
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
anak-anakku. Tanpa aku minta, mereka memberikan sejumlah uang agar aku menebus hasil sawahku yang udah aku gadaikan untuk menyambung hidup” p>
Sementara orang-orang lain berkata “Orang-orang itu berpesan untuk mengikhlaskan saja hasil sawah satu panenan yang sudah tergadai. Mereka memberi uang untuk bekal hidupku menjelang panen berikutnya, tetapi dengan pesan, agar aku tidak menggadaikannya lagi”
“Aneh” berkata bebahu padukuhan itu “siapakah sebenarnya mereka, Teka- teki tantang perampokan tenang perampokan itu belum terpecahkan. Kemudian timbul teka-teki yang lain lagi”
Tetapi tidak seorangpun yang dapat menjawab pertanyaan itu. Meskipun demikian, para bebahu itu sama sekali tidak mengganggu orang-orang yang telah mendapat uang oleh pihak yang tidak mereka ketahui. Nampaknya ada hubungannya dengan sikap belas kasihan, karena pemerasan yang telah dilakukun oleh saudagar yang kaya dan kikir itu.
Setelah perampokan terjadi, maka ia justru menjadi semakin garang. Ia berusaha untuk mendapat ganti harta bendanya yang telah dibawa oleh para perampok.
Namun bahwa ada pihak tertentu yang telah membagikan uang kepada orang- orang miskin, maka usaha saudagar kaya itu tidak sepenuhnya berhasil. Orang-orang yang sudah mendapat uang dari orang yang tidak dikenal itu, ternyata tidak memerlukan lagi pinjaman yang menjerat dari saudagar kaya itu.
Sikap saudagar kaya itu telah menimbulkan akibat pula pada penjaga rumahnya. Karena tidak tahan lagi melihat sikap saudagar itu, maka merekapun berniat untuk meninggalkan pekerjaannya. Apalagi ketika datang orang yang tidak dikenalnya dan memberi sekedar uang untuk modal berusaha kecil-kecilan.
“Kau dapat membuka kedai” berkata orang yang tidak dikenal itu “ atau barangkali usaha lain yang lebih baik dari mempertaruhkan nyawa”
Namun peristiwa- peristiwa itu sama sekali tidak memberikan kesadaran kepada saudagar kaya yang kikir itu. Bahkan ketika isterinya yang tidak betah lagi meninggalkannya dengan anak-anaknya, maka iapun tidak berubah pendirian. Dibiarkannya isteri dan anak- anaknya pergi tanpa bekal sama sekali.
Tetapi aneh, bahwa seseorang yang tidak dikenal telah datang kerumah isteri dan anak-anak saudagar kaya yang kembali ke orang tuanya itu. Orang itu telah memberikan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk beaya hidup isteri dan anak-anak saudagar kaya itu.
Namun akhirnya, saudagar kaya itu tidak dapat mempertahankan keseimbangan jiwanya. Dalam kekalutan itu, sekali lagi datang kepadanya beberapa orang perampok. Mereka telah mengambil sebagian besar dari harta bendanya yang tersisa. Lebih dari separo isi peti yang satu lagi telah dibawa oleh perampok itu.
Saudagar itu menangis meraung-raung seperti kanak-kanak. Beberapa orang tetangga telah datang ke rumahnya. Betapapun juga mereka tidak sampai hati melihat tingkah laku saudagar itu. Orang yang kikir itu menangis sampai tengah hari berikutnya.
Dengan pedih isterinya akhirnya berkata kepadanya, justru karena saudagar itu terganggu jiwanya, Namun karena kesabaran dan kesetiaan isterinya, akhirnya saudagar itu berangsur sembuh. Bahkan kemudian seolah-olah ia telah memandang wajahnya di depan wajah air yang tenang bening. Dilihatnya cacat dan celanya, sehingga akhirnya ia telah berubah sama sekali.
