Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Lembah Merpati - 31

$
0
0
Cerita Silat | Lembah Merpati | oleh Chung Sin | Lembah Merpati | Cersil Sakti | Lembah Merpati pdf

Bunga di Kaki Gunung Kawi bag IX Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II

jak dengan
  penuh semangat.
  Dengan tidak turut sertanya Tju Thing Thing, Koo San
  Djie sudah menggunakan ilmunya Awan Asap Lewat
  Di mata, tentu saja dengan lebih leluasa, bagaikan
  terbang kakinya, dia melesat dengan cepat.
  Tiauw Tua juga tidak mau ketinggalan. Dengan
  kecepatan yang tidak mau kalah dari Koo San Djie, ia
  sudah mengikuti di belakang pemuda itu.
  Tidak lama kemudian, puncak gunung Pit- kie yang
  menjulang ke atas langit sudah tertampak di hadapan
  mereka.
  Tiauw Tua sudah memanggil Koo San Djie yang
  berada di depannya:
  “Saudara kecil, baik kita beristirahat sebentar.”
  Lalu, diajaknya sang perjaka ke sebuah kuil yang
  terdapat di situ. Sambil makan-makanan kering yang
  memang dibawanya, Tiauw Tua berkata lagi:
  “Pesangrahan Liong-sun-say dibangun demikian aneh,
  kau harus hati-hati. Gurumu memiliki aneka macam
  kepandaian, seperti Kiu-kiong-pat-kwa dan
  bermacam-macam rahasia, apa sudah diturunkan
  kepadamu?”
  Koo San Djie, mengangguk-anggukan kepala, dia
  membenarkan pertanyaan itu.
  Tiauw Tua melanjutkan penuturannya:
  “Tong Touw Hio dengan kepandaiannya yang tinggi,
  memang tidak usah dikata lagi, yang harus
  diperhatikan ialah senjata-senjata atau pesawat-
  pesawat rahasia yang sukar diduga. Untuk
  menghadapi orang seperti Tong Touw Hio ini, jika
  tidak sampai terpaksa, janganlah kita menggunakan
  kekerasan. Mengenai tingkah laku dari Tong Touw Hio
  ini, aku sendiripun belum mengetahui betul. Sebelum
  kita mengetahui dengan jelas, janganlah sembarang
  mengganggu.”
  Koo San Djie hanya mengangguk-anggukkan
  kepalanya. Biarpun Tiauw Tua bersedia menjadi
  budaknya atas kemauannya sendiri, tapi dalam mata
  Koo San Djie, orang tua itu tidak bedanya dengan
  guru saja. Ia selalu menuruti segala kehendaknya.
  Setelah diam sejenak Tiauw Tua berkata pula:
  “Jika betul Tong Touw Hio telah bersekongkol dengan
  orang Lembah Merpati, sudah tentu Ong Hoe Tjoe
  berada padanya.”
  Koo San Djie tidak mengerti. Maka ia sudah menanya:
  “Mengapa?”
  Tiauw Tua lantas memberikan penjelasan terperinci:
  “Begini soalnya. Setelah mereka dapat menculik Ong
  Hoe Tjoe, sudah tentu mereka mengetahui, bahwa
  kau tentu akan menyusulnya. Jika mereka
  mempunyai pesanggrahan yang ini, dan agar Lembah
  Merpati tetap beraoa dalam keadaan yang
  tersembunyi, sudah tentu mereka tidak mau pergi ke
  Lembah Merpati yang jauh.”
  Koo San Djie yang melihat Tiauw Tua dapat
  mengupas suatu soal sedemikian jelasnya, sudah
  menjadi sangat girang. Dengan segera, sudah
  berkemas untuk berangkat.
  Tiauw Tua tertawa, melihat kelakuan Koo San Djie
  yang seperti itu, dengan sabar ia berkata:
  “Jika betul di sini, untuk apa harus tergesa-gesa?
  Tunggu saja sampai nanti malam jam dua, kita dapat
  bergerak dengan leluasa.”
  Sebelum berkata, ia sudah memejamkan kedua
  matanya. Dengan perlahan-lahan ia menjalankan
  latihan mengatur pernapasan.
  Koo San Djie juga merasa bahwa beberapa hari ini
  tidak melatih diri. Maka ia juga menutup mulutnya,
  tidak berkata-kata. Sebentar saja, mereka berdua
  telah sampai ke dalam keadaan yang lupa akan
  segala-galanya.
  Mendadak, suara desiran angin dari getaran baju
  lewat di atas mereka. Koo San Djie kaget, dia
  terbangun.
  Tiauw Tua juga telah membuka kedua matanya,
  dengan gesit ia melompat ke atas dan berkata:
  “Kejar!”
  Gerakan badan dari dua orang itu boleh dikatakan
  sudah sangat cepat, tapi begitu keluar dari pintu kuil,
  keadaan di sekitarnya ada sangat gelap, mana ada
  bayangan manusia? Hatinya Tiauw Tua menjadi kaget
  juga atas kecepatan dari orang tadi. Maka dengan
  memberi tanda, tubuhnya sudah melesat menuju ke
  arah pesanggrahan Liong-sun-say.
  Pesanggrahan Liong-sun-say dibangun dengan megah,
  seperti benteng, tapi tidak untuk perang, seperti
  keraton, tapi tidak ada rajanya. Di sekitarnya gelap,
  tidak ada penerangannya. Di empat penjuru dikelilingi
  oleh tembok yang tinggi, di tengah-tengah atas pintu
  terdapat huruf besar yang berbu
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Lembah Merpati - Chung Sin

