Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan - 35

$
0
0
Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan - Serial Pelangi Di Langit Singosari 5 - SH Mintardja.jpegCerita Silat | Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan | Serial Pelangi Di Langit Singosari | Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan | SH Mintardja | Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan pdf

Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II Panasnya Bunga Mekar Bag III

Demikianlah keduanyapun kemudian memasuki jalur jalan menuju ke padukuhan itu. Padukuhan yang nampak hijau subur dan bahkan terasa ketenangan menyentuh hati kedua anak muda itu. Sejenak kemudian mereka telah memasuki lingkungan sebuah padepokan. Ketika mereka sampai dj regol halaman yang luas. maka merekapun menjadi termangu-mangu.

Sebelum mereka berbuat sesuatu, mereka melihat seorang cantrik yang tergesa-gesa mendekat. Sambil membungkuk hormat, cantrik itupun Kemudian bertanya ”Ki Sanak, apakah kepentingan Ki Sanak mendekati regol padepokan kami yang sunyi ini”

Mahisa Murtipun mengangguk pula. Katanya ”Ki Sanak. Kami adalah dua orang bersaudara yang sedang mengembara. Kami melihat betapa sejuk dan damainya lingkungan padepokan ini. sehingga rasa-rasanya kami ingin singgah barang sejenak”

“O, tentu kami tidak akan berkeberatan. Marilah Ki Sanak, aku akan menyampaikan kedatangan Ki Sanak kepada Empu Nawamula yang untuk sementara memimpin padepokan ini”

Kedua anak muda itu mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu Mahisa Pukat “Kenapa untuk sementara?”

“Ya. Hanya untuk sementara. Pemimpin padepokan kami yang sebenarnya sudah meninggal dunia hampir setahun yang lalu. Empu Nawamula adalah adik satu-satunya dari pemimpin padepokan kami yang telah meninggal itu. Karena tidak ada orang lain, maka Empu Nawamula untuk sementara diserahi pimpinan padepokan ini, sementara anak pemimpin padepokan kami yang telah meninggal itu sedang berguru kepada seorang pertapa yang tidak ada duanya di tempat yang jauh. Jika ia kembali kelak, maka ialah yang berhak untuk menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal itu” jawab cantrik yang menemui mereka.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Dengan rendah hati Mahisa Murti berkata “Ki Sanak Apakah kiranya kami diperkenankan untuk singgah barang satu dua hari di padepokan ini.

“Tentu. Empu Nawamula adalah orang yang baik. Ia tentu tidak akan berkeberatan untuk menerima kedatangan Ki Sanak berdua” jawab cantrik itu.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun kemudian telah dibawa oleh cantrik itu memasuki padepokan. Sejak keduanya melangkah di halaman, terasa betapa tenangnya kehidupan di padepokan itu. Di antara beberapa buah rumah yang terdapat di padepokan itu terdapat pohon buah- buahan yang rimbun. Pohon jambu air yang berbuah lebat. Manggis dan Srikaya yang berbuah pula. Agak menyudut, nampak sebuah belumbang yang besar. Beberapa ekor angsa berenang diairnya yang kehijauan.

Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Padepokan itu benar-benar merupakan sebuah padepokan yang asri.

“Ki Sanak“ bertanya Mahisa Murti “apakah Empu Nawamula tidak mempunyai sebuah padepokan tersendiri sebelum ia berada di padepokan ini?”

Cantrik itu menggeleng. Jawabnya “Empu Nawamula bukan seorang pemimpin padepokan Ia tinggal disatu lingkungan yang kecil. Empu Nawamula tenggelam dalam pekerjaannya bersama tiga orang cantriknya”

“Pekerjaan apa yang dilakukannya? bertanya Mahisa Murti.

“Empu Nawamula adalah seorang ahli membuat keris. Ia memang benar-benar seorang empu” jawab cantrik itu.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun mengangguk-angguk. Sementara itu, Mahisa Murtipun bertanya ”Apakah disini Empu Nawamula juga masih membuat keris?”

