Cerita Silat | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | by Rajakelana | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | Kong Ciak Bi-Siucai | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak pdf
The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag II The Heroes of Olympus 4: The House of Hades The Heroes of Olympus 5: The Blood of Olympus (Darah Olympus) Ketika Barongsai Menari - V. Lestari Pasangan Sempurna Yang Di Takdirkan Bag III
“semoga saja hui-moi baik-baik saja, karena ia
sekarang berada diwilayah timur, Lan-moi”
“jika mendengar cerita pek-pek, apakah mungkin
yang beraksi di wilayah timur adalah paman Bun-
liong!?” sela Han-liu-ing
“besar kemungkinan Ing-ji, semoga bibimu dapat
mengatasinya.” sahut Han Fei-lun.
“jika mengingat pertarungan paman dan bibi di “kui-
san” aku jadi khawatir pek-pek.” ujar Han-liu-ing
“kita doakan saja Ing-ji, semoga bibimu tidak
mendapat celaka.” sahut Han-fei-lun
“lun-ko! sebaiknya istirahat saja, tentunya sudah lelah
setelah melakukan perjalanan panjang.” sela Han-
hujin
“benar Lan-moi, kamu juga istirahatlah Ing-ji!” sahut
Han-fei-lun. Han-liu-ing mengangguk, Han-fei-lun
masuk kekamar yang telah disediakan, sebentar saja
ia sudah pulas tertidur.
Aktivitas penduduk Kota Nanjing nampak lesu, wajah
para penduduk kusut dan muram, kondisi ini sudah
berjalan lebih satu tahun, beberapa bangunan dalam
satu gang nampak sepi karena tidak satupun toko
yang buka karena memang tidak lagi berpenghuni,
bahkan dibagian selatan kota banyak sudah
bangunan yang rusak dan hancur, hal itu disebabkan
kebakaran yang terjadi setahun yang lalu, kota ini
terkesan penuh tekanan dan terlantar.
Ditengah-tengah kota ada sebuah bangunan yang
sangat besar dan mewah, hal yang menyolok
memang jika dibandingkan dengan bangunan-
bangunan lain, bangunan mewah dan besar itu terdiri
dari empat tingkat, memiliki halaman luas yang
ditumbuhi aneka macam bunga, dan pintu gerbang
besar berhiaskan gapura singa dari batu pualam,
dibagian belakang bangunan masih terdapat tanah
yang luas, dibagian dalam bangunan tiap tingkat
memiliki ruang tengah dengan aneka barang antik,
kemudian lebih kedalam terdapat beberapa kamar
dan ruang makan yang luas.
Penghuni bangunan itu, disamping seratus pelayan
ada empat orang, yakni seorang pemuda tampan
berumur dua puluh lima tahun, dia adalah Han-bun-
liong yang berjulukan “toat-beng-kiam-ong” dan
setelah ia mencengkram kota Nanjing setahun yang
lalu, warga kota memanggilnya dengan tuan timur,
lalu yang kedua adalah wanita paruh baya berumur
empat puluh tujuh tahun, namanya Coa-kim,
dikalangan kangowu ia dikenal dengan julukan “in-
sin-ciang”, kemudian orang ketiga adalah lelaki tua
berumur tujuh puluh tahun dikenal dengan sebutan
“ban-pi-sin-lo” lalu yang keempat adalah perempuan
tua berumur enam puluh lima tahun berjulukan “ban-
eng-li-mo”.
Siang itu tuju buah kereta besar dikawal dua puluh
orang bertubuh kekar dan berwajah sangar
memasuki halaman bangunan, kereta terus dibawa
kebagian kanan bangunan, dimana terdapat sebuah
bangunan tersendiri berupa gudang, dua puluh orang
itu segera membongkar muat isi tujuh kereta yang
terdiri dari berkarung-karung beras dan gandum,
setelah semua muatan tujuh kereta masuk gudang,
kepala pengawal menemui ban-eng-li-mo yang
mengurus bagian pangan tersebut, kepala pengawal
melaporkan hasil pekerjaan mereka.
Menjelang sore dua buah kereta dikawal sepuluh
orang berperawakan kuat, mereka membawa aneka
senjata seperti pedang, golok, joan-pian, tongkat,
didepan pintu masuk sebelah kiri kereta berhenti, lalu
bebrapa laki-laki yang membongkat karung beras tadi
membongkar muatan kereta yang terdiri dari empat
buah peti, isi peti berupa barang berharga berupa
perhiasan, barang antik dan pundi uang, dua orang
dari mereka sudah lebih dulu naik ketingkat dua
untuk menemui “ban-pi-sin-lo” yang menangani
urusan upeti dan pajak dari luar kota Nanjing.
