
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
“Tanganmu dapat patah, dan kau akan aku biarkan terkapar disini. He, apakah begitu maumu?“ bertanya Ki Dukut.
“Tidak“ orang itu berteriak.
“Jadi apa?“ bentak Ki Dukut.
“Aku menyerah“ akhirnya orang itu tidak dapat mengingkari kenyataan itu lagi. Ia tidak ingin tangannya patah dan kemudian dibiarkannya dirinya terkapar di antara batu-batu padas.
Ki Dukut termangu- mangu sejenak. Namun kemudian iapun melepaskan orang itu dan mendorongnya sehingga orang itu jatuh terjerembab.
“Nah, siapa lagi yang tidak yakin terhadap kemampuanku?“ bertanya Ki Dukut kepada orang-orang yang memandang perkelaian itu dengan tegang.
Tidak seorangpun yang menjawab. Bahkan seolah-olah mereka telah membeku di tempatnya. Ujung jaripun tidak dapat mereka gerakkan, karena rasa-rasanya mereka telah dicengkam oleh kecemasan yang sangat.
“Nah, jika tidak ada lagi yang ingin mencoba kemampuanku, maka sekarang aku adalah pemimpinmu” berkata Ki Dukut.
Tidak seorangpun yang membantah. Mereka tidak dapat menolak kehadiran orang baru itu. Karena adalah suatu kenyataan bahwa orang itu memang tidak dapat dikalahkan oleh orang- orang terbaik dari gerombolan itu.
Karena itu, maka tidak seorang pun yang tidak menerima keadaan baru di dalam lingkungan kecil itu. Dengan berbagai pertanyaan yang bergulat disetiap hati, mereka menunggu, apakah yang kemudian akan terjadi.
Ternyata Ki Dukut yang kemudian menjadi pemimpin sekelompok perampok dan penyamun itu tidak membuat ketentuan- ketentuan baru. Ia lebih banyak membiarkan pemimpin yang lama melakukan kegiatan seperti yang selalu mereka lakukan.
Namun pada saat tertentu, tiba-tiba Ki Dukut itu memanggil semua orang di dalam gerombolannya untuk berkumpul. Dengan hati yang bertanya-tanya, maka setiap orangpun kemudian berkumpul di seputar Ki Dukut yang duduk berdampingan dengan pengikutnya yang setia, yang datang bersamanya ke tempat itu.
Ternyata yang dikatakan oleh Ki Dukut agak mengejutkan setiap orang di dalam gerombolan itu. Dengan nada yang pasti Ki Dukut berkata, “Aku adalah Rajawali Penakluk Bumi. Karena itu, aku tidak dapat duduk berdiri dan puas dengan keadaan seperti ini”
“Apakah maksudmu?“ bertanya bekas pemimpin gerombolan itu.
“Kita harus menembus batas jelajah kita. Kita tidak tidak puas dengan batas yang sekarang. Kita harus bebas menentukan daerah petualangan kita” berkata Ki Dukut
Orang-orang yang ada di dalam kelompok itu termangu-mangu. Bahkan orang berwajah kasar itu berkata, “Rajawali Penakluk Bumi. Bukankah dengan demikian berarti kita akan membenturkan diri dengan kekuatan-kekuatan di sekitar kita”
“Itulah yang aku kehendaki. Dengan demikian kita akan menunjukkan bahwa kita adalah kelompok yang paling kuat di antara gerombolan-gerombolan perampok dan penyamun yang ada di daerah ini. kita akan menguasai keadaan dan akhirnya kita akan mengatur segala-galanya”
Para pengikutnya menjadi ragu-ragu. Meskipun gerombolan itu adalah gerombolan yang disegani, tetapi jika gerombolan itu mulai melanggar persetujuan, maka gerombolan itu akan berhadapan dengan beberapa kelompok sekaligus.
Tetapi agaknya Ki Dukut yang disebut Rajawali Penakluk Bumi itu menjadi gembira. Bahkan katanya, “Kita harus dapat membuktikan, bahwa kita benar-benar dapat menjadi sebuah gerombolan yang paling berkuasa. Nah, siapakah yang berkeberatan”
Orang-orang yang mendengarkan rencana itu menjadi ragu-ragu. Tetapi mereka tidak berani menyatakan perasaan mereka. Bahkan mereka mencoba menilai Ki Dukut itu sendiri dihadapkan pada kemungkinan pelaksanaan rencana itu.