“Ya” jawab cantrik itu ”tiga orang pembantunya berada disini pula. Jika kau melihat asap di kebun belakang yang agak jauh itu, disanalah Empu Nawamula melakukan tugasnya. Meskipun Empu Nawamula bukan seorang Empu yang banyak menghasilkan. Tetapi satu dua keris yang dibuatnya merupakan pusaka yang sangat berharga”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Sementara itu maka cantrik itupun telah mempersilahkannya naik kependapa sambil berkata “Silahkan. Aku akan menyampaikannya kepada Empu Nawamula”

Terima kasih” jawab Mahisa Murti” biarlah aku menunggu disini saja. Aku bukan seorang tamu yang pantas. Kami berdua hanyalah pengembara yang ingin singgah barang satu dua hari”

Cantrik itu tidak memaksanya. Dibiarkannya saja Mahisa Murti dan Mahisa Pukat duduk di tangga pendapa, karena mereka memang merasa bukan tamu tamu yang harus mendapat penghormatan.

Sepeninggal cantrik itu. maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang duduk di tangga pendapa itupun sempat mengamati halaman padepokan yang luas tetapi bersih. Sekali-sekali terdengar lenguh lembu di kandang di kebun belakang. Sementara itu terdengar pula suara lesung dengan iramanya yang rampak. Agaknya beberapa orang perempuan tengah menumbuk padi didekat lumbung padepokan itu.

Namun dalam pada itu. tiba-tiba saja Mahisa Murti berdesis Mahisa Pukat, rasa-rasanya aku pernah mendengar nama Empu Nawamula. Dimana dan kapan, aku masih belum berhasil mengingatnya.

“Ya. aku juga pernah mendengarnya. Mungkin pada saat-saat kita ikut ayah yang sering memperjual belikan batu-batu berharga dan kadang-kadang membawa pula wesi aji. Agaknya ayah memang pernah berhubungan dengan Empu Nawamula“ jawab Mahisa Pukat.

“Ya” sahut Mahisa Murti dengan serta merta ”ayah memang pernah menemui seorang Empu untuk memesan sebilah keris. Bukan untuk ayah sendiri, tetapi untuk Seorang sahabatnya. Empu itu bernama Nawamula”

Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Katanya “Ya. Agaknya memang demikian. Jika Empu itu melihat kita di sini. maka ia akan segera mengenal kita pula. Tetapi apakah Empu itu bernama Nawamula?”

“Ya. Nawamula. Bukankah kau pernah mendengar nama itu? Tentu Empu Nawamula adalah Empu yang pernah membual keris untuk ayah. Meskipun keris itu kemudian disampaikan oleh ayah kepada sahabatnya yang memesannya. Aku sekarang ingat dengan gamblang. Akupun ingat pula wajah Empu yang sejuk itu”

“Tetapi bagaimana dengan kita? Jika Empu itu mengenali kita?“ desis Mahisa Pukat.

Sebelum keduanya menemukan pemecahan, terdengar langkah seseorang mendekat. Ternyata cantrik yang semula mempersilahkannya itu datang pula kepada keduanya sambil berkata Ki Sanak. Empu mempersilahkan kalian datang ke sanggar. Empu sedang menyiapkan sebilah keris. Baru sesaat nanti. Empu dapat meninggalkan pekerjaannya”

Keduanya ragu-ragu. Namun cantrik itu berkata pula “Marilah. Aku sudah menyampaikan segalanya kepada Empu”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat membantah lagi. Keduanyapun kemudian mengikuti cantrik itu menuju ke bagian belakang padepokan.

Ketika mereka mendekati sebuah perapian yang terbuka, muka cantrik isu berkata “Itu adalah sanggar khusus Empu Nawamula. Bukan sanggar untuk olah kanuragan. tetapi sanggar khusus untuk melakukan pekerjaannya, membuat keris.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Namun keduanya tidak menjawab.

“Silahkan duduk Ki Sanak tantrik itu mempersilahkan sebentar lagi. Empu Nawamula akan menemui kaiian berdua”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itupun dipersilahkan duduk di atas sehelai tikar yang dibentangkan diserambi sebuah rumah kecil dihadapan sanggar Empu Nawamula.