Yang terjadi itu adalah satu dari berbagai peristiwa yang menggelisahkan di perbatasan Pakuwon Watu Mas. Pada saat-saat itu. ternyata telah terjadi pula peristiwa-peristiwa yang lain. Perampokan masih saja terjadi, sementara ada orang-orang yang mendapatkan belas kasihan dari orang-orang yang tidak dikenal.
Namun betapapun cermatnya usaha orang-orang Kabanaran dalam pekerjaannya, namun pada suatu saat, kelompok itu dapat dilihat oleh seorang dari gerombolan perampok yang tinggal di hutan perbatasan.
Orang yang mengetahui bahwa para pengawal di Watu Mas telah mencurigai kawan-kawannya dan bahkan telah minta agar mereka membantu mengamati perampok-perampok yang berkeliaran di daerah Pakuwon Watu Mas itupun segera melaporkan kepada pemimpinnya.
“Gila” berkata pemimpin perampok itu “para pengawal Watu Mas yang malas itu lebih senang tidur mendekur di baraknya, sementara perampokan terjadi semakin sering. Mereka lebih senang menuduh kita melakukannya dan memaksa kita untuk membuktikan bahwa kita tidak bersalah daripada bekerja keras untuk menangkap para perampok itu”
“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?“ bertanya orang yang melihat sekelompok perampok di Pakuwon Watu Mas itu.
“Kita akan menangkap mereka. Meskipun seandainya hanya seorang saja yang dapat kita tangkap, namun segalanya akan menjadi terang. Yang seorang itu tentu akan dapat diperas untuk berbicara tentang dirinya dan kelompoknya” berkata pemimpin perampok itu. Lalu “Sekaligus kita akan dapat menunjukkan kedepan hidung para pengawal apa yang telah terjadi sebenarnya. Dengan demikian mereka tidak akan selalu mencurigai kita lagi”
Pemimpin perampok itupun kemudian menyiapkan orang-orangnya yang terbaik. Dengan jumlah yang memadai, bahkan lebih banyak dari kelompok yang telah dilihat oleh seorang diantara mereka, maka para perampok itu berusaha untuk dapat membersihkan namanya di tlatah Pakuwon Watu Mas. Jika kemudian kedua gerombolan itu bertemu, mereka tidak sedang memperebutkan daerah jelajah mereka, tetapi mereka akan mempertahankan sikap mereka masing- masing. Sekelompok yang sedang melakukan perampokan dan sekelompok yang lain berusaha membersihkan nama mereka dari segala tuduhan. p>
Meskipun seorang diantara perampok itu tidak melihat arah yang pasti dari sekelompok perampok yang kebetulan dijumpainya, namun mereka sudah dapat memperhitungkan. Diarah perjalanan sekelompok perampok itu terdapat seorang pedagang batu permata yang kaya raya. Tentu sekelompok perampok itu akan pergi ke pedagang batu permata itu.
Perhitungan itu memang tidak salah. Sebenarnyalah Mahisa Bungalan dan kawan-kawannya telah pergi ke rumah seorang saudagar permata yang kaya raya, tetapi juga memiliki sifat yang kurang terpuji. Orang itu sombong dan merasa dirinya orang yang paling baik di seluruh Pakuwon Watu Mas.
“Kita akan mengambil kekayaannya” berkata Mahisa Bungalan “bukan barang-barang dagangannya”
“Bagaimana kita dapat membedakan?“ bertanya seorang pengawal.
“Memang sulit” jawab Mahisa Bungalan “Tetapi menilik caranya menyimpan, kita akan dapat melihat, apakah barang-barang itu termasuk barang yang diperdagangkan, atau barang- barang yang sudah dimilikinya sendiri”
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Mereka tidak terlalu memperhatikannya. Seandainya kelirupun tidak akan terlalu salah bagi mereka.
Demikianlah, sekelompok penjahat yang kasar itu telah mendekati regol saudagar kaya itu. Seperti di rumah orang-orang kaya yang lain, maka tentu ada para penjaga regol dan bahkan penjaga seluruh isi rumahnya.