“Orang itu memang luar biasa” berkata orang-orang itu di dalam hati.
Karena tidak ada yang menjawab, maka Ki Dukutpun berkata, “Baiklah. Kediaman kalian dapat aku baca. Kalian ragu-ragu. Mungkin kalian kurang kepercayaan kepada diri kalian sendiri” ia berhenti sejenak, lalu, “baiklah. Mulai hari ini, kalian akan aku latih bertempur lebih baik lagi. Bertempur dengan tata gerak yang lebih teratur, sehingga dengan demikian, kemampuan kalian akan meningkat. Dasar yang ada pada kalian akan aku coba untuk aku kembangkan”
Sepercik kegembiraan nampak di wajah orang-orang kasar itu. Sebenarnyalah ada rasa muak di hati Ki Dukut melihat orang-orang yang berada di sekitarnya. Jika ia harus mengajar mereka berlatih olah kanuragan, maka itu berarti bahwa peningkatan kemampuan itu akan dapat dimanfaatkannya.
“Tidak harus mendapat pengikut yang cukup untuk menghancurkan padepokan Ki Kasang Jati dan kemudian menghancurkan istana Pangeran yang gila itu meskipun aku harus mengorbankan semua orang- orang dungu yang kasar ini” berkata Ki Dukut di dalam hatinya.
Demikianlah, maka sejak hari itu, Ki Dukut mulai meningkatkan kemampuan orang-orang kasar itu. Pada dasarnya mereka sudah memiliki kemampuan berkelahi meskipun masih terlalu kasar, bodoh dan kadang-kadang hanya bersandarkan pada kekuatan tenaga semata-mata tanpa landasan ilmu yang paling sederhana sekalipun.
Yang mula-mula dikerjakan oleh Ki Dukut adalah, memilih orang- orangnya dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah. Ia mempergunakan cara yang berbeda bagi mereka yang berbeda dasar ilmu dan pengalaman. p>
Dibantu oleh pengikutnya yang setia, ia mulai mengajari orang-orang kasar itu. Bagi mereka yang sudah mempunyai landasan ilmu yang cukup, Ki Dukut berusaha untuk memperkaya unsur-unsur gerak yang mereka miliki. Memberikan arah dan petunjuk apa yang dapat mereka lakukan dengan unsur-unsur gerak itu. Sedangkan bagi mereka yang hanya mampu berkelahi dengan tenaga kasar mereka, pengikut Ki Dukut itu mulai memperkenalkan mereka dengan olah kanuragan. Bagaimana mereka harus mempergunakan anggauta badan mereka sebaik-baiknya. Bagaimana mereka harus mempergunakan tenaga dan kekuatan mereka. Dengan demikian maka mereka tidak akan lagi menghambur-hamburkan tenaga dan kekuatan tanpa arti di dalam perkelahian-perkelahian yang akan terjadi. Dengan menguasai tubuh mereka sebaik- baiknya, maka mereka akan dapat melakukan gerak yang benar-benar terarah.
Karena pada dasarnya orang-orang itu adalah orang-orang yang berpengalaman berkelahi dan bertempur betapapun kasarnya, maka usaha Ki Dukut untuk meningkatkan kemampuan mereka ternyata tidak begitu sulit. Orang-orang itu dengan penuh kemauan telah berusaha sebaik-baiknya melakukannya semua petunjuk dan latihan-latihan yang diberikan oleh Ki Dukut dan pengikutnya, karena dengan demikian mereka merasa mendapat bekal yang lebih baik bagi pekerjaan mereka yang telah mereka lakukan sejak lama.
Dalam waktu yang terhitung singkat, maka para perampok yang dipimpin oleh Ki Dukut itu sudah menjadi semakin trampil bermain senjata. Mereka tidak lagi sekedar bergerak dan meloncat-loncat sambil mengayunkan senjata, tetapi mereka sudah mulai dapat memperhitungkan untung dan rugi bagi gerakan-gerakan mereka yang meskipun masih nampak kasar, tetapi sudah mulai terkendali.
