Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Panasnya Bunga Mekar - 265

$
0
0
Panasnya Bunga Mekar - Serial Pelangi Di Langit Singosari 4 - SH Mintardja.jpegCerita Silat | Panasnya Bunga Mekar | Serial Pelangi Di Langit Singosari | Panasnya Bunga Mekar | SH Mintardja | Panasnya Bunga Mekar pdf

Bunga di Kaki Gunung Kawi bag IX Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II

Ia akan mendapat kepercayaannya kembali sehingga gerombolannya justru akan mendapat dukungan dari para pengawal di perbatasan. Para pengawal itu tentu akan tetap melindungi mereka jika para pengawal dari Pakuwon Kabanaran berusaha mengejar mereka, apalagi menusuk masuk ke dalam sarang mereka yang terletak di tlatah Watu Mas.

Karena itu, untuk menjual jasa, para perampok itu sama sekali tidak menghubungi para pengawal. Yang akan mereka lakukan adalah menghadapkan tawanan yang dapat mereka tangkap kepada para pengawal.

Demikianlah, maka merekapun semakin lama menjadi semakin dekat dengan rumah saudagar permata yang sedang dalam kebingungan. Saudagar itu tidak dapat berbuat lain, kecuali menyerahkan apa yang diminta oleh para perampok itu.

“Bawa kemari semua harta bendamu” berkata pengawal yang menyatakan dirinya sebagai perampok itu “jika ternyata kemudian bahwa kau masih menyimpan harta benda lain kecuali yang kau bawa kemari, maka rumah dan isinya akan aku bakar habis. Tetapi jika kau berterus terang, dan membawa semua harta kekayaanmu, maka aku akan membawa sebagian saja dari seluruh harta bendamu”

Saudagar itupun telah mengeluarkan semua simpanannya. Ketika ia meletakkan peti di amben bambu disamping peti yang terdahulu, hampir diluar sadarnya ia berdisis “Ini barang dagangan. Jika barang-barang ini juga hilang dari tanganku, dari mana lagi aku akan dapat mencari gantinya.

Mahisa Bungalan yang juga memasuki rumah itupun mengerutkan keningnya. Sambil membuka peti itu ia berkata “Apakah barang daganganmu ini bukan milikmu sendiri?“

“Hanya sebagian kecil saja” jawab saudagar itu “tetapi sebagian besar dari barang-barang itu, adalah milik orang lain. Permata itu adalah barang titipan yang harus aku jual dan kemudian menyerahkan uangnya kepada pemiliknya”

Mahisa Bungalan memperbandingkan dua buah peti yang ada di hadapannya. Keduanya berisi emas dan permata. Tetapi memang dapat diduga bahwa yang sebuah adalah milik saudagar kaya itu sendiri. Sementara yang lain seperti yang dikatakannya beremas dan permata titipan.

Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun berkata “Aku hanya akan mengambil barang-barangmu. Aku tidak akn mengambil barang- barang titipan itu”

Saudagar itu benar-benar tidak menyangka. Sikap yang demikian bukan sikap kebanyakan perampok. Biasanya mereka akan membawa apa saja yang ada. Milik sendiri atau bukan, tidak menjadi persoalan bagi mereka. “Tetapi sikap perampok ini agak berbeda“ berkata saudagar itu di dalam hatinya.

Meskipun saudagar itu balum pernah dirampok sebelumnya, tetapi ia pernah mendengar apa yang sering terjadi dalam perampokan-perampokan. Bahkan kadang-kadang para perampok itu tidak percaya meskipun semua harta benda sudah di serahkan oleh pemiliknya.

Dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan dan para pengawal itu membenahi barang-barang yang akan dibawanya, tiba-tiba dua orang yang berada diregol memberi isyarat, bahwa sekelompok orang tengah mendekati rigol halaman. p>

“Siapa mereka?“ bertany Mahisa Bungalan.

“Belum tahu dengan pasti” desis seorang pengawal yang kemudian berlari menghambur keluar untuk mendapat kepastian siapakah yang datang.

