
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
Tetapi Empu itu berkata tentang dirinya sendiri Terasa kesepian kadang- kadang mencengkam. “Tetapi aku memang sudah berniat demikian”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan sekilas. Mereka melihat, terbersit satu perasaan yang kurang mapan di hati Empu itu.
Adalah diluar sadarnya, bahwa Mahisa Murti kemudian berkata ”Empu, kemanakan Empu itu akan dapat Empu anggap sebagai anak sendiri”
Empu Nawamula itu menggeleng. Katanya ”Ada bedanya ngger. Jika ia anakku sendiri, aku akan dapat memberinya arah” p>
“Apa tidak demikian dengan kemanakan Empu itu?”’ bertanya Mahisa Pukat tiba-tiba saja.
Empu Nawamula menarik nafas dalam-dalam. Katanya ”Bukan maksudku untuk mengeluh. Kau berdua adalah anak sahabatku yang menurut pengamatanku, kalian telah dapat berpikir dewasa. Karena itu. aku kira kau akan dapat mengatakan sesuatu yang akan dapat mengurangi beban perasaanku.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu mangu sejenak Sementara itu Empu Nawamula itupun berkata selanjinnya ”Ada sesuatu yang kurang sesuai dengan perasaanku. Kemanakanku itu telah terjerumus kedalam satu perguruan yang menurut pendapatku, kurang menguntungkan bagi masa depannya”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat terkejut. Dengan ragu-ragu Mahisa Murti bertanya ”Perguruan yang bagaimanakah yang Empu maksud? Seandainya perguruan itu bukan perguruan yang baik, apakah ayahnya pada masa hidupnya tidak pernah mencegahnya?”
Empu Nawamula menarik nafas dalam-dalam. Katanya “Itulah yang selama ini memberati perasaanku. Saudara tuaku, ayah anak itu, sudah tidak dapat mencegahnya lagi Setiap kali keduanya berselisih, sehingga akhirnya ayah anak itu tidak lagi mempunyai harapan bagi masa depannya yang terasa sangat gelap. Tingkah laku anak laki lakinya mempercepat surutnya kesehatannya. Namun agaknya segalanya memang sudah menjadi guratan takdir. Saudaraku itu meninggal hampir setahun yang lalu dengan beban yang berat diliatinya karena tingkah laku anaknya. Sebelum meninggal ia menitipkan padepokan ini beserta anaknya kepadaku. Tetapi apa yang dapat aku lakukan atas anak itu? Aku dapat mengatur padepokan ini sementara anak itu belum bersedia memimpinnya. Tetapi untuk mengatur anak itu sendiri, aku sama sekali tidak mampu. Jangankan aku, ayahnyapun tidak dapat berbuat apa-apa”
“Apakah sebenarnya yang telah dilakukan oleh anak itu. Empu? bertanya Mahisa Pukat
“Ia berguru kepada seorang pertapa ditempati yang jauh. Pertapa yang menganut aliran yang kurang dapat dipertanggung- jawabkan” berkata Empu Nawamula.
“Tetapi kenapa ia dapat menjadi murid seorang pertapa yang jauh itu?” bertanya Mahisa Murti.
Empu Nawamula menarik nafas dalam-dalam Katanya “Semuanya terjadi diluar pengamatan. Nampaknya seorang pertapa dari aliran yang tidak banyak disukai itu sedang mengembara. Ketika dijumpainya kemanakanku itu. Ia mulai tertarik. Dengan segala macam cara diluar pengetahuan saudaraku, pertapa itu telah memikat kemanakanku untuk menjadi muridnya, sehingga akhirnya hal itu terjadi tanpa dapat dicegah lagi”
“Tetapi apakah tanda- tanda bahwa pertapa itu menganut aliran yang kurang disukai?” bertanya Mahisa Murti
“Cara-cara pertapa itu memperoleh kekuatan” jawab Emppu Nawamula ”pertapa itu menganut aliran seperti yang pernah terdapat di daerah Selatan. Satu aliran yang pernah juga diceriterakan oleh ayahmu. Mungkin kakakmulah yang pernah menemui satu aliran yang mempergunakan darah sebagai satu cara untuk menumbuhkan kekuatan di dalam dirinya”
“Darah?” bertanya Mahisa Pukat dengan serta merta.