Dalam pada itu, ketika orang-orangnya sudah semakin meningkat kemampuannya, maka Ki Dukut telah mengulangi niatnya untuk melebarkan daerah pengaruh mereka. Meskipun masih ada juga satu dua orang yang ragu-ragu, namun sebagian besar dari mereka yang merasa sudah mempunyai bekal yang lebih mantap itupun dengan senang hati menerima pendapat Ki Dukut yang ternyata memang lebih baik dari pemimpin mereka yang terdahulu.
“Kita akan menerobos batas perjanjian yang telah dibuat” berkata Ki Dukut, “dengan demikian akan segera timbul perselisihan. Justru perselisihan itulah yang kita kehendaki”
Sebagian besar dari orang-orangnya justru menjadi gembira. Mereka ingin mencoba, apakah mereka benar-benar sudah menjadi lebih baik dari masa-masa sebelumnya.
“Kita tidak lebih baik dari mereka” berkata salah seorang dari mereka kepada kawannya, “tetapi sekarang mungkin keadaannya akan berbeda”
Demikianlah, maka Ki Dukut pun telah merencanakan hari yang akan dipergunakan untuk mulai dengan usahanya, memperluas pengaruhnya terhadap gerombolan- gerombolan yang ada di sekitarnya.
Tetapi jarak terdekat dari batas jelajah gerombolan yang dipimpin oleh Ki Dukut itu adalah sebuah gerombolan yang berada di seberang bukit padas, di hutan yang lebat. Mereka tinggal di dalam gubug-gubug yang mereka buat di dalam hutan itu. Untuk mencapai tempat itu, mereka harus berjalan sehari penuh.
Namun Ki Dukut benar- benar telah bertekad. Karena itu, maka di dini hari, sebagian besar dari anggauta gerombolan itu dipimpin oleh Ki Dukut sendiri yang mereka kenal dengan gelar Rajawali Penakluk Bumi itu, berangkat ke hutan di seberang bukit padas.
Hanya sebagian kecil saja dari anggauta gerombolan itu yang tinggal. Mereka menunggui tempat tinggal dan harta benda yang mereka peroleh dari kejahatan yang mereka lakukan.
Sehari penuh gerumbolan itu berjalan, Baru setelah malam menjadi kelam mereka telah mendekati sarang gerombolan yang ingin mereka jerat ke dalam pengaruh mereka.
“Kita tidak boleh tergesa- gesa” berkata Ki Dukut, “kita sekarang sedang telah. Karena itu, jika terjadi benturan kekuatan, maka sebagian kekuatan kita telah terhisap di perjalanan. Karena itu kita akan beristirahat semalam suntuk. Besok pagi-pagi kita akan melihat keadaan. Baru kemudian kita akan menentukan langkah. Sementara itu kekuatan kita sebagian telah pulih kembali”
Dengan demikian maka Ki Dukut dan orang-orangnya semalam suntuk telah tidur nyenyak. Hanya dua orang berganti-ganti sajalah yang berjaga-jaga jika ada sesuatu diluar perhitungan mereka.
Ketika matahari terbit di Timur, maka orang-orang itupun mulai mempersiapkan diri. Tetapi mereka tidak segera berbuat sesuatu, sementara tubuh mereka telah menjadi segar kembali.
“Kita akan memancing mereka” berkata Ki Dukut, “mereka harus kita buat marah dan mereka akan kehilangan pengamatan diri”
Namun sebelumnya Ki Dukut telah memberikan banyak pesan kepada anak buahnya agar mereka tidak kehilangan pengamatan diri. Bahwa mereka harus tetap mempergunakan nalar selama mereka menghadapi lawan yang bagaimanapun juga.
“Jangan sekali-kali merendahkan lawan” berkata Ki Dukut, “jika kita lengah, maka kita sudah mulai menginjakkan sebelah kaki kita ke dalam bencana”
Ki Dukut dan bekas pemimpin gerombolan itu bersama pengikut Ki Dukut yang setia telah lebih dahulu melihat keadaan gerombolan yang tinggal di hutan itu. Dengan hati-hati mereka berusaha untuk mendekat. Dari jarak yang memungkinkan dapat mereka capai tanpa diketahui oleh penghuni gubug-gubug itu, Ki Dukut dapat menduga, berapa besar kekuatan yang bakal dihadapinya.