Dalam pada itu, kedua pengawal yang menjaga regol sudah terdesak masuk kehalman. Mereka berdiritegak di depan pendapa rumah saudagar kaya itu, sementara beberapa orang yang berada di pendapa telah turun pula.

“Nah” berkata pemimpin perampok yang sebenarnya “ternyata kita dapat bertemu kali ini.

Mahisa Bungalan yang kemudian keluar juga dari ruang dalam dan menyerahkan peti yang sudah siap untuk dibawa itu kepada seorang pengawal, melihat bahwa yang datang itu bukan pasukan pengawal dari Pakuwon Watu Mas.

“Siapakah kalian?“ bertanya Mahisa Bungalan dari pendapa.

“Apa gunanya kau mengerti tentang diri kami” jawab pemimin perampok itu “menyerahlah. Kami akan memperlakukan kalian dengan baik”

“Tunggu Ki Sanak” berkata Mahisa Bungalan pula “Apakah hak kalian untuk mengancam kami. Apakah kalian para pengawal dari Pakuwon Watu Mas? Menilik pakaian kalian, maka kalian tentu bukan pengawal Pakuwon ini”

“Kami memang bukan para pengawal” berkata pemimpin perampok itu “Tetapi hak kami sama dengan para pengawal”

“Kenapa?“ bertanya Mahisa Bungalan.

“Apa pedulimu. Menyerahlah agar kami tidak perlu mempergunakan kekerasan” ancam pemimpin perampok itu.

“Kami adalah perampok- perampok yang sudah berpengalaman” jawab Mahisa Bungalan “seharusnya kau tahu, bahwa perampok- perampok besar seperti kami ini, tidak akan pernah menyerah. kami yakin, bahwa kalian tidak akan dapat berbuat banyak menghadpi kami”

“Persetan“ pemimpin perampok itu menggeram “kau terlalu sombong. Kau kira hanya kalian sajalah merampok-perampok yang berpengalaman di dunia ini”

“Ya” jawab Mahisa Bunglan “tidak ada segerombolan perampokan yang dapat menyamai kemampuan kami”

Pimpinan perampok itu menjadi panas. Ia merasa seolah-olah dihina oleh perampok yang belum dikenalnya.

Karena itu. hampir diluar sadarnya ia berkata “Omong kosong. Kalian tidak akan dapat mengimbangi kemampuan kami”

Mahisa Bungalan tertawa. Ia berusaha untuk melontarkan nada yang tinggi menyakitkan hati. Katanya “Jika ada sekelompok orang yang mengaku berpengalaman melampaui atau menyamai kami, maka ia adalah orang-orang yang tidak tahu diri”

“Cukup” teriak pemimpin perampok itu “kami adalah penguasa di hutan-hutan yang lebat. Kami adalah raja dari para perampok dan penyamun. Kami adalah segala-galanya dari dunia yang hitam kelam. Karena itu jangan mencoba menyaingi kegiatan dan usaha kami. Jangan mencoba menjelajahi daerah jelajah kami”

Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Kemudian dengan ragu-ragu ia bertanya “Siapakah sebenarnya kalian?“

“Persetan dengan pertanyaanmu geram pemimpin perampok itu.

“Kaliankah yang dijuluki serigala hitam di hutan perbatasan? Kaliankah yang sering memasuki Pakuwon Kabanaran?“ bertanya Mahisa Bungalan. Kemudian katanya “Jika demikian, maka kami tidak mempunyai persoalan dengan kalian? Kami telah memiliki daerah yang tidak akan kau jamah. Jika kalian memelihara sawah di Pakuwon Kabanaran. aku telah memilih yang lain” p>

“Orang-orang dungu yang tidak tahu diri” jawab pemimpin perampok itu “Kau sangka bahwa kami dapat membiarkan kalian merampok di daerah Watu Mas?“

“Kami tidak pernah mengganggu kalian yang merampok di Kabanaran” jawab Mahisa Bungalan.

“Kalian tidak berhak mengganggu kami” teriak pemimpin perampok itu “sekarang kita sudah bertemu. Tidak ada persoalan apapun diantara kita. Kalian harus menyerah, atau kami akan menyapu kalian sampai orang yang terakhir”

Mahisa Bungalan tidak segera menjawab. Nampak ia menjadi ragu-ragu Sementara itu, pemimpin perampok itu menganggap bahwa perampok yang mendatangi rumah saudagar itu menjadi ketakutan.