Dan pada malam harinya sebuah kereta masuk
kehalaman bangunan dikawal empat orang, dan
masuk melalui pintu sebelah kiri, kepala pengawal
langsung menemui Coa-kim dilantai tiga melaporkan
pungutan pajak warga kota Nanjing berupa pundi-
pundi uang, aktiviatas mereka hari itu selesai, lalu
Coa-kim naik ketingkat empat demkian juga Ban-pi-
sin-lo dan ban-eng-li-mo, Han-bun-liong sudah
menunggu mereka dimeja makan yang sudah
dipenuhi aneka makanan lezat yang dimasak oleh
http://cerita-silat.mywapblog.com
juru nasak yang handal, sambil bercakap-cakap
tentang aktivitas hari itu mereka bersantap malam,
sementara seratus pelayan makan di tingkat pertama
dan tujuh puluh pengawal makan ditingkat dua.
Melihat hirarki penghuni yang ada dalam bangunan
itu, Han-bun-liong pantas dipanggil tuan timur yang
laksana seorang raja kecil di kota Nanjing, setelah
makan, mereka berbual sambil minum arak sampai
larut malam, dan jika hendak istirahat, mereka
kembali ketingkat masing-masing, Han-bun-liong atau
kita panggil tuan timur masuk keperaduannya dan
disana tujuh orang gadis cantik menyambutnya
dengan senyum cerah dan menawan serta siap
melayaninya.
Keesokan harinya aktivitas ditempat tuan timur mulai
menggeliat, tujuh puluh tukang pukul berangkat
menuju tempat operasi masing-masing, seratus
pelayan demikian juga, ada yang bagian bersih-bersih
ruangan, ada bagian membersihkan barang antik, ada
yang bagian luar membersihkan taman dan bunga,
sementara Tuan-timur dan tujuh selirnya masih enak-
enakan bersenda gurau di atas ranjang, lain hal
dengan Coa-kim, ban-pi-sin-lo dan ban-eng-li-mo
ketiganya masih pulas tertidur.
Dari gerbang kota sebelah utara seorang gadis cantik
berpakaian warna hijau berjalan memasuki kota
nanjing, sebuah kipas terselip dipinggangnya yang
ramping, dibahunya tersampir sal warna putih, panas
hari itu menyengat sehingga membuat pipi ranum
gadis yang berkulit putih itu sedikit memerah,
lehernya yang jenjang basah oleh keringat, demikian
dibagian pelipisnya basah sehingga sinom rambutkan
melekat menambah keanggunannya yang menawan,
debu yang melekat disepatunya menandakan ia dari
perjalanan jauh, dan demikianlah memang, karena
sebagaimana diketahui, bahwa ia diperintahkan
saudaranya untuk mengusut tirani yang melanda
wilayah timur.
Gadis menawan itu adalah Han-sian-hui yang
berjulukan “kong-ciak-bi-siucai” (sastrawan cantik dari
lembah merak) adik dari “siauw-taihap” bengcu dunia
persilatan, setelah memasuki pusat kota, Han-sian-hui
masuk ke dalam sebuah likoan, pengunjung likoan itu
terbilang sedikit, karena hanya ada lima meja yang di
isi oleh pengunjung diantara lima belas meja makan
yang tersedia, seorang pelayan tua dengan senyum
ramah menyambut dan mengajaknya duduk
“lopek! tolong makanan dan lauk ikan lele, serta air
putih saja.”
“hehehe..baik siocia! sabar akan kami persiapkan
untuk siocia!” sahut pelayan itu, lalu membalik badan.
Tidak lama pesanan Han-sian-hui pun dihidangkan,
dengan ramah pelayan tua itu mempersilahkan, Han-
sian-hui tersenyum dan memulai makannya, dengan
tenang ia mengunyah dan menikmati makannya,
sementara dimeja lain pelayan sibuk membersihkan
bekas makan pengunjung yangsudah selesai, lalu
terdengar teriakan ramah pelayan tua menyambut
kedatangan seorang tamu, tamu itu adalah lelaki
yang sudah berumur,kira-kira tiga puluh tahunan,
wajahnya biasa-biasa saja, pakaiannya warna hitam
dan kelihatan kumal karena debu perjalanan,
rambutnya yang ikal diikat kuncir kuda dengan pita
warna putih, dari balik punggungnya tersembul
gagang pedang beronce kuning, ia tersenyum
memerima sambutan pelayan tua
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag II The Heroes of Olympus 4: The House of Hades The Heroes of Olympus 5: The Blood of Olympus (Darah Olympus) Ketika Barongsai Menari - V. Lestari Pasangan Sempurna Yang Di Takdirkan Bag III
“semoga saja hui-moi baik-baik saja, karena ia
sekarang berada diwilayah timur, Lan-moi”
“jika mendengar cerita pek-pek, apakah mungkin
yang beraksi di wilayah timur adalah paman Bun-
liong!?” sela Han-liu-ing
“besar kemungkinan Ing-ji, semoga bibimu dapat
mengatasinya.” sahut Han Fei-lun.