“Di siang hari mereka berkumpul” berkata bekas pemimpin gerombolan itu.
Ki Dukut Pakering yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk itu mengangguk- angguk. Katanya, “Kebetulan sekali. Jika mereka berkumpul, maka mereka akan melihat, bahwa mereka tidak dapat berbuat banyak menghadapi kelompok kita. Kita tidak usah berbuat lagi untuk menya-kinkan orang-orang yang sedang tidak ada di dalam sarang mereka”
Bekas pemimpin gerombolan itu mengangguk-angguk Lalu iapun bertanya, “Jadi, bagaimana maksudmu kemudian?“ p>
“Menilik jumlah barak dan kesibukan mereka, maka mereka tidak memiliki kekuatan melampaui kekuatan kita. Karena itu, maka kita akan memancingnya dan kemudian mengalahkan mereka. Tetapi kita datang tidak untuk membunuh. Kita datang untuk menaklukkan mereka, sehingga mereka akan menjadi sekelompok penjahat yang berada dibawah pengaruh kita” jawab Ki Dukut.
“Jika demikian, apakah aku harus memanggil kawan-kawan” bertanya bekas pemimpin gerombolan itu.
Ki Dukut mengangguk- angguk. Katanya, “Siapkan mereka. Aku akan memancing mereka keluar dari sarangnya. Kita akan bertempur di tempat yang luas, sehingga kita berkesempatan menunjukkan kemampuan kita. Jika mereka kemudian menyerah, maka kita tidak akan membunuh seorang pun di antara mereka. Kecuali jika ada di antara mereka yang keras kepala”
Bekas pemimpin gerombolan itu pun kemudian bergeser surut dan kembali ke tempat kawan-kawannya. Setelah memberikan beberapa pesan seperti yang diberikan oleh Ki Dukut, maka iapun membawa orang-orangnya mendekati tempat Ki Dukut bersembunyi.
Tetapi yang ditemukan di tempat itu tinggallah pengikutnya saja. Ternyata Ki Dukut telah merayap mendekat, memancing perhatian lawan agar mereka keluar dari sarangnya. p>
“Kita akan menunggu di sini” berkata pengikut Ki Dukut itu.
“Apakah kita akan menunggu perintah?“ bertanya bekas pemimpin gerombolan itu.
“Ya. Ki Dukut akan memberikan isyarat. Kita akan segera bertindak” jawab pengikutnya.
Dalam pada itu, maka orang-orang yang sudah siap itu masih menunggu beberapa saat, sementara Ki Dukut merayap mendekati sarang gerombolan yang menjadi sasaran perluasan pengaruhnya.
Sejenak Ki Dukut menunggu. Ketika kemudian ia melihat dua orang lewat beberapa langkah di hadapannya, maka Ki Dukut itupun meloncat berlari ke balik sebuah gerumbul.
Ternyata Ki Dukut berhasil menarik perhatian kedua orang itu. Salah seorang dari keduanya berteriak, “He, siapa kau?“
Ki Dukut tidak menjawab. Tetapi ia meloncat lagi ke balik gerumbul yang lain lagi.
Kedua orang itu pun yakin, bahwa orang itu bukan salah seorang dari kawan-kawannya. Karena itu, maka keduanyapun segera mengejarnya.
Tetapi keduanya tidak menyadari, siapakah orang yang bersembunyi di balik gerumbul itu. Karena itulah, maka demikian mereka mendekat, maka keduanya bagaikan dilemparkan oleh kekuatan yang tidak mereka mengerti. Demikian mereka terbanting di tanah, maka rasa-rasanya punggung mereka bagaikan patah.
Kemarahan yang memuncak telah mendorong mereka untuk segera bangkit dan menarik senjata masing-masing. Bahkan hampir di luar sadar, maka keduanya pun berteriak memanggil kawan-kawannya.
“Ada apa?“ seorang yang bertubuh tinggi, berdada bidang dan berjambang datang berlari-lari.
“Seseorang bersembunyi di balik gerumbul itu”
“Setan alas. Tetapi apakah kau tidak mengigau?“ bertanya orang berdada bidang itu.