“Ya. Meskipun pada tahap pertama pertapa itu mempergunakan darah seekor binatang. Sebenarnyalah bahwa dengan minum darah kekuatan seseorang dapat tumbuh dengan cepat. Bahkan mungkin melampaui kekuatan orang kebanyakan. Apalagi dilambari dengan ilmu kanuragan. Namun minum darah bukan kelajiman yang pantas dianut. Apalagi dalam perkembangannya kemudian. Pada saatnya untuk mencapai puncak kemampuannya, ilmu yang demikian akan sampai pada satu pilihan, darah sesama”
Terasa tengkuk Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itupun meremang. Mereka memang pernah mendengar dari Mahisa Bungalan tentang satu aliran yang membasahi diri mereka dan senjata-senjata mereka dengan darah manusia disaat bulan bulat dilangit ”Mengerikan” desis Mahisa Pukat.
“Itulah yang membuat ayah anak itu menjadi sangat prihatin. Tetapi ternyata anak itu sudah tidak dapat dicegah lagi. Ia lebih percaya kepada gurunya daripada kepada ayahnya sendiri. Usaha ayahnya untuk menitipkan anak itu kepadaku, sama sekali tiak berhasil. Menurut anak itu. kemampuanku sama sekali tidak berani dibanding dengan pertapa yang menjadi gurunya itu. Bahkan menurut kemanakanku itu, gurunya telah sanggup untuk membuatnya menjadi manusia yang paling kuat didunia. Manusia yang memiliki ilmu tertinggi diantara sesamanya” berkata Empu Nawamula.
“Tetapi apakah memang demikian Empu?” bertanya Mahisa Murti.
“Aku tidak tahu ngger. Tetapi aku yakin, bahwa pertapa itu tidak akan lebih dari manusia biasa yang mempunyai batas kemampuan” jawab Empu itu ”aku tidak yakin akan adanya kekuatan yang tidak terkalahkan didunia ini”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Sementara itu Empu Nawamula melanjutkan ”Selebihnya pertapa itu telah menyediakan sebuah pusaka yang tidak ada duanya didunia” Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih saja mengangguk-angguk. Namun demikian, mereka mulai dapat membayangkan, apa yang sebenarnya tersimpan di belakang padepokan yang nampaknya tenang dan damai. Namun yang pada saatnya, padepokan itu akan menjadi sumber angin prahara yang sulit dikendalikan.
“Angger berdua” berkata Empu itu lebih lanjut ”tingkah laku anak itu benar- benar telah menyusahkan seluruh keluarganya. Bukan saja karena ia telah menyadap ilmu yang sesat. Tetapi tingkah lakunya kadang-kadang memang sangat menyakitkan hati. Untunglah, bahwa ia masih mempunyai rasa segan kepadaku. Betapa tinggi ilmunya, ia merasa bahwa ia masih belum dapat mengimbangi ilmuku. Karena itu, maka ia masib menghormatiku menilik sikap lahiriahnya. Aku tidak tahu, apa yang tersimpan didalam hatinya. Tetapi menilik sikapnya kepada ayahnya dan kadang- kadang melihat gelagat dan tatapan matanya, ia justru mendendamku. Karena itu, maka pada suatu saat ia akan datang mengusirku. Mungkin dengan kekuatannya sendiri, tetapi mungkin ia akan mendapat pertolongan gurunya”
“Dan Empu akan bertahan?” bertanya Mahisa Pukat
“Jika ia berkata kepadaku dengan cara yang wajar, aku akan pergi. Padepokan ini memang padepokannya. Tetapi jika ia datang dan dengan sikapnya yang gila mengusir aku seperti mengusir anjing liar, maka aku akan memilih mati disini” jawab Empu Nawamula. Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Sementara Mahisa Murti bertanya ”Apakah ada tanda-tanda bahwa ia akan bersikap demikian?”