Ketika cantrik itu kemudian meninggalkan mereka, maka Mahisa Murti itupun kemudian berkata ”Benar. Empu itulah yang pernah kita kenal”

“Ya” Sahut Mahisa Pukat ”aku tidak lupa lagi”

“Apa boleh buat. Bukankah kita tidak berbuat apa-apa? Seandainya pada suatu saat Empu itu bertemu dengan ayah dan mengatakan kehadiran kita di padepokan ini, justru sekaligus memberikan kabar keselamatan kami kepada ayah” berkata Mahisa Murti.

Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Iapun tidak berkeberatan atas pengenalan mereka terhadap orang yang untuk sementara memimpin padepokan yang sejuk itu.

Beberapa saat mereka menunggu. Namun akhirnya Empu Nawamula itu meletakkan alat-alatnya. Kemudian menyeka keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Baru kemudian Empu itu berpaling kearah kedua orang anak-anak muda yang duduk diserambi menunggunya.

Empu Nawamula mengerutkan keningnya. Kemudian iapun melangkah meninggalkan perapiannya mendekati kedua orang anak yang sedang menunggunya.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun serentak berdiri. Sambil membungkuk hormat keduanya beringsut kesamping.

“Silahkan. Silahkan duduk anak-anak muda” Empu Nawamula mempersilahkan.

Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun termangu-mangu. Namun ketika Empu Nawamulapun duduk pula di atas tikar itu, maka keduanyapun telah duduk kembali.

Sejenak Empu Nawamula mengamati kedua orang anak muda itu. Kemudian katanya ”Aku sudah tua ngger. Tetapi rasa rasanya aku pernah mengenal kalian berdua. Tetapi mungkin aku keliru karena aku sudah hampir menjadi pikun”

“Mungkin Empu benar” jawab Mahisa Murti ”kami berdua yang sedang mengembara, tidak menduga, bahwa kami akan berjumpa dengan Empu disini”

“Jadi pengenalanku benar? Tetapi sebut, siapa namamu berdua?” bertanya Empu itu.

“Aku Mahisa Murti Empu dan ini saudaraku Mahisa Pukat” Jawab Manisa Murti.

Empu itu mengerutkan keningnya, la mencoba mengingat nama itu Namun Mahisa Pukatlah yang kemudian menjelaskan “Kami adalah anak-anak laki-laki dari ayah. Mahendra”

“O” Empu itu mengangguk-angguk “jadi kalian ariak Muhendra. Aku mengenalnya dengan baik. Bahkan sudah seperti saudara sendiri”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk kecil. Ternyata Empu itu memang mengenal ayah mereka, dan iapun pernah melihat keduanya pula.

Dalam pada itu. Empu itupun berkata “Aku ingat sekarang. Aku ingat kalian berdua memang pernah mengikuti ayah kalian pergi ke gubugku. Tetapi tidak di padepokan ini”

“Ya Empu” jawab Mahisa Murti ”karena itu. Kamipun tidak menyangka, bahwa kami menjumpai Empu di padepokan ini”

“Adalah kebetulan sekali” jawab Empu Nawamula ”tetapi kemana sebenarnya kalian akan pergi?”

“Kami sedang mengembara Empu. Kami tidak mempunyai tujuan tertentu. Kami hanya ingin melengkapi pengalaman kami menginjak masa dewasa kami” jawab Mahisa Murti.

