Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II Panasnya Bunga Mekar Bag III
Episode 46: Tiga Maha Sakti (2)
Tidak memperoleh hasil, secara nyaris bersamaan
keduanya mulai mengerahkan ilmu andalan lain; Kali
ini adalah Asha Vahista yang berinisiatif dan
menyerang dengan gaya Kap Mo Kang (Ilmu Kodok),
sebuah ilmu mujijat yang juga memiliki jejak-
jejaknya dalam khasanah ilmu mujijat Tionggoan.
Tetapi, jika ilmu itu belaka, maka tetap tidak akan
mengguncangkan Wong Jin Liu. Karena itu masih
dikombinasikan dengan sebuah ilmu khas Asha
Vahista sendiri. Tokoh ini, memang memiliki kemiripan
dengan Kolomoto Ti Lou, yakni memiliki kemampuan
yang sangat istimewa dalam melontarkan suara
sebagai alat untuk menyerang ataupun untuk
mengganggu konsentrasi lawan. Dan kali ini, dia
melontarkan ilmu sejenis, yakni Ilmu Kim Ciong Koan
Jit (Ilmu Lonceng Emas Menutup Matahari).
Melontarkan dua ilmu istimewa dalam waktu yang
nyaris bersamaan memang adalah salah satu
keistimewaan tokoh-tokoh yang sudah mencapai
tingkatan yang mujijat dan sempurna dalam ilmunya.
Karena mereka sudah mampu dan berkesanggupan
untuk mengatur dan menata penggunaan tenaga
tingkat tinggi sesuai dengan kemauan mereka.
Tetapi, Wong Jin Liu yang memang bukan lawan
ringan bagi Asha Vahista sudah dengan cepat
mengganti ilmunya dengan menambal telinganya
bukan hanya dengan Bu Siang Cheng Khi, tetapi juga
melindungi dirinya dengan kekuatan awan putih
dalam ilmu Pek In Ciang yang hebat. Ilmu ini
sedemikian rupa sudah digubah Wong Jin Liu sampai
awan putih berpijar sanggup dan berkemampuan
untuk melindungi kepalanya dan secara otomatis juga
menangkal lontaran suara mujijat Asha Vahista yang
menyerangnya. Dan untuk melawan Kap Mo Kang
yang istimewa, Wong Jin Liu memutuskan mengganti
Kim Kong Ci dengan Tam Ci Sin Thong (Lentikan
Jemari Dewa). Pilihan yang sangat tepat, karena
tubuh Asha Vahista yang penuh hawa memang harus
bisa diserang pada titik titik atau jalan darah tertentu
agar tidak membawa perbawa besar bagi Wong Jin
Liu.
“Engkau sungguh sudah maju jauh sobat …….”
Mendesis Wong Jin Liu, kagum dengan kemampuan
Asha Vahista yang sudah menanjak jauh itu
dibandingkan dengan masa 25 tahun lalu pertama kali
mereka bertempur.
“Hahahahahaha, sobat, sama saja, engkaupun sudah
berubah total dibandingkan 25 tahun silam, sungguh
jauh lebih hebat ……..”
Demikianlah, sambil saling memuji keduanya tetap
tidak alpa untuk menyerang, bertahan atau
menghalau serangan lawan. Yang pasti, Wong Jin Liu
harus berlindung rapat dengan iweekang dan dengan
tabir Bu Siang Cheng Khi dikombinasikan dengan Pek
In Ciang sehingga kepala dengan kedua lengannya
sudah dipenuhi awan berpijar yang luar biasa. Tetapi,
Asha Vahista juga menunjukkan cara yang hebat dan
sulit dipercaya. Ilmu mujijat Kap Mo Kang memiliki
kemampuan dan daya rusak yang sungguh luar biasa,
tetapi kekuatan pukulannya tidak pernah mencapai
daya merusak hingga memecah dan menghancurkan
bebatuan dan pepohonan yang sangat jarang di arena
tersebut. Bukan karena tidak mampu merusaknya,
tetapi karena memang dikekang dan diatur
sedemikian untuk tidak merusak lingkungan sekitar.
Dan untuk itu, bukan mudah bagi pemilik ilmu
melakukannya.