“Mungkin aku terlalu berprasangka ngger. Tetapi aku merasa bahwa ia akan datang dan mengusir aku seperti mengusir seekor anjing” jawab Empu Nawamula ”karena itu ngger. Aku telah berpuasa seratus hari sebelum aku mulai membuat keris yang sedang aku kerjakan itu. Aku membuat keris yang menurut niatku, akan menjadi keris yang mempunyai tuah yang berarti. Sedangkan ujudnya, memang mempunyai kelebihan dari keris-keris yang pernah aku buat sebelumnya. Keris ini jauh lebih besar dari keris kebanyakan”
Mahisa-Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Tetapi mereka dapat merasa, betapa ketegangan sebenarnya mencengkam padepokan itu. Namun agaknya Empu Nawamula berhasil menyembunyikan gejolak perasaannya, sehingga sama sekali tidak mempengaruhi para cantrik, sementara kemanakannya yang datang pada hari-hari tertentu itupun tidak berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan keresahan, karena ia masih mempunyai perasaan segan kepada pamannya.
Namun sebenarnyalah bahwa ketenangan itu adalah ketenangan yang semu. Sementara itu. tiba-tiba saja Empu Nawamula itu berkata, “Angger berdua, sebenarnya aku tidak perlu mengatakan semuanya itu kepadamu. Tetapi bahwa kalian adalah anak Mahendra. tiba-tiba saja tumbuh kepercayaanku kepada kalian, sehingga dengan demikian, aku sudah mengurangi beba perasaanku. Selama ini seolah-olah tidak ada orang yang pantas aku ajak berbincang. Tiga orang pembantuku, memang orang-orang yang pantas diajak untuk berbicara. Tetapi mereka adalah bagian dari aku sendiri, sehingga meskipun aku telah mengatakan kepada mereka, namun rasa-rasanya beban itu masih saja harus aku pikul betapapun beratnya. Jika hal ini aku katakan kepada kalian, bukan maksudku, bahwa kalian harus ikut berprihatin karenanya. Anggaplah bahwa kalian cukup mengetahuinya saja, karena masalahnya tidak akan menyangkut kalian sama sekali”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Namun Mahisa Murti berkata “Seandainya aku mempunyai kesempatan untuk membantu, maka aku dan saudaraku tentu akan membantu. Tetapi kami berdua adalah orang- orang jang tidak berarti”
Empu Nawamula tersenyum. Katanya ”Perbedaan yang sudah aku duga. Kalian tentu akan mengatakan demikian. Tetapi tidak dengan kemanakanku itu. Ia akan berkata bahwa ia adalah orang yang paling berarti”
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Sementara Mahisa Pukat menyambung ”Kami hanya mengatakan yang sebenarnya”
Empu Nawamula mengangguk-angguk. Tiba-tiba ia berkata “Sikap kalian telah menggelitik aku untuk mengukur kemampuan kalian. Benar-benar hanya untuk mengukur. Aku kenal Mahendra, karena itu aku mempunyai alasan untuk mengetahui ilmu kalian berdua”
Wajah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi tegang Sekejap mereka saling berpandangan. Sambil mengangguk hormat Mahisa Murti kemudian berkata ”Tentu tidak akan terjadi Empu. Kami berdua tidak akan berani melakukannya. Sebenarnyalah kami berdua adalah orang-orang yang tidak berilmu. Jika kami mengembara. bahwa kami ingin melihat dunia ini dengan sikap paling dasar”
Tetapi Empu Nawamula tertawa pendek. Katanya sikapmu menambah keyakinanku, bahwa Mahendra sudah membekali kalian cukup banyak Anak-anak muda. Bersiaplah. Kita akan pergi ke sanggar. Mumpung hari telah semakin malam, agar para cantrik tidak menjadi heran. Kalian tidak usah berpura-pura lagi kepadaku. Tetapi kepada para cantrik, kau dapat berbuat demikian”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak mempunyai kesempatan untuk membantah lagi. Mereka harus memenuhi permintaan Empu Nawamula. Bahkan akhirnya keduanya berkata didalam hatinya “Aku kira tidak akan ada ruginya. Justru akan dapat menambah pengalaman saja”
Demikianlah. Empu Nawamula telah membawa kedua orang anak muda itu kedalam sanggar. Adalah diluar dugaan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, bahwa tiga orang pembantu Empu Nawamula itu telah hadir pula. Agaknya mereka melihat tiga orang itu pergi ke Sanggar.
Dengan wajah bertanya- tanya kedua anak muda itu memandang Empu Nawamula. Karena keduanya tidak tahu, apakah ketiga orang itu termasuk cantrik seperti yang dimaksudkan oleh Empu Nawamula.
Agaknya Empu itu mengetahui isi hati kedua anak muda itu. Maka katanya ”Anak-anak. Ketiga orang itu adalah pembantu-pembantuku. Dalam olah kanuragan mereka adalah murid-muridku. Kalian tidak usah mencemaskannya. Mereka dapat dipercaya sepenuhnya.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itupun mengangguk-angguk. Sehingga dengan demikian, maka mereka tidak menghiraukan lagi ketiga orang yang juga telah berada dalam sangggar.
“Kita akan mencoba saling menjajagi” berkata Empu Nawamula “menurut pengertianku, Mahendra adalah orang yang pilih tanding”
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menjawab. Sementara itu Empu itupun berkata ”Bersiaplah. Kita akan segera mulai”
Ternyata bahwa Empu Nawamula sendirilah yang akan langsung menjajagi kemampuan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Bukan ketiga muridnya.
“Siapakah yang pertama?” bertanya Empu Nawamula.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan sejenak. Baru sesaat kemudian Mahisa Murti berkata ”Baiklah, aku yang akan memenuhi perintah Empu yang terdahulu”
Empu itu mengangguk- angguk. Namun iapun kemudian segera mempersiapkan diri.
Sejenak kemudian, maka keduanyapun mulai saling menjajagi. Namun Empu Nawamula telah berhasil memancing kemampuan Mahisa Murti meningkat dengan cepat.
Sebenarnyalah Empu Nawamula benar-benar ingin menjajagi kemampuan anak muda itu sampai tuntas. Karena itu. maka iapun telah melakukannya dengan sungguh-sungguh, sehingga Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi ragu-ragu. apakah Empu Nawamula hanya sekedar untuk memancingnya saja untuk sampai kepuncak ilmunya.
Namun agaknya Empu Nawamula tidak memaksa Mahisa Murti bertempur sampai ke aji pamungkasnya. Ketika Empu itu sudah mendapat gambaran tentang kemampuan anak muda itu. maka iapun mulai mengendorkan serangan- serangannya, sehingga akhirnya berhenti sama sekali.
“Terima kasih” berkata Empu Nawamula ”aku tidak perlu melakukan hal yang sama atas angger Mahisa Pukat, karena agaknya ilmu kalian berimbang”
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnyalah jika ia harus bertempur pula, maka keadaannya tidak akan jauh berbeda dari yang sudah terjadi.
Dalam pada itu, maka Empu Nawamula berkata ”Aku memang sudah yakin, bahwa kalian memiliki ilmu yang luar biasa. Aku mengerti, bahwa diatas kemampuan yang nampak ini kalian tentu masih mempunyai ilmu pamungkas yang benar-benar dapat dipercaya. Dengan demikian, maka ternyata bahwa kemampuan kalian berada diatas kemampuan murid-muridku, dalam olah kanuragan” p>
Mahisa Murti mengusap keringatnya sambil berkata “Sekedar sebagai bekal perjalanan Empu. Sebenarnyalah bahwa ilmu yang kami kuasai tidak berarti apa-apa”
“Kalian berdua sungguh sungguh mengagumkan ngger” berkata Empu Nawamula “aku sudah kagum atas kemampuan ilmu kalian, selebihnya kalian adalah anak-anak muda yang rendah hati. Dalam usia kalian yang masih sangat muda. kalian sudah menguasai ilmu yang tinggi. Namun kalian sama sekali tidak menjadi sombong dan kehilangan pegangan sebagaimana anak-anak muda seumur kalian. Murid-muridku yang lebih tua dari kalian, masih harus berlatih untuk beberapa tahun lagi. apabila mereka ingin menyejajarkan diri dengan kalian”
“Ah. Empu terlalu memuji” desis Mahisa Murti.
“Tidak ngger. Aku tidak sekedar memuji. Tetapi bahwa kalian berdua memiliki bekal yang cukup, sebenarnyalah kalian akan dengan tenang berada di padepokan ini. karena apabila pada suatu saat kalian terbentur kepada satu keadaan yang tidak dikehendaki, maka kalian akan dapat mengatasinya” berkata Empu Nawamula.