Empu Nawamula mengangguk-angguk. Ketika seorang cantrik menyuguhkan minuman panas dan beberapa potong makanan, maka Empu itupun telah mempersilahkan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat untuk mencicipinya. p>

Sejenak kemudian pembicaraan merekapun telah berkernbang. Empu Nawamula telah menanyakan keselamatan seluruh keluarga Mahendra. Kemudian menanyakan beberapa hal tentang perjalanan kedua orang anak muda itu. p>

“Kalian telah membekali hidup kalian kelak dengan pengalaman yang akan sangat berarti” berkata Empu Nawamula ”ternyata Mahendra mempunyai wawasan yang luas atas masa depan anak-anaknya”

Kedua anak muda itu hanya menundukkan kepalanya. Sementara itu Empu Nawamula berkata Anakmas berdua. Sebaiknya kalian berdua tinggal di padepokan ini untuk satu dua pekan. Selama ini kalian telah menempuh jarak yang panjang. Sepekan dua pekan akan dapat kalian pergunakan untuk sekedar beristirahat. Sementara itu. kalian akan dapat menjadi kawan berbincang disini disamping para cantrik”

Adalah kebetulan sekali bagi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang memang ingin beristirahat barang satu dua hari setelah menempuh perjalanan yang panjang. Sementara itu Empu Nawamula telah menawarkan agar mereka berada di padepokan itu barang satu dua pekan.

Karena itu. maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sama sekali tidak menolak. Bahkan dengan terus-terang Mahisa Murti berkata “Empu. sebenarnyalah kami berdua memang ingin menyatakan keinginan kami untuk dapat berada di padepokan ini. Seandainya yang memimpin padepokan ini bukan Empu. kami memang ingin mohon untuk tinggal barang satu dua hari. Tetapi adalah kebetulan sekali, bahwa Empu yang berada di padepokan ini”

“Ya. Meskipun hanya untuk sementara. Pada saatnya aku harus menyerahkan padepokan ini kepada yang berhak. Kemenakanku yang sekarang sedang berguru ditempai yang jauh”

Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah menyatakan kesediaannya untuk tinggal di padepokan itu barang satu dua pekan. Dalam waktu singkat, keduanya telah dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di padepokan itu. sehingga merekapun segera dapat luluh dalam kehidupan para cantrik.

Namun dalam pada itu, pada saat-saat tertentu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah duduk di pendapa padepokan itu untuk berbincang dengan Empu Nawamula pada saat-saat senggangnya. Terutama di ujung malam. Dengan lampu minyak, mereka berbicara tentang satu segi kehidupan meloncat kesegi kehidupan yang lain.

Namun akhirnya Empu Nawamula itupun sampai pula kepada persoalan padepokan itu sendiri.

“Apakah pada suatu saat. Empu juga akan meninggalkan padepokan ini?“ bertanya Mahisa Murti.

“Tentu ngger” jawab Empu Nawamula aku tidak akan tinggal disini seterusnya. Jika kemenakanku itu kembali dari perguruannya maka padepokan ini akan aku serahkan kepadanya”

“Kapan kemenakan Empu itu akan kembali“ bertanya Mahisa Pukat.

“Aku kurang pasti ngger” jawab Empu Nawamula “tetapi pada saat-saat tertentu ia sering mengunjungi padepokan ini Kadang- kadang sebulan sekali ia kembali dan tinggal di padepokan ini sekitar dua tiga hari. Kemudian ia kembali ke perguruannya. Namun sementara itu ia minta agar aku tetap tinggal disini”

“la akan kembali dengan ilmu yang mumpuni” berkata Mahisa Pukat “bukankah itupun satu usaha untuk membekali hidupnya kelak?”

Empu Nawamula menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya ”Tetapi ia bukan anakku sendiri. Jika ia anakku, maka aku akan berusaha untuk menasehatinya”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Terasa pada nada kata-kata Empu Nawamula, seolah-olah ada penyesalan atas sikap kemenakannya itu”

“Angger berdua” berkata Empu itu selanjutnya “aku sendiri tidak mempunyai anak. Ketika isteriku meninggal, rasa-rasanya hidup ini menjadi sepi. Aku tidak ingin kawin lagi dengan perempuan yang manapun juga. Namun akibatnya, aku benar-benar tidak mempunyai keturunan”

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ingin mendengar serba sedikit tentang kemenakan Empu Nawamula. Tetapi mereka tidak berani menanyakannya. Karena itu. mereka hanya dapat menunggu, apakah yang akan dikatakan oleh Empu itu.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>