Keduanya, entah bagaimana, memang menata dan
mengatur agar jangkauan kekuatan merusak hanya
dalam jangkauan atau jarak tertentu belaka. Dan hal
yang luar biasa ini hanya mampu dilakukan oleh
tokoh-tokoh yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan dalam penguasaan kekuatan hawa
saktinya. Dan tidak salah, keduanya, baik Asha
Vahista maupun Wong Jin Liu memang sudah di tahap
itu, berkemampuan mengatur dan mengerahkan
hawa sakti sesuai keinginan mereka. Atau sudah
dalam tahap dimana mereka sanggup mengendalikan
dan menggunakan kekuatan iweekang sesuai
kemauan hati mereka. Baik mengatur jarak serta
jangkauan pukulan maupun menghancurkan cukup
bagian tertentu dari sebuah benda dan dengan daya
rusak yang juga bisa mereka tentukan.
Maka, kembali keduanya saling libas. Hanya, kali ini,
adalah Wong Jin
http://cerita-silat.mywapblog.com
Liu yang banyak bergerak cepat,
pesat dan gesit. Gerakan cepatnya dimaksudkan
untuk mengantisipasi kemana arah pukulan Kap Mo
Kang yang penuh hawa sakti yang merusak, dan
setelah menghindar, maka dia akan mencecar Asha
Vahista dengan totokan-totokan yang khusus
mengarah ke jalan darah pengerahan kekuatan
iweekang lawan. Mereka bertukar peran
dibandingkan pada bagian jurus 100-150, dimana
Wong Jin Liu yang mengambil peran memburu
sementara Asha Vahista banyak menghindar dan
melakukan serangan balasan.
Hanya saja, tetap tidak ada yang mampu
menentukan dan memantapkan keunggulan masing-
masing. Keduanya masih tetap mampu bergerak
cepat, kokoh dan juga menjaga keseimbangan
pertarungan. Masih tetap belum ada yang dapat
ditentukan dan ditetapkan sebagai pemenang dan
terus berlangsung hingga jurus ke 200. Baik Wong Jin
Liu maupun Asha Vahista tetap tidak mampu
mendesak lawannya meskipun sudah melontarkan
jurus-jurus dan ilmu-ilmu yang berdaya rusak sangat
tinggi dan berkekuatan mujijat. Tetapi, hebatnya,
Ceng Liong yang berdiri persis di garis batas yang
ditetapkannya tadi, tidak terserang oleh kekuatan-
kekuatan mujijat yang bertarung dalam arena yang
dibatasinya tadi. Inilah gambaran betapa kuat
sekaligus mujijatnya para tokoh yang sedang adu
kemampuan tersebut.
Dan mereka kembali mulai memasuki babakan
pertarungan yang baru ketika mereka mendengar
Ceng Liong berkata:
“Jurus ke-200 …….”
Serentak mereka mencari lagi celah baru, tetapi
sekaligus dengan menghentak dan meningkatkan
kekuatan masing-masing. Wong Jin Liu yang
menghentak terlebih dulu dengan Ban Hu d Ciang
(Selaksa Tapak Budha), tetapi tidak melepaskan
penggunaan ilmu dalam yang satunya lagi, yakni Bu
Siang Cheng Khi yang melindungi badannya. Tiba-tiba
dia berteriak dengan suara dalam:
“AMITABHA …………..”
Kedua belah lengannya membentuk posisi Pendeta
Budha yang sedang melakukan PENYEMBAHAN sambil
suaranya membentak dengan SUARA PUJIAN kepada
SANG MAHA BUDHA. Inilah yang membantunya untuk
terlepas dari gangguan suara istimewa Asha Vahista
yang tidak menarik ilmu mujijatnya Kim Ciong Koan
Jit (Lonceng Emas Menutup Matahari). Agaknya Wong
Jin Liu memang sengaja menggunakan BAN HUD
CIANG (Selaksa Tapak Budha) untuk melawan
pengaruh yang merusak konsentrasinya dan yang
masuk melalui lontaran suara Asha Vahista. Dan
memang, pilihannya ini banyak membantunya, ilmu
khas Budha itu memang mendatangkan rasa tentram
dan rasa percaya diri melawan gangguan-gangguan
sihir maupun gangguan terhadap konsentrasinya.