Ternyata para penjaga dirumah pedagang permata itu tidak dapat ditakut- takuti. Mereka sama sekali tidak mau rhenyerah. Di muka regol mereka siap menunggu dengan senjata telanjang.
“Lima orang” desis seorang pengawal yang menjenguk sambil memanjat dinding disebelah regol itu “hampir saja kepalaku disentuh ujung tombak”
“Mereka keras hati” desis yang lain.
“Baiklah” berkata Mahisa Bungalan “sebagian dari kita tetap di muka regol. Sementara yang lain akan memasuki halaman rumah itu lewat dinding samping. Kita akan bersama-sama mwlompat dan memasuki halaman. Mudah-mudahan para penjaga itu dapat melihat satu kenyataan”
Dengan isyarat maka para pengawal yang menjadi perampok itu menebar. Kemudian ketika terdengar aba-aba maka serentak merekapun berloncatan naik keatas dinding, sementara orang-orang yang berada di regol masih tetap ditempatnya.
“Kalian melihat, bahwa kalian sudah dikepung oleh jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah kalian?“ bertanya yang berdiri diluar regol.
“Persetan” geram salah seorang penjaga itu “kami akan membunuh kalian semua. Kami, murid-murid perguruan Sangkak tidak akan benyerah melawan perampok-perampok kecil seperti kalian”
Jawaban itu membuat para pangawal didepan regol itu marah. Tetapi Mahisa Bungalan berdesis “Jangan cepat marah. Biarlah kita mancoba menakut-nakutinya agar mereka tidak terlalu garang”
“Apa yang akan kau lakukan?“ bertanya salah seorang pengawal.
“Aku akan memecah pintu kayu itu” jawab Mahisa Bungalan.
Para pengawal yang menyatakan diri mereka sebagai perampok itu termangu-mangu. Namun mereka percaya bahwa Mahisa Bungalan adalah seoarang anak muda yang mempunyai kelebihan. Karena itu maka merekapun kemudian menyibak.
Dalam pada itu, beberapa orang pengawal yang telah memasuki halaman itu telah bendekati penjaga regol yang berjumlah lima orang, yang kemudian telah berkumpul di belakang regol yang masih tertutup itu.
“Jangan berbangga dengan jumlah kelima yang banyak“ berkata orang tertua diantara para penjaga regol itu.
“Bagaimanapun juga jumlah kami yang banyak akan ikut menentukan. Seandainya lima orang diatara kami terbunuh, dan kalian berlima mati seluruhnya, maka sisa diantara kami cukup banyak untuk mengangkut semua harta benda pedagang kaya ini.
“Kalian sudah gila” geram penjaga itu “kami setiap orang akan dapat membunuh sepuluh orang diantara kalian. Sementara itu jangan kau sangka bahwa pedagang kaya itu akan mampu membunuh sepuluh orang pula diantara kalian”
“Kalian memang berani“ terdengar suara di balik pintu “Tetapi bukanlah pintu regolmu. Jika benar kalian ingin bertempur melawan kami semuanya”
“Persertan” geram penjaga itu.
“Jika kalian tidak mau membuka, maka kami yang masih berada diluar akan memecahkan pintu ini meskipun kami dapat memasuki halaman dengan memanjat seperti kanak- kanak kami”
“Jangan mengigau” teriak penjaga itu “hanya iblis yang dapat mencegah pintu rigol itu”
Para pengawal yang sudah memasuki halamaman itupun tertegun. Namun sebagian dari merekapun tahu maksud kawan- kawannya yang berada di luar. Mereka ingin menggerakkan para penjaga itu, agar mereka tidak perlu bertempur berkepanjangan, apalagi jika terjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam bermain- main dengan senjata.