Namun ia terkejut ketika Mahisa Bungalan kemudian menjawab “Baiklah. Kita sudah bertemu disini. Jika kami menyerah dan melepaskan hasil rampokan kami, maka kalianlah yang akan memilikinya. Selebihnya maka kalian akan memperlakukan kami sewenang-wenang. Karena itu, kami tidak akan menyerah. Kami akan mencoba kemampuan kalian. Siapakah diantara kita yang memiliki pengalaman lebih luas dalam dunia yang hitam kelam ini. Kalian atau kami”

“Bodoh dan gila” geram pemimpin perampok itu “kami mempunyai kemampuan lebih tinggi dari kalian. Jumlah kami lebih banyak dari kalian. Pengalaman kami lebih banyak dari kalian. Apa yang dapat kalian banggakan untuk menghadapi kami?“

“Tekad kami membara di dada kami” jawab Mahisa Bungalan “bersiaplah. Kita akan bertempur mati-matian”

Pemimpin perampok itu menjadi marah sekali. Iapun kemudian berteriak “Hancurkan tikus-tikus bodoh itu. Tangkap hidup-hidup satu atau dua orang. Mereka akan berbicara tentang diri mereka dihadapan para pengawal di Watu Mas” p>

“Kalian bekerja bersama para pengawal?“ bertanya Mahisa Bungalan.

“Apa pedulimu” jawab pemimpin perampok itu. Dalam pada itu, para perampok yang sudah memasuki halaman itupun segera mempersiapkan diri. Mereka menebar dari ujung sampai keujung halaman. Sementara itu. para pengawal yang berada di halaman sampingpun telah menarik diri ke sisi pendapa, sementara kawan- kawannyapun telah bersiap menghadapi segala macam kemungkinan.

Mahisa Bungalan yang kemudian memimpin para pengawal itu melangkah mendekati para perampok. Ia tertegun kketika pemimpin perapok itu menyongsongnya sambil berkata “Kau pemimpin pasukan kelinci itu?“

“Ya. Tetapi malam ini akan terjadi, serigala hitam di hutan perbatasan akan hancur digilas oleh kelinci-kelinci putih” jawab Mahisa Bungalan.

Kemarahan pemimpin perampok itu tidak dapat ditahan lagi. Tiba-tiba saja ia telah meloncat menyerang, langsung dengan senjatanya yang mengerikan. Sebuah tongkat besi baja berkepala bulat an yang bergerigi tajam.

Ayunan senjatanya itu berdesing mengerikan. Namun yang diserangnya adalah Mahisa Bungalan, sehingga dengan sigapnya anak muda itu meloncat menghindar. Serangan itu adalah aba-aba yang telah menggerakkanpara perampok. Dengan serentak mereka menyerang sambil berteriak-teriak nyaring.

Namun sebenarnyalah yang mereka hadapi adalah para pengawal dari Kabanaran. Pengawal yang telah mendapat tempaan khusus untuk tugas mereka yang aneh. Mereka telah diperkenalkan dengan cara bertempur yang paling keras dan kasar. Merekapun telah mendapat petunjuk, bagaimana mereka harus bersikap dalam tugas mereka.

Karena itu, demikian para perampok itu berteriak, maka para pengawal itupun mengimbanginya. Namun beberapa orang diantara mereka masih juga berguman “Satu tugas yang gila. Aku masih belum sampai hati mengumpat-umpat dengan kata-kata kotor seperti itu”

Meskipun demikian, mereka memang harus bertempur dengan cara yang keras dan kasar menghadapi para pe-rampokk yang sebenarnya.

Demikianlah, sejenak kemudian telah terjadi pertemuan yang sengit. Masing-masing telah bertempur dengan keras dan kasar antara kegilaan para perampok yang sebenarnya, dengan cara para pengawal yang terlatih baik.

Dalam pertempuran yang seru, maka nampak perbedaan pada dasar penguasaan ilmu mereka. Bagaimanpun juga, para pengawal tidak terbiasa untuk bertempur sambil berteriak-teriak dan mengumpat-umpat. Kadang- kadang para pengawal memang bersorak pada saat- saat tertentu. Tetapi tidak sebagaimana dilakukan oleh para perampok itu.

Meskipun demikian, masih ada juga diantara para pengawal yang sempat berlaku kasar. Hanya pada saat-saat ia terdesak maka ia harus kembali kepada dasar ilmu yang dipelajarinya dan dimatangkannya di dalam lingkungan para pengawal.

Namun dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa para pengawal memiliki kematangan olah senjata yang lebih mapan dari para perampok, betapapun juga para perampok iitu mempunyai pengalaman yang luas. Tetapi pengalamaan mereka terutama adalah pengalaman menghadapi para peronda yang tidak mempunyai kemampuan yang cukup, serta para penjaga regol di rumah orang-orang kaya yang jumlahnya terlalu sedikit. Karena itu, ketika mereka dihadapkan kepada kemampuan para pengawal, maka segera terasa betapa mereka merasakan tekanan yang sangat berat, meskipun jumlah mereka lebih banyak.

Dalam pada itu, para pengawal itupun telah menyerang perampok- perampok itu dari beberapa arah. Sebagian besar dari mereka bertempur didepan pendapa. Beberapa orang pengawal telah menyerang dari lambung sebelah menyebelah. Dengan demikian maka para perampok itu harus menghadapi para pengawal dari arah yang berbeda-beda.

Pemimpin perampok yang bertempur melawan Mahisa Bungalan itupun tidak terlalu banyak dapat berbuat. Ia segera terdesak. Hanya karena jumlah para perampok itu terlalu banyak, maka pemimpin perampok itu masih berlindung diantara jumlah yang banyak itu, Hanya sekali-sekali saja ia tampil. Namun kemudian ia berada diantara sekelompok pengikutnya.

Di pendapa, para penjaga regol yang menyerah itu menyaksikan pertempuran dengan jantung yang berdebaran. Dalam cahaya obor yang lemah, mereka melihat pertempuran yang menjadi semakin sengit. Tetapi mereka tidak dapat berbuat sesuatu. Kaki dan tangan mereka telah terikat.

Namun kecemasan telah benar-benar mencengkam jantung mereka. Mereka tahu pasti, bahwa yang bertempur itu adalah dua gerombolan perampok yang memiliki kekuatan yang tangguh. Ketika keduanya berbenturan, maka rasa- rasanya halaman itu telah guncang.

Sementara itu, saudagar permata yang berada di dalam rumahnya itupun menjadi bingung. Masih ada seorang pengawal yang mengawasinya. Sambil mengacukan senjatanya, pengawal itu berkata “Duduklah. Biarlah mereka yang bertempur itu menyelesaikan persoalan mereka.

Saudagar itu menjadi bingung. Namun iapun kemudian duduk dengan tubuh gemetar.

Mahisa Bungalan dan para pengawal masih bertempur dengan sengitnya. Tetapi bekal ilmu mereka mampu mengatasi kekasaran para perampok itu. Meskipun tidak seluruhnya, tetapi beberapa orang pengawal telah dapat memberikan kesan kekasaran dan kekerasan. Ada juga diantara para pengawal yang berteriak- teriak dan mengumpat sejadi-jadinya, sebagaimana dilakukan oleh para perampok itu.

Dalam pada itu, ternyata jumlah para perampok yang mampu bertempur itu cepat susut. Mahisa Bungalanpun telah memaksa beberapa orang perampok untuk melepaskan perlawanannya karena luka-lukanya. Sementara para pengawal masih berusaha untuk tidak membunuh lawannya. Tetapi sebagian dari mereka tidak berhasil mengendalikan senjata mereka, sehingga menembus tubuh lawannya terlalu dalam.

Dalam pertempuranya yang seru itu, masih juga dapat dilihat oleh Mahisa Bungalan, bahwa para perampok itu tidak memiliki ilmu yang sebenarnya. Mereka hanya berbekal keberanian dan pengalaman yang keras dan kasar. Sehingga ketika mereka dihadapkan


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>