Tetapi, sambil tetap menggunakan Ilmu Lonceng
Emas, Asha Vahista sendiri kini mulai
mengembangkan ilmu khas lainnya yang lebih mujijat
lagi, yakni ilmu yang diciptakannya sendiri, Ilmu Sam-
Yang-coat-hu-ciang (Ilmu tiga pukulan hawa panas
pemusnah).
Kali ini babakan yang mulai semakin menentukan
karena kandungan hawa khikang dan iweekang serta
kekuatan batin mulai dilibatkan dalam pertarungan.
Babakan yang dulu membuat Wong Jin Liu keteteran
dan membuatnya harus Samadhi 25 tahun berlatih
ilmu baru. Tetapi, selain itu, diapun menekuni kembali
Ban Hud Ciang sebagaimana saran toa suhengnya,
Kian Ti Hwesio. Dan memang benar, dengan Ban Hud
Ciang, dia mampu mengusir suara-suara mengganggu
yang menyerang pusat konsentrasinya. Hingga dia
kini khusus berkonsentrasi untuk menandingi ilmu
pukulan lawan. Pilihan ilmu kesaktian Wong Jin Liu,
dikhususkan untuk melawan ciri khas Asha Vahista
yang punya keistimewaan yang hebat dan mujijat
dalam suara.
Melihat Wong Jin Liu bertarung hebat dengan Ban Hud
Ciang dan membuat ilmu suaranya menjadi
melempem, Asha Vahista akhirnya memutuskan
berkonsentrasi menggunakan ilmu Sam Yang Coat Hu
Ciang. Ilmu ini dirasanya cukup dan sanggup untuk
menutupi pertahanan dan bahkan mampu
melontarkan serangan yang tidak kurang bahayanya
kearah Wong Jin Liu. Dan benar saja, mereka kini
saling bergerak dengan perlahan, namun dengan
kandunga
Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II Panasnya Bunga Mekar Bag III
Episode 46: Tiga Maha Sakti (2)
Tidak memperoleh hasil, secara nyaris bersamaan
keduanya mulai mengerahkan ilmu andalan lain; Kali
ini adalah Asha Vahista yang berinisiatif dan
menyerang dengan gaya Kap Mo Kang (Ilmu Kodok),
sebuah ilmu mujijat yang juga memiliki jejak-
jejaknya dalam khasanah ilmu mujijat Tionggoan.
Tetapi, jika ilmu itu belaka, maka tetap tidak akan
mengguncangkan Wong Jin Liu. Karena itu masih
dikombinasikan dengan sebuah ilmu khas Asha
Vahista sendiri. Tokoh ini, memang memiliki kemiripan
dengan Kolomoto Ti Lou, yakni memiliki kemampuan
yang sangat istimewa dalam melontarkan suara
sebagai alat untuk menyerang ataupun untuk
mengganggu konsentrasi lawan. Dan kali ini, dia
melontarkan ilmu sejenis, yakni Ilmu Kim Ciong Koan
Jit (Ilmu Lonceng Emas Menutup Matahari).
Melontarkan dua ilmu istimewa dalam waktu yang
nyaris bersamaan memang adalah salah satu
keistimewaan tokoh-tokoh yang sudah mencapai
tingkatan yang mujijat dan sempurna dalam ilmunya.
Karena mereka sudah mampu dan berkesanggupan
untuk mengatur dan menata penggunaan tenaga
tingkat tinggi sesuai dengan kemauan mereka.