“jika mengingat pertarungan paman dan bibi di “kui-
san” aku jadi khawatir pek-pek.” ujar Han-liu-ing
“kita doakan saja Ing-ji, semoga bibimu tidak
mendapat celaka.” sahut Han-fei-lun
“lun-ko! sebaiknya istirahat saja, tentunya sudah lelah
setelah melakukan perjalanan panjang.” sela Han-
hujin
“benar Lan-moi, kamu juga istirahatlah Ing-ji!” sahut
Han-fei-lun. Han-liu-ing mengangguk, Han-fei-lun
masuk kekamar yang telah disediakan, sebentar saja
ia sudah pulas tertidur.
Aktivitas penduduk Kota Nanjing nampak lesu, wajah
para penduduk kusut dan muram, kondisi ini sudah
berjalan lebih satu tahun, beberapa bangunan dalam
satu gang nampak sepi karena tidak satupun toko
yang buka karena memang tidak lagi berpenghuni,
bahkan dibagian selatan kota banyak sudah
bangunan yang rusak dan hancur, hal itu disebabkan
kebakaran yang terjadi setahun yang lalu, kota ini
terkesan penuh tekanan dan terlantar.
Ditengah-tengah kota ada sebuah bangunan yang
sangat besar dan mewah, hal yang menyolok
memang jika dibandingkan dengan bangunan-
bangunan lain, bangunan mewah dan besar itu terdiri
dari empat tingkat, memiliki halaman luas yang
ditumbuhi aneka macam bunga, dan pintu gerbang
besar berhiaskan gapura singa dari batu pualam,
dibagian belakang bangunan masih terdapat tanah
yang luas, dibagian dalam bangunan tiap tingkat
memiliki ruang tengah dengan aneka barang antik,
kemudian lebih kedalam terdapat beberapa kamar
dan ruang makan yang luas.
Penghuni bangunan itu, disamping seratus pelayan
ada empat orang, yakni seorang pemuda tampan
berumur dua puluh lima tahun, dia adalah Han-bun-
liong yang berjulukan “toat-beng-kiam-ong” dan
setelah ia mencengkram kota Nanjing setahun yang
lalu, warga kota memanggilnya dengan tuan timur,
lalu yang kedua adalah wanita paruh baya berumur
empat puluh tujuh tahun, namanya Coa-kim,
dikalangan kangowu ia dikenal dengan julukan “in-
sin-ciang”, kemudian orang ketiga adalah lelaki tua
berumur tujuh puluh tahun dikenal dengan sebutan
“ban-pi-sin-lo” lalu yang keempat adalah perempuan
tua berumur enam puluh lima tahun berjulukan “ban-
eng-li-mo”.
Siang itu tuju buah kereta besar dikawal dua puluh
orang bertubuh kekar dan berwajah sangar
memasuki halaman bangunan, kereta terus dibawa
kebagian kanan bangunan, dimana terdapat sebuah
bangunan tersendiri berupa gudang, dua puluh orang
itu segera membongkar muat isi tujuh kereta yang
terdiri dari berkarung-karung beras dan gandum,
setelah semua muatan tujuh kereta masuk gudang,
kepala pengawal menemui ban-eng-li-mo yang
mengurus bagian pangan tersebut, kepala pengawal
melaporkan hasil pekerjaan mereka.
Menjelang sore dua buah kereta dikawal sepuluh
orang berperawakan kuat, mereka membawa aneka
senjata seperti pedang, golok, joan-pian, tongkat,
didepan pintu masuk sebelah kiri kereta berhenti, lalu
bebrapa laki-laki yang membongkat karung beras tadi
membongkar muatan kereta yang terdiri dari empat
buah peti, isi peti berupa barang berharga berupa
perhiasan, barang antik dan pundi uang, dua orang
dari mereka sudah lebih dulu naik ketingkat dua
untuk menemui “ban-pi-sin-lo” yang menangani
urusan upeti dan pajak dari luar kota Nanjing.
