya
“iigh…brak…. “ sipemuda kelana tersenyum-senyum
dan melangkah mendekati dua orang itu, dan dengan
bersamaan kedua orang itu menyerang, namun
dengan gerakan gesit silelaki kelana mamapaki dua
serangan itu
“plak-b
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)
uk…buk…des…” kedua orang itu mengaduh
memagangi perut yang terasa mual karena jadi
sasaran tendangan dari sipemuda kelana.
“cepat kembalikan uang yang kalian peras dari loya
ini!” bentak lelaki kelana itu, kedua orang itu berusaha
bangkit dan sicambang meletakkan dua kantong
pundi uang di atas meja
“tunggulah disini! urusan ini belum selesai! ancam
sijenggot kasar, lalu keduanya pergi sambil menahan
nyeri.
“celaka..celaka….celaka kalau sudah begini.” Keluh Cia-
loya dengan wajah pucat
“loya tenang saja, aku akan bertanggung jawab akan
akibat dari kejadian ini.” ujar lelaki kelana dengan
tenang.
“kamu..kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa
kongcu! kalau hal ini sampai kepada tuan timur,
binasalah saya, hancurlah semua uuuu…uuu…..uu…..”
keluh Cia-loya lalu menagisi dirinya, mel ihat
kelakuakn pemilik likoan si pemuda kelana jadi serba
salah dan bingung.
“loya tidak usah cemas! kami “goat-kiam-
siang” (sepasang pedang bulan) akan ikut membantu
mengatasi keadaan ini.” sela lelaki paruh baya.
“benar loya!” tambah teman wanitanya, Cia-loya
menatap pasangan pendekar itu, namun hatinya
masih kecut dan tidak yakin, tapi ia menghentikan
tangisnya dan berdiri, lalu pergi kebelakan g
“terimakasih siang-taihap telah sudi bahu membahu
melawan ketidak adilan.” Ujar silelaki kelana sambil
merangkap tangan sambil menjura
“sama-sama taihap! dan kalau boleh tahu siapa dan
darimanakah taihap?” tanya lelaki itu.
“saya adalah kam-ci-kun dari qingdao.” jawab silelaki
kelana
“saya adalah Lu-seng dan ini istri saya bao-bian, kami
dari lembah bulan didaerah kanglam.” sahut Lu-seng
memperkenalkan diri dan istrinya
Han-sian-hui berdiri dan melangkah hendak kemeja
kasir
“maaf nona!” seru Kam-ci-kun, mendengar seruan itu
Han-sian-hui berbalik
“ada apakah taihap? kenapa minta maaf?” tanya Han-
sian-hui
“meminta maaf karena mungkin dirasa lancang
menyeru nona! dan saya yakin nona adalah orang
persilatan yang tidak sudi melihat kezaliman!?”
“lalu maksud taihap bagaimana, jika benar? lalu
bagaimana jika tidak?” Han-sian-hui balik bertanya
“hehehe…nona membuat bingung saya saja, karena
sayang jika nona tidak memiliki pendirian tentang
zalim dan adil.”
“lalu bagaimanakah sikap taihap menghadapi orang
seperti itu?”
“saya hanya menyayangkan sikapnya!”
“sudahlah Kam-sicu, adat orang didunia persilatan
memang aneh-aneh, jadi kenapa diperde batkan?” sela
Lu-seng, Han-sian-hui tersenyum
“terimakasih taihap atas kebijaksanaannya, dan saya
juga ingin melihat bagaimana akhir dari tindakan
taihap ini! ujar Han-sian-hui sambil menatap Kam-ci-
kun dengan senyum tulus, Kam-ci-kun balas
tersenyum, Han-sian-hui pergi kemeja kasir dan
memesan kamar, sementara Kam-ci-kun kembali
duduk dan melanjutkan pembicaraan dengan siang-
taihap.
Menjelang sore harinya tujuh orang mendatangi
likoan, diantaranya orang bercambang yang
dipecundangi Kam-ci-kun
“pemuda jelek itu twako yang meremehkan kita!”
ujar sicambang
“keluarlah kamu anak muda! sebelum saya seret dari
sana!” bentak lelaki paruh baya yang memegang
tongkat, Kam-ci-kun dengan langkah tenang keluar
“hehehe…aku sudah disini! apa yang hendak kalian
lakukan!?” tantang Kam-ci-kun dengan tenang, melihat
ketenangan pemuda itu membuat enam orang itu
merasa diremehkan, dan dengan jengkel lelaki
bertongkat itu menyerang dengan cepat, Kam-ci-kun
dengan sigap dan gesit berkelit dan memberikan
serangan balasan yang tidak kalah bahayanya
“pantas kamu berani unjuk gigi, ternyata ada isi
rupanya!” ujar lelaki bertongkat, kali ini ia memutar
tongkatnya dan dengan cepat telah mela ncarkan
serangan yang bertubi-tubi ke tempat berbahaya
pada bagian tubuh Kam-ci-kun.
Kam-ci-kun masih dengan tangan kosong meladeni
lawannya, tidak sedikitpun ia terdesak walaupun
pertarungan itu tidak seimbang, dan luar biasanya
setelah berjalan tujuh puluh jurus, lelaki bertongkat
mulai kelabakan, sodok
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)