Tetapi, Wong Jin Liu yang memang bukan lawan
ringan bagi Asha Vahista sudah dengan cepat
mengganti ilmunya dengan menambal telinganya
bukan hanya dengan Bu Siang Cheng Khi, tetapi juga
melindungi dirinya dengan kekuatan awan putih
dalam ilmu Pek In Ciang yang hebat. Ilmu ini
sedemikian rupa sudah digubah Wong Jin Liu sampai
awan putih berpijar sanggup dan berkemampuan
untuk melindungi kepalanya dan secara otomatis juga
menangkal lontaran suara mujijat Asha Vahista yang
menyerangnya. Dan untuk melawan Kap Mo Kang
yang istimewa, Wong Jin Liu memutuskan mengganti
Kim Kong Ci dengan Tam Ci Sin Thong (Lentikan
Jemari Dewa). Pilihan yang sangat tepat, karena
tubuh Asha Vahista yang penuh hawa memang harus
bisa diserang pada titik titik atau jalan darah tertentu
agar tidak membawa perbawa besar bagi Wong Jin
Liu.
“Engkau sungguh sudah maju jauh sobat …….”
Mendesis Wong Jin Liu, kagum dengan kemampuan
Asha Vahista yang sudah menanjak jauh itu
dibandingkan dengan masa 25 tahun lalu pertama kali
mereka bertempur.
“Hahahahahaha, sobat, sama saja, engkaupun sudah
berubah total dibandingkan 25 tahun silam, sungguh
jauh lebih hebat ……..”
Demikianlah, sambil saling memuji keduanya tetap
tidak alpa untuk menyerang, bertahan atau
menghalau serangan lawan. Yang pasti, Wong Jin Liu
harus berlindung rapat dengan iweekang dan dengan
tabir Bu Siang Cheng Khi dikombinasikan dengan Pek
In Ciang sehingga kepala dengan kedua lengannya
sudah dipenuhi awan berpijar yang luar biasa. Tetapi,
Asha Vahista juga menunjukkan cara yang hebat dan
sulit dipercaya. Ilmu mujijat Kap Mo Kang memiliki
kemampuan dan daya rusak yang sungguh luar biasa,
tetapi kekuatan pukulannya tidak pernah mencapai
daya merusak hingga memecah dan menghancurkan
bebatuan dan pepohonan yang sangat jarang di arena
tersebut. Bukan karena tidak mampu merusaknya,
tetapi karena memang dikekang dan diatur
sedemikian untuk tidak merusak lingkungan sekitar.
Dan untuk itu, bukan mudah bagi pemilik ilmu
melakukannya.
Keduanya, entah bagaimana, memang menata dan
mengatur agar jangkauan kekuatan merusak hanya
dalam jangkauan atau jarak tertentu belaka. Dan hal
yang luar biasa ini hanya mampu dilakukan oleh
tokoh-tokoh yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan dalam penguasaan kekuatan hawa
saktinya. Dan tidak salah, keduanya, baik Asha
Vahista maupun Wong Jin Liu memang sudah di tahap
itu, berkemampuan mengatur dan mengerahkan
hawa sakti sesuai keinginan mereka. Atau sudah
dalam tahap dimana mereka sanggup mengendalikan
dan menggunakan kekuatan iweekang sesuai
kemauan hati mereka. Baik mengatur jarak serta
jangkauan pukulan maupun menghancurkan cukup
bagian tertentu dari sebuah benda dan dengan daya
rusak yang juga bisa mereka tentukan.
Maka, kembali keduanya saling libas. Hanya, kali ini,
adalah Wong Jin
http://cerita-silat.mywapblog.com
Tarian Liar Naga Sakti - Marshall
Liu yang banyak bergerak cepat,
pesat dan gesit. Gerakan cepatnya dimaksudkan
untuk mengantisipasi kemana arah pukulan Kap Mo
Kang yang penuh hawa sakti yang merusak, dan
setelah menghindar, maka dia akan mencecar Asha
Vahista dengan totokan-totokan yang khusus
mengarah ke jalan darah pengerahan kekuatan
iweekang lawan. Mereka bertukar peran
dibandingkan pada bagian jurus 100-150, dimana
Wong Jin Liu yang mengambil peran memburu
sementara Asha Vahista banyak menghindar dan
melakukan serangan balasan.