Dan pada malam harinya sebuah kereta masuk
kehalaman bangunan dikawal empat orang, dan
masuk melalui pintu sebelah kiri, kepala pengawal
langsung menemui Coa-kim dilantai tiga melaporkan
pungutan pajak warga kota Nanjing berupa pundi-
pundi uang, aktiviatas mereka hari itu selesai, lalu
Coa-kim naik ketingkat empat demkian juga Ban-pi-
sin-lo dan ban-eng-li-mo, Han-bun-liong sudah
menunggu mereka dimeja makan yang sudah
dipenuhi aneka makanan lezat yang dimasak oleh
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)
juru nasak yang handal, sambil bercakap-cakap
tentang aktivitas hari itu mereka bersantap malam,
sementara seratus pelayan makan di tingkat pertama
dan tujuh puluh pengawal makan ditingkat dua.
Melihat hirarki penghuni yang ada dalam bangunan
itu, Han-bun-liong pantas dipanggil tuan timur yang
laksana seorang raja kecil di kota Nanjing, setelah
makan, mereka berbual sambil minum arak sampai
larut malam, dan jika hendak istirahat, mereka
kembali ketingkat masing-masing, Han-bun-liong atau
kita panggil tuan timur masuk keperaduannya dan
disana tujuh orang gadis cantik menyambutnya
dengan senyum cerah dan menawan serta siap
melayaninya.
Keesokan harinya aktivitas ditempat tuan timur mulai
menggeliat, tujuh puluh tukang pukul berangkat
menuju tempat operasi masing-masing, seratus
pelayan demikian juga, ada yang bagian bersih-bersih
ruangan, ada bagian membersihkan barang antik, ada
yang bagian luar membersihkan taman dan bunga,
sementara Tuan-timur dan tujuh selirnya masih enak-
enakan bersenda gurau di atas ranjang, lain hal
dengan Coa-kim, ban-pi-sin-lo dan ban-eng-li-mo
ketiganya masih pulas tertidur.
Dari gerbang kota sebelah utara seorang gadis cantik
berpakaian warna hijau berjalan memasuki kota
nanjing, sebuah kipas terselip dipinggangnya yang
ramping, dibahunya tersampir sal warna putih, panas
hari itu menyengat sehingga membuat pipi ranum
gadis yang berkulit putih itu sedikit memerah,
lehernya yang jenjang basah oleh keringat, demikian
dibagian pelipisnya basah sehingga sinom rambutkan
melekat menambah keanggunannya yang menawan,
debu yang melekat disepatunya menandakan ia dari
perjalanan jauh, dan demikianlah memang, karena
sebagaimana diketahui, bahwa ia diperintahkan
saudaranya untuk mengusut tirani yang melanda
wilayah timur.
Gadis menawan itu adalah Han-sian-hui yang
berjulukan “kong-ciak-bi-siucai” (sastrawan cantik dari
lembah merak) adik dari “siauw-taihap” bengcu dunia
persilatan, setelah memasuki pusat kota, Han-sian-hui
masuk ke dalam sebuah likoan, pengunjung likoan itu
terbilang sedikit, karena hanya ada lima meja yang di
isi oleh pengunjung diantara lima belas meja makan
yang tersedia, seorang pelayan tua dengan senyum
ramah menyambut dan mengajaknya duduk
“lopek! tolong makanan dan lauk ikan lele, serta air
putih saja.”
“hehehe..baik siocia! sabar akan kami persiapkan
untuk siocia!” sahut pelayan itu, lalu membalik badan.
Tidak lama pesanan Han-sian-hui pun dihidangkan,
dengan ramah pelayan tua itu mempersilahkan, Han-
sian-hui tersenyum dan memulai makannya, dengan
tenang ia mengunyah dan menikmati makannya,
sementara dimeja lain pelayan sibuk membersihkan
bekas makan pengunjung yangsudah selesai, lalu
terdengar teriakan ramah pelayan tua menyambut
kedatangan seorang tamu, tamu itu adalah lelaki
yang sudah berumur,kira-kira tiga puluh tahunan,
wajahnya biasa-biasa saja, pakaiannya warna hitam
dan kelihatan kumal karena debu perjalanan,
rambutnya yang ikal diikat kuncir kuda dengan pita
warna putih, dari balik punggungnya tersembul
gagang pedang beronce kuning, ia tersenyum
memerima sambutan pelayan tua
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)