  nyi
  “LIONG-SUN-SAY”
  Tiauw Tua memandang Koo San Djie tangannya
  menunjuk ke kanan.
  Koo San Djie membongkokkan badan, kakinya sudah
  melejit terbang, dia menuju ke atas, tepat setinggi
  tembok.
  Kepandaian ini telah membuat Tiauw Tua memuji.
  Maka, ia juga menuju ke sebelah kiri.
  Koo San Djie di atas wuwungan rumah, matanya
  memandang ke bawah rumah yang bersusun,
  terbenam dalam kegelapan.
  Mendadak, terasa pula desiran angin dari getaran baju
  yang seperti di atas kuil tadi. Kedua matanya telah
  dibuka lebar-lebar, dilihatnya sesosok bayangan yang
  kecil langsung lenyap dalam kegelapan.
  Maka, dengan tangan menekan tembok, badannya
  terbang melayang ke arah lenyapnya bayangan tadi.
  Tapi, kali inipun ia menubruk tempat kosong pula. Ia
  menjadi kesal juga, dua kali ia telah dibik in kecele.
  Sedari ia turun ke dalam kalangan Kang-ouw, inilah
  suatu kekalahan yang baru pertama kali dialaminya.
  Maka, dengan tidak mempedulikannya pula, ia sudah
  mencari kamar tahanan.
  Mulai dari rumah yang pertama, satu per satu ia
  memeriksanya. Tapi sampai rumah yang terakhirpun
  tidak dilihatnya suatu apa.
  Biarpun ia mempunyai kepandaian yang tinggi dan
  gerakan yang cepat, tapi kurang pengala man. Maka
  waktu ia berlompatan dari satu rumah ke lain rumah,
  telah dapat diketahui oleh orang.
  Baru saja ia mau mencoba lompat ke suatu
  wuwungan rumah yang terang benderang, atau di
  belakangnya telah terdengar suara tertawa
  berkakakan:
  “Saudara kecil ini mengapa melatih diri di atas rumah
  orang?”
  Koo San Djie menjadi merandek. Telinganya
  mendengar pula suara orang tadi:
  “Aku adalah Tong Touw Hio, pemilik dari
  pesanggrahan ini. Jika kau suka memandang mukaku,
  marilah turun, dan kita berbicara di bawah.”
  Lalu, dengan hormat ia menggunakan tangannya
  menyilahkan Koo San Djie masuk.
  Dalam hatinya San Djie memikir:
  “Jika tidak memasuki goa macan, mana dapat
  mengambil anak macan? Aku akan menuruti
  kehendaknya. Apa dia dapat menelan diriku?”
  Maka, dengan meluruskan badannya, ia turun dan
  masuk dalam ruangan pesanggrahan Liong-sun-say
  yang aneh itu.
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>