Hanya saja, tetap tidak ada yang mampu
menentukan dan memantapkan keunggulan masing-
masing. Keduanya masih tetap mampu bergerak
cepat, kokoh dan juga menjaga keseimbangan
pertarungan. Masih tetap belum ada yang dapat
ditentukan dan ditetapkan sebagai pemenang dan
terus berlangsung hingga jurus ke 200. Baik Wong Jin
Liu maupun Asha Vahista tetap tidak mampu
mendesak lawannya meskipun sudah melontarkan
jurus-jurus dan ilmu-ilmu yang berdaya rusak sangat
tinggi dan berkekuatan mujijat. Tetapi, hebatnya,
Ceng Liong yang berdiri persis di garis batas yang
ditetapkannya tadi, tidak terserang oleh kekuatan-
kekuatan mujijat yang bertarung dalam arena yang
dibatasinya tadi. Inilah gambaran betapa kuat
sekaligus mujijatnya para tokoh yang sedang adu
kemampuan tersebut.
Dan mereka kembali mulai memasuki babakan
pertarungan yang baru ketika mereka mendengar
Ceng Liong berkata:
“Jurus ke-200 …….”
Serentak mereka mencari lagi celah baru, tetapi
sekaligus dengan menghentak dan meningkatkan
kekuatan masing-masing. Wong Jin Liu yang
menghentak terlebih dulu dengan Ban Hu d Ciang
(Selaksa Tapak Budha), tetapi tidak melepaskan
penggunaan ilmu dalam yang satunya lagi, yakni Bu
Siang Cheng Khi yang melindungi badannya. Tiba-tiba
dia berteriak dengan suara dalam:
“AMITABHA …………..”
Kedua belah lengannya membentuk posisi Pendeta
Budha yang sedang melakukan PENYEMBAHAN sambil
suaranya membentak dengan SUARA PUJIAN kepada
SANG MAHA BUDHA. Inilah yang membantunya untuk
terlepas dari gangguan suara istimewa Asha Vahista
yang tidak menarik ilmu mujijatnya Kim Ciong Koan
Jit (Lonceng Emas Menutup Matahari). Agaknya Wong
Jin Liu memang sengaja menggunakan BAN HUD
CIANG (Selaksa Tapak Budha) untuk melawan
pengaruh yang merusak konsentrasinya dan yang
masuk melalui lontaran suara Asha Vahista. Dan
memang, pilihannya ini banyak membantunya, ilmu
khas Budha itu memang mendatangkan rasa tentram
dan rasa percaya diri melawan gangguan-gangguan
sihir maupun gangguan terhadap konsentrasinya.
Tetapi, sambil tetap menggunakan Ilmu Lonceng
Emas, Asha Vahista sendiri kini mulai
mengembangkan ilmu khas lainnya yang lebih mujijat
lagi, yakni ilmu yang diciptakannya sendiri, Ilmu Sam-
Yang-coat-hu-ciang (Ilmu tiga pukulan hawa panas
pemusnah).
Kali ini babakan yang mulai semakin menentukan
karena kandungan hawa khikang dan iweekang serta
kekuatan batin mulai dilibatkan dalam pertarungan.
Babakan yang dulu membuat Wong Jin Liu keteteran
dan membuatnya harus Samadhi 25 tahun berlatih
ilmu baru. Tetapi, selain itu, diapun menekuni kembali
Ban Hud Ciang sebagaimana saran toa suhengnya,
Kian Ti Hwesio. Dan memang benar, dengan Ban Hud
Ciang, dia mampu mengusir suara-suara mengganggu
yang menyerang pusat konsentrasinya. Hingga dia
kini khusus berkonsentrasi untuk menandingi ilmu
pukulan lawan. Pilihan ilmu kesaktian Wong Jin Liu,
dikhususkan untuk melawan ciri khas Asha Vahista
yang punya keistimewaan yang hebat dan mujijat
dalam suara.
Melihat Wong Jin Liu bertarung hebat dengan Ban Hud
Ciang dan membuat ilmu suaranya menjadi
melempem, Asha Vahista akhirnya memutuskan
berkonsentrasi menggunakan ilmu Sam Yang Coat Hu
Ciang. Ilmu ini dirasanya cukup dan sanggup untuk
menutupi pertahanan dan bahkan mampu
melontarkan serangan yang tidak kurang bahayanya
kearah Wong Jin Liu. Dan benar saja, mereka kini
saling bergerak dengan perlahan, namun dengan
kandunga