Sebenarnyalah, Mahisa Bungalanpun kemudian berkata “Baiklah para penjaga yang setia. Kami akan mencoba memecah pintu. Namun dengan demikian kalian harus membuat perhitungan yang cermat. Jika kami berhasil memecah pintumu, itu berarti bahwa kami dapat bebuat jauh lebih banyak lagi. Apalagi hanya menghadapi lima orang, bahkan seandainya pedagang kaya itupun akan ikut bertempur pula”
“Tutup mulutmu” bentak menjaga regol itu.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian telah bersiap. Dengan ilmunya ia mengerahkan segenap kekuatannya.
Demikianlah, maka dengan memusatkan tenaga pada sisi telapak tangannya, maka Mahisa Bungalanpun kemudian meloncat kearah pintu regol yang tertutup dan diselarak dari dalam. Dengan kedua galum tangannya maka Mahisa Bungalanpun menghantam regol yang tertutup itu.
Terdengar suara berderak memekakkan telinga. Bukan saja pintu kayu yang tebal itu yang berderak pecah. Tetapi selaraknyapun telah berpatahan.
Semua orang yang menyaksikan dengan mendengar suara itupun terkejut. Ketika daun pintu itu kemudian rontok, maka kelima orang penjaga regol itu berdiri dengan mulut ternganga. Bahkan para pengawal yang mengaku diri mereka sebagai perampok itupun menjadi keheran- heranan melihat kekuatan Mahisa Bungalan.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun yang berdiri di depan pintu itupun kemudian melangkah masuk, melangkahi daun pintu yang sudah rontok ditanah.
“Aku sama sekali bukan iblis dan akupun tidak mempergunakan kekuatan iblis” berkata Mahisa Bungalan. Lalu “Nah, Sekarang pertimbangkan. Apakah kalian akan melawan?“
Orang-orang itu berdiri dengan tubuh gemetar. Tidak lagi terlintas di kepalanya, keberanian untuk melawan orang yang dapat memecahkan pintu regol hanya dengan tangannya itu.
“Apakah kalian menyerah?“ bertanya Mahisa Bungalan.
Kelima orang itu termangu-mangu. Namun akhirnya merekapun tidak dapat berbuat lain ketika para pengawal itupun maju mendekatinya.
“Lepaskan senjata kalian” berkata Mahisa Bungalan.
Orang-orang itupun kemudian melepaskan seniat mereka. Dalam pada itu, saudagar permata yang juga mendengar derak pintu pecah itupun tidak mempunyai harapan lagi untuk berbuat sesuatu, ketika dari balik pintu rumahnya ia mendengar percakapan antara para perampok dengan penjaga rumahnya dipendapa. Karena kelima penjaga itupun telah diikat kaki dan tangannya dan kemudian merekapun dipersilahkan duduk di sudut pendapa.
“Jangan berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakai diri kalian sendiri” berkata seorang pengawal.
Dalam pada itu, maka seorang pengawal yang lainpun telah mengetuk pintu rumah saudagar itu. Diruang dalam, saudagar permata itu tidak mempunyai pilihan lain. Karena itu, maka iapun telah membuka pintunya dengan wajah yang pucat.
Lima orang pengawal kemudian memasuki rumahnya. Yang lain masih tetap tinggal dipendapa. Sementara dua orang mengawasi masing-masing di sebelah kanan, kiri dan belakang rumah. Sedangkan dua orang lainnya berada di regol.
Dalam pada itu, ketika para pengawal yang memasuki rumah itu sedang berbicaa dengan saudagar permata untuk mendapatkan barang-barangnya yang berharga, maka segerombolan orang telah mendekati halaman rumah itu. Mereka adalah para perampok yang sebenarnya, yang tinggal di hutan perbatasan. Mereka berniat untuk menangkap perampok yang telah menggetarkan daerah Pakuwon Watu Mas itu.
Pemimpin perampok itu beranggapan, jika ia berhasil menangkap meskipun hanya seorang saja diantara mereka yang telah merampok di daerah Watu Mas itu, maka ia akan bebas dari